“Papa, aku ingin bertemu mama.”
Pagi-pagi ketika hari libur, Gempi merengek yang membuat Erlan mengacak rambutnya. Pria itu pikir di hari liburnya ia akan menikmati hari dengan coklat panas dengan tenang. Namun, pikiran itu menghilang begitu saja setelah anaknya merengek.
“Ada apa ini?” Tiba-tiba saja Gian muncul membuat Gempi langsung berlari ke arah wanita paruh baya itu.
Dengan air mata yang masih berjatuhan, Gempi memeluk kaki Gian sambil mendongak. “Nenek, aku ingin bertemu dengan mama.”
Gian langsung mengembuskan napasnya dengan kasar. Terlebih ketika melihat Erlan yang malah pergi begitu saja. “Erlan!”Panggilan itu lantas menghentikan langkah Erlan. Ia menoleh lalu bertanya dengan satu alis yang terangkat. “Ada apa, Mam?”
“Kau antarkan Gempi ke rumah Alyn.”
Sontak Erlan langsung melebarkan matanya. “Mam, untuk apa? Dia bahkan bukan ibunya Gempi.”
“Tapi dia merindukan Alyn.”
Dengan cepat Erlan menggeleng. “Yang dirindukan itu ibunya. Bukan wanita itu!”Wanita itu lantas menghela napas kemudian pergi begitu saja. Membuat Erlan semakin frustasi. Terlebih tangis Gempi yang tidak juga surut.
“Baiklah, baiklah. Jika kau benar-benar ingin bertemu dengan wanita itu, kita ke sana sekarang!”
Pada akhirnya Erlan menyerah. Ia lantas menemui ibunya untuk menanyakan alamat rumah Alyn. Tentu saja Gian senang bukan main. Wanita paruh baya itu tersenyum dengan lebar.
“Pada akhirnya mama yang menang!”
Erlan mendengus sebal. “Mama ini bicara apa? Aku menemuinya hanya demi Gempi.”
“Ya, tapi mama yakin pada akhirnya kalian akan berjodoh.”
Pria itu memutar bola matanya dengan malas. “Itu tidak mungkin terjadi,” cetusnya sambil berlalu.
Namun, seruan Gian membuat Erlan berhenti melangkah sejenak. “Jangan terlalu banyak berpikir. Mama khawatir jika pusakamu tidak berfungsi karena terlalu lama menganggur!”
“Omong kosong macam apa itu?” keluh Erlan yang tidak lagi mendengarkan ocehan ibunya.
Ia memilih menemui Gempi lalu mengajak gadis manis itu untuk pergi. “Gempi, ayo kita pergi!”
“Ke mana, Pa?” Gempi menatap Erlan dengan mata yang basah. Sementara suaranya terdengar tersengal-sengal.
“Bukankah kau ingin bertemu dengan mamamu itu?”
Binar bahagia langsung terpancar di wajah Gempi yang sembab. “Mau, gempi mau bertemu mama!” pekiknya membuat Erlan tersenyum tipis.
Pria itu lantas menggendong Gempi yang tangisnya sudah hilang sepenuhnya. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Hingga akhirnya tiba di rumah sederhana yang menjadi tujuannya.
“Jadi ini rumahnya?” gumam Erlan sambil menatap rumah dengan cat berwarna putih abu.
“Papa, itu mama!” Gempi langsung berseru begitu melihat Alyn yang keluar dari rumah.
Gadis kecil itu berniat memanggil Alyn, tetapi dibekap oleh Erlan ketika tanpa sengaja ia melihat sebuah motor sport yang berhenti di depannya.
“Papa,” protes Gempi sambil melepaskan bekapannya.
“Jangan berisik, Nak. Sepertinya lain kali saja kita temui dia,” ujar Erlan dengan perasaan nyelekit ketika anaknya kembali menitikan air mata.
Oh, rasanya benar-benar gila!
“Gempi, lihat. Wanita itu akan pergi bersama kekasihnya.” Erlan menunjuk ke arah Alyn yang kini memakai helm.
Gempi langsung menoleh lalu menggeleng. Dengan nekat gadis kecil itu memanggil Alyn. “Mama … Mama!”
Sontak Alyn yang akan menaiki motor pun menoleh. Membuat Sam bertanya, “Ada apa, Alyn?”
“Aku mendengar seseorang memanggilku, Kapten.”
“Mungkin hanya salah orang,” ujar Sam.
Wanita itu mengangguk saja kemudian kembali menaiki motor. Namun, ketika Sam akan menjalankan motor … tiba-tiba saja Gempi berlari sambil memanggil Alyn. “Mama!”
“Kapten, tunggu sebentar!” Alyn menepuk pundak Sam yang membuat pria itu menghentikan motornya. Ia lantas menoleh ke belakang.
“Ada apa, Alyn?”“Ada Gempi yang menyusulku.” Alyn buru-buru turun lalu menghampiri Gempi yang sedang berlari.
Ia rentangkan tangannya. Sehingga begitu Gempi mendekat, Alyn tangkap begitu saja. “Hei, Manis. Apa yang terjadi?”
“Gempi rindu, Mama.” Gempi memeluk Alyn dengan erat, membuat wanita itu tersenyum tipis.
“Ekhem!” Deheman dari suara yang terdengar berat itu membuat Alyn yang berjongkok mendongak untuk melihat Erlan yang juga menatapnya.
Sehingga untuk beberapa saat pandangan mereka saling terkunci. Hingga pertanyaan Sam membuat Alyn mengalihkan perhatiannya. “Alyn, siapa dia?”
“Ah, Kapten. Ini Gempi, cucu dari teman ibuku.”
Sam mengangguk saja kemudian mengulurkan tangan untuk membantu Alyn berdiri. Segera Alyn menerima uluran tangan tersebut karena Gempi sudah melepaskan pelukannya.
“Terima kasih, Kapten.”“Sama-sama, Alyn. Em … apa kita bisa berangkat sekarang?”
Pertanyaan itu membuat Alyn bimbang. Hingga dapat dimengerti oleh Erlan. “Pergilah, saya hanya kebetulan lewat.”
Erlan menarik Gempi untuk ikut bersamanya, tetapi gadis manis itu berontak. “Gempi tidak mau. Gempi mau bersama, Mama!”Pria itu menghela napas, sedangkan Alyn merasa iba. Sehingga ia memberanikan diri untuk berkata, “Tuan, jika Anda izinkan … saya akan mengajak Gempi bersama kami.”
Sontak Erlan melebarkan mata, begitu juga dengan Sam. Berbeda dengan Gempi yang terlihat senang karenanya. “Gempi mau ikut, Mama!”
“Gempi!”
“Papa ….” Gempi mengiba kepada Erlan yang membuat pria itu mengembuskan napasnya dengan kasar.
“Tuan, saya berjanji akan menjaga Gempi. Lagipula kita hanya akan ke taman kota,” ujar Alyn membuat Sam garuk-garuk tidak gatal.
Sementara Erlan menatap Gempi dan Alyn secara bergantian. Setelahnya ia berkata, “Saya izinkan, dengan syarat saya akan ikut dengan kalian.”
Sontak Alyn dan Gempi kesenangan. Mereka tersenyum lebar kemudian gadis manis itu langsung berlari ke arah Alyn. “Mama, aku boleh ikut!”
“Ya. Tapi Gempi bersama papa dengan mobil,” ujar Erlan membuat Gempi merengut.
“Papa ….”
“Gempi, kau tidak pernah naik motor. Kau memiliki alergi debu,” ujar Erlan tetap pada pendiriannya.
“Tapi aku ingin bersama, Mama.”
Melihat persitegangan antara anak dan ayah, akhirnya Alyn mencoba membujuk Gempi. “Gempi, yang dikatakan papamu benar. Gempi naik mobil, ya?”
Terdiam sejenak, Gempi menatap Erlan dan Alyn secara bergantian. Setelahnya ia berkata, “Kalau begitu, Mama ikut bersama gempi di mobil!”
Lagi-lagi Alyn dan Erlan melebarkan mata secara bersamaan. Setelahnya mereka menggeleng. “Tidak, Gempi!”
“Huaaa … Papa dan Mama jahat.” Gempi malah menangis yang membuat mereka ripuh menenangkan.
Hingga pada akhirnya Sam yang merasa tidak tega dengan Gempi pun berkata, “Jika memang Gempi ingin seperti itu, maka kamu naik mobil saja, Alyn.”
Sontak Alyn menoleh ke arah Sam. Ia menatap Sam dengan tatapan tidak percaya. Begitu juga dengan Erlan.
Bukankah mereka sedang berkencan? Lantas apa yang dipikirkan Sam?
“Kapten, lalu bagaimana denganmu?”
“Tentu saja aku ikut denganmu juga. Boleh ‘kan, Tuan?” Sam menatap Erlan yang terkejut atas ucapannya barusan.
Pria itu mengusap tengkuknya pelan sebagai tanda jika ia tidak memiliki pilihan. Meski dalam hati ingin menolak. “Lalu, bagaimana dengan motor?”
“Aku bisa menyimpannya di sini. Benar ‘kan, Alyn?”
“Iya, Kapten,” jawab Alyn yang membuat Erlan benar-benar tidak dapat menolak.Pada akhirnya, mereka berangkat dengan mobil Erlan.
Oh, andai bukan karena Gempi. Sudah pasti Erlan tidak akan sudi mobilnya ditumpangi oleh orang lain!
Tiba di taman, Gempi terus menempel kepada Alyn yang bersama dengan Sam. Sementara Erlan harus menjadi nyamuk di antara hubungan mereka. Ini benar-benar tidak nyaman, dan Erlan ingin sekali keluar dari situasi ini. Namun, pria itu merasa tidak tega dengan Gempi yang terlihat senang bersama dengan Alyn. Hingga akhirnya ia memilih membiarkan, dan hanya sesekali memperhatikan Gempi. “Papa!” panggil Gempi sambil berlari ke arah Erlan.Erlan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Melihat senyum Gempi yang manis selalu membuat hati Erlan terasa ringan. Lantas, apa yang akan dilakukan Erlan jika senyum Gempi ada pada Alyn?“Sudah?” tanya Erlan begitu Gempi berada di depannya.Dengan cepat gadis manis itu menggeleng. “Belum. Aku masih ingin bermain dengan Mama!” “Gempi, tapi ini sudah sore. Sebentar lagi malam,” ujar Erlan memberi pengertian, tetapi Gempi malah menangis.“Papa jahat! Gempi mau bermain bersama Mama,” rengek Gadis manis itu membuat Erlan frustasi. Terlebih para pengunjung
Dengan satu tangan Alyn mendorong dada Erlan. Sehingga Erlan lekas bangkit, memberikan ruang bagi Alyn untuk mengatur napasnya yang tiba-tiba saja tersengal. Bagaimana tidak ketika jarak di antara mereka begitu dekat. Terlebih Alyn yang tidak pernah mengalami hal seintim itu.Iya, katakanlah wanita tersebut terlalu kolot di zaman yang bebas ini. Namun, begitulah adanya Alyn yang sampai sekarang masih bisa mempertahankan kehormatannya di tengah gempuran godaan. Entah dari teman ataupun pria yang hanya ia kenal sekilas.“Tuan—”“Jangan menyalahkanku. Kau sendiri yang menarik tanganku tadi. Padahal niatku hanya ingin mengambil Gempi,” sela Erlan sebelum Alyn menyelesaikan ucapannya. Sontak Alyn langsung bungkam. Terlebih ketika ia mengingat kembali jika memang penyebab dari kejadian barusan adalah dirinya. Segera Alyn menyingkirkan tangan Gempi dengan sangat pelan. Setelahnya ia bangkit lalu turun dari ranjang. “Maaf,” ucap Alyn sambil memberikan ruang bagi Erlan untuk menggendong G
“Tuan, aku benar-benar tidak nyaman dengan yang tadi.” Alyn mengeluh setelah kembali ke mobil.Tentu saja Erlan merasa jengah. “Bukan hanya kau, tapi aku juga! Jadi jangan merasa menjadi wanita yang paling malang. Lagipula … anggap saja kejadian tadi sebagai tanda terima kasihmu karena aku sudah menolongmu.” Alyn langsung bungkam. Ucapan pria itu benar, tetapi bukankah ia juga pernah menolong Erlan ketika dalam kesulitan? Dan Alyn bahkan tidak mengungkit itu! Betah dalam diam, akhirnya mereka tiba di bandara. Sehingga Alyn lekas turun. “Tuan, terima kasih atas pertolongannya.” “Hemm.” Setelahnya Alyn benar-benar pergi dari sana karena sudah terlambat. Wanita itu bahkan terlihat buru-buru ketika akan menyeberang. Membuat Erlan yang melihatnya berdecap pelan. “Ceroboh. Bisa-bisanya Gempi menyukai wanita seperti itu,” keluhnya. Pria itu kembali teringat dengan Gempi yang menangis ketika mereka baru tiba di rumah. Hal itu jelas membuat Erlan jengah. Hanya saja … tidak ada yang bisa
“Sebaiknya setelah ini kau tidak membuat janji apapun kepada Gempi.” Erlan mewanti-wanti ketika mereka tiba di rumah Erlan.“Baik,” ucap Alyn yang sejujurnya tidak ingin berurusan lagi dengan Erlan. Hanya saja … wanita itu merasa kasihan dengan Gempi. Hanya itu, tidak lebih!“Kalau begitu turulah, anakku sudah menunggu.” Erlan keluar dari mobil lebih dulu lalu disusul Alyn.“Mama!” Dari dalam rumah ada Gempi yang berseru sambil berlari ke arah Alyn.Sontak Alyn menoleh lalu tersenyum hangat melihat Gempi yang menyambutnya dengan riang. “Mama, Gempi rindu!”“Mama juga. Padahal tadi pagi kita bertemu,” ujar Alyn sambil menggendong Gempi. Melihat kedekatan Alyn dan Gempi tentu membuat Gian semakin yakin untuk menjodohkan Alyn dan Erlan. Rasanya tidak ada yang mustahil jika ia berusaha lebih keras. “Alyn, kita masuk. Di luar dingin,” ajak Gian yang diangguki oleh Alyn.Mereka masuk bersamaan dengan Erlan yang mengikuti dari belakang. Setelahnya pria itu memilih meninggalkan ketiga wa
Seolah ingin membuktikan kepada Alyn, Erlan benar-benar tidak menemui wanita itu dalam beberapa hari ini. Meski Gempi terus merengek.“Erlan, apa sebaiknya kau temui Alyn. Bicaralah dengan baik-baik dan minta maaf atas kejadian malam itu.” Gian memberi saran yang tak tanggapi oleh Erlan. Pria itu hanya mendesah lalu melanjutkan sarapan dengan Gempi yang hanya memainkan roti bakarnya. “Gempi, rotinya dimakan,” tegurnya. “Tidak, aku tidak ingin makan, Papa.” Dengan lemah gadis manis itu menggeleng, yang membuat Erlan kembali memijat pangkal hidungnya yang berdenyut. “Jika kau tidak makan, kau akan sakit.” “Gempi tidak peduli. Gempi ingin mama. Papa, menikahlah dengan mama.” Seolah paham, Gempi terus merengek–meminta Erlan untuk menikahi Alyn. Jelas pria itu tambah pening. Sehingga memilih ke kantor tanpa mengantarkan Gempi sekolah. “Erlan, kau tidak akan mengantarkan Gempi?” “Tidak. Gadis itu membuatku pusing!” cetus Erlan menyahuti pertanyaan Gian tanpa menoleh sama sekali.P
“Tuan Erlan, apa yang membuatku datang menemuiku?” Alyn menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan heran. Tadi, ketika ia baru saja keluar dari bandara, tiba-tiba ponselnya berdering. Ketika ia lihat siapa yang menghubunginya, ternyata Erlan yang mengajaknya bertemu! Sehingga kini mereka tengah berhadapan. “Kau masuklah dulu, aku akan menjelaskannya nanti.” Erlan membuka pintu–mempersilakan Alyn untuk masuk ke mobilnya karena merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian orang lain.Mendesah pelan, Alyn malah diam saja menatap Erlan dengan malas. Sehingga Erlan yang menyadari itu pun berkata, “Gempi pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.” Tentu saja Alyn terkejut. Wanita ia melebarkan matanya begitu mendengar kabar tentang gadis manis yang terlanjur ia sayangi itu. “Bagaimana bisa?” “Aku jelaskan di mobil.” Kali ini tanpa pikir panjang Alyn langsung masuk begitu saja. Membuat Erlan langsung menyusul masuk dari pintu sebaliknya.Pria itu lantas mengendarai mobil sambil menjela
Dengan sabar Erlan menunggu Alyn yang masih diam memikirkan keputusan yang akan wanita itu ambil. Tentu ini hanya demi Gempi–buah hatinya bersama Gimma–mendiang istrinya.“Bagaimana? Aku tidak bisa terus menunggu.” Pada akhirnya kesabaran Erlan berakhir juga.Sehingga Alyn dengan perasaan tidak menentu bertanya, “Benarkah Tuan akan membebaskan aku melakukan apapun?” “Yeah, aku tidak ingin mengekangmu. Lagipula ini semua demi Gempi,” jawab Erlan dengan enteng. “Kita bisa hidup layaknya teman,” sambung Erlan. Alyn mangut-mangut. “Sekalipun aku berdekatan dengan pria lain. Apa Tuan tidak akan keberatan?” “Tentu saja! Sudah kukatakan ini demi Gempi.” “Baiklah, kalau begitu aku setuju!” Yeah, memang ini keputusan Alyn pada akhirnya. Bukan karena ingin sebuah kebebasan saja, tetapi wanita itu juga sudah menyayangi Gempi. Terdengar konyol, tetapi itulah Alyn. Jelas Erlan lega mendengarnya. “Jadi, kapan kita menikah? Aku tidak ingin menunda terlalu lama!” Sontak Alyn kembali dibuat
“Wooaah, Mama, kau cantik sekali.” Gempi menatap Alyn yang sudah selesai dirias dengan tatapan kagum. Gadis manis itu bahkan tidak berkedip sama sekali membuat Gian dan Erin yang menemani terkekeh. “Gempi, sekarang kau benar-benar memiliki ibu!” “Yeeaay, Papa dan Mama menikah!” Meski tidak tahu arti sesungguhnya dari pernikahan itu apa, tetapi gadis manis itu tetap senang karena yang dipikirkannya hanyalah tinggal bersama dengan Alyn. Iya, pada akhirnya pernikahan dilangsungkan dengan tertutup, tetapi mewah. Hanya dari kolega kedua belah pihak dan keluarga inti saja.Jelas kabar menikahnya Alyn bersama dengan Erlan cukup menggemparkan. Terlebih Cleo yang heboh begitu mendengar langsung dari Alyn. “Jadi ini yang membuatmu terus bersama dengan Tuan Erlan, Alyn?” tanya Cleo saat itu. “Apa maksudmu?” Alyn tidak paham yang langsung membuat Cleo mendengus. “Beberapa kali aku melihatmu dijemput oleh Tuan Erlan. Oh, Alyn, ini benar-benar di luar dugaan. Bagaimana bisa jika kau yang wak
"Ekhem!" Deheman itu berhasil membuat Alyn dan Erin menoleh ke arah sumber suara. Sehingga membuat kedua wanita berbeda generasi itu terkejut--khawatir andai Erlan mendengar apa yang dikatakan Alyn barusan. Meski pada kenyataannya memang Erlan sudah mendengar. Namun, pria itu tampaknya memilih untuk berpura-pura tak mendengar. Terbukti dengan senyum yang ia tampilkan kepada istri dan mertuanya. "Kalian sedang apa?" tanya Erlan membuat Erin menyenggol lengan anaknya. "Em ... aku sedang membantu ibu membuat sarapan," jawab Alyn pada akhirnya. "Kalau begitu, apa aku harus membantu juga?" Pria itu benar-benar berusaha keras untuk berpura-pura dan tidak memikirkan ucapan Alyn tadi. Meski tak dapat ia pungkiri jika dirinya merasa terganggu dengan itu semua. Bercerai? Tidak, Erlan tidak akan melepaskan Alyn. Ini bukan lagi tentang Erlan yang takut jika Gempi kehilangan sosok ibu. Namun, ini mengenai perasaannya yang sudah menyadari jika dirinya begitu mencintai Alyn. "Tidak.
Menggeliat, Alyn baru saja bangun merasakan tubuhnya terasa berat. Sehingga dengan segera ia membuka mata dan mendapati ada Erlan yang memeluknya dengan erat. Hal itu jelas membuat Alyn terdiam beberapa saat sambil menatap wajah Erlan yang terlelap dengan seksama. Hingga akhirnya wanita itu memilih untuk menyingkirkan lengan Erlan secara perlahan, karena panggilan alam mendesaknya untuk lekas ke kamar mandi. Namun, gerakan kecil yang Alyn lakukan malah membuat Erlan terganggu. Pria itu membuka mata secara perlahan lalu menatap Alyn dengan matanya yang sayu. Hanya beberapa detik, karena setelahnya Erlan yang tersadar langsung menarik diri. "Sayang, maaf aku sudah lancang." Tidak seperti biasanya--Erlan yang sering mengelak, tetapi kali ini pria itu malah meminta maaf. Membuat Alyn terkejut dengan sikap Erlan. Maka dengan gerakan kaku Alyn mengangguk. "Hemm," sahutnya. "Aku akan ke kamar mandi." Wanita itu menambahkan seraya turun dari ranjang. "Iya," sahut Erlan sambil menga
"Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi lebih dulu sebelum pulang, Sayang?" tanya Erlan setelah mereka selesai makan. Alyn menggeleng pelan. Kemudian berkata, "Aku ingin langsung pulang saja. Sejujurnya aku masih merasa letih." "Aku mengerti. Maaf, tidak seharusnya aku mengajakmu makan di luar." Kembali wanita itu menggeleng. "Aku yang menginginkannya, jadi kau tidak perlu meminta maaf, Mas." Entah harus apa, Erlan mengangguk saja. Setelahnya ia merangkul pinggang Alyn dengan ragu-ragu karena takut jika sang istri akan menolak. Namun, melihat Alyn yang diam saja membuat Erlan semakin percaya diri dengan mengeratkan langkulan. Sehingga posisi keduanya menjadi semakin menempel. Tersenyum tipis, sesekali Erlan mencuri pandang ke arah Alyn yang memilih menatap lurus ke depan. Hingga akhirnya mereka tiba di depan mobil. Lekas Erlan melepaskan rangkulan kemudian membukakan pintu untuk Alyn. "Sayang, hati-hati," ucapnya dibalas anggukan oleh Alyn. "Terima kasih," ucap Alyn. "
Entah dorongan dari mana, Erlan yang melihat ada kesempatan pun tak menyia-nyiakannya dengan memajukan wajah demi merasakan manisnya bibir Alyn. Namun, sebelum itu terjadi Alyn sudah lebih dulu memalingkan wajah. Membuat Erlan salang tingkah da lekas menarik diri. Pria itu berdeham pelan untuk menetralkan perasaannya. Lalu berkata, "Sabuknya sudah terbuka." "Iya," balas Alyn kemudian turun dari mobil. Sementara Erlan yang masih berada di mobil tampak merutuk. "Bodoh sekali. Kenapa tidak bisa menahan diri?" keluhnya pada diri sendiri. Tak berselang lama Erlan keluar ketika Alyn mengetuk kaca karena ia yang tak kunjung keluar. "Apa terjadi sesuatu?" tanya Alyn setelah Erlan keluar. "Ti-tidak ada." Alyn manggut-manggut saja kemudian berbalik, tetapi ketika akan melangkah, tiba-tiba tangannya ditahan oleh Erlan. Membuat wanita itu urung lalu menoleh dan menatap Erlan satu alis yang terangkat."Jalan bersama, Sayang," ujar Erlan dengan tangan yang merambat memasukan jari-jarin
"Jangan lupa pakai mantelnya," ujar Erlan sebelum keduanya keluar dari kamar. "Aku sudah memakai baju panjang," sahut Alyn yang dibalas gelengan oleh Erlan. "Di luar sangat dingin, kau pakailah mantel. Aku tidak ingin jika kau sampai sakit." "Tapi---" "Sayang," potong Erlan membuat Alyn mendesah. Merasa tidak memiliki pilihan karena tidak ingin membuang-buang waktu dengan perdebatan, Alyn pun mengambil jaket dari lemari kemudian memakainya. "Lalu bagaimana dengan, Mas Erlan? Kau tidak menggunakan jaket," ujar Alyn sambil memakai jaketnya. "Aku membawanya di mobil," terang Erlan dibalas anggukan oleh Alyn. Sehingga kini keduanya keluar dari kamar dan berpapasan dengan Erin. "Kalian akan ke mana?" tanya Wanita paruh itu. "Kami akan makan di luar," jawab Alyn kemudian bertanya, "Apa ada yang kau inginkan, Bu? Biar aku belikan." Tak langsung menjawab, Erin malah melirik sekilas ke arah Erlan sambil tersenyum tipis. Setelahnya ia kembali menatap Alyn. "Tidak ada. Ibu masih
"Eugh ...."Sebuah lenguhan lirih terdengar dari mulut Alyn yang secara perlahan membuka matanya. Wanita tampak mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya dari lampu kamarnya."Sayang, kau sudah bangun?" Pertanyaan dari Erlan lantas berhasil membuat Alyn menoleh ke arah sumber suara. "Ma-mas, Erlan ...."Tersenyum lembut, Erlan kemudian duduk di sisi ranjang. "Kau pasti kelelahan, sehingga tidurmu begitu pulas.""Memang ini jam berapa?" gumam Alyn kemudian melihat ke arah jam waker yang ada di atas nakas.Melebarkan dengan sempurna, Alyn tidak menyangka jika dirinya sudah tertidur sangat lama. "Astaga, ini sudah malam!" Erlan tersenyum tipis melihat reaksi Alyn. "Kenapa berlebihan sekali? Ini hal yang wajar karena kau sudah lelah bekerja. Lagipula malam kemarin ...." Pria itu tak dapat melanjutkan kalimatnya dan hanya menggantungnya begitu saja.Meski begitu, dapat Alyn rasakan jika Erlan benar-benar menyesali perbuatannya kemarin malam."Aku akan membersihkan diri,"
Setelah mendapatkan sedikit wejangan dari ibunya, Alyn putuskan untuk kembali ke kamar. Sehingga Erlan yang termangu di tepi ranjang pun terperanjat dengan kehadiran Alyn yang tiba-tiba. "Alyn, kupikir kau benar-benar akan tidur di kamar ibu," ujar Erlan sambil bangkit lalu berjalan menghampiri. "Kamarku di sini. Jadi aku tidur di sini," balas Alyn masih terdengar ketus, tetapi setidaknya wanita itu mau menanggapi ucapan Erlan. "Kalau begitu tidurlah. Aku tidak akan menganggu." Menaikkan satu alisnya, Alyn menatap Erlan seolah tak percaya dengan ucapan pria itu. Sehingga Erlan yang paham pun berkata, "Aku berjanji, sungguh!" Melihat Erlan yang tampak meyakinkan lantas membuat Alyn tak banyak bicara. Wanita itu mengangguk saja kemudian mulai merebahkan dirinya di ranjang. Jujur, Alyn masih cukup takut andai Erlan melakukan seperti halnya semalam. Namun, ucapan dari Erin yang mengatakan untuk memberi Erlan kesempatan pun membuatnya mencoba percaya dengan suaminya itu.
Masih mempertahakan sikap tak acuhnya, Alyn yang sudah selesai membersihkan diri pun bangkit. Sehingga membuat Erlan secara refleks menggeser untuk memberikan ruang bagi Alyn. Sayangnya wanita itu tak menghampiri ranjang, melainkan malah menuju pintu lalu membukanya. Sehingga membuat Erlan yang melihatnya bertanya secara spontan. "Alyn, kau mau ke mana?" Menjeda gerakan tangannya yang akan memutar knop pintu, Alyn kemudian menoleh. "Aku akan tidur di kamar ibu." Terang saja hal itu membuat Erlan langsung bangkit. Pria itu kemudian berjalan menghampiri lalu berkata, "Kau ingin mengadu kepada ibu?" Mendesah pelan, Alyn menggeleng dengan segera. "Tidak. Untuk apa aku mengadukan kelakuan bejadmu itu?" Sedikit bernapas lega, Erlan kemudian menarik Alyn ke dalam pelukannya yang membuat wanita itu terkejut. Lekas Alyn berontak agar terlepas dari pelukan Erlan yang tidak terlalu kuat. Sehingga membuatnya dapat dengan mudah terlepas. "Lancang!" "Kau istriku," balas Erlan membua
"Apa yang kau lakukan?" Alyn terkejut ketika ia akan menutup pintu kamar, tetapi ditahan oleh Erlan yang langsung masuk setelahnya. Padahal wanita itu sudah mengatakan kepada Erlan untuk pulang saja. Namun, Erlan malah mengikutinya. "Aku sudah mengatakan kepada Ibu akan menginap di sini. Bukankah akan aneh jika tiba-tiba aku pulang? Ibu pasti akan curiga!" Mendengus pelan, Alyn kemudian menatap Erlan dengan jengah. "Kau bisa mengatakan kepada Ibu jika memiliki urusan mendadak!" Dengan cepat Erlan menggeleng. "Urusanku ada di sini," balasnya. "Aku harus mendapatkan maaf darimu," sambung Pria itu menatap Alyn dengan serius. Tangan Erlan bahkan terulur untuk menyentuh lalu menggenggam tangan Alyn. Namun sayangnya, Alyn memilih menarik tangannya sebelum Erlan berhasil melakukannya. "Jangan menyentuhku!" cetus Alyn dengan ketus. "Alyn, aku benar-benar menyesal untuk yang semalam. Aku terlalu marah, hingga tak dapat mengontrol diri. Sungguh, Alyn." Erlan mencoba menjelaskan d