Faktanya, kegiatan belajar mengajar hari ini bahkan lebih kacau dari kemarin!Bukan hanya soal pelajaran, tetapi juga tentang perhatian terhadap anak-anak, mengawasi hampir 100 murid, dia tentu saja kecolongan.Seorang murid kelas satu melaporkan temannya keluar area sekolah! “Bu Nana, Tristan keluar gerbang! Katanya mau pulang!”“Apa?” Betapa terkejutnya dia, hingga seketika bangkit dari posisi duduk.“Iya, Bu Nana, dia sudah keluar!”“Kami melarangnya, tapi dia tidak mau dengar!” terang yang lainnya.“Sudah lama dia keluar?” selidik Raina.“Barusan, Bu.”Ia pun bergegas menyusul ke gerbang, tanpa lupa memperingatkan anak-anak yang lain agar tetap di kelas.Sungguh bagaikan menelan buah simalakama, meninggalkan seratusan anak lainnya di sekolah tanpa orang dewasa yang mengawasi tentu sangat beresiko.Pikiran Raina terbagi-bagi, membuatnya begitu panik, dan kebingungan.“Tristan!”Beruntung, dia segera menemukan anak muridnya itu begitu tiba di gerbang.Tristan belum pergi jauh.Tetap
Bayu mengajak Raina pergi dengan berlari, tidak menggunakan kendaraan, menuju ke suatu tempat yang masih menjadi rahasia.Sekian menit mengimbangi langkah Bayu, Raina mulai kelelahan.Dilepasnya genggaman Bayu dari pergelangannya sehingga langkah mereka terhenti.“Sebenarnya kamu mau ngajak aku kemana sih?” tanya Raina usai mengatur napas yang ngos-ngosan kala sejenak.“Ke taman itu,” tunjuk Bayu.Kebetulan mereka memang sudah tiba di tempat tujuan yang berada tepat di hadapan mereka saat ini. Adalah sebuah taman bunga yang indah. Semakin memukau saat terkena pancaran sinar bulan purnama.Raina tampak mengagumi tempat itu, membuatnya melupakan masalah-masalah yang ada kala sejenak.“Aku kok nggak tau ya, ada taman bunga seindah ini di daerah sini,” ucap Raina.Bayu sontak menanggapi, “Are you kidding me?”“Kamu sudah tinggal di daerah sini selama belasan tahun, tapi tidak tau sama taman ini?”“Iya karena aku memang jarang melewati jalan yang satu ini sih.” Raina membela diri. Namun
Akibat pujian Bayu, pasangan itu jadi terlibat aksi saling tatap, tetapi hanya sebentar saja. Keduanya tersadar dari lamunan pada detik yang hampir bersamaan.Raina mendekatkan lagi hidungnya pada bunga untuk menghirup aromanya.Sementara Bayu tiba-tiba mengulurkan tangan mendekati bunga tersebut, dan hendak memetiknya.“Eh, kamu mau apa?” henti Raina.“Mau petik. Kamu suka kan? Kita petik beberapa untuk dibawa pulang.”“Emang boleh? Nanti kamu dimarahi pemiliknya loh.”Bayu tersenyum, dan menyahut, “Tidak akan ada yang marah, ‘kan nggak ada yang lihat.”Namun Raina tetap khawatir, “Tapi—”“Nggak akan kenapa-kenapa, percaya sama aku. Buktinya kita bahkan bisa masuk ke sini dengan aman, kan?”Benar juga ya. Raina seakan baru tersadar akan hal itu. Bayu mengatakan taman itu tidak dibuka untuk umum, tetapi mereka bisa memasukinya dengan bebas. Kok bisa?Tetapi Raina juga tak terpikirkan untuk bertanya lebih banyak.Bahkan fokusnya segera beralih pada tangan Bayu yang sedang memetik bu
Bayu datang bersama Dom.Seketika itu juga baik Raina maupun Pak Budi menoleh ke arah mereka.“Ka-kalian kok bisa di sini?” sebut Raina mendapat kejutan.Sementara Bayu dan Dom melangkah perlahan mendekati titik kumpul.Pak Budi menyunggingkan senyuman sinis, “Wow! Pria yang berbeda lagi,” gumamnya.“Kukira kau perempuan baik-baik, Bu Raina, tapi ternyata—semurahan ini!” hinanya.“Jaga mulutmu, Pak Budi!” berang Raina.Pria itu terbahak kencang. Kemudian beralih pada Bayu, dan Dom yang baru tiba di titik kumpul, menghasut mereka, “Hei, Bung! Kalian hanya dimanfaatkan olehnya, dasar goblok!”“Apa maksudmu, Bangsat!”Bug!Dom naik pitam, tidak terima majikannya dihina, sontak mendaratkan bogem ke wajah pak Budi.Raina terkejut melihatnya, Dom yang kemayu bisa melakukan hal demikian.“Sial! Kau kira masih bisa mengalahkanku setelah kejadian waktu itu…?”Pak Budi membicarakan kejadian waktu itu, hanya Raina yang memahaminya. Namun Bayu juga tak menanyakan apapun.Kemudian Pak Budi tampa
Namun Pak Budi pun belum langsung percaya dengan apa yang dikatakan anak buah Bayu.“Halah! Kalian pasti membual!” tuduhnya kemudian. “Benar ‘kan, kalian membual?” sinis pria itu.Anak buah Bayu hendak menanggapi Pak Budi, tetapi dicegah pria bertuksido di sampingnya.Pria yang penampilannya paling berwibawa di antara yang lainnya tersebut mengambil alih meladeni Pak Budi, “Membual bagaimana? Sebentar, apa Anda yang bernama Pak Budi? Kalau betul, saya punya hadiah untuk Anda.”Usai berkata, pria tersebut belum langsung melanjutkan pembicaraan dengan Pak Budi, terlebih dulu menghampiri Bayu.Menyapa, serta memberi hormat kepada Bayu, “Selamat siang, Tuan Edgardo! Mohon maaf untuk ketidaknyamanan ini!” ucapnya sembari membungkukkan badan.“Anda ini—” Dom meneliti.“Oh, maaf lupa perkenalkan diri. Saya Samsul, kepala dinas pusat.”“Oh.” Dom lekas menyalaminya mewakili Bayu. “Terima kasih, Pak Samsul sudah menyempatkan waktu hadir langsung.”Tidak hanya Pak Budi yang tercengang di kejauha
“Seret dia ke penjara!” titah Bayu setelah beberapa detik bergeming.Betapa terkesiap Raina mendengar kalimat tersebut. Bayu bukan hanya tak mengindahkan permintaannya, tetapi justru menambah hukuman terhadap Pak Budi.Ia hendak protes, tetapi Bayu segera berlalu begitu saja menghiraukannya.Di sisi lain, perhatiannya terbagi kepada Pak Budi.“Bu Raina, tolong saya! Saya tidak mau masuk penjara! Tidak mau!” panik pria itu.Pak Budi tampak memberontak ketika anak buah Bayu akan menggiring dia.Tenaganya tentu kalah dengan 2 orang bertubuh besar yang mengunci dirinya.Mereka menyeret pria itu secara paksa.“Saya tidak mau masuk penjara! Saya tidak mau masuk penjara!” teriak Pak Budi histeris.Tidak ada yang memedulikan teriakan itu, mereka terus menyeretnya pergi. Bahkan ketika dia terus memberontak, anak buah Bayu tak segan-segan menyakitinya hingga ia tak berdaya.Menyaksikan pemandangan tersebut, Raina sangat mengasihani pria itu.Namun tak tahu harus bagaimana menolongnya.“Pak Sa
Bayu tiba di rumah, Raina lekas menyambutnya ketika mendengar ketukan pintu.Jegrek!“Sudah pulang, kebetulan aku baru saja selesai masak.”“Oh iya? Kamu masak makanan enak apa untukku?”Tanpa menunggu jawaban Raina, Bayu buru-buru menuju ke arah meja makan.Faktanya, ia sangat mendapat kejutan. Ia menatap bengong makanan di hadapannya begitu ia menyingkap tudung saji.“Kenapa hanya dilihat, duduk, dan makanlah,” titah Raina memasang wajah tanpa dosa.Pria itu beralih menatapnya penuh arti, “Apa maksudmu, kamu bilang mau masak makanan enak untukku, tapi—”“Loh, ini kan makanan paling enak sedunia!” tegas Raina.“Yang benar saja!”Sementara Raina tampak menyantap bagiannya dengan lahap.Mendapatkan Bayu tak menyentuh miliknya sama sekali, sejenak kemudian ia pun kembali bersuara—“Kamu nggak mau nih? Iya sudah, biar aku yang makan.”Saat Raina akan menggeser porsi Bayu ke arahnya, pria itu pun menahan gerakan Raina.“Kamu sudah masak untukku, mana boleh diambil kembali!” seru Bayu.Ke
Suasana cerah pagi ini seakan menggambarkan keceriaan Raina.Senyumnya terus mengembang, napas lega terhembus.Semua karena kabar dari Samsul.Pria itu menelepon Raina barusan, memberitahukan bahwa guru-guru terbaik setiap mata pelajaran telah dikirimkan ke SD Lentera.Betapa bahagianya dia, yang gegas menuju sekolah lebih awal agar dapat menyambut guru baru yang dimaksud.Di jalan, Raina tanpa sengaja bertemu muka dengan kedua teman sejawatnya yang dahulu sama-sama mengajar di SD Lentera.“Bu Raina,” panggil Tuti.“Eh, Bu Tuti, Bu Dela,” sapa Raina balik. Tuti dan Dela tampak menatap Raina dengan ekspresi tak suka. Sedari dahulu mereka memang sudah sering memandang rendah Raina.Sementara Raina tetap berusaha ramah. “Kalian apa kabar? Mengajar di mana sekarang?” tanyanya kalem.“Oh, kami sekarang ngajar di sekolah yang bergengsi dong!” sombong Dela. “SD TALENTA!” ejanya lantang.Tuti mengiyakan dengan manggut-manggut. Bibir keduanya terus dimiringkan, mengekspresikan penghinaan terh