Pasca insiden viral yang menimpa Salsa serta hukuman 3 bulan tidak boleh keluar rumah telah membuat wanita itu memilih untuk bersikap patuh. Tentu saja Denita tidak mempercayai ketenangan mencurigakan yang ditunjukkan oleh Salsa dipermukaan. "Apa yang sebenarnya sedang wanita itu rencanakan?" Denita bertanya dalam gumaman samar pada diri sendiri. Namun, karena pertanyaan ini tidak ada yang bisa menjawab, Denita memilih untuk menyibukkan diri dengan tetek bengek rencana pernikahannya. Mengesampingkan untuk sementara segala hal tentang musuh bebuyutannya itu. Adapun setelah 3 bulan lamanya mempersiapkan pesta pernikahan impiannya, hari yang ditunggu Denita ini akhirnya tiba juga. Pukul 9 pagi tadi, dia sudah resmi menjadi istri sah seorang Dominic. Adapun sekarang, dia baru saja selesai mengganti gaun pengantinnya yang kedua untuk acara resepsi sebentar lagi. "Cie. Akhirnya sah juga ni ye!" Widia yang hari ini berperan sebagai bridesmaid-nya menggoda Denita yang telah tampil canti
"Natasya!"Debaran di jantung Denita seketika melonjak ketika mendengar Dominic memanggil nama ini. Dia sudah lama mendengar Dominic menyebutkan nama ini. Akan tetapi, ini pertama kalinya bagi Denita untuk melihat sosok yang nyata. Seorang wanita dalam balutan gaun selutut berwarna salem sedang berdiri di hadapan Dominic. Dari pengamatan yang dilakukan Denita secara sembunyi-sembunyi, wanita bernama Natasya ini tidak terbilang super cantik. Namun, wajahnya ayu dan lembut. Tampak seperti wanita baik-baik yang ramah serta hobi tersenyum, membuat siapa saja yang memandang tidak bosan. Dia tinggi semampai dengan kulit kuning langsat yang berkilau tampak sehat itu menunjukkan kecantikan khas Indonesia. "Akhirnya kamu bisa serius juga jadi orang. Aku pikir kamu akan terus main-main!" ujar Natasya disertai dengan kekehan ringan. Dia juga menepuk pelan bahu Dominic untuk menunjukkan keakraban mereka. "Kamu kapan kembali?" tanya Dominic mengabaikan kalimat Natasya baru saja. "Beberapa har
Terlalu lama memaksakan senyum sepanjang hari ini, wajah Denita terasa kaku begitu acara resepsi pernikahan berakhir. Malam pengantin yang seharusnya menjadi malam syahdu bagi mereka, justru berubah menjadi malam pengantin yang kelabu.Setelah menanggalkan gaun pengantin yang beratnya belasan kilo dari tubuhnya, Denita memilih untuk berendam lama. Dia sengaja berlama-lama bukan karena ingin mempersiapkan diri untuk malam pertama mereka. Namun, untuk menenangkan seluruh syarafnya yang tegang. Sepasang mata Denita terpejam dan tubuhnya merosot ke dalam bak mandi hingga hanya menyisakan kepala hingga leher. Berbagai macam pikiran acak pun berkecamuk dalam benak Denita. Terutama didominasi oleh ingatan akan kedekatan antara dirinya dan Dominic yang mulai terangkai dalam waktu beberapa bulan belakangan ini. Denita yang tadinya memiliki harapan akan mampu membuat Dominic takluk, tiba-tiba dihantam oleh rasa tidak percaya diri. Dia bahkan mulai bertanya-tanya, apakah dia harus menyerah? "
Jika tidak mengingat kalau mereka harus berangkat ke Bali pada pukul 10 pagi, Denita terlalu malas untuk beranjak dari ranjang empuk hotel hari ini. Dia rasanya ingin menebus bulan-bulan sibuk belakangan ini dengan cara tidur nyenyak. "Ayo bangun, nanti kita terlambat!" ujar Dominic menggoyangkan bahu Denita dengan pelan. "En," Denita menggeliat sebentar sebelum kembali memperbaiki posisi tidurnya. "Kamu bisa melanjutkan tidur saat kita sampai di sana," ujar Dominic. "Ngomong-ngomong, orang tuaku juga sudah sampai di bandara. Kita akan berpisah dengan mereka di sana," lanjut Dominic memberitahu. Denita yang seperti kucing malas mau tidak mau membuka matanya. "Apakah Tante Evelyn akan segera pergi?" tanya Denita dengan suara parau khas baru bangunnya. "Hm," jawab Dominic dalam gumaman pelan. Mau tak mau Denita harus segera beranjak dari tempat tidurnya. Hal pertama yang dia lakukan setelah itu adalah meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur untuk melirik j
Panasnya pulau Bali segera menyambut mereka begitu mereka turun dari pesawat. Awalnya Denita ingin berbulan madu di daerah-daerah Eropa sana. Sayang sekali, dia tidak bisa menjelajahi Negara yang jauh itu karena alasan pekerjaan. Sebagai seorang CEO baru di perusahaan, Dominic belum bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama. Posisinya masih rapuh dan rawan pemberontakan dari sisi para pemegang saham. Alhasil, mereka hanya bisa berbulan madu di pulau Dewata, Bali ini. "Kemana dulu kita?" tanya Dominic begitu mobil jemputan mereka sudah tiba. "Villa!" jawab Denita santai. "Begitu tidak sabar?" tanya Dominic menggoda. Kalimat ini tampak terdengar biasa saja. Tetapi jika Dominic yang mengatakannya, kalimat ini bisa jadi menghasilkan makna yang beragam. "Aku hanya ingin tidur lagi. Kamu jangan terlalu banyak berpikir!" dengus Denita sembari menjawil hidung Dominic dengan jail. "Tidak makan siang dulu?""Kamu lapar?" Denita balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan Domini
Denita tidak terjerat terlalu lama dalam memori buruk bertahun-tahun belakangan. Begitu tidak mendengar tanggapan dari Dominic, dia langsung menepis pikiran buruk yang ada. Dia segera menunduk, meraup segenggam air, lalu memercikkannya ke wajah Dominic yang ikut melamun. "Jangan melamun aja!" tegur Denita dengan ceria. Dominic yang wajahnya terkena air asin segera tersadar. Dia langsung membalas tindakan Denita dengan lebih heboh. Layaknya pasangan suami istri, mereka terus saling goda. Tidak mereka hiraukan pakaian yang basah oleh air laut. Hanya tawa menggema mereka yang sesekali membuat orang lewat mengkerut iri. "Udah! Udah! Lengket nih!" seru Denita sambil berlari menjauhi tepi pantai. Namun, Dominic terus mengikutinya dengan memercikkan sisa air yang ada di tangannya. Seiring waktu, penampakan langit perlahan berubah menjadi jingga. Masih dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan, Denita dan Dominic mengambil tempat duduk di atas pasir putih di pinggir pantai. "Ini pertama kal
Denita menggelinjing geli ketika merasakan hembusan nafas hangat Dominic membelai bahunya yang terbuka. Ini bukan yang pertama kali mereka berada dalam jarak yang begitu intim. Akan tetapi, bagi Denita rasanya tetap seperti yang pertama kali. Dia tetap malu setiap kali sedang beradu kulit dengan lawan jenis! "Ini artinya, aku sudah mendapat lampu hijau?" tanya Dominic lirih tanpa melepaskan bibirnya dari bahu Denita. "Hm," jawab Denita dalam gumaman singkat. "Kamu yakin tidak akan menyesali malam ini?" tanya Dominic lagi. "Tidak akan!" jawab Denita dengan mantap. "Kalau begitu, lihat aku!" ujar Dominic sembari menarik pelan bahu Denita hingga berputar ke arahnya. Denita tidak bisa mencegah agar wajahnya tidak memanas. Untungnya kondisi kamar mereka hanya dilengkapi dengan cahaya temaram dari lilin. Jadi wajah merah karena malunya tidak bisa dilihat oleh Dominic. "Kamu sangat cantik!" puji Dominic. Jemari panjang pria itu bergerak pelan menyingkirkan helaian rambut Denita yang
"Natasya?!"Melihat sosok tidak asing ini membuat Denita menggertakkan gigi dengan penuh kebencian. Kenapa mereka harus bertemu dengan Natasya lagi, Natasya lagi. "Kalian berdua sedang bulan madu, ya?"Natasya menunjuk bolak-balik pada Dominic dan Denita. Nada suaranya terdengar dibuat-buat sok asyik. 'Kalau sudah tahu, kamu harusnya pura-pura tidak melihat saja agar tidak mengganggu!' dumel Denita di dalam hati. Dia tidak memiliki firasat baik di dalam hatinya mengenai wanita ini. "Sedang apa kamu disini?" tanya Dominic. Nada suara yang dikeluarkan Dominic terdengar tenang tanpa gejolak emosi yang mencurigakan. Tapi tetap saja itu membuat Denita cemburu. "Aku lagi ada pemotretan," jawab Natasya sambil menunjuk kerumunan yang ada di belakangnya. 'Jadi ternyata dia ini artis?' Denita bertanya-tanya di dalam hati. Dia tidak pernah mendengar nama Natasya ini bergema sebagai seorang artis tanah air. "Jadi kamu kembali karena ada pekerjaan?" tanya Dominic. Natasya mengendikkan bah