“Papa, aku ingin bertemu mama.”
Pagi-pagi ketika hari libur, Gempi merengek yang membuat Erlan mengacak rambutnya. Pria itu pikir di hari liburnya ia akan menikmati hari dengan coklat panas dengan tenang. Namun, pikiran itu menghilang begitu saja setelah anaknya merengek.
“Ada apa ini?” Tiba-tiba saja Gian muncul membuat Gempi langsung berlari ke arah wanita paruh baya itu.
Dengan air mata yang masih berjatuhan, Gempi memeluk kaki Gian sambil mendongak. “Nenek, aku ingin bertemu dengan mama.”
Gian langsung mengembuskan napasnya dengan kasar. Terlebih ketika melihat Erlan yang malah pergi begitu saja. “Erlan!”Panggilan itu lantas menghentikan langkah Erlan. Ia menoleh lalu bertanya dengan satu alis yang terangkat. “Ada apa, Mam?”
“Kau antarkan Gempi ke rumah Alyn.”
Sontak Erlan langsung melebarkan matanya. “Mam, untuk apa? Dia bahkan bukan ibunya Gempi.”
“Tapi dia merindukan Alyn.”
Dengan cepat Erlan menggeleng. “Yang dirindukan itu ibunya. Bukan wanita itu!”Wanita itu lantas menghela napas kemudian pergi begitu saja. Membuat Erlan semakin frustasi. Terlebih tangis Gempi yang tidak juga surut.
“Baiklah, baiklah. Jika kau benar-benar ingin bertemu dengan wanita itu, kita ke sana sekarang!”
Pada akhirnya Erlan menyerah. Ia lantas menemui ibunya untuk menanyakan alamat rumah Alyn. Tentu saja Gian senang bukan main. Wanita paruh baya itu tersenyum dengan lebar.
“Pada akhirnya mama yang menang!”
Erlan mendengus sebal. “Mama ini bicara apa? Aku menemuinya hanya demi Gempi.”
“Ya, tapi mama yakin pada akhirnya kalian akan berjodoh.”
Pria itu memutar bola matanya dengan malas. “Itu tidak mungkin terjadi,” cetusnya sambil berlalu.
Namun, seruan Gian membuat Erlan berhenti melangkah sejenak. “Jangan terlalu banyak berpikir. Mama khawatir jika pusakamu tidak berfungsi karena terlalu lama menganggur!”
“Omong kosong macam apa itu?” keluh Erlan yang tidak lagi mendengarkan ocehan ibunya.
Ia memilih menemui Gempi lalu mengajak gadis manis itu untuk pergi. “Gempi, ayo kita pergi!”
“Ke mana, Pa?” Gempi menatap Erlan dengan mata yang basah. Sementara suaranya terdengar tersengal-sengal.
“Bukankah kau ingin bertemu dengan mamamu itu?”
Binar bahagia langsung terpancar di wajah Gempi yang sembab. “Mau, gempi mau bertemu mama!” pekiknya membuat Erlan tersenyum tipis.
Pria itu lantas menggendong Gempi yang tangisnya sudah hilang sepenuhnya. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Hingga akhirnya tiba di rumah sederhana yang menjadi tujuannya.
“Jadi ini rumahnya?” gumam Erlan sambil menatap rumah dengan cat berwarna putih abu.
“Papa, itu mama!” Gempi langsung berseru begitu melihat Alyn yang keluar dari rumah.
Gadis kecil itu berniat memanggil Alyn, tetapi dibekap oleh Erlan ketika tanpa sengaja ia melihat sebuah motor sport yang berhenti di depannya.
“Papa,” protes Gempi sambil melepaskan bekapannya.
“Jangan berisik, Nak. Sepertinya lain kali saja kita temui dia,” ujar Erlan dengan perasaan nyelekit ketika anaknya kembali menitikan air mata.
Oh, rasanya benar-benar gila!
“Gempi, lihat. Wanita itu akan pergi bersama kekasihnya.” Erlan menunjuk ke arah Alyn yang kini memakai helm.
Gempi langsung menoleh lalu menggeleng. Dengan nekat gadis kecil itu memanggil Alyn. “Mama … Mama!”
Sontak Alyn yang akan menaiki motor pun menoleh. Membuat Sam bertanya, “Ada apa, Alyn?”
“Aku mendengar seseorang memanggilku, Kapten.”
“Mungkin hanya salah orang,” ujar Sam.
Wanita itu mengangguk saja kemudian kembali menaiki motor. Namun, ketika Sam akan menjalankan motor … tiba-tiba saja Gempi berlari sambil memanggil Alyn. “Mama!”
“Kapten, tunggu sebentar!” Alyn menepuk pundak Sam yang membuat pria itu menghentikan motornya. Ia lantas menoleh ke belakang.
“Ada apa, Alyn?”“Ada Gempi yang menyusulku.” Alyn buru-buru turun lalu menghampiri Gempi yang sedang berlari.
Ia rentangkan tangannya. Sehingga begitu Gempi mendekat, Alyn tangkap begitu saja. “Hei, Manis. Apa yang terjadi?”
“Gempi rindu, Mama.” Gempi memeluk Alyn dengan erat, membuat wanita itu tersenyum tipis.
“Ekhem!” Deheman dari suara yang terdengar berat itu membuat Alyn yang berjongkok mendongak untuk melihat Erlan yang juga menatapnya.
Sehingga untuk beberapa saat pandangan mereka saling terkunci. Hingga pertanyaan Sam membuat Alyn mengalihkan perhatiannya. “Alyn, siapa dia?”
“Ah, Kapten. Ini Gempi, cucu dari teman ibuku.”
Sam mengangguk saja kemudian mengulurkan tangan untuk membantu Alyn berdiri. Segera Alyn menerima uluran tangan tersebut karena Gempi sudah melepaskan pelukannya.
“Terima kasih, Kapten.”“Sama-sama, Alyn. Em … apa kita bisa berangkat sekarang?”
Pertanyaan itu membuat Alyn bimbang. Hingga dapat dimengerti oleh Erlan. “Pergilah, saya hanya kebetulan lewat.”
Erlan menarik Gempi untuk ikut bersamanya, tetapi gadis manis itu berontak. “Gempi tidak mau. Gempi mau bersama, Mama!”Pria itu menghela napas, sedangkan Alyn merasa iba. Sehingga ia memberanikan diri untuk berkata, “Tuan, jika Anda izinkan … saya akan mengajak Gempi bersama kami.”
Sontak Erlan melebarkan mata, begitu juga dengan Sam. Berbeda dengan Gempi yang terlihat senang karenanya. “Gempi mau ikut, Mama!”
“Gempi!”
“Papa ….” Gempi mengiba kepada Erlan yang membuat pria itu mengembuskan napasnya dengan kasar.
“Tuan, saya berjanji akan menjaga Gempi. Lagipula kita hanya akan ke taman kota,” ujar Alyn membuat Sam garuk-garuk tidak gatal.
Sementara Erlan menatap Gempi dan Alyn secara bergantian. Setelahnya ia berkata, “Saya izinkan, dengan syarat saya akan ikut dengan kalian.”
Sontak Alyn dan Gempi kesenangan. Mereka tersenyum lebar kemudian gadis manis itu langsung berlari ke arah Alyn. “Mama, aku boleh ikut!”
“Ya. Tapi Gempi bersama papa dengan mobil,” ujar Erlan membuat Gempi merengut.
“Papa ….”
“Gempi, kau tidak pernah naik motor. Kau memiliki alergi debu,” ujar Erlan tetap pada pendiriannya.
“Tapi aku ingin bersama, Mama.”
Melihat persitegangan antara anak dan ayah, akhirnya Alyn mencoba membujuk Gempi. “Gempi, yang dikatakan papamu benar. Gempi naik mobil, ya?”
Terdiam sejenak, Gempi menatap Erlan dan Alyn secara bergantian. Setelahnya ia berkata, “Kalau begitu, Mama ikut bersama gempi di mobil!”
Lagi-lagi Alyn dan Erlan melebarkan mata secara bersamaan. Setelahnya mereka menggeleng. “Tidak, Gempi!”
“Huaaa … Papa dan Mama jahat.” Gempi malah menangis yang membuat mereka ripuh menenangkan.
Hingga pada akhirnya Sam yang merasa tidak tega dengan Gempi pun berkata, “Jika memang Gempi ingin seperti itu, maka kamu naik mobil saja, Alyn.”
Sontak Alyn menoleh ke arah Sam. Ia menatap Sam dengan tatapan tidak percaya. Begitu juga dengan Erlan.
Bukankah mereka sedang berkencan? Lantas apa yang dipikirkan Sam?
“Kapten, lalu bagaimana denganmu?”
“Tentu saja aku ikut denganmu juga. Boleh ‘kan, Tuan?” Sam menatap Erlan yang terkejut atas ucapannya barusan.
Pria itu mengusap tengkuknya pelan sebagai tanda jika ia tidak memiliki pilihan. Meski dalam hati ingin menolak. “Lalu, bagaimana dengan motor?”
“Aku bisa menyimpannya di sini. Benar ‘kan, Alyn?”
“Iya, Kapten,” jawab Alyn yang membuat Erlan benar-benar tidak dapat menolak.Pada akhirnya, mereka berangkat dengan mobil Erlan.
Oh, andai bukan karena Gempi. Sudah pasti Erlan tidak akan sudi mobilnya ditumpangi oleh orang lain!
Tiba di taman, Gempi terus menempel kepada Alyn yang bersama dengan Sam. Sementara Erlan harus menjadi nyamuk di antara hubungan mereka. Ini benar-benar tidak nyaman, dan Erlan ingin sekali keluar dari situasi ini. Namun, pria itu merasa tidak tega dengan Gempi yang terlihat senang bersama dengan Alyn. Hingga akhirnya ia memilih membiarkan, dan hanya sesekali memperhatikan Gempi. “Papa!” panggil Gempi sambil berlari ke arah Erlan.Erlan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Melihat senyum Gempi yang manis selalu membuat hati Erlan terasa ringan. Lantas, apa yang akan dilakukan Erlan jika senyum Gempi ada pada Alyn?“Sudah?” tanya Erlan begitu Gempi berada di depannya.Dengan cepat gadis manis itu menggeleng. “Belum. Aku masih ingin bermain dengan Mama!” “Gempi, tapi ini sudah sore. Sebentar lagi malam,” ujar Erlan memberi pengertian, tetapi Gempi malah menangis.“Papa jahat! Gempi mau bermain bersama Mama,” rengek Gadis manis itu membuat Erlan frustasi. Terlebih para pengunjung
Dengan satu tangan Alyn mendorong dada Erlan. Sehingga Erlan lekas bangkit, memberikan ruang bagi Alyn untuk mengatur napasnya yang tiba-tiba saja tersengal. Bagaimana tidak ketika jarak di antara mereka begitu dekat. Terlebih Alyn yang tidak pernah mengalami hal seintim itu.Iya, katakanlah wanita tersebut terlalu kolot di zaman yang bebas ini. Namun, begitulah adanya Alyn yang sampai sekarang masih bisa mempertahankan kehormatannya di tengah gempuran godaan. Entah dari teman ataupun pria yang hanya ia kenal sekilas.“Tuan—”“Jangan menyalahkanku. Kau sendiri yang menarik tanganku tadi. Padahal niatku hanya ingin mengambil Gempi,” sela Erlan sebelum Alyn menyelesaikan ucapannya. Sontak Alyn langsung bungkam. Terlebih ketika ia mengingat kembali jika memang penyebab dari kejadian barusan adalah dirinya. Segera Alyn menyingkirkan tangan Gempi dengan sangat pelan. Setelahnya ia bangkit lalu turun dari ranjang. “Maaf,” ucap Alyn sambil memberikan ruang bagi Erlan untuk menggendong G
“Tuan, aku benar-benar tidak nyaman dengan yang tadi.” Alyn mengeluh setelah kembali ke mobil.Tentu saja Erlan merasa jengah. “Bukan hanya kau, tapi aku juga! Jadi jangan merasa menjadi wanita yang paling malang. Lagipula … anggap saja kejadian tadi sebagai tanda terima kasihmu karena aku sudah menolongmu.” Alyn langsung bungkam. Ucapan pria itu benar, tetapi bukankah ia juga pernah menolong Erlan ketika dalam kesulitan? Dan Alyn bahkan tidak mengungkit itu! Betah dalam diam, akhirnya mereka tiba di bandara. Sehingga Alyn lekas turun. “Tuan, terima kasih atas pertolongannya.” “Hemm.” Setelahnya Alyn benar-benar pergi dari sana karena sudah terlambat. Wanita itu bahkan terlihat buru-buru ketika akan menyeberang. Membuat Erlan yang melihatnya berdecap pelan. “Ceroboh. Bisa-bisanya Gempi menyukai wanita seperti itu,” keluhnya. Pria itu kembali teringat dengan Gempi yang menangis ketika mereka baru tiba di rumah. Hal itu jelas membuat Erlan jengah. Hanya saja … tidak ada yang bisa
“Sebaiknya setelah ini kau tidak membuat janji apapun kepada Gempi.” Erlan mewanti-wanti ketika mereka tiba di rumah Erlan.“Baik,” ucap Alyn yang sejujurnya tidak ingin berurusan lagi dengan Erlan. Hanya saja … wanita itu merasa kasihan dengan Gempi. Hanya itu, tidak lebih!“Kalau begitu turulah, anakku sudah menunggu.” Erlan keluar dari mobil lebih dulu lalu disusul Alyn.“Mama!” Dari dalam rumah ada Gempi yang berseru sambil berlari ke arah Alyn.Sontak Alyn menoleh lalu tersenyum hangat melihat Gempi yang menyambutnya dengan riang. “Mama, Gempi rindu!”“Mama juga. Padahal tadi pagi kita bertemu,” ujar Alyn sambil menggendong Gempi. Melihat kedekatan Alyn dan Gempi tentu membuat Gian semakin yakin untuk menjodohkan Alyn dan Erlan. Rasanya tidak ada yang mustahil jika ia berusaha lebih keras. “Alyn, kita masuk. Di luar dingin,” ajak Gian yang diangguki oleh Alyn.Mereka masuk bersamaan dengan Erlan yang mengikuti dari belakang. Setelahnya pria itu memilih meninggalkan ketiga wa
Seolah ingin membuktikan kepada Alyn, Erlan benar-benar tidak menemui wanita itu dalam beberapa hari ini. Meski Gempi terus merengek.“Erlan, apa sebaiknya kau temui Alyn. Bicaralah dengan baik-baik dan minta maaf atas kejadian malam itu.” Gian memberi saran yang tak tanggapi oleh Erlan. Pria itu hanya mendesah lalu melanjutkan sarapan dengan Gempi yang hanya memainkan roti bakarnya. “Gempi, rotinya dimakan,” tegurnya. “Tidak, aku tidak ingin makan, Papa.” Dengan lemah gadis manis itu menggeleng, yang membuat Erlan kembali memijat pangkal hidungnya yang berdenyut. “Jika kau tidak makan, kau akan sakit.” “Gempi tidak peduli. Gempi ingin mama. Papa, menikahlah dengan mama.” Seolah paham, Gempi terus merengek–meminta Erlan untuk menikahi Alyn. Jelas pria itu tambah pening. Sehingga memilih ke kantor tanpa mengantarkan Gempi sekolah. “Erlan, kau tidak akan mengantarkan Gempi?” “Tidak. Gadis itu membuatku pusing!” cetus Erlan menyahuti pertanyaan Gian tanpa menoleh sama sekali.P
“Tuan Erlan, apa yang membuatku datang menemuiku?” Alyn menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan heran. Tadi, ketika ia baru saja keluar dari bandara, tiba-tiba ponselnya berdering. Ketika ia lihat siapa yang menghubunginya, ternyata Erlan yang mengajaknya bertemu! Sehingga kini mereka tengah berhadapan. “Kau masuklah dulu, aku akan menjelaskannya nanti.” Erlan membuka pintu–mempersilakan Alyn untuk masuk ke mobilnya karena merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian orang lain.Mendesah pelan, Alyn malah diam saja menatap Erlan dengan malas. Sehingga Erlan yang menyadari itu pun berkata, “Gempi pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.” Tentu saja Alyn terkejut. Wanita ia melebarkan matanya begitu mendengar kabar tentang gadis manis yang terlanjur ia sayangi itu. “Bagaimana bisa?” “Aku jelaskan di mobil.” Kali ini tanpa pikir panjang Alyn langsung masuk begitu saja. Membuat Erlan langsung menyusul masuk dari pintu sebaliknya.Pria itu lantas mengendarai mobil sambil menjela
Dengan sabar Erlan menunggu Alyn yang masih diam memikirkan keputusan yang akan wanita itu ambil. Tentu ini hanya demi Gempi–buah hatinya bersama Gimma–mendiang istrinya.“Bagaimana? Aku tidak bisa terus menunggu.” Pada akhirnya kesabaran Erlan berakhir juga.Sehingga Alyn dengan perasaan tidak menentu bertanya, “Benarkah Tuan akan membebaskan aku melakukan apapun?” “Yeah, aku tidak ingin mengekangmu. Lagipula ini semua demi Gempi,” jawab Erlan dengan enteng. “Kita bisa hidup layaknya teman,” sambung Erlan. Alyn mangut-mangut. “Sekalipun aku berdekatan dengan pria lain. Apa Tuan tidak akan keberatan?” “Tentu saja! Sudah kukatakan ini demi Gempi.” “Baiklah, kalau begitu aku setuju!” Yeah, memang ini keputusan Alyn pada akhirnya. Bukan karena ingin sebuah kebebasan saja, tetapi wanita itu juga sudah menyayangi Gempi. Terdengar konyol, tetapi itulah Alyn. Jelas Erlan lega mendengarnya. “Jadi, kapan kita menikah? Aku tidak ingin menunda terlalu lama!” Sontak Alyn kembali dibuat
“Wooaah, Mama, kau cantik sekali.” Gempi menatap Alyn yang sudah selesai dirias dengan tatapan kagum. Gadis manis itu bahkan tidak berkedip sama sekali membuat Gian dan Erin yang menemani terkekeh. “Gempi, sekarang kau benar-benar memiliki ibu!” “Yeeaay, Papa dan Mama menikah!” Meski tidak tahu arti sesungguhnya dari pernikahan itu apa, tetapi gadis manis itu tetap senang karena yang dipikirkannya hanyalah tinggal bersama dengan Alyn. Iya, pada akhirnya pernikahan dilangsungkan dengan tertutup, tetapi mewah. Hanya dari kolega kedua belah pihak dan keluarga inti saja.Jelas kabar menikahnya Alyn bersama dengan Erlan cukup menggemparkan. Terlebih Cleo yang heboh begitu mendengar langsung dari Alyn. “Jadi ini yang membuatmu terus bersama dengan Tuan Erlan, Alyn?” tanya Cleo saat itu. “Apa maksudmu?” Alyn tidak paham yang langsung membuat Cleo mendengus. “Beberapa kali aku melihatmu dijemput oleh Tuan Erlan. Oh, Alyn, ini benar-benar di luar dugaan. Bagaimana bisa jika kau yang wak
Setelah mendapatkan sedikit wejangan dari ibunya, Alyn putuskan untuk kembali ke kamar. Sehingga Erlan yang termangu di tepi ranjang pun terperanjat dengan kehadiran Alyn yang tiba-tiba. "Alyn, kupikir kau benar-benar akan tidur di kamar ibu," ujar Erlan sambil bangkit lalu berjalan menghampiri. "Kamarku di sini. Jadi aku tidur di sini," balas Alyn masih terdengar ketus, tetapi setidaknya wanita itu mau menanggapi ucapan Erlan. "Kalau begitu tidurlah. Aku tidak akan menganggu." Menaikkan satu alisnya, Alyn menatap Erlan seolah tak percaya dengan ucapan pria itu. Sehingga Erlan yang paham pun berkata, "Aku berjanji, sungguh!" Melihat Erlan yang tampak meyakinkan lantas membuat Alyn tak banyak bicara. Wanita itu mengangguk saja kemudian mulai merebahkan dirinya di ranjang. Jujur, Alyn masih cukup takut andai Erlan melakukan seperti halnya semalam. Namun, ucapan dari Erin yang mengatakan untuk memberi Erlan kesempatan pun membuatnya mencoba percaya dengan suaminya itu.
Masih mempertahakan sikap tak acuhnya, Alyn yang sudah selesai membersihkan diri pun bangkit. Sehingga membuat Erlan secara refleks menggeser untuk memberikan ruang bagi Alyn. Sayangnya wanita itu tak menghampiri ranjang, melainkan malah menuju pintu lalu membukanya. Sehingga membuat Erlan yang melihatnya bertanya secara spontan. "Alyn, kau mau ke mana?" Menjeda gerakan tangannya yang akan memutar knop pintu, Alyn kemudian menoleh. "Aku akan tidur di kamar ibu." Terang saja hal itu membuat Erlan langsung bangkit. Pria itu kemudian berjalan menghampiri lalu berkata, "Kau ingin mengadu kepada ibu?" Mendesah pelan, Alyn menggeleng dengan segera. "Tidak. Untuk apa aku mengadukan kelakuan bejadmu itu?" Sedikit bernapas lega, Erlan kemudian menarik Alyn ke dalam pelukannya yang membuat wanita itu terkejut. Lekas Alyn berontak agar terlepas dari pelukan Erlan yang tidak terlalu kuat. Sehingga membuatnya dapat dengan mudah terlepas. "Lancang!" "Kau istriku," balas Erlan membua
"Apa yang kau lakukan?" Alyn terkejut ketika ia akan menutup pintu kamar, tetapi ditahan oleh Erlan yang langsung masuk setelahnya. Padahal wanita itu sudah mengatakan kepada Erlan untuk pulang saja. Namun, Erlan malah mengikutinya. "Aku sudah mengatakan kepada Ibu akan menginap di sini. Bukankah akan aneh jika tiba-tiba aku pulang? Ibu pasti akan curiga!" Mendengus pelan, Alyn kemudian menatap Erlan dengan jengah. "Kau bisa mengatakan kepada Ibu jika memiliki urusan mendadak!" Dengan cepat Erlan menggeleng. "Urusanku ada di sini," balasnya. "Aku harus mendapatkan maaf darimu," sambung Pria itu menatap Alyn dengan serius. Tangan Erlan bahkan terulur untuk menyentuh lalu menggenggam tangan Alyn. Namun sayangnya, Alyn memilih menarik tangannya sebelum Erlan berhasil melakukannya. "Jangan menyentuhku!" cetus Alyn dengan ketus. "Alyn, aku benar-benar menyesal untuk yang semalam. Aku terlalu marah, hingga tak dapat mengontrol diri. Sungguh, Alyn." Erlan mencoba menjelaskan d
Entah harus bersikap bagaimana ketika tiba-tiba pria yang paling ingin Alyn hindari malah ada di hadapannya! Rasanya Alyn ingin sekali menghindar dan pergi dari hadapan Erlan. Hanya saja ... ia tidak memiliki tempat ataupun piliha. Terlebih ketika tiba-tiba Erin keluar dari rumah dan menyapa. "Alyn, Erlan, sejak kapan kalian ada di sini?" tanya Erin sangat terkejut ketika mendapati ada anak dan menantunya yang ada di depan rumahnya. Padahal tadi niatnya ia hanya ingin mengambil olahan makanan yang dijemur di depan rumah. Menoleh secara bersamaan, Alyn mendadak bingung harus bagaimana. Sementara Erlan seolah mengambil kesempatan dengan merangkul Alyn agar terlihat jika hubungannya dengan sang istri baik-baik saja. "Ibu, maafkan kami jika kedatangan kami membuatmu terkejut," ujar Erlan begitu lugas. Sehingga membuat Alyn tampak muak mendengarnya. Ingin sekali wanita itu menyingkirkan tangan Erlan yang bertengker pada pundaknya. Namun, andai ia melakukannya ... maka Erin akan tampak
Mencoba menghindar, Alyn memilih langsung memalingkan muka. Wanita itu lekas pergi ke kabin karena tugasnya digantikan oleh temannya yang lain. "Alyn, ada apa dengan wajahmu?" Cleo mengerutkan keningnya ketika melihat wajah temannya yang tampak pucat. "Ada Mas Erlan di luar," jawab Alyn dengan suara yang terdengar bergetar--menahan tangis. Jujur, sikap yang Erlan lakukan kemarin malam masih membekas dalam ingatan Alyn. Hal itu jelas membuat Alyn belum siap andai bertemu dengan Erlan. Namun, entah takdir baik atau bukan ... tetapi yang pasti Alyn tidak menyangka jika Erlan juga menggunakan penerbangan yang sama. Membuat mereka berada dalam satu pesawat yang sama. "Apa?" Cleo melebarkan matanya begitu mendengar ucapan Alyn. "Suamimu ada di sini juga?" sambungnya. "Hemm." Alyn membalas dengan anggukan saja. Mendesah pelan, Cleo lantas menatap Alyn dengan iba. Sementara tangannya bergerak menyentuh kedua pundak Alyn lalu menuntunnya agar duduk. "Kau tunggulah di sini, aku akan amb
Masuk ke kamar, Alyn langsung menangis tersedu-sedu. Rasa perih di tubuh tidak sebanding dengan sakit yang ia rasakan di hati. Sungguh, Alyn tidak menyangka jika Erlan akan berbuat sedemikian rupa untuk menyakiti hatinya. Ia tahu dan sadar diri jika dirinya tak akan bisa menggantikan Gimma--mendiang istri Erlan. Wanita itu hanya berharap sedikit perhatian dan perlakuan dari Erlan. Karena bagaimanapun, sekarang ia sudah menjadi istrinya. "Sakit ...," lirih Alyn membuat Cleo yang tertidur pulas terbangun. Teman dari Alyn itu mengerutkan keningnya ketika melihat temannya itu tengah menangis. Sehingga dengan kepala yang sakit, Cleo mendekat. "Alyn, apa yang terjadi?" tanya Cleo menatap Alyn dengan iba. Menggeleg pelan, Alyn tak mampu berkata-kata untuk saat ini. Ia hanya ingin menangis, dan terus menangis--melampiaskan kesedihannya yang merundung. Semetara Cleo yang melihat Alyn menggeleng pun tak bertanya lagi. Ia memilih menarik Alyn ke dalam pelukannya kemudian mene
Sam yang merasa kewalahan lantas menggendong Alyn dengan susah payah. Bukan ia tak kuat menggendong tubuh Alyn yang tinggi semampai, tetapi tangan nakal Alyn membuat pria itu harus menahan diri. "Alyn, aku tahu kau mabuk. Tapi ini sudah berlebihan," ujar Sam menyingkirkan tangan Alyn yang merayap pada dadanya dengan lembut. Tentu saja sebagai pria normal ia merasa tertantang. Sehingga ketika di kamar, Sam menjatuhkan Alyn di ranjang dengan segera. Membuat rok yang dikenakan Alyn tersingkap dan menampilkan paha mulus wanita itu. "Alyn, aku mencintaimu." Kabut gairah sudah menghiasi mata Sam. Pria itu sudah tak dapat berpikir dengan jernih jika wanita yang berada dalam kukungannya merupakan wanita bersuami. Rasa cintanya kepada Alyn juga sikap Alyn yang menantangnya dengan mengalungkan kedua tangan pada lehernya pun membuat Sam menyingkirkan semua resiko yang akan di hadapi. Karena yang terpikir sekarang hanyalah membuktikan rasa cintanya kepada Alyn yang ia pendam sejak lama.
Sudah berjalan sekitar dua minggu Alyn dipindah tugaskan. Selama itu pula tak banyak yang terjadi antara hubungan Alyn dan Erlan. Pria itu masih bersikap ketus kepada Alyn. Sehingga membuat wanita itu kadang kala merasa jenuh.“Apa yang kau pikirkan, Alyn?” Cleo menatap temanya dengan heran ketika ia melihat Alyn yang tampak melamun.Mendesah pelan, Alyn lantas menggeleng. “Tidak ada.” Cleo lantas memincingkan matanya–menatap Alyn dengan penuh selidik. “Jangan berbohong. Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu!” Alyn lantas mendengus pelan karena Cleo masih bisa menebaknya. “Ck! Kau seperti cenayang.” “Hahaha….” Cleo tertawa ringan mendengarnya. “Jadi katakan apa yang membuatmu murung,” sambungnya setelah berhenti Tertawa. “Ini tentang suamiku,” ujar Alyn dengan tubuh yang lesu.“Sudah kuduga!” cetus Cleo sambil menjentikkan jarinya. “Jadi, apa dia masih bersikap dingin padamu?” “Yeah, dan sepertinya akan selalu seperti itu.” “Ck! Aku jadi kesal dengan pria itu. Bisa-bisanya dia
Ucapan Gian terngiang-ngiang di benak Alyn. Membuat wanita itu jadi tak fokus. Hingga mendapatkan teguran dari Erlan.“Sejak tadi aku melihatmu terus melamun. Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?” Erlan menatap Alyn dengan penuh curiga. Sementara yang ditatap nampak tergagap.“T-tidak ada yang aku pikirkan, Mas.”Erlan mendengus kesal. “Jangan berbohong! Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Katakan padaku,” cetusnya. “Aku—”“Sepertinya kau sedang memikirkan Gerald!” ujar Erlan kemudian memotong ucapan Alyn.Sontak Alyn langsung melebarkan matanya. Wanita itu menggeleng dengan cepat untuk menyangkal tuduhan Erlan yang tak berdasar.“Mas, kenapa menuduhku seperti itu? Aku sama sekali tidak memikirkan dia,” ujar Alyn berkata jujur.Namun, Erlan tak akan percaya begitu saja jika Alyn tidak mengatakan yang sebenarnya. “Lalu apa yang kau pikirkan?” tanya Pria itu menantang.Entah kenapa semenjak kejadian di sekolah membuat Erlan jadi curigaan terus kepada Alyn. Pria itu bahkan menud