Setelah melalui drama singkat, Raina benar-benar memulai pekerjaannya.
Sejujurnya dia masih terngiang dengan ucapan Bayu sejenak lalu, "Tidur pakai jeans pasti tidak nyaman." Kemudian memberinya pakaian ganti.Lagipula itu sudah pagi, buat apa Bayu masih memberikan pakaian tersebut, tentu terasa ambigu, seperti Bayu memintanya kembali tidur.Sebenarnya saat ini memang masih terlalu pagi, jam di dinding menunjukkan jam 3 subuh.Namun Raina tak mahu membuang waktu sia-sia.Sesuai dengan ucapannya tadi, dia harus lekas menuntaskan pekerjaan yang sangat banyak supaya tidak terlambat pergi ke sekolah.Tetapi tidak membutuhkan waktu terlalu lama juga baginya bersih-bersih, karena apartemen Bayu teramat terawat.Hanya dalam waktu kurang dari satu jam dia telah menyelesaikan semua pekerjaan.Raina diam-diam mengagumi Bayu, tidak ada pembantu unitnya begitu bersih. Tentu jarang ada laki-laki seperti ini.“Pantas saja dia memintaku memperhatikan kebersihan,” senyumnya polos.Sejenak Raina meneliti kembali apakah masih ada tugasnya yang tertinggal, “Nyapu udah, ngepel, nyuci baju, urus jemuran, ngelap meja, lemari ….”Bahkan dia membersihkan koleksi miniatur Bayu.Sebenarnya tinggal satu hal lagi, yakni memasak.Namun dia tidak menemukan bahan makanan apapun di lemari es, isi kulkas full dengan buah saja.Kemudian Raina berinisiatif membuat memo—"Tidak ada bahan makanan yang kutemukan, hari ini kamu makan di luar saja ya, suamiku yang ganteng."Ditambahkannya gambar emoticon senyum, padahal dia sendiri memasang ekspresi merinding saat menorehkan tinta, agak-agak menggelikan, pastinya tentang panggilan terhadap Bayu.Entahlah jiwa iseng tiba-tiba muncul begitu saja, menuntutnya menulis demikian."Astaga, yang benar saja. Apa yang aku tulis?”“Ouch!Srak!Menyadari akan keisengannya yang terlalu berlebihan, ia meremas memo tersebut.Baru hendak melempar gumpalan kertas ke tong sampah, dia tiba-tiba dikejutkan dengan bebunyian aneh.Srag … srag… srag….Bebunyian tersebut memenuhi seisi ruangan.Bukan cuma itu, sebuah benda tiba-tiba bergerak mengarah ke arahnya berpijak. Raina reflek melompat naik ke atas kursi saking terkejut."Apaan tuh?"Raina memperhatikan benda tersebut secara seksama dalam keheranan.Adalah teknologi masa kini, disebut robot pembersih.Sementara di sudut lainnya, robot berbentuk manusia yang dikira Raina sebuah patung juga turut bekerja, membersihkan kembali koleksi miniatur yang telah dibersihkannya sesaat lalu.Sekarang Raina pun paham tentang apartemen Bayu yang sangat terawat meskipun tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga.Raina bergeming dengan wajah ambigu, menyesali kepolosannya, percaya begitu saja pada Bayu, bahkan memuji pria itu.Alangkah bodohnya dia.Lalu juga teringat tentang peraturan di surat kontrak yang menyuruhnya melakukan semua pekerjaan rumah."Ada alat-alat secanggih ini, lalu buat apa dia memintaku mengerjakan semua pekerjaan rumah?" maki Raina kemudian.Memahami Bayu mengerjainya, Raina menatap pintu kamar Bayu dengan tatapan membunuh.Raina bertambah kesal terhadap laki-laki itu.Selanjutnya dia sudah tidak peduli lagi dengan apapun.Raina bertolak menuju pintu, hendak pergi dari apartemen.Tepatnya Raina ingin pulang ke rumahnya, tentu saja dia harus mempersiapkan diri sebelum pergi ke sekolah.Semua peralatannya berada di rumah, dia tidak membawa apapun ke apartemen Bayu.Raina pergi buru-buru dari unit Bayu, melupakan perihal memo yang kini menggumpal di atas meja makan.Ketika bangun, Bayu menemukan kertas tersebut, menyimak deretan kata yang ditorehkan Raina tanpa ekspresi.***Di sisi lain, Raina kini berada di sekolah.Belum ada kegiatan belajar mengajar hari itu, keadaan masih berantakan pasca pembongkaran yang nyaris terjadi.Raina dibantu murid-muridnya merapikan kembali kelas mereka.Lagipula tidak ada guru yang masuk, mungkin mengira sekolah mereka benar-benar telah digusur.Satu-satunya guru yang muncul hanya Pak Budi, itupun sudah siang, di kala mereka nyaris selesai berbenah.“Apa yang kalian lakukan?” tegur pria itu.Raina yang sedang menyusun buku di lemari sontak berbalik menghadap Pak Budi.“Eh, Pak Budi ….”“Sejak kapan ke mari?”“Lihat, kita sudah mendapatkan sekolah kita kembali!” seru Raina menggebu.Sementara guru laki-laki itu hanya mengernyit, kemudian tertawa singkat.“Sadar Bu Raina! Kita semua sudah siap kehilangan sekolah, seharusnya Bu Raina juga mempersiapkan diri!”Wajah Raina yang tadinya sangat ceria perlahan mendatar.“Tapi kita memang sudah mendapatkan sekolah kembali, Pak Budi.""Benar! orang-orang jahat itu tidak jadi membongkar sekolah kita!" timpal seorang murid membantu Raina meyakinkan Pak Budi.Alih-alih percaya, seperti biasanya Pak Budi justru memandang rendah Raina.Pria itu terbahak kencang kali ini."Anda mau membohongi siapa, Bu Raina?""Anda mungkin bisa mengibuli anak-anak ini, tapi tidak denganku! Orang kecil seperti Bu Raina mana mungkin menang melawan bos besar!" ejeknya lagi merendahkan Raina.Namun, perempuan itu tidak menanggapi apapun.Dia sadar, apapun yang dikatakannya Pak Budi tak mungkin percaya.
Untungnya, muridnya yang lagi-lagi membelanya ...."Bu Nana tidak bohong! Mereka memang sudah mengembalikan sekolah ini pada kita!""Kau—!"Anak laki-laki itu memekik dengan garang, terkesan tidak sopan, Pak Budi terlihat tak menyukainya.Raina buru-buru memeluk anak itu, menarik mundur tubuh mungil tersebut menghindari amukan Pak Budi yang bersiap mengayunkan tangan."Lihat, anak-anak yang kau perjuangkan mati-matian ini sama sekali tidak berguna!" berang pria itu.Namun setidaknya Raina berhasil menyelamatkan anak didiknya, pak Budi telah menurunkan tangan.“Saya mau lihat, berapa lama Anda akan bertahan," sinis Pak Budi mengalihkan topik. "Sementara guru-guru lain sudah tidak di sini lagi—""Maksud, Bapak?""Iya, guru-guru yang lain sudah resmi resign, sekarang mengajar di sekolah lain. Termasuk saya!"“Apa?” Raina terbelalak, sangat terkejut mendengar pernyataan Pak Budi yang terlihat puas dengan ekspresi Raina pergi begitu saja."Kalau sudah menyerah, temui saya, Bu Raina! Nanti, saya bantu carikan pekerjaan baru untuk Bu Raina!" ejeknya sembari berlalu.Raina tidak meladeni pria itu, dia termenung.Ia baru saja menyelesaikan perihal kepemilikan tanah, kini muncul lagi masalah lain yang tak kalah serius.“Bu Nana, gimana dengan nasib kami kalau semua guru pergi dari sekolah ini!” Seorang anak membuyarkan lamunan Raina.“Benar, siapa yang mengajari kami nanti? Mana mungkin Bu Nana mengajari kami semua sekaligus?” timpal yang lainnya.Raina menelan ludah, bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.Dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang.“Tenanglah, nanti akan ada guru baru yang mengajari kalian,” sahut Raina pada akhirnya.Dia tak ingin membuat murid-murid kesayangannya itu khawatir.“Benarkah?”“Tentu saja, Bu Nana akan cari guru pengganti untuk kalian,” jawabnya lagi.“Baguslah. Horeee!”Anak-anak yang polos itu tampak tenang kembali. Raina lalu meminta mereka melanjutkan kegiatan merapikan kelas yang tinggal sedikit lagi.Padahal semua sungguh tidak sedang baik-baik saja.Raina berpikir keras apa yang harus dilakukannya sekarang. “Ke mana aku harus mencari guru pengganti untuk mereka?" lirihnya tanpa sadar.Lalu, bagiamana caranya dia membayar gaji guru-guru tersebut, sementara pihak yayasan juga kabarnya telah lepas tangan?Dia juga tidak bisa mengandalkan uang SPP anak-anak, mereka semua berasal dari keluarga kurang mampu. Selama ini mereka hanya membayar sebisanya saja."Apa aku harus meminta bantuan pria menyebalkan itu lagi...?"Raina menggelengkan kepala, tak setuju.Jadi di sinilah dia saat ini--melangkah l
Raina buru-buru menegakkan posisi. Betapa wajahnya bertambah panas.“Ma-maaf, aku bukan sengaja.”Saking malu, ia sampai tak berani menatap wajah Bayu lagi.Untungnya Bayu tidak menggodanya, pria itu mengembalikan topik utama mereka. Dia menerangkan alasan kenapa pria itu di rumah Raina.“Jadi ... apartemenku terlalu kecil untuk ditinggali berdua. Tidak mungkin kan kamu tidur di sofa setiap hari?”“Maka, aku memutuskan untuk sementara, kita tinggal di sini saja,” ringkas Bayu.Entahlah, sebenarnya Raina tetap menolak Bayu pindah yang ke rumahnya, tetapi lidahnya seperti kaku tak dapat bersuara.Akibat kejadian saat lalu, dia mendadak kikuk.Alih-alih berdebat dengan Bayu, dia justru ingin cepat-cepat berlalu dari hadapan pria itu.Sejenak dia memang segera berlalu, menuju ke arah kamarnya tanpa menanggapi ucapan Bayu sama sekali.Ceklek!Raina membuka pintu kamarnya.Ketika akan melangkah masuk dia menyadari sesuatu yang membuat matanya perlahan membulat besar.Desain kamarnya yang t
“Atau aku—”Bayu menurunkan nada bicara, tetapi Raina segera memotong.“Kamu ini apa tidak bisa menghormati orang sedikit saja?”“Hampir setiap malam aku hanya tidur dua sampai tiga jam, tidak bisakah kamu membiarkan aku istirahat sebentar, hah?!” pekiknya penuh emosi.Raina seakan sedang mengalami mood swing, mungkin efek dari tidur yang terganggu.Raina bersikap begini, Bayu bergeming. Tidak terlihat hendak memarahinya balik. Tampak pengertian.Hal ini sedikit meredam suasana hati gadis itu.“Di kulkas ada makanan, panaskan saja kalau mau makan,” imbuhnya dengan nada yang sedikit diturunkan, “Atau kalau tidak berselera kamu juga bisa memesannya di luar, kan? Jadi, tolong jangan ganggu aku. OK!”Tak lama, Raina pun memasuki kamar kembali, menutup pintu dengan kuat, serta tak lupa menguncinya.Ia membenamkan wajahnya di bantal, dan kembali tertidur dalam waktu singkat.Untungnya, Bayu tidak mengusiknya lagi setelahnya, membiarkan dia tidur dengan tenang.Lumayan lama Raina terlelap, s
Ouch!” Hilang sudah suasana damai yang sempat tercipta. Raina kembali dibuat kesal oleh Bayu. “Kamu bener-bener ya! Kenapa sih, kamu selalu bertindak seenaknya saja?” maki perempuan itu. “Emangnya kenapa, aku kan sudah bilang, tidak ada pembantu! Kamu yang harus mengerjakan semua pekerjaan!” “Chh” Raina menatap Bayu sambil menggigit sudut bibir, rasanya dia sangat ingin menelan pria di hadapannya itu.Detik ini dia baru memahami salah satu kalimat yang tercantum di surat perjanjian tentang bersih-bersih. Sementara Bayu tampak serius menyimak ponselnya yang kemudian beranjak dari posisi duduk, dan melangkah pergi meninggalkan Raina sembari berkata …. “Aku pergi dulu, mau syuting. Mungkin sampai pagi, tidak perlu menungguku pulang!” Reflek Raina menyahut cepat, “Siapa juga yang mau menunggumu! Bagusnya kamu nggak usah kembali ke sini selamanya!” Setelah sosok Bayu tak terlihat lagi, konsentrasi Raina tertuju pada piring yang menggunung di wastafel— Dia belum mencucinya sejak
Mendengar itu, Raina melototkan mata.Selama ini, ada gosip bahwa Pak Budi kenal dengan perwakilan pemilik perusahaan yang menginginkan tanah tersebut. Dan pak Budi akan mendapat upah yang besar. Tapi, siapa sangka ini sungguhan? “Pantas saja semua strategiku untuk menyelamatkan sekolah selama ini selalu gagal! Ternyata Anda pengkhianatnya, Pak!” ketus gadis itu, kesal. “Kamu jangan munafik, Bu Raina, aku akan memberimu dua puluh juta! Kamu pasti belum pernah melihat uang sebanyak itu, kan?” Tangan Raina mengepal, menahan amarah. “Lebih baik Anda pergi sekarang juga!” ketusnya. “Kau ini bener-bener keras kepala ya!” bentak Pak Budi tiba-tiba.Keributan itu jelas membuat murid-murid kelas 6 terkejut. Seketika, mereka datang dan membantu Raina. “Cepat pergi kau, Pak guru berhati jahat!” usir salah satu anak. “Betul, cepat pergi dari sekolah kami sekarang juga!” Bugh! Mereka rama-ramai melempari Pak Budi dengan bola-bola kertas. Sebagian bola-bola kertas yang berterbangan ke
Tiba di depan pintu, Raina hendak membukanya dengan kunci di tangannya, tetapi ia memiliki keyakinan bahwa Bayu berada di rumah sehingga tidak jadi mencolokkan kunci tersebut.Dia langsung menyentuh gagang pintu, dan menurunkannya.Ceklek!Dan benar saja, pintu terbuka begitu saja. Kriet ….Ia mendorong pintu tersebut membukanya lebar, agar dapat leluasa meneliti ke dalam ruangan.Raina memiringkan kepala, dia yakin ada Bayu di dalam sana, tetapi dia tak menemukan pria itu.Sementara tanpa sepengetahuannya, Bayu lari kalang kabut ketika dia membuka pintu, takut ketahuan mengintipnya. Tak menemukan siapapun, Raina menelengkan kepala, sembari mengenang ketika pagi tadi, apakah dia lupa mengunci rumah? Raina menyadari dirinya memang terkadang ceroboh, tapi soal kunci rumah dia sering memeriksa hingga dua kali. Meskipun tak dapat mengingatnya dengan jelas, tapi Raina masih sangat yakin pasti semua yang sedang terjadi saat ini merupakan ulah Bayu. "Atau dia yang habis masuk tadi, terus
Perlahan tapi pasti, Raina mendekatkan bibirnya, hendak memberi napas buatan untuk Bayu.Dia benar-benar berhasil dikelabui oleh Bayu.Hingga pada posisi yang sangat dekat, ia tiba-tiba merasakan hembusan napas pria itu—Raina sontak membuka mata.Dan dia menemukan Bayu sedang menatapnya. Betapa ia terkesiap, tetapi tidak langsung beranjak justru terbengong. Tubuhnya mendadak kaku ikut membalas tatapan Bayu.“Sedang apa kau?” tegur Bayu.Raina pun tersadar dari lamunannya.Ia segera beranjak detik itu juga, tetapi tak dibiarkan Bayu.Pria itu menarik pinggangnya hingga keseimbangannya hilang— Ia pun terjatuh ke dalam pelukan Bayu.Sementara bibirnya menyosor bibir Bayu.Betapa syok yang dirasakannya, jantung Raina berdebar-debar.Setelah tersadar, Raina memberi pria itu pelajaran, dengan menggigit bibirnya.“Ah!!” Bayu menjerit histeris. “Sial! Kenapa kamu menggigitku?”Bayu reflek mendorongnya hingga posisi mereka menjauh. Raina terjungkal di lantai.“Masih nanya kenapa? Dasar baji
Faktanya, kegiatan belajar mengajar hari ini bahkan lebih kacau dari kemarin!Bukan hanya soal pelajaran, tetapi juga tentang perhatian terhadap anak-anak, mengawasi hampir 100 murid, dia tentu saja kecolongan.Seorang murid kelas satu melaporkan temannya keluar area sekolah! “Bu Nana, Tristan keluar gerbang! Katanya mau pulang!”“Apa?” Betapa terkejutnya dia, hingga seketika bangkit dari posisi duduk.“Iya, Bu Nana, dia sudah keluar!”“Kami melarangnya, tapi dia tidak mau dengar!” terang yang lainnya.“Sudah lama dia keluar?” selidik Raina.“Barusan, Bu.”Ia pun bergegas menyusul ke gerbang, tanpa lupa memperingatkan anak-anak yang lain agar tetap di kelas.Sungguh bagaikan menelan buah simalakama, meninggalkan seratusan anak lainnya di sekolah tanpa orang dewasa yang mengawasi tentu sangat beresiko.Pikiran Raina terbagi-bagi, membuatnya begitu panik, dan kebingungan.“Tristan!”Beruntung, dia segera menemukan anak muridnya itu begitu tiba di gerbang.Tristan belum pergi jauh.Tetap