Malam itu, Ardi langsung meninggalkan Puspa dalam kepiluan, dirinya sudah melakukan yang benar. Sudah sejak dulu ingin segera mengakhiri drama rumah tangganya. Hanya karena tidak tega, tapi Puspa malah terlalu jauh melangkah dalam kebodohannya sendiri. Ardi sudah menghubungi Heri, dan sudah tahu kalau Baskoro sudah menyerahkan diri. Beberapa pihak kepolisian sedang mempersiapkan sidang untuk lelaki gaek itu, yang nampaknya kehadiran Laras betul-betul menggugah perasaannya.Begitu juga Heri dan rekan-rekannya, saat ini mereka hidup dalam kehidupan yang sewajarnya, menanggalkan dahulu atribut sebagai pengawal Baskoro. Ardi terus melajukan motor besarnya, ada harapan besar pada diri Ardi untuk meraih masa depannya bersama Laras. Masalah Kartika yang memang tidak setuju atas hubungan Ardi dan Laras, sepertinya kini tak ada masalah lagi. Semoga saja begitu.Dari ibu kota, Jakarta menuju kota Semarang ditempuh dengan menggunakan motor. Malam ini, jalanan tak begitu ramai, jalur tol Pantur
Kartika masih mempertimbangkan keinginan Ardi. bagaimanapun Kartika tetap menginginkan seseorang yang bisa mengangkat derajat Laras dan bisa membawa anaknya dalam kebahagiaan yang hakiki.Ardi terdiam, mendengar semua petuah dan nasehat Kartika. Apalagi Kartika bercerita dengan disertai Isak tangisnya."Apa kau mampu membawa Laras seperti yang aku inginkan?" tanya Kartika seraya mengusap air matanya."Insya Allah, Mah. "mendengar Ardi mengucapkan dengan sungguh-sungguh, semakin terisak lah dirinya memandang lelaki yang sudah dianggapnya sebagai anak lelakinya itu."Kau sudah aku anggap anakku sendiri, Ardi. semua serba minta bantuan padamu. apalah artinya diriku ini? selalu dalam kemalangan, untuk bertonggak pada kehidupanku saja aku, tak mampu." Kartika semakin terisak. lelaki bertampang sangar bak preman itu, pelan memeluk Kartika. "Mama, sudah aku anggap pengganti orang tuaku. Tahu sendiri bukan? aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. bahkan ibu tiriku saja meninggalkanku," jelas
Terjalin sebuah keakraban antara Tito dan Baskoro, keduanya seakan menemukan sesuatu yang sama. Baskoro sudah memulai hidup baru yang lebih baik lagi. Apa lagi hatinya begitu bahagia saat anak yang jelas itu anak kandungnya benar-benar hadir dalam kehidupannya, walaupun dengan cara yang tidak baik.Dalam diri Tito pun mempunyai masa lalu yang kelam pula, hidup dalam ekonomi yang sulit, Bahkan terlahir sebagai anak seorang pemabuk.Perbedaan umur yang sangat mencolok, mungkin beda umur hingga 10 tahun, antara mereka, tapi hal itu tak terlihat , bahkan sepintas mereka hampir seumuran. Apalagi penampilan Tito yang berkepala gundul.Dalam perbincangan ringan, Akhirnya, Tito bisa berkunjung ke lapas langsung. Beberapa pihak dari petugas kepolisian Semarang, memberikan ijin tersendiri.Dan indentitas Tito tersamar, yang tahu hanya Baskoro saja.Sebuah perbincangan serius terjadi, inilah yang Tito butuhkan bertahun-tahun.Siang ini, terlihat, Heri dan beberapa rekan kerjanya, membersihkan v
Mata Kartika membulat kaget atas laporan tentang Puspa dari Ci Amoy.[Ini, benarkan, Ci?][Gue nggak pernah bohong sama Lu, Kartika. entahlah dengan siapa anak lu bergaul. sampai bisa segitunya]Kartika terdiam dan menutup ponselnya."Laras, Mama mau ngomong. ini masalah Puspa, Bagaimanapun dia tetap anakku."Laras mendekati mamanya, malam ini Laras mencoba lebih memakai hati , saat tahu semua sepak terjang kakaknya yang sudah terlalu jauh."Mama harus pulang dulu.""Mah, apakah tak berbahaya?""Mama tak bersalah, mengapa harus takut, iya kan? Hamdan ...." Panggil Kartika pada Lelaki yang sedang bersantai menonton televisi."Iya, Bu, ada apa?""Aku ingin pulang, aku mau tengok anakku, apakah diijinkan?""Sebaiknya .....""Ah, pasti kau tak mengijinkan kan? aku naik kereta api saja. nanti dari stasiun kota biar di jemput sama Ci Amoy.'Laras memandang Hamdan."Bagaimana kak? mama udah serius begini ?""Besok malam saya antar ke stasiun , Bu.""Akhirnya, Hamdan memberikan ijin pada Kart
Kartika masih menangis tersedu-sedu, Ci Amoy sahabatnya, terus memeluk dan memberikan semangatnya."Sudahlah, gue tak menyalahkan elu, saat mendidik Puspa. memang sudah terjadi, ya terjadilah.""Aku sangat menyesal atas sikap dia." Kartika masih terisak. "Sungguh beda dengan Laras." Banding Kartika. Padahal dirinya sama sekali tak membedakan antara keduanya. Malah justru Kartika merasakan sikap yang terlalu memaksa pada Laras. Anak keduanya itu, selalu menuruti setiap kata dan nasehatnya, beda dengan Puspa, yang selalu saja menentangnya."Tunggu aku belum telepon Laras," "Apa! kau bilang Laras bersamamu?!" "Eh, bukan begitu, ah,aku jadi serba salah ...." Kartika serba salah atas semua ini.Ci Amoy memandang Kartika dengan heran."Ada yang elu sembunyikan dari gue, Kartika." kata Ci Amoy sambil terus menatap mata Kartika dalam-dalam.Wanita kurus itu pun mengembuskan napasnya."Baiklah, aku ceritakan semuanya, asal kau mau menjaga rahasia ini, dan jangan sampai bocor, apapun yang ter
"Aku mau, semuanya hancur! mereka tak peduli lagi padaku, aku cuma dijadikan budak uang mereka saja! tahu begini, aku tak perlu susah cari duit buat mereka!" Puspa masih uring-uringan, semua makian ditujukan pada Mama dan adiknya."Sungguh menyesal aku punya mereka! ahh!!" Wanita itu sudah mengebrak meja di depannya.Budi hanya melihat Puspa yang sedang dalam keadaan marah besar. Deni yang ada di depannya, mulai merespon."Lalu kau maunya apa, sayang?"Puspa terdiam, napasnya masih terlihat ngos-ngosan, "Aku ingin adikku celaka, dan mamaku jadi terluka, aku ingin mereka hilang dari hadapanku." Deni memandang Puspa sambil tersenyum miring."Kau belum tahu, siapa adikmu yang sebenarnya. dia akan menjadi sasaran dari bodyguard Papa."Perkataan, Deni membuat Puspa menatapnya tajam."Siapa dia sebenarnya?" tanya Puspa, dirinya teringat kata-kata Mamanya tentang adiknya ini, bahkan mencegahnya untuk berurusan dengan Laras. Deni, tak menjawab, "Kau akan tahu sendiri. Sekarang lakukan tugas
Kartika terdiam di sudut kota Semarang, dirinya tidak langsung pulang, tapi sejenak melawan perang dalam batinnya. Ia menyewa sebuah hotel, hanya untuk sekedar tidur semalam saja. Seharian wanita yang usianya semakin lanjut itu, hanya duduk dan memikirkan masalah hidupnya juga rencana-rencana baru selanjutnya.Beberapa berkas, sudah dia bawa, termasuk KTP milik Laras, dan semua ijasah sekolah anaknya tersebut, juga semua dokumen tentang dirinya.Kartika bukan wanita bodoh, sejak dirinya mengalami hal terburuk, semua harapannya hancur dan hilang. Kini, dirinya harus memulai dengan yang baru.Keadaan Puspa yang di luar kendalinya, menjadikan wanita itu semakin sedih. Pengusiran kali ini, sangat menggores hatinya, walaupun, Kartika bukan hanya satu kali ini di usir oleh Puspa. Kartika memandangi wajah dalam cermin hotel tersebut. Nampak, ada beberapa keriput di wajahnya terlihat. Dulu, wajah cantiknya selalu menjadi incaran setiap lelaki, dan akhirnya dimenangkan oleh bapak Puspa. Bany
Kartika sudah duduk tenang di sebuah kursi milik lapas Semarang. Dirinya hanya sekedar bertemu dengan lelaki itu. Walaupun ada emosi yang meluap bila teringat atas peristiwa yang menimpa dirinya.Tak lama, masuklah seorang lelaki, berbaju Koko, dan berpeci. Janggutnya ditumbuhi rambut tebal, Kartika sama sekali tak mengenali lelaki di depannya, begitu juga, Baskoro, tampak bingung pada wanita yang ada di depannya. Wanita dengan penutup kerudung, dan sebuah gamis panjang dengan warna senada.Mata mereka saling beradu. Sama-sama heran dan dalam kebingungan."Assallamu'allaikum. apa aku mengenal Anda?"Kartika terdiam, mendengar suara berat dari lelaki di depannya, masih teringat jelas suara itu adalah milik Baskoro, karena Kartika terus mengingat warna suaranya 20 tahun yang lalu.Kartika belum juga menjawab salam dari pria di depannya, ditariknya napas sedalam-dalamnya, rasanya dadanya begitu sesak. lalu,"Wallaikumsalam," balasnya lirih. Kini, gantian Baskoro yang kaget mendengar sua