Setelah Laras menjauh dari cafe, sikapnya pun kembali seperti biasa lagi.Ridho memandang perubahan pada Laras."Kenapa nggak gandeng tanganku lagi?""Nggak lah, maaf ya, tadi aku bersikap seperti itu." "Oh, jadi cuma di depan mereka? siapa sih ?""Ah, sudahlah." Laras segera menuju parkiran dan hendak pergi."Tunggu, kau mau kemana? aku belum tanya padamu, apa jadi kerja di kantor temanku?" kalau jadi ayo, kita ke sana.""Nanti deh, saat ini aku mau ke rumah sakit dulu, ada pembagian seragam hari ini.""Jadi tawaranku ditolak nih?""Buat cadangan dulu, aku coba kerjaan yang ini dulu, maaf ya , Ridho.""Ya udah, nggak apa-apa sih," ucap lelaki itu sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Aku pergi dulu, ya, dah ..." pamit Laras, dan segera melajukan motor metiknya.Ridho, hanya mengangguk saja. Dalam batinnya, bagaimanapun, aku harus bisa taklukkan Laras. 'Gue, jatuh cinta sama lu, Ras' kata-kata itu selalu dalam pikirannya.***Ardi langsung melepaskan kausnya, tampak tubuh keka
Apa kabar dengan Baskoro?Heri dan beberapa rekan kerjanya, menyembunyikan Baskoro, tuan besarnya, di tempat yang tak semua orang tahu. Keadaannya masih belum stabil. Peluru yang hampir saja mengenai jantungnya. berakibat fatal, harus banyak masa pemulihan. Bahkan ada sebuah peluru yang menyerempet di bagian lehernya. Hal tersebut mengakibatkan Baskoro tak bisa lancar bersuara, pita suaranya terganggu. Pria gaek tersebut duduk di kursi roda, tubuhnya sedikit lebih kurus, wajah pasinya masih mendominasi.Baskoro hanya bisa mengangguk dan menggeleng saja. Semua dilaluinya dengan sabar. Walaupun ada rasa marah dalam dadanya. Mengetahui siapa pelaku dibalik semua ini.Heri sang pengawal setianya, berencana akan menyusup ke dalam vila milik tuannya tersebut. Keadaannya sudah agak redup, pasti penjagaan mereka sedikit kacau.Baskoro tak bisa lagi berkata-kata lagi, villanya sudah dikuasai seseorang, Baskoro tetap akan rebut kembali semua ini. Tak menyangka, sahabatnya sendiri yang merencan
Masih terus berusaha mengigit tali yang mengikat pergelangan kakinya. Laras mempunyai kaki yang lentur, pelan, kakinya bisa terlepas dari jeratan kakinya, berdiri pelan, dan mendekati lemari besi di sampingnya, lalu tangannya mulai menggesekkan tali pada pinggiran lemari besi tersebut. Terlihat tali itu semakin tipis, Laras terus berusaha agar tali itu terpotong.Pagi ini, nampaknya belum ada orang yang mengecek keadaan dirinya. Yes! akhirnya tali ikatan itu terkoyak juga. Pelan gadis itu berjalan ke arah pintu, menempelkan telinga pada daun pintu. Sepertinya tak ada suara apa pun. Laras terus memandang gudang pengap itu, mencari pijakan agar bisa mengintip dari sela ventilasi di atas pintu tersebut.Brak! suara itu justru dari luar gudang tempat Laras disekap.Laras, terdiam, membaca situasi yang ada, pelan tangannya meraih balok kayu yang tergeletak.Benar saja, ada langkah mendekati pintu, dan terdengar suara anak kunci berputar.Gadis itu bersembunyi di belakang pintu dalam hati wa
Puspa hanya bisa terdiam, kini dirinya merasa tertindas oleh rasa cinta semu. Lelaki di sebelahnya masih terap menatap ke depan tanpa ekspresi. Sebuah perjalanan yang jauh."Kau bisa tidur dulu, perjalanan ini sampai enam jam, paham? Kau tak bisa lagi pergi dariku." Deni berkata tanpa menatap Puspa.Enam jam? Puspa tak merespon semua kata-kata Deni.Kembali pada keadaan Laras, gadis itu kini berpindah posisi dalam sembunyi, banyaknya ruangan dalam rumah besar ini, membuat Laras, harus jeli dan waspada. Saat ini dirinya berada di sebuah ruangan yang cukup luas, Laras mengintai ruangan yang sepi, hanya ada beberapa meja dan unit komputer yang nampaknya tak terpakai. Lantainya pun terasa berdebu, Laras mendekati sebuah lemari, berisi banyak dokumen, Laras meraih kertas itu dan membaca sambil mengernyitkan dahinya. Karena berisi daftar nama saja. Laras meletakkan kembali kertas tadi, membuka pelan sebuah laci, dirinya mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk senjata. Tiba-tiba matanya m
Kartika terlihat mondar-mandir saja di depan pintu, sementara, Ardi menantunya dari tadi dihubungi belum juga tersambung."Ini, pasti ada apa-apanua. tidak biasanya Puspa pergi dengan baju begitu glamor."Pasalnya Kartika melihat dengan matanya sendiri, Puspa menunggu jemputan taksi, dan penampilannya bak toko berjalan. semua emas nampak dipakainya. bajunya begitu gemerlap. Tapi nyatanya hingga malam belum juga kembali.Kartika menghubungi ci Amoy."Ci, tolong aku, kamu di mana?" Tak lama terlihat Ci Amoy datang, dengan tergopoh-gopoh mendatangi rumah Kartika."Ada apa? mengapa kau menangis segitunya?!" cecarnya heboh.Kartika mengusap air matanya. "Ayo, kita cari Laras?""Hah, gila kau! mau cari kemana? heh. sabar lah apa ada kabar dari kepolisian?""Tak ada kabar, aku takut, Laras mati ... atau diperkosa atau .... " hik hik hik, kembali Kartika menangis dalam pelukan sahabatnya.kembali pada keadaan Laras. Karena dirasakan sudah tak ada lagi suara ribut-ribut, Laras melongok melih
Laras langsung membeku tubuhnya, napasnya langsung terhenti. Suara parau itu membuat dirinya mati kutu. Dirinya segera melirik pada pemilik senapannya yang menodongnya tiba-tiba itu.Saat Laras menengok ke samping, lelaki itupun kaget, "Kau! Bukankah kau yang mendonorkan darahmu untuk Baskoro." bisik lirih orang itu.Laras hanya mengangguk, pria muda berbadan sedang itu, segera membekap mulut Laras, dan menariknya cepat ke sebuah tembok, mereka berjongkok dan bersembunyi saat sebuah mobil memasuki area parkir. Laras pun menurut saja, matanya terus mengawasi mobil yang baru saja datang. Keluarlah beberapa penumpang dan segera masuk ke dalam. Namun, bersamaan itu, Heri dan beberapa orang sudah keluar dari rumah inti, mereka terlihat ada yang membawa ransel besar di punggung mereka.Heri kaget saat ada Laras, berada di dekat salah satu rekannya."Nona?mengapa ada di sini?" belum sempat Laras menjawab, sebuah tembakan mengagetkan mereka. Laras langsung menunduk. Akhirnya Laras ikut bers
Laras masih terbaring di sudut ranjang single bad, beberapa orang suruhan dari Baskoro pun segera menjemput ibunda dari Laras yaitu Kartika.Ardi menceritakan semuanya pada Baskoro, lelaki gaek itu terdiam, tak lama tangisnya mulai terdengar dalam kesusahan, suara yang belum pulih benar, membuat siapa saja melihatnya akan trenyuh. Begitu juga Ardi. Walaupun dirinya mendapat tugas dari Tito tapi tak tega rasanya harus menyerahkan Baskoro dalam keadaan seperti ini.Akhirnya duo devil memberikan sebuah rencana pada Baskoro.Beberapa uang dan bukti sudah diambil dari rumah vila tersebut. Ardi menyuruhnya untuk menyimpannya di suatu tempat yang aman, asal jauh dari Baskoro. Menyarankan Baskoro untuk menyerahkan diri pada polisi, bila nanti tidak ada bukti terkait atas kasusnya ada kemudahan untuk membersihkan nama Baskoro.Laras masih terlelap. Mungkin juga tertidur saking shock dan kecapean yang luar biasa. Ditambah kekurangan makanan dan cairan.Anggota pengawal Baskoro tak kesulitan me
Saat itu juga Laras dan Kartika langsung naik angkutan umum, menuju kota, dengan patokan katerangan dari Heri, Laras segera mencari rumah untuk tinggal sementara. Mereka tak kesulitan karena Baskoro memberikan uang yang cukup besar untuk mereka bertahan hidup."Mah, kita harus bisa menjaga rahasia. Sementara ini hanya ada KTP aku saja yang selalu ada dalam saku celanaku. Eh tunggu!"Laras teringat sesuatu dan mengambil benda itu dan menunjukkan pada mamanya."Hus! Kau dapat dari mana itu?""Dari salah satu laci di rumah besar itu. Dan ada Mbak Puspa di sana, aku mau cerita ini, takut sekali, Mah." Kartika segera merebut benda yang ditunjukkan Laras, masukkan ke dalam sela belahan dadanya."Mama, sembunyikan , benda laknat ini yang membuat kita kesulitan.""Jangan pernah dipakai, Mah." "Ih amit-amit, mama bukan tipe orang yang suka coba-coba.""Kita harus cari kontrakan dulu, Mah.""Iya, maafkan, Mama ya, Laras."Kartika memeluk anaknya erat. Terlebih Laras. Dirinya merasa nyaman bil