Laras terus sibuk dengan dirinya sendiri, mencari info pada lobbi depan, dan tiga hari lagi sudah di minta untuk hadir bekerja. Laras pun pergi meninggalkan Rumah sakit, dia menuju taman kota, sambil membawa sebungkus es kirim, Laras ingin menikmati es krim sambil duduk di taman.Teringat dirinya dengan masa lalunya, masa kecil yang sama sekali tak mengenal sosok seorang Ayah, bila dirinya bertanya pada mamanya, selalu menjawab, ayah Laras sudah meninggal, bahkan Laras tak tahu nama ayahnya sendiri. Laras kecil, selalu mengikuti kemanapun mamanya pergi, bekerja ataupun ke rumah teman-teman mamanya, dirinya tak akrab dengan Puspa, karena kakaknya sama sekali tak mau bermain dengan Laras."Mah, Laras kangen, telepon ah," gumam Laras dan segera menghubungi mamanya. Tapi suara dering ponsel mamanya terdengar sangat dekat."Kau ini! Mama cari-cari, aku pikir kau ke cafe." celutuk Kartika dari belakang Laras "Mama!"Kartika segera duduk dekat anaknya. Laras langsung memeluk Kartika."Ngga
"Sialan!!"Lelaki yang kena tendang Laras, masih meringkuk di jok belakang mobil. "Apa perlu ke rumah sakit?""Nggak usah!!! Kurang ajar gadis itu!!" Sumpah serapah dari lelaki tersebut, masih merasakan sakit yang teramat sangat pada alat vitalnya.Kedua temannya malah tertawa ngakak, semakin panjang lah sumpah serapah dari lelaki yang malu karena kalah oleh tendangan gadis itu.Sementara itu, Kartika sudah berada di rumah judi lagi, kali ini dirinya tidak ikut bermain, Kartika sedang menangis!Ci Amoy, sedang memeluk pundak sahabatnya itu, dirinya pun paham atas kesedihan dan duka lara Kartika. Bagaimana hidupnya harus membawa Laras yang sangat memukul kehidupannya. "Sabar, Tika. Lu baru segitu hidup lu, lah gue, sampai tuek, anak semua pergi, laki gue juga pergi, aku tak punya siapa-siapa, hanya lu yang gue punya, tahu?" Ci Amoy, berkata sambil berlinang air mata."Katanya hanya aku yang kau punya, tapi kenapa aku selalu jadi sainganmu." Dalam isaknya Kartika bicara seraya mengusa
Matahari telah menyinari alam, terlihat embun sisa semalam di rerumputan. Terlihat Tommy, sedang berolah raga, celana trening dan kaus tanpa lengan, menjadi outfit favoritnya. Keringatnya sudah membasahi tubuhnya yang terlihat kekar, kulit putih dan mulus membuat siapa saja pasti akan melirik lelaki tampan blasteran Belanda - Indo ini.Napasnya terdengar semakin memburu, ini sudah ke empat kalinya, Tommy sudah memutari komplek perumahan.Tak jauh dari dirinya, tiba-tiba ekor mata Tommy, melihat sekelebat tubuh ramping sedang menggenjot sepedanya dengan santai. Tubuhnya yang langsing ditambah kaki yang jenjang bercelana pendek itu mencuri perhatian Tommy."Nice ..." gumamnya, melihat penampakan yang menarik hatinya.Saat wanita itu menengok Tommy, dan tersenyum. "Hai! kita jumpa lagi di sini.""Jumpa? kita pernah ketemu? di mana?" jawab Tommy bingung. Gadis cantik itu berhenti, dan menatap Tommy lekat-lekat."Aku yang menangkapmu, waktu kau duduk menikmati mie dalam sebuah cup.""What!
Kartika dan Ardi kaget saat tahu, Laras sudah ada di antara mereka.""Hai , kamu, kenapa. tahu mama di sini?" tanya Kartika khawatir Laras mendengar pembicaraan tadi."Lukman yang bilang,"Ardi memandang Lukman, ah, tentu saja, dia tak tahu apa-apa makanya memberitahukan ada Kartika di cafe.Ardi berganti memandang Laras, gadis yang sekarang lebih menguasai isi hatinya, di lemparnya senyum manis padanya."Mau apa kau kemari?" tanya Ardi."Ih, galak banget sih .... " Laras malah meledek Ardi dengan tatapan mautnya."Mama mau pergi saja, " Kartika tahu sinyal itu dari mereka."Mah ..." Ardi dan Laras bebarengan memanggil Kartika . Seketika Kartika menghentikan gerakannya dan memandang keduanya."Jangan begitu, mama mau ke rumah Ci Amoy.""Judi lagi, Mah?" sindir Laras."Sekarang mama bantuin, Ahok. lumayan. bisa untuk yang lainnya. mama sudah kurangi main mahyong. Laras ingat, jangan terlalu lama di sini. sebentar lagi Puspa pasti datang. aku tak mau kau bertengkar dengan kakakmu, paha
Setelah Laras menjauh dari cafe, sikapnya pun kembali seperti biasa lagi.Ridho memandang perubahan pada Laras."Kenapa nggak gandeng tanganku lagi?""Nggak lah, maaf ya, tadi aku bersikap seperti itu." "Oh, jadi cuma di depan mereka? siapa sih ?""Ah, sudahlah." Laras segera menuju parkiran dan hendak pergi."Tunggu, kau mau kemana? aku belum tanya padamu, apa jadi kerja di kantor temanku?" kalau jadi ayo, kita ke sana.""Nanti deh, saat ini aku mau ke rumah sakit dulu, ada pembagian seragam hari ini.""Jadi tawaranku ditolak nih?""Buat cadangan dulu, aku coba kerjaan yang ini dulu, maaf ya , Ridho.""Ya udah, nggak apa-apa sih," ucap lelaki itu sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Aku pergi dulu, ya, dah ..." pamit Laras, dan segera melajukan motor metiknya.Ridho, hanya mengangguk saja. Dalam batinnya, bagaimanapun, aku harus bisa taklukkan Laras. 'Gue, jatuh cinta sama lu, Ras' kata-kata itu selalu dalam pikirannya.***Ardi langsung melepaskan kausnya, tampak tubuh keka
Apa kabar dengan Baskoro?Heri dan beberapa rekan kerjanya, menyembunyikan Baskoro, tuan besarnya, di tempat yang tak semua orang tahu. Keadaannya masih belum stabil. Peluru yang hampir saja mengenai jantungnya. berakibat fatal, harus banyak masa pemulihan. Bahkan ada sebuah peluru yang menyerempet di bagian lehernya. Hal tersebut mengakibatkan Baskoro tak bisa lancar bersuara, pita suaranya terganggu. Pria gaek tersebut duduk di kursi roda, tubuhnya sedikit lebih kurus, wajah pasinya masih mendominasi.Baskoro hanya bisa mengangguk dan menggeleng saja. Semua dilaluinya dengan sabar. Walaupun ada rasa marah dalam dadanya. Mengetahui siapa pelaku dibalik semua ini.Heri sang pengawal setianya, berencana akan menyusup ke dalam vila milik tuannya tersebut. Keadaannya sudah agak redup, pasti penjagaan mereka sedikit kacau.Baskoro tak bisa lagi berkata-kata lagi, villanya sudah dikuasai seseorang, Baskoro tetap akan rebut kembali semua ini. Tak menyangka, sahabatnya sendiri yang merencan
Masih terus berusaha mengigit tali yang mengikat pergelangan kakinya. Laras mempunyai kaki yang lentur, pelan, kakinya bisa terlepas dari jeratan kakinya, berdiri pelan, dan mendekati lemari besi di sampingnya, lalu tangannya mulai menggesekkan tali pada pinggiran lemari besi tersebut. Terlihat tali itu semakin tipis, Laras terus berusaha agar tali itu terpotong.Pagi ini, nampaknya belum ada orang yang mengecek keadaan dirinya. Yes! akhirnya tali ikatan itu terkoyak juga. Pelan gadis itu berjalan ke arah pintu, menempelkan telinga pada daun pintu. Sepertinya tak ada suara apa pun. Laras terus memandang gudang pengap itu, mencari pijakan agar bisa mengintip dari sela ventilasi di atas pintu tersebut.Brak! suara itu justru dari luar gudang tempat Laras disekap.Laras, terdiam, membaca situasi yang ada, pelan tangannya meraih balok kayu yang tergeletak.Benar saja, ada langkah mendekati pintu, dan terdengar suara anak kunci berputar.Gadis itu bersembunyi di belakang pintu dalam hati wa
Puspa hanya bisa terdiam, kini dirinya merasa tertindas oleh rasa cinta semu. Lelaki di sebelahnya masih terap menatap ke depan tanpa ekspresi. Sebuah perjalanan yang jauh."Kau bisa tidur dulu, perjalanan ini sampai enam jam, paham? Kau tak bisa lagi pergi dariku." Deni berkata tanpa menatap Puspa.Enam jam? Puspa tak merespon semua kata-kata Deni.Kembali pada keadaan Laras, gadis itu kini berpindah posisi dalam sembunyi, banyaknya ruangan dalam rumah besar ini, membuat Laras, harus jeli dan waspada. Saat ini dirinya berada di sebuah ruangan yang cukup luas, Laras mengintai ruangan yang sepi, hanya ada beberapa meja dan unit komputer yang nampaknya tak terpakai. Lantainya pun terasa berdebu, Laras mendekati sebuah lemari, berisi banyak dokumen, Laras meraih kertas itu dan membaca sambil mengernyitkan dahinya. Karena berisi daftar nama saja. Laras meletakkan kembali kertas tadi, membuka pelan sebuah laci, dirinya mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk senjata. Tiba-tiba matanya m
Kali ini, cecunguk dari preman pasar itu membuat rencana yang sungguh buruk."Kita harus balas perbuatan ini, Sialan! aku dihinanya tanpa ampun!!""Benar , bos. mengapa kita nggak balas saja. lama-lama bikin enek tuh orang!"Bardi memukul meja di depannya. "Bawa perlengkapan, malam ini kita harus dapat apa yang kita mau! sepertinya banyak harta yang dia sembunyikan!""Siap bos!"Di malam itu, beberapa orang suruhan. Bardi termasuk dirinya masuk menyelinap ke dalam rumah Baskoro. Rumah yang tanpa penjaga itu, begitu gampang disantroni oleh kelompok Bardi yang kali ini membawa anak buahnya yang cukup banyak."Kau jaga bagian Utara, aku mau masuk dan mencari seseorang," bisik Bardi pelan pada anak buahnya. Mereka mengangguk pelan.Bardi mendekati kamar yang paling luas, di sana ada Kartika yang sedang tertidur pulas, tak menyadari kalau rumah besarnya sudah dalam kepungan kawanan perampok. Pelan Bardi masuk dan dengan insting malingnya sudah bisa menggasak beberapa uang dalam lemari.Sa
Deni menatap seorang wanita yang sedang berjalan menuju sebuah tempat, dia kenal betul dengan wanita itu, walaupun kini hanya berpakaian seadanya, tanpa ada riasan mikap yang tebal, pelan, Deni mengikuti wanita itu.Terus hingga pada ujung sebuah gang, wanita itu masuk ke dalamnya, rumah yang sangat sederhana, bahkan jauh dari kata sederhana tersebut.Saat wanita itu hendak membuka pintu reotnya, Deni memanggilnya."Mah .... mamah?!"Lastri mendengar suara itu, dan langsung berbalik badan, dilihatnya Deni dengan mata terbelalak. Penampilan Deni yang hampir saja ibunya tak mengenalinya."Siapa kamu?!' Lastri waspada."Mah, aku Deni mah." "Deni?! kau ..." Lastri terbengong melihat penampilan anaknya sekarang.Deni segera mendekati ibunya, dan memeluknya erat.Lastri sungguh shock menghadapi hal ini, mengapa disaat seperti ini dipertemukan lagi dengan anaknya, karena ulah Deni lah yang membuat dirinya dan suami harus kocar-kacir. "Kau ... bagaimana aku harus bersikap, aku membencimu ju
Deni mengikuti mobil yang membawa Puspa. Dirinya pun kaget dengan perubahan pada diri Puspa kekasihnya. Wajah dan tubuhnya sudah tak secantik dan seseksi dulu. Tapi Pri masih penasaran siapa yang membawa Puspa tersebut. Selama mengenal Puspa, hanya mendengar cerita dari Puspa saja tentang Mamanya yang dulu selalu meminta uang, sama sekali tak pernah bertemu dan mengenal mama dari kekasihnya ini.Pri mengendarai sebuah sepeda motor butut, dirinya berkali-kali kewalahan dalam mengejar laju mobil yang membawa Puspa. Sudah tiga kali Deni alias Pri harus berhenti untuk mengisi bensin, begitu juga motor yang selalu ngadat. Tapi lelaki itu tak menyerah, terus saja menguntit mobil tersebut. Bukan Deni bila hal lacak melacak saja tak bisa, walaupun kini dengan fasilitas seadanya, dia masih bisa mengejar mobil tersebut, walau terseok-seok. Roman-roman rute yang dilaluinya membuat dahinya berkerenyit? apakah ini menuju villa milik bos Baskoro? dugaan Pri tak salah lagi.Motor Pri mulai dat det d
Laras dan Ardi menceritakan keinginannya pada Heri, ajudan pribadi Baskoro yang sangat terpercaya. Dengan dibantiu Hamdan, mereka mempersiapkan semua keperluan pernikahan dari pendaftaran ke KUA, dan segala urusan.Baskoro dan Kartika mengurus rumah ngaji dengan sungguh-sungguh. Kini ijin dari sarana pendidikan ini pun sudah turun, dari RT dan kecamatan setempat, bahkan banyak warga yang tak mampu, menitipkan anaknya untuk menimba ilmu keagamaan di rumah ngaji. Baskoro pun merekrut beberapa guru agama dan beberapa guru dengan ilmu bidang pengetahuan yang lainnya.Kartika semakin memperhatikan keadaan Baskoro, rahasia kesehatan lelaki gaek itu kini menjadi tanggung jawabnya.Sejak kecelakaan yang mengakibatkan dirinya sakit berbulan-bulan, Baskoro di prediksikan oleh dokternya hanya punya kesempatan hidup beberapa bulan saja, klep jantung yang terpasang mulai bermasalah, napasnya gampang sesak, tubuhnya semakin melemah. Namun, keajaiban Tuhan memberikan pada Baskoro hingga dirinya masi
Kinasih mampu merekrut banyak pelanggannya lewat pijet plus-plusnya yang tak disengajanya. Dia kini bisa menghimpun banyak komunitas , banyak kenalan di tempat yang baru, identitasnya yang baru tak dikenal banyak orang. Dirinya kini dikenal dengan nama Lastri, janda tanpa anak yang masih menyiratkan kecantikannya walau dalam usia yang tak muda lagi."Saya ingin tahu, bang, memang villa itu milik siapa? tanya Lastri pura-pura tak tahu menahu tentang kepemilikan dari vila milk Baskoro tersebut."Itu dulu punya orang besar, yang katanya sekarang sudah insaf dan menjadikan villa itu jadi tempat ngaji.""Orang besar? pejabat kang? atau apa?""Kau banyak tanya sih!! yang aku tahu dulu dia punya banyak centeng yang bisa membungkam seluruh warga dengan uangnya paham!""Bungkam? untuk apa?" "Ya, untuk tidak membocorkan adanya vila tersebut. ah sudahlah , ayo pijat punggungku ini, jangan lupa pijat punya ku juga ya." jawil lelaki yang sudah bertelanjang dada itu pada dagu Lastri dengan manja.
Tangan Baskoro pelan mengusap rambut anaknya, Andai waktu bisa diputar pasti Baskoro akan mengambil Laras dari Kartika. Tapi semua sudah menjadi takdir yang kuasa. Juga Laras yang mencintai Ardi, dirinya sudah tak asing dengan lelaki macho itu, bahkan sudah pernah duel, jadi tahu kemampuan mading-masing. Kini Baskoro ingin menata hidupnya sebaik mungkin. Menjalin hubungan antara manusia sebaik mungkin, juga seimbang hubungan dengan sang maha pencipta."Ayah, apa sudah ayah pikirkan menikah dengan mama?"Baskoro mengangguk, "Aku butuh seseorang yang akan menjadi sahabat dan tumpuan anak perempuanku.""Jadi karena aku, bukan karena cinta?"Baskoro, mengangguk lagi," Aku sudah tua, tak butuh cinta di atas ranjang. begitu juga mama kamu, tak memikirkan hal berbau birahi."Laras memandang Ayahnya dengan tatapan syahdu."Mengapa kau tanyakan itu?'"Aku baru pertama mengenal ayah, yang aku tahu ayah adalah ....'"Preman? atau orang yang kejam? aku menyadari segalanya, saat nyawaku tinggal se
Laras langsung memeluk ibunya, derai air mata kesedihan juga kebahagian menjadi satu. Laras menceritakan semua tentang Puspa pada mamanya. Mamanya kaget, tak bisa dipungkiri dirinya tetaplah ibu kandung Puspa. Tak bisa dibendung lagi air matanya pun luruh."Antarkan Mama ke Puspa. Nak Ardi bisa kan?""Tapi Bu, aku-""Mungkin saat ini tak ada yang boleh menengok Bu," sela Hamdan."Memang kenapa?! aku ibunya! aku ingin melihat Puspa."Laras memegang erat tangan Mamanya. Laras tahu, dulu Mamanya paling sayang sekali dengan Puspa. hingga dirinya merasa tersisih dari Puspa .Laras berpindah memandang sang Ayah. lalu mendekat dan menyalaminya, ada rasa canggung pada dirinya karena tak pernah saling berkirim kabar ataupun bersama dalam keadaan seperti ini.Baskoro sebenarnya sangat merindukan anaknya ini, tanpa segan lagi Baskoro berkata, "bolehkah kau memelukmu, Nak?"Laras tersenyum dan langsung menghambur ke dalam pelukan ayah kandungnya tersebut."Ayahmu berubah hanya untuk kamu Laras. d
Kinasih menarik kopernya dan berjalan di belakang Kartika."Kau aku beri kesempatan hanya satu hari, besok kau pergilah dari vila ini." tutur Kartika dengan pelan. Tak bisa dibayangkan bagaimana tadi wajah Baskoro yang penuh amarah karena Kartika mengijinkan wanita ini untuk menginap satu hari saja.Bagaimana kabar Laras?Kali ini Laras terlihat sedang duduk di depan komputer."Lihat kau bisa tekan ini, dan lihat rute yang muncul. bila titik merah ini berjalan artinya kami sedang mendekati target, pantau terus, bisa?""Bisa," jawab Laras sambil mengangguk."Kau akan ditemani Angel di sini."Tommy dan yang lainnya mulai bersiap penggrebekan atas seseorang gembong narkotika.Sementara itu, seorang wanita terbaring dalam keadaan berdarah, siapa lagi kalau bukan Puspa. Dia menjadi korban dari perkelahian antar geng dalam sel wanita.Apakah Puspa sudah meninggal? tangannya terlihat terikat rantai borgol yang tersematkan pada sandaran ranjang tersebut.Puspa amatlah licik. entah disengaja a
Dalam perjalanan menuju kampungnya, Kinasih masih dalam kepiluan. Rasa malunya ini tak tahu bagaimana cara mengatasinya.Tiba-tiba, dirinya langsung minta berhenti pada sang sopir."Aku minta berhenti di sini saja. aku akan ke tempat kenalanku." "Apa benar di sini? ""Iya benar. menepikan. aku akan berjalan saja. nanti juga sampai di villanya."Mobil tersebutpun berhenti di pinggir jalan. Kinasih turun dan sambil menenteng koper dan tasnya, dirinya dengan percaya diri berjalan beberapa meter lagi akan sampai pada sebuah villa milik Baskoro! ada hubungan apa? istri sahabatnya malah mendatangi Baskoro!Kartika masih berada di boncengan motor Baskoro, dirinya diajaknya keliling kampung, padahal setahu Kartika jalanan sekitar villa tampak lengang dan sepi tak terlihat banyak rumah penduduk, tapi ternyata setelah hutan ada sebuah kampung bahkan kini Kartika sudah berhenti di sebuah pasar."Turunlah, kau mau beli apa?""Maksudmu?"Baskoro mengeluarkan beberapa lembar uangnya dan diberikan