Akibat pujian Bayu, pasangan itu jadi terlibat aksi saling tatap, tetapi hanya sebentar saja. Keduanya tersadar dari lamunan pada detik yang hampir bersamaan.Raina mendekatkan lagi hidungnya pada bunga untuk menghirup aromanya.Sementara Bayu tiba-tiba mengulurkan tangan mendekati bunga tersebut, dan hendak memetiknya.“Eh, kamu mau apa?” henti Raina.“Mau petik. Kamu suka kan? Kita petik beberapa untuk dibawa pulang.”“Emang boleh? Nanti kamu dimarahi pemiliknya loh.”Bayu tersenyum, dan menyahut, “Tidak akan ada yang marah, ‘kan nggak ada yang lihat.”Namun Raina tetap khawatir, “Tapi—”“Nggak akan kenapa-kenapa, percaya sama aku. Buktinya kita bahkan bisa masuk ke sini dengan aman, kan?”Benar juga ya. Raina seakan baru tersadar akan hal itu. Bayu mengatakan taman itu tidak dibuka untuk umum, tetapi mereka bisa memasukinya dengan bebas. Kok bisa?Tetapi Raina juga tak terpikirkan untuk bertanya lebih banyak.Bahkan fokusnya segera beralih pada tangan Bayu yang sedang memetik bu
Bayu datang bersama Dom.Seketika itu juga baik Raina maupun Pak Budi menoleh ke arah mereka.“Ka-kalian kok bisa di sini?” sebut Raina mendapat kejutan.Sementara Bayu dan Dom melangkah perlahan mendekati titik kumpul.Pak Budi menyunggingkan senyuman sinis, “Wow! Pria yang berbeda lagi,” gumamnya.“Kukira kau perempuan baik-baik, Bu Raina, tapi ternyata—semurahan ini!” hinanya.“Jaga mulutmu, Pak Budi!” berang Raina.Pria itu terbahak kencang. Kemudian beralih pada Bayu, dan Dom yang baru tiba di titik kumpul, menghasut mereka, “Hei, Bung! Kalian hanya dimanfaatkan olehnya, dasar goblok!”“Apa maksudmu, Bangsat!”Bug!Dom naik pitam, tidak terima majikannya dihina, sontak mendaratkan bogem ke wajah pak Budi.Raina terkejut melihatnya, Dom yang kemayu bisa melakukan hal demikian.“Sial! Kau kira masih bisa mengalahkanku setelah kejadian waktu itu…?”Pak Budi membicarakan kejadian waktu itu, hanya Raina yang memahaminya. Namun Bayu juga tak menanyakan apapun.Kemudian Pak Budi tampa
Namun Pak Budi pun belum langsung percaya dengan apa yang dikatakan anak buah Bayu.“Halah! Kalian pasti membual!” tuduhnya kemudian. “Benar ‘kan, kalian membual?” sinis pria itu.Anak buah Bayu hendak menanggapi Pak Budi, tetapi dicegah pria bertuksido di sampingnya.Pria yang penampilannya paling berwibawa di antara yang lainnya tersebut mengambil alih meladeni Pak Budi, “Membual bagaimana? Sebentar, apa Anda yang bernama Pak Budi? Kalau betul, saya punya hadiah untuk Anda.”Usai berkata, pria tersebut belum langsung melanjutkan pembicaraan dengan Pak Budi, terlebih dulu menghampiri Bayu.Menyapa, serta memberi hormat kepada Bayu, “Selamat siang, Tuan Edgardo! Mohon maaf untuk ketidaknyamanan ini!” ucapnya sembari membungkukkan badan.“Anda ini—” Dom meneliti.“Oh, maaf lupa perkenalkan diri. Saya Samsul, kepala dinas pusat.”“Oh.” Dom lekas menyalaminya mewakili Bayu. “Terima kasih, Pak Samsul sudah menyempatkan waktu hadir langsung.”Tidak hanya Pak Budi yang tercengang di kejauha
“Seret dia ke penjara!” titah Bayu setelah beberapa detik bergeming.Betapa terkesiap Raina mendengar kalimat tersebut. Bayu bukan hanya tak mengindahkan permintaannya, tetapi justru menambah hukuman terhadap Pak Budi.Ia hendak protes, tetapi Bayu segera berlalu begitu saja menghiraukannya.Di sisi lain, perhatiannya terbagi kepada Pak Budi.“Bu Raina, tolong saya! Saya tidak mau masuk penjara! Tidak mau!” panik pria itu.Pak Budi tampak memberontak ketika anak buah Bayu akan menggiring dia.Tenaganya tentu kalah dengan 2 orang bertubuh besar yang mengunci dirinya.Mereka menyeret pria itu secara paksa.“Saya tidak mau masuk penjara! Saya tidak mau masuk penjara!” teriak Pak Budi histeris.Tidak ada yang memedulikan teriakan itu, mereka terus menyeretnya pergi. Bahkan ketika dia terus memberontak, anak buah Bayu tak segan-segan menyakitinya hingga ia tak berdaya.Menyaksikan pemandangan tersebut, Raina sangat mengasihani pria itu.Namun tak tahu harus bagaimana menolongnya.“Pak Sa
Bayu tiba di rumah, Raina lekas menyambutnya ketika mendengar ketukan pintu.Jegrek!“Sudah pulang, kebetulan aku baru saja selesai masak.”“Oh iya? Kamu masak makanan enak apa untukku?”Tanpa menunggu jawaban Raina, Bayu buru-buru menuju ke arah meja makan.Faktanya, ia sangat mendapat kejutan. Ia menatap bengong makanan di hadapannya begitu ia menyingkap tudung saji.“Kenapa hanya dilihat, duduk, dan makanlah,” titah Raina memasang wajah tanpa dosa.Pria itu beralih menatapnya penuh arti, “Apa maksudmu, kamu bilang mau masak makanan enak untukku, tapi—”“Loh, ini kan makanan paling enak sedunia!” tegas Raina.“Yang benar saja!”Sementara Raina tampak menyantap bagiannya dengan lahap.Mendapatkan Bayu tak menyentuh miliknya sama sekali, sejenak kemudian ia pun kembali bersuara—“Kamu nggak mau nih? Iya sudah, biar aku yang makan.”Saat Raina akan menggeser porsi Bayu ke arahnya, pria itu pun menahan gerakan Raina.“Kamu sudah masak untukku, mana boleh diambil kembali!” seru Bayu.Ke
Suasana cerah pagi ini seakan menggambarkan keceriaan Raina.Senyumnya terus mengembang, napas lega terhembus.Semua karena kabar dari Samsul.Pria itu menelepon Raina barusan, memberitahukan bahwa guru-guru terbaik setiap mata pelajaran telah dikirimkan ke SD Lentera.Betapa bahagianya dia, yang gegas menuju sekolah lebih awal agar dapat menyambut guru baru yang dimaksud.Di jalan, Raina tanpa sengaja bertemu muka dengan kedua teman sejawatnya yang dahulu sama-sama mengajar di SD Lentera.“Bu Raina,” panggil Tuti.“Eh, Bu Tuti, Bu Dela,” sapa Raina balik. Tuti dan Dela tampak menatap Raina dengan ekspresi tak suka. Sedari dahulu mereka memang sudah sering memandang rendah Raina.Sementara Raina tetap berusaha ramah. “Kalian apa kabar? Mengajar di mana sekarang?” tanyanya kalem.“Oh, kami sekarang ngajar di sekolah yang bergengsi dong!” sombong Dela. “SD TALENTA!” ejanya lantang.Tuti mengiyakan dengan manggut-manggut. Bibir keduanya terus dimiringkan, mengekspresikan penghinaan terh
Sepulang dari mengajar, Raina pun berkeliling dari satu toko sepatu ke toko sepatu lainnya untuk membeli boots, cukup sulit ia menemukannya.Hingga toko kesepuluh yang dimasukinya, dia baru mendapatkan sepatu tersebut.Pantas saja Bayu memintanya membeli sendiri, pikir Raina.Hari pun mulai gelap ketika dia keluar dari toko terakhir yang dikunjunginya, betapa syok perempuan itu.“Astaga! Jam berapa sekarang?” paniknya melirik jam tangan.Raina bertambah panik saat mendapatkan ternyata waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore.Tidak ada waktu untuk panik berlama-lama juga, dia bergegas mencari angkutan untuk pulang ke rumah. Bayu berkata akan menjemputnya jam 7 malam, artinya menyisakan 60 menit lagi.Sementara bahkan dia membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit untuk tiba di rumah dari tempatnya berada saat ini.Dengan terpaksa Raina harus menghentikan sebuah taksi, karena hanya kendaraan tersebut yang ditemukannya cukup cepat. Mengesampingkan urusan ongkos yang harus berlipat-lipat ganda
Padahal sebenarnya, Bayu mengajak Raina menuju salon, untuk memperbaiki penampilannya.Parahnya dia tidak meladeni Raina sama sekali, membiarkan Raina terus mengomelinya sepanjang perjalanan.Setelah tiba di salon, Bayu baru menanggapi salah satu kalimat Raina.“Bukankah kamu yang seharusnya ingin mempermalukanku, pergi dengan penampilan begitu?”Raina menatap Bayu dengan tatapan membunuh.Bayu sukses mengaduk emosinya dengan luar biasa, tentu saja dia teramat geram terhadap pria itu, sampai tak mampu berkata-kata.—Singkat saja, Mbak Lisa selesai menyulap Raina menjadi seorang bidadari.Bayu sampai pangling, matanya tak berkedip melihat penampilan baru Raina yang luar biasa cantik.Raina perlu menyadarkan pria itu dari lamunannya dengan melambai-lambaikan tangan tepat di depan wajahnya.Sementara lamunan Bayu membuyar, bergantian Raina yang memperlihatkan ekspresi tak nyaman.Lantaran Bayu menatapnya dengan intens, membuat Raina kurang percaya diri.“Ada yang aneh sama penampilanku,