Share

Bab 5. Pikirkan

Tiba di taman, Gempi terus menempel kepada Alyn yang bersama dengan Sam. Sementara Erlan harus menjadi nyamuk di antara hubungan mereka. Ini benar-benar tidak nyaman, dan Erlan ingin sekali keluar dari situasi ini. 

Namun, pria itu merasa tidak tega dengan Gempi yang terlihat senang bersama dengan Alyn. Hingga akhirnya ia memilih membiarkan, dan hanya sesekali memperhatikan Gempi. 

“Papa!” panggil Gempi sambil berlari ke arah Erlan.

Erlan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Melihat senyum Gempi yang manis selalu membuat hati Erlan terasa ringan.  

Lantas, apa yang akan dilakukan Erlan jika senyum Gempi ada pada Alyn?

“Sudah?” tanya Erlan begitu Gempi berada di depannya.

Dengan cepat gadis manis itu menggeleng. “Belum. Aku masih ingin bermain dengan Mama!” 

“Gempi, tapi ini sudah sore. Sebentar lagi malam,” ujar Erlan memberi pengertian, tetapi Gempi malah menangis.

“Papa jahat! Gempi mau bermain bersama Mama,” rengek Gadis manis itu membuat Erlan frustasi. Terlebih para pengunjung yang ada di sekitar langsung mengalihkan perhatian ke arahnya. Termasuk Alyn dan Sam yang kini memilih menghampiri.

“Gempi, apa yang terjadi?” Alyn berjongkok tepat di depan Gempi. 

Wanita itu bahkan meraih tangan Gempi untuk ia genggam. Sehingga Gempi langsung mengadu. “Mama, Papa jahat. Aku masih ingin bermain, tapi Papa memintaku untuk pulang.”

Refleks Alyn mendongak untuk melihat Erlan yang berdiri sambil membuang muka. Membuat wanita itu mendesah pelan. “Alyn, yang dikatakan papamu benar. Kita harus pulang.”

“Tapi aku masih ingin bermain bersama, Mama!” Tangis Gempi semakin kencang. Sehingga Alyn segera menenangkan.

“Kau jangan khawatir. Kita bisa bermain lagi lain waktu,” ujar Aly membujuk Gempi, tetapi gadis kecil itu masih setia dengan tangisnya. 

“Gempi, dengarkan mama. Besok kita bermain lagi, kau mau?” 

Mata Gempi langsung berbinar, meski masih menyisakan isak tangis. Gadis kecil itu lantas mengacungkan jari kelingkingnya di depan Alyn. “Mama janji?”

“Yeah, mama janji!” Alyn lekas menautkan jari kelingkingnya. Sehingga tangis Gempi benar-benar hilang, dan berganti dengan senyum ceria.

“Sekarang kita pulang, hemm?” 

Pelan Gempi mengangguk lalu tiba-tiba saja tubuhnya melayang karena Sam menggendongnya. “Paman!” pekik Gempi dengan senyum mengembang.

“Paman tahu jika Putri kecil ini sedang lelah, jadi biarkan paman menggendongmu!” 

Mereka lantas pergi dari taman menuju mobil Erlan. Sementara si pemilik mobil terlihat menatap pemandangan di depannya dengan jengah.

“Oh, ayolah. Aku papanya!” cetusnya merasa kesal.

Tunggu! Jangan katakan jika Erlan cemburu dengan pemandangan barusan. Andai pun ia, artinya ia merasa iri dengan kedekatan Gempi dan Sam. Ya, sebagai ayah yang sudah merawat Gempi, ia merasa cemburu karena gadis manis itu tidak pernah seceria ini sebelumnya. 

 Dengan penuh kekesalan Erlan melajukan mobilnya. Hingga akhirnya tiba di rumah Alyn.

“Nenek!” panggil Gempi begitu turun dari mobil.

Gadis manis itu langsung berlari ke arah mama Alyn. “Waaah, dari mana, Sayang?”  

“Bermain di taman bersama Mama!”

Wanita paruh baya itu hanya terkekeh saja. Lalu mengajak Alyn dan dua pria lainnya masuk. “Tante, maafkan saya. Sepertinya saya harus pulang,” ujar Sam dengan sopan. 

“Kenapa buru-buru? Kita makan malam bersama lebih dulu.”

Merasa tidak enak dengan Ibu Alyn, Sam memilih menghargai tawaran tersebut. Namun, sebelum itu terjadi ada Erlan yang tiba-tiba bicara, “Ibu, biarkan saja. Sepertinya memang Sam memiliki urusan.” 

Sam melotot mendengarnya, sedangkan Erlan malah tersenyum penuh kemenangan ketika Ibu dari Alyn memaklumi. “Ya sudah, jika memang kau begitu sibuk. Lain kali kita bisa makan bersama.”

“Iya, Ibu.” 

Pada akhirnya Sam tetap pergi. Sehingga kini tinggallah Erlan dan Gempi, juga Alyn dan ibunya di meja makan. 

“Gempi, kau makan yang banyak!” 

“Aku ingin disuapi oleh, Mama!” 

Erlan langsung melirik ke arah Aly yang mulai menyuapi Gempi. “Ayo buka mulutnya, Gempi.”

“Aaa ….”

“Pintar,” fuji Alyn sambil mengusap ujung kepala Gempi dengan gemas.

Gempi tersenyum kemudian berkata, “Sekarang Mama suapi Papa!”

Sontak Erlan langsung melotot, sedangkan Alyn melirik sekilas ke arah prai itu. “Gempi, Papamu bisa makan sendiri, ya?”

Dengan cepat gadis manis itu menggeleng. “Tidak. Mama harus menyuapi Papa!” 

“Gempi! Papa bisa makan sendiri,” cetus Erlan dengan sedikit meninggikan suaranya, yang membuat Gempi langsung diam.

Sementara Alyn dan ibunya saling pandang. Wanita paruh baya itu bahkan langsung menunjuk dengan dagunya agar Aly menyuapi Erlan.

Terang saja hal itu membuat Alyn cepat menolak, tetapi ketika melihat raut wajah Gempi membuat wanita itu mendesah. Dengan berat hati Alyn menyendokkan makanan yang kemudian diarahkan kepada Erlan.

“Tuan, maafkan saya.”

Erlan mengangkat satu alisnya. Menatap Alyn dengan bingung ketika wanita itu menggerakan matanya. “Apa?”  

“Buka mulutmu, Tuan.” Suara Alyn terdengar tertahan, tetapi langsung bisa dimengerti oleh Erlan.

Karenanya pria itu dengan ragu-ragu membuka mulut. Membuat Alyn dengan segera menyuapi Erlan. 

“Gempi, lihat Mama sudah menyuapi Papa.” 

Ucapan Erin membuat Gempi yang semula menunduk sambil mengaduk-ngaduk makanannya pun mendongak. Hingga tiba-tiba matanya berbinar. “Yeeey … Mama suapi Papa!” 

Dengan cepat mood Gempi berubah. Gadis manis itu bahkan sudah ceria lagi. Sampai akhirnya mereka selesai makan.

“Gempi, kita pulang sekarang.”  

“Tidak, aku ingin tidur dengan Mama!” 

Lagi-lagi Erlan harus menahan dirinya agar tidak menampilkan kekesalannya. Ia menoleh ke arah Alyn yang langsung menggendong Gempi. Wanita itu lantas membawa Gempi ke kamarnya tanpa meminta persetujuan Erlan. 

Sehingga pria itu sedikit menggeram, tetapi segera ditenangkan oleh Erin. “Nak Erlan, tunggulah. Nanti jika Gempi sudah tidur, kau bisa membawanya.” 

Erlan mendesah lalu mengangguk saja. Setelahnya pria itu memilih menunggu di ruang tengah. 

Cukup lama menunggu membuat Erlan mulai bosan. Sehingga ia memilih meminta izin kepada Erin untuk melihat Gempi di kamar Alyn.  

“Bibi, saya izin melihat Gempi. Boleh tahu di mana kamar Alyn?” tanya Erlan dengan sopan.

“Ah, iya.” Erin lantas memberitahu jika kamar Alyn ada di sebelah kanan dengan cat berwarna biru.

Sehingga kini, Erlan lekas ke kamar Alyn yang pintunya tidak ditutup dengan sempurna. Ia buka dengan perlahan pintu tersebut. Hingga tampak Gempi yang tertidur pulas dalam pelukan Alyn. 

Refleks Erlan menyentuh dadanya ketika melihat pemandangan tersebut. Karena entah kenapa dadanya merasa sesak.  

“Sepertinya mereka kelelahan,” ujar Erin tiba-tiba membuat Erlan langsung menoleh ke belakang.

“Bibi.”

Erin tersenyum lembut lalu berkata, “Lihatlah Gempi, dia begitu dekat dengan Alyn. Coba kau pertimbangkan lagi untuk menerima perjodohan ini.” 

Terdiam, Erlan lantas kembali memperhatikan Gempi dan Alyn lalu mendesah pelan. “Bibi, tapi bagaimana dengan—” 

“Sam hanya teman Alyn. Tapi jika memang Sam menyukai Alyn dan melamar Alyn … maka bibi tidak bisa mencegah. Pikirkanlah, jangan sampai menyesal di kemudian hari,” ujar Erin menepuk pundak Erlan.

Memang Sam beberapa kali ke rumah, tetapi pria itu belum menunjukan keseriusannya. Sehingga Erin membebaskan Alyn dalam urusan asrama. Termasuk dengan perjodohan yang ia lakukan dengan Gian.

Semua ia lakukan semata-mata karena menghargai temannya. Andai Alyn tidak menginginkannya, maka ia tidak akan memaksakan itu.

Melihat Erlan yang diam membuat Erin tersenyum tipis lalu menepuk pundak pria itu. “Bibi tinggal dulu.”

Setelah kepergian Erin, Erlan kembali melihat Gempi dan Alyn sambil mengingat ucapan wanita paruh baya itu barusan.

“Apa aku harus menerimanya?”

Erlan mendesah pelan kemudian memilih masuk secara perlahan. Begitu masuk ia berdiri sejenak di samping Gempi kemudian mulai merunduk untuk menyingkirkan dengan perlahan tangan Alyn dari tubuh Gempi, tetapi ketika ia memegang tangan Alyn … wanita itu malah menarik tangannya dengan keras sambil mengigau.

“Pasang sabuk pengamannya!” 

Bruk! 

Bersamaan dengan itu tubuh Erlan tertarik karena posisinya yang tidak siap. Alhasil ia menindih Alyn yang langsung membuka mata dengan lebar lantaran posisi yang merugikan.

“Aaa— eumph!”  

“Sssttt jangan berisik!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status