"Kalau sekolah benar-benar digusur, gimana nasib anak-anak? Mereka tidak bisa belajar lagi," lirih Raina sedih.
Perempuan itu telah bergumul lama mengenai tempatnya mengajar agar tak digusur.Raina bahkan sudah menjual semua aset berharga yang ia miliki dan mengambil seluruh tabungannya. Namun, tetap saja tidak cukup untuk menebus tanah tempat sekolah berdiri.Mereka kalah bersaing dengan perusahaan besar di pelelangan.Namun, siapa sangka pengosongannya akan secepat ini?Padahal, Raina masih berusaha mencari cara supaya mereka tidak benar-benar diusir dari sana.Raina mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tempat ia berada saat ini, "Atau aku pindahkan mereka ke sini saja?"Satu-satu hartanya yang masih tersisa, peninggalan orang tuanya, adalah sebuah rumah yang cukup besar dan nyaman.Akan tetapi, rumah ini jelas masih terlalu sempit untuk menampung murid-muridnya yang kian bertambah banyak.Lagipula, di situ tidak ada lapangan buat olahraga atau keperluan upacara.Kurang efisien.Tok tok tok!Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Raina. Sontak ia menoleh ke arah pintu utama dengan kebingungan.Siapa yang datang malam-malam begini?Tok tok tok!"Ada orang di dalam?"Pintu rumah Raina kembali diketuk. Kali ini, bahkan ada suara yang menyusul.Hanya saja, Raina merasa tidak asing dengan suara itu….Gegas, perempuan itu membuka pintu.Namun alangkah terkejutnya dia saat menemukan ternyata pemilik suara tak asing itu adalah Bayu Edgardo!Raina sontak menutup kembali pintu yang dibukanya.Sayangnya, tenaganya kalah dengan Bayu yang segera menahannya.Brak!Pintu terbanting menghantam tembok dengan keras.Setelah itu, Bayu dengan lancang melangkah memasuki rumah Raina tanpa disuruh."Bagus juga rumahmu," pujinya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia serius dengan pujiannya, ekspresi kagum memang menghiasi wajah.Desain rumah Raina yang bernuansa klasik memang sangat memukau.Terkesan begitu asri dan nyaman.Namun, Raina sama sekali tak menggubris pujian Bayu.Dia justru berkata, "Dari mana kamu tau aku tinggal di sini?"Bayu menyunggingkan senyum. "Itu bukan hal yang terlalu sulit. Kau bukan anggota intelijen yang identitasnya sulit ditemukan, kan?"Raina menatap geram pria itu yang kini telah duduk bagai raja di atas sofa rumahnya.Kaki kanannya bahkan terangkat bersimpuh pada lutut."Aku datang ke sini untuk meminta pertanggung jawabanmu atas kejadian tadi pagi. Gara-gara kamu, media jadi ramai!"Sembari berkata, Bayu menekan tombol merah pada remot untuk menyalakan layar di hadapannya.Benar saja, kejadian di mini market menjadi trending topik saat ini.Hal itu pula yang menjadi alasan Bayu berada di rumah Raina sekarang.Sang manajer menuntutnya menyelesaikan perihal tersebut. Kalau tidak, karirnya akan hancur.Raina terperangah menyaksikan scene penyatuan bibir mereka memenuhi layar televisi.Pipinya bahkan sampai memerah."Dasar aktor gila! Seharusnya, aku yang memarahimu. Seenaknya saja merebut ciuman pertamaku!"Raina tak tahan lagi.Ia meraih sapu yang tersandar di dinding sampingnya dan menyerang Bayu cepat."Apa-apaan ini? Hentikan!" ucap Bayu, "Jangan sampai kamu melukaiku, cacing pita!"Raina melotot. "Aku bukan hanya bisa melukaimu, tapi membunuhmu kalau tidak segera pergi dari sini!"Bagai kesurupan, perempuan itu terus mengayunkan sapu di tangannya menyerang Bayu dengan membabi buta.Bayu jelas kewalahan. Dia pun akhirnya mengalah. "Baiklah, baik! Aku akan pergi!""Cepat pergi!" teriak Raina."Dasar wanita gila!" ejek Bayu, lalu melangkah cepat menuju pintu keluar.Tampaknya, pria itu takut bila Raina melanjutkan serangannya.Hanya saja, Bayu teringat hal yang perlu disampaikan. Jadi, ia pun segera berbalik setelah tiba di ambang pintu."Kamu harus jadi pacar pura-puraku!” ucapnya, "aku akan memberikan apapun yang kamu mau!""Aku tidak mau!" jawab Raina cepat dan lantang."Kau mau membuat karirku hancur?""Memang apa urusannya denganku? Aku tidak peduli!""Kau …."Bayu berhenti bicara. Ia mengerti jika bersikap keras, Raina akan semakin menolaknya.Sejenak pria itu menurunkan nada bicara. "Maafkan aku. Aku harap kamu mau menolongku, anggap saja aku memohon padamu, jadilah pacarku selama beberapa waktu."Sayangnya, perhitungan Bayu meleset. Raina tetap menolaknya."Aku tak mau. Pergilah dari sini sekarang juga!" bentaknya.Raina bahkan telah mengangkat tinggi gagang sapunya, bersiap menyerang Bayu lagi.Usaha Bayu yang bersikap lebih lembut tetap gagal total, tetapi dia masih punya satu lagi jurus pamungkas, seharusnya Raina sulit menolaknya kali ini."Kalau kamu mau jadi pacarku, sekolah kesayanganmu itu tidak akan digusur!"Raina yang bersiap mengayunkan gagang sapu ke arah Bayu sontak menghentikan gerakan."Dari mana kamu tahu tentang penggusuran sekolah?" ucapnya penuh kecurigaan.Bersambung ….Rasanya wajar bila Raina curiga.Bagaimana bisa seorang pria asing yang tiba-tiba mengusiknya ini tahu masalah hidupnya sejauh ini? "Kamu tidak perlu tahu. Yang jelas, kamu hanya perlu menjawab mau jadi pacarku dan aku akan membantumu!" ucap Bayu kala merasa posisi keduanya sudah kembali berbalik."Tapi—”"Kamu yakin siap kehilangan sekolah itu?" potong pria itu lagi.Raina terdiam seribu bahasa.Ia terlalu lemah saat membicarakan soal penggusuran sekolah.Sementara itu, Bayu tampak tersenyum puas melihat Raina tampak tak berdaya."Aku tidak akan memaksa. Yang jelas, kamu bisa pikirkan baik-baik tawaranku!"Bayu tersenyum. Ia lalu berbalik dan pergi dari kediaman Raina yang tampak memantung.Perempuan itu kembali teringat pada penggusuran sekolah.Ia pun kembali mencari cara agar anak didiknya tetap bisa menuntut ilmu di sana.Sempat ia memikirkan tawaran Bayu. Hanya saja, Raina menganggap pria itu sedang membual.Bayu tidak mungkin bisa mengembalikan sekolah padanya, kan? Meski kay
Dom tidak seharusnya membeberkan perihal kemana mereka harus membawa Raina pergi karena larangan Bayu.Tapi, dia keceplosan.Dengan panik, Dom pun berkata, "Cepat bawa dia ke mobil sekarang juga!"Mendengar itu, Raina memberontak. "Bilang dulu, mau ngapain ke bridal?" tanyanya meminta kejelasan.Dom menghela napas. "Bayu ada pemotretan baju pengantin. Dia nunggu kamu di sana," alasannya."Bener begitu?"Raina tidak percaya pada asisten Bayu itu karena seperti ada sesuatu yang disembunyikannya.Hanya saja, Raina memang tak berdaya.Dia tetap ikut dengan orang-orang yang dikirim Bayu, yang katanya akan membawanya menuju bridal.Sesampainya di tempat yang dituju, Raina semakin curiga ada yang tidak beres."Kamu bilang Bayu ada pemotretan, kenapa aku harus ikut didandani?""Iya karena kamu akan menemani Bayu. ‘Kan kalian pasangan.""Harus begitu?" Raina mengernyitkan wajah.Dom menanggapi dengan anggukan. "Pemotretan pengantin tanpa wanita gimana ceritanya coba?" Merasa perkataan asisten
"Bagus!" Bayu segera menarik kertas yang baru selesai ditandatangani Raina. "Ingat, jadi istri yang patuh! Kalau tidak, tanggung sendiri akibatnya."Raina tak menjawab.Ucapan Bayu seakan mengandung makna mengerikan.Apalagi, detik selanjutnya Bayu tiba-tiba beranjak dari sofa, dan berjalan ke arahnya.Raina segera bersikap waspada.Hanya saja, Bayu ternyata melewatinya begitu saja.Langkah Bayu lurus ke arah kamar!"Di sini hanya ada satu kamar, kamu tidur di ruang tamu untuk malam ini!" ucap Bayu tanpa menoleh.Raina sontak bernafas lega. "Tidur di sofa jauh lebih baik, sangat empuk."Sembari merenggangkan otot-otot yang telah bekerja keras di sepanjang hari ini, Raina membaca ulang selebaran berisi peraturan pernikahan kontrak yang ditinggalkan Bayu.Rupanya tidak seburuk yang ia kira.Terdapat beberapa hal menguntungkan baginya.Seperti, selama pernikahan kontrak, mereka bebas menjalani kehidupan masing-masing.Pekerjaan maupun pergaulan.Mereka hanya perlu tampil mesra selayaknya
Setelah melalui drama singkat, Raina benar-benar memulai pekerjaannya.Sejujurnya dia masih terngiang dengan ucapan Bayu sejenak lalu, "Tidur pakai jeans pasti tidak nyaman." Kemudian memberinya pakaian ganti. Lagipula itu sudah pagi, buat apa Bayu masih memberikan pakaian tersebut, tentu terasa ambigu, seperti Bayu memintanya kembali tidur.Sebenarnya saat ini memang masih terlalu pagi, jam di dinding menunjukkan jam 3 subuh.Namun Raina tak mahu membuang waktu sia-sia.Sesuai dengan ucapannya tadi, dia harus lekas menuntaskan pekerjaan yang sangat banyak supaya tidak terlambat pergi ke sekolah.Tetapi tidak membutuhkan waktu terlalu lama juga baginya bersih-bersih, karena apartemen Bayu teramat terawat. Hanya dalam waktu kurang dari satu jam dia telah menyelesaikan semua pekerjaan.Raina diam-diam mengagumi Bayu, tidak ada pembantu unitnya begitu bersih. Tentu jarang ada laki-laki seperti ini.“Pantas saja dia memintaku memperhatikan kebersihan,” senyumnya polos.Sejenak Raina men
“Tenanglah, nanti akan ada guru baru yang mengajari kalian,” sahut Raina pada akhirnya.Dia tak ingin membuat murid-murid kesayangannya itu khawatir.“Benarkah?”“Tentu saja, Bu Nana akan cari guru pengganti untuk kalian,” jawabnya lagi.“Baguslah. Horeee!”Anak-anak yang polos itu tampak tenang kembali. Raina lalu meminta mereka melanjutkan kegiatan merapikan kelas yang tinggal sedikit lagi.Padahal semua sungguh tidak sedang baik-baik saja.Raina berpikir keras apa yang harus dilakukannya sekarang. “Ke mana aku harus mencari guru pengganti untuk mereka?" lirihnya tanpa sadar.Lalu, bagiamana caranya dia membayar gaji guru-guru tersebut, sementara pihak yayasan juga kabarnya telah lepas tangan?Dia juga tidak bisa mengandalkan uang SPP anak-anak, mereka semua berasal dari keluarga kurang mampu. Selama ini mereka hanya membayar sebisanya saja."Apa aku harus meminta bantuan pria menyebalkan itu lagi...?"Raina menggelengkan kepala, tak setuju.Jadi di sinilah dia saat ini--melangkah l
Raina buru-buru menegakkan posisi. Betapa wajahnya bertambah panas.“Ma-maaf, aku bukan sengaja.”Saking malu, ia sampai tak berani menatap wajah Bayu lagi.Untungnya Bayu tidak menggodanya, pria itu mengembalikan topik utama mereka. Dia menerangkan alasan kenapa pria itu di rumah Raina.“Jadi ... apartemenku terlalu kecil untuk ditinggali berdua. Tidak mungkin kan kamu tidur di sofa setiap hari?”“Maka, aku memutuskan untuk sementara, kita tinggal di sini saja,” ringkas Bayu.Entahlah, sebenarnya Raina tetap menolak Bayu pindah yang ke rumahnya, tetapi lidahnya seperti kaku tak dapat bersuara.Akibat kejadian saat lalu, dia mendadak kikuk.Alih-alih berdebat dengan Bayu, dia justru ingin cepat-cepat berlalu dari hadapan pria itu.Sejenak dia memang segera berlalu, menuju ke arah kamarnya tanpa menanggapi ucapan Bayu sama sekali.Ceklek!Raina membuka pintu kamarnya.Ketika akan melangkah masuk dia menyadari sesuatu yang membuat matanya perlahan membulat besar.Desain kamarnya yang t
“Atau aku—”Bayu menurunkan nada bicara, tetapi Raina segera memotong.“Kamu ini apa tidak bisa menghormati orang sedikit saja?”“Hampir setiap malam aku hanya tidur dua sampai tiga jam, tidak bisakah kamu membiarkan aku istirahat sebentar, hah?!” pekiknya penuh emosi.Raina seakan sedang mengalami mood swing, mungkin efek dari tidur yang terganggu.Raina bersikap begini, Bayu bergeming. Tidak terlihat hendak memarahinya balik. Tampak pengertian.Hal ini sedikit meredam suasana hati gadis itu.“Di kulkas ada makanan, panaskan saja kalau mau makan,” imbuhnya dengan nada yang sedikit diturunkan, “Atau kalau tidak berselera kamu juga bisa memesannya di luar, kan? Jadi, tolong jangan ganggu aku. OK!”Tak lama, Raina pun memasuki kamar kembali, menutup pintu dengan kuat, serta tak lupa menguncinya.Ia membenamkan wajahnya di bantal, dan kembali tertidur dalam waktu singkat.Untungnya, Bayu tidak mengusiknya lagi setelahnya, membiarkan dia tidur dengan tenang.Lumayan lama Raina terlelap, s
Ouch!” Hilang sudah suasana damai yang sempat tercipta. Raina kembali dibuat kesal oleh Bayu. “Kamu bener-bener ya! Kenapa sih, kamu selalu bertindak seenaknya saja?” maki perempuan itu. “Emangnya kenapa, aku kan sudah bilang, tidak ada pembantu! Kamu yang harus mengerjakan semua pekerjaan!” “Chh” Raina menatap Bayu sambil menggigit sudut bibir, rasanya dia sangat ingin menelan pria di hadapannya itu.Detik ini dia baru memahami salah satu kalimat yang tercantum di surat perjanjian tentang bersih-bersih. Sementara Bayu tampak serius menyimak ponselnya yang kemudian beranjak dari posisi duduk, dan melangkah pergi meninggalkan Raina sembari berkata …. “Aku pergi dulu, mau syuting. Mungkin sampai pagi, tidak perlu menungguku pulang!” Reflek Raina menyahut cepat, “Siapa juga yang mau menunggumu! Bagusnya kamu nggak usah kembali ke sini selamanya!” Setelah sosok Bayu tak terlihat lagi, konsentrasi Raina tertuju pada piring yang menggunung di wastafel— Dia belum mencucinya sejak