Share

Hari sial

Author: ViRuz04
last update Last Updated: 2021-07-04 16:43:42

Wajah tampan Ares sedang berbinar senang. Telepon genggam masih menempel di telinga. Seseorang memberi kabar baik sampai si Tampan terus menyungging senyum menawan.

"Wow, lebih cepat dari dugaan aku," kata papa tampan memberi pujian pada sahabatnya.

"Pastikan dia mau datang," tetap memberi perintah mutlak tak terbantah.

"Yeah, aku tunggu kabar baik darimu."

Kira-kira seperti itu percakapan telepon antara Scott dan Ares. Papa tampan kembali menatap laptop.

"Ares,"

Baru saja panggilan telepon terputus. Panggilan suara lembut malaikat tak bersayap mengusik gendang telinga. Pintu ruang kerja Ares terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Menampilkan sosok sang Ibu menggendong Prime dengan dot karet menempel pada mulut bocah laki-laki itu.

"Ada apa, Bu?" Ares mengalihkan fokus dari laptop di atas meja, menatap sang ibu.

"Aku minta izin padamu, membawa Prime ikut bersamaku besok." 

Terry duduk di sofa putih ruang kerja. Memangku Prime memberi bocah laki-laki itu mainan untuk digenggam.

Kedua tangan Ares bertaut di atas perut. Menyandarkan punggung pada kursi abu-abu sebelum bertanya. "Ibu mau pergi ke mana?" menggerakkan kursi seirama gerak tubuh.

Tangan Terry sibuk dengan tingkah Prime yang tak mau diam. "Rahasia," sahutnya acuh.

"Kalau begitu, aku tidak bisa memberi izin." 

Ares menjawab pelan dan tegas maniknya bergulir fokus pada laptop.

Satu sudut bibir atas Terry terangkat. "Cih, menyebalkan sekali papamu," cibir sang Ibu dan Ares tampak tak peduli. 

"Besok ibu dan beberapa teman yang sudah memiliki cucu ingin pergi ke taman hiburan. Ayolah, Prime juga butuh hiburan. Cucu kesayangan ibu bisa tua di rumah karena kamu selalu mengurungnya."

Fokus Ares tetap pada laptop. Tidak lama melirik sang Ibu lalu manik hitam Ares bergulir pada putra kesayangan. Ares mendesah, yang dikatakan sang Ibu benar. Ia selalu sibuk dengan pekerjaan. Jarang sekali membawa Prime pergi jalan-jalan.

"Ya," balasan singkat padat dari Ares sudah cukup membuat Terry tersenyum senang. Tak masalah yang terpenting ia sudah memiliki izin.

"Pulang jangan terlalu sore, anakku butuh istirahat."

Ares mengingatkan sang ibu.

Terry merotasi bola mata jengah. Dirinya seperti anak kecil yang harus diperingati karena main tidak kenal waktu serta pulang ke rumah selalu terlambat.

"Nee," sahutnya meledek.

Ares mengerut alis cukup dalam. "Apa itu, nee?" mengikuti intonasi mengejek sang Ibu.

Terry terkekeh. Membawa sang Cucu kesayangan dalam dekapan kemudian berdiri. "Hah, kamu memang payah, itu bahasa Korea, seluruh dunia sedang tergila-gila pada negeri ginseng."

Terry memberi jeda sesaat. "Kamu tahu di sana ternyata ada banyak pria-pria yang sangat tampan."

Berlaku centil layaknya gadis remaja berusia belasan tahun, sangat labil.

Kepala Ares mundur sedikit lalu menggeleng. "Ibu kira aku gay!" mencebik sangat dongkol, ada saja tingkah sang Ibu.

Terry justru tertawa keras mendengar gerutu dari Ares.

"Aku rasa kalau ayah tahu sifat labil ibu, seluruh akses ibu akan dicabut."

Sang ibu lagi-lagi tertawa kencang putra tampan kesayangan mencoba memperingati. Mengingat sifat over cemburu James sang Suami.

"Tak perlu khawatir suamiku sudah tahu. Pria tua itu bahkan mengancam  membuang televisi di rumah, dan aku tidak boleh memiliki ponsel."

Ares menghembus napas singkat lalu menggeleng. "Yang ibu sebut pria tua itu suamimu," balas papa tampan kalem.

Terry tampak acuh,  jalan mendekat pada Ares. Berdiri tepat di depan meja ia sedikit menundukkan tubuh. "Aku bilang pada ayahmu. Jika sampai melakukan hal tersebut, aku tidak akan memberinya jatah sampai semua akses milikku kembali."

Ya Tuhan istri laknat.

Ares mendengus tipis. "Lalu?" kedua alis papa Tampan terangkat, ia penasaran.

Tubuh Terry kembali lurus sigap. "Tentu saja ayahmu cemberut. Bagaimanapun semua pria memiliki  gairah tinggi, mereka butuh hal berbau biologis.

Manik Terry tertarik ke sudut mengerling jahil menyidik putra semata wayang lantas mengulas senyum sebelum melanjutkan bicara.  "Tak seperti putraku bernama Ares. Pria dewasa itu sangat aneh. Aku pastikan si Ares membuang cairan biologis ke saluran kamar mandi.

Terry mencibir juga merasa menang melihat raut masam sang putra. Oh, putranya sangat menggemaskan.

Ucapan sang Ibu membuat Ares tersedak liur sendiri. Batuk-batuk memukul dada sendiri, membuang tatap ke segala arah serta salah tingkah. Terry tertawa geli mendapati putra kesayangan gugup tersiksa.

"Ouh ... ouh, aku benar, 'kan? Hahaha...."

Melangkah keluar ruang kerja dengan tawa puas.

Pintu ruang kerja pribadi Ares tertutup sempurna, batuk papa tampan pun telah reda. Jari telunjuknya meraih kuping cangkir hitam berisi cairan mocca kesukaan, mencium pinggir cangkir Ares menyesap isinya. Bunyi dua benda terbuat dari kaca memecah hening dalam ruang kerja. Ares memijat dahi, seketika merasa pusing gara-gara ucapan sang Ibu.

Tentu saja pusing. Percayalah Ares pria normal sesekali menonton film dewasa, tanpa melihat adegan panas hot pop, hasrat seorang pria pasti terpancing. Semisal kala mata liar mereka melihat pakaian minim para pegawai atau gaun kurang bahan membelah dada atau paha saat dalam pesta sudah cukup membuat darah mereka bergolak.

Oh, shit!

Ares mengerang frustrasi. Pekerjaan masih menumpuk. Gairahnya tiba-tiba melonjak tak tahu diri. Papa tampan menutup mata. Menetralisir desir geli dalam darah. Nihil, desir asing menggelitik semakin naik merambat dalam otak. Memproduksi bayangan nakal dan tak mau berhenti. Ares mengerang kesal, dirinya panas. Beranjak dari ruang kerja langsung naik ke lantai atas menuju kamar.

Melihat sang Putra keluar dari ruang kerja Terry mencoba memanggil, "Ares ...."

Terry mengerjab, menatap punggung sang Putra bingung karena Ares  terlihat sangat terburu-buru. Wanita paruh baya itu berpikir mungkin ada dokumen tertinggal dalam kamar. Memilih tak peduli, Terry membawa cucu kesayangan masuk ke dalam kamar untuk minum susu dan tidur.

Jangan tanya Ares mau apa?!

🌟🌟🌟

Seseorang bisa bertahan dalam kesempatan. Jika luang itu nyata jangan biarkan kosong. Hari-hari milikmu mungkin terisi rasa sakit. Bangkitlah dan percaya bahagia masih ada menunggu kehadiran dirimu di lain tempat.

Sepenggal kalimat penyemangat diri, Cherry tulis sebelum  beranjak dari kamar. Hari sabtu masih pukul 05.08 am. Gadis manis itu terbiasa bangun pagi, menyiapkan hidangan untuk sarapan keluarga serta merapikan rumah. Bukan karena kekurangan maid. Ia dipaksa tapi tidak juga terpaksa, bukan begitu, hanya saja gadis manis senang bisa membantu, terlebih Cherry telah terbiasa saat kost dulu semua serba dilakukan sendiri.

Rumah mewah peninggalan sang Ayah terlihat dari luar bagai sangkar emas. Bagi Cherry sebutan tersebut lebih cocok untuk seorang putri manis yang mendapat kasih sayang dan perhatian melimpah.

Well, sebagai contoh nyata adalah adik perempuannya Early. Gadis cantik penuh keberuntungan sejak lahir karena telah mendapat kasih sayang utuh dari kedua orang tua. Early tidak sendiri ada satu lagi adik laki-laki kembarannya. Leon adik laki-laki yang sangat menghormati juga menyayangi Cherry.

Sang Ibu kerap kali berlaku culas pada Cherry. Wanita paruh baya itu tidak memberi hak Cherry jika tak ada sang Ayah. Kasih sayang selalu wanita itu curahkan selagi sang Ayah berada di rumah. Cherry sendiri harus tahu dan paham posisinya.

Apa yang bisa dipahami anak kecil? Saat diberi hadiah sebuah kalimat menusuk seperti kutukan tepat di telinga. 

Jadi apalagi yang harus Cherry kecil lakukan saat suara rendah sang Ibu terdengar sebagai ancaman dan membuatnya seluruh aliran dalam darahnya membeku. Siapapun gadis kecil itu pasti akan langsung diam, duduk dan tak banyak bicara. Hah, sudahlah semua sudah berlalu. Mengingatnya hanya menambah sesak serta mengiris hati.

Cherry merapikan meja makan. Lengkap dengan menu sehat juga buah segar.

"Pagi kak!" sapa Leon mencium pipi kiri Cherry.

Cherry terkejut, memukul main-main bahu sang adik. "Jangan seperti itu terutama depan umum, orang mengira aku berpacaran denganmu!" ujarnya melempar kalimat sebal.

Leon terkekeh. "Itu bagus, tidak ada yang bisa menyakiti kakakku." 

Cherry justru meringis. Adik macam apa dia? "Oh, bagus dan aku tidak laku alias jadi perawan tua." Cherry berdecak pinggang kemudian memasang raut kesal.

"Ada aku, kakak bisa jadi yang kedua," sahut si Adik tanpa merasa bersalah terus menggoda Cherry.

"Hah, jadi benar gosip yang aku dengar! Otak adikku terbawa air laut." Cherry menggeleng kepala pias.

Leon hanya tertawa. Ia memang sangat menyayangi kakak pertama. Perlakuan Leon pada Early berbeda, si aAik tampan tidak pernah sedekat itu untuk mencurahkan kasih sayang pada Early. Berbeda jika dengan Cherry, laki-laki remaja itu akan terbuka bahkan tentang masalah percintaannya.

"Hidangan sudah matang, kamu ingin sarapan?"

Leon menggeleng, "Berikan aku susu itu," iris hitam Leon melirik pada susu di atas meja makan. Cherry memberi segelas susu pada Leon, langsung dihabiskan menit itu juga.

"Aku mau latihan otot dulu," kata si Adik tampan selanjutnya berpamitan padanya.

Jari Cherry membentuk kata oke. Setelahnya Leon melangkah menjauh, belok ke arah ruang latihan kemudian memutar musik keras.

Cherry berlalu dari ruang makan. Ia masuk ke dapur, minum air putih melepas dahaga.

"Nona, anda tidak perlu lakukan ini setiap hari. Nyonya besar selalu bangun siang, beliau tidak akan tahu."

Seorang maid tiba-tiba mendekat juga memasang wajah muram.

Gelas dari tangan Cherry berpindah ke atas meja dapur. Gadis manis ramah memberi senyum, "Badanku bisa pegal-pegal jika tidak gerak. Terima kasih sudah peduli padaku."

Maid itu menunduk sedih. "Saya tidak bisa melihat Nona terus diperlakukan tak adil."

Cherry menepuk pundak maid. "Tidak juga, semua karena keinginan aku sendiri."

"Kalian terlihat akrab," suara lain di balik punggung mereka.

Terkekeh geli sangat mengejek sebelum kembali bersuara, "Hah, kalian memang cocok, derajat pembantu tempat kalian ya ... di sini!" seruan hina itu dari sang Adik perempuan pada pagi ini.

Cherry mengerut dahi dalam. Kalimat itu sangat tidak pantas dilontarkan oleh seorang yang duduk di bangku mahal. Cherry menarik napas menetralkan emosi. "Semua manusia tercipta dengan takdir yang telah ditentukan. Jika kamu merasa tinggi sebaiknya jaga lidah jangan memberi luka di hati orang lain."

Kalimat panjang Cherry mengalun tenang.

Early mengepalkan tangan tidak suka mendengar kalimat Cherry. Wajahnya merah, menahan malu merasa di bantah juga di permalukan oleh kakak tak berguna.

"Jangan mengajari aku tentang sikap. Seolah-olah kamu adalah contoh putri idaman."

Senyum Cherry mengembang. "Lalu kamu sendiri? Berkaca sebelum bicara atau kamu akan tersungkur dan menjilat liur yang sudah kamu buang."

Early semakin berang lantas maju menampar kuat pipi Cherry. Jari telunjuk si Adik mengacung memperingati.

"Kamu tidak berhak mengajariku juga membantahku, jalang sialan!"

Hati Cherry berdenyut nyeri. Cherry tak menyangka Early mengatakan hal hina untuknya. Menekan rahang kuat, Cherry mengepalkan tangan, hendak membela diri.

"Jaga lidahmu," Cherry mendorong dada Early sampai bokong adik perempuannya mencium marmer dingin.

Kejadian itu seharusnya lambat, namun kali ini waktu tak tepat. Kesialan lagi-lagi menyapa. Pada saat yang sama sang Ibu baru saja datang dibuat terkejut melihat kejadian secara sepihak seolah putri kesayangan tersakiti. "Anak kurang ajar," teriak Merlin sangat emosi.

Menampar cukup keras sampai sudut bibir Cherry sedikit berdarah.

"Aku sudah baik hati menerima anak tak tahu diri sepertimu dan ini balasan dari kamu. Dasar jalang!"

Jalang.

Pipi Cherry semakin pedih tertampar dua kali, bukan hanya pipi. Hati gadis manis seolah tertusuk belati tumpul membuatany kesulitan bernapas dan sakit. Air mata tidak lagi dapat ia tahan. Bukan karena perlakuan kasar yang ia terima. Lebih pada kata kasar tak bermoral menghancurkan harga diri Cherry.

Apa salahku sampai ibu juga memberi julukan hina itu?

"Dengar jalang sialan," desis Merlin penuh kemarahan. "Kemas semua barang-barang milikmu. Pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali."

"I-bu ...."

"PERGI!" bentak Merlin sangat murka.

Belum juga selesai kalimat Cherry, suara sang ibu kembali terdengar lantang.

Gadis itu tersentak, mencoba meraih tangan sang Ibu namun sia-sia, Merlin membantu Early pergi dari sana, memberi usapan penuh kasih sayang pada Surai panjang putri kesayangan. Adegan manis itu menambah getir pada hati Cherry semakin mendalam. Ia yang tersakiti di sini, batinnya tidak terima.

"Non ...."

"Aku ...,"

Cherry menggantung kalimat mendapati maid di sana ikut menangis, "Terima kasih, sudah perhatian padaku. Jaga dirimu baik-baik. Aku pergi."

Memberi pelukan hangat sebelum akhirnya melepaskan, berlalu dari sana karena harus menyiapkan diri untuk angkat kaki.

🌟🌟🌟

Langkah kecil membawa sang Pemilik kaki berjalan tak tentu arah. Koper hitam besar berserta tas kecil setia menemani perjalanan menyedihkan gadis manis hari ini. Isi kepala gadis manis masih tampak samar. Tak bisa berpikir jernih. Tatapan Cherry kosong penuh isyarat luka pada jalan sedikit ramai sisi kota.

"Hari yang sepi," gumamnya melihat jalanan besar tidak seramai hari biasanya. "Aneh sekali," tambahnya membuyarkan lamunan. Cherry angkat bahu acuh, kembali mengayun kaki tanpa tujuan.

Gadis manis menarik napas dalam. Menghembuskan karbondioksida perlahan. Sesaat kala sesak hadir tanpa tahu waktu. Aku harus kuat bisik Cherry dalam hati.

Tak boleh ada tangis, tak boleh ada air mata. Jika itu terjadi dirinya akan malu. Ditatap aneh oleh orang-orang sekitar pasti sangat tidak nyaman.

Cherry menarik dua sudut bibir mengukir senyum indah tercetak di wajah ayu miliknya. 

Hebat, bukan?

Cherry merasa bagai Candala yang tidak akan ada akhir. Yah, istilah itu sangat pantas untuk keadaannya saat ini. Gambaran kondisi seseorang di mana merasa sangat rendah.

Langkah Cherry kembali terhenti. Berteduh di bawah pohon tidak begitu besar. Tangan kecilnya merogoh kantong blazer hitam panjang. Mengeluarkan ponsel, dan ia harus kalah saat setitik air bening menetes basahi pipi, tidak kurang dari enam puluh delapan panggilan telepon tidak terjawab tertera pada layar.

Siapa yang peduli padanya?

Tentu saja, adik bontot nan tampan Leon. Satu jam setelah dirinya keluar rumah nomor Leon selalu muncul pada layar ponsel, bukan niat hati mengabaikan sang Adik. Justru Cherry sedang menyelamatkan adik laki-lakinya. Cherry sangat mengerti sifat buruk sang Ibu dan dirinya tidak ingin melibatkan sang Adik. Menyeret Leon masuk ke dalam daftar kebencian sang Ibu. Cherry tidak mau lakukan hal tersebut.

Kepala gadis manis menengadah, mendapati langit semakin gelap dan Cherry belum mendapatkan tempat sewa untuk berteduh. Beberapa tempat Cherry datangi, semua harga telah naik dan sangat mahal. Tabungan Cherry tidak cukup untuk menyewa tempat tersebut baik secara bulanan apalagi tahunan, sangat jauh dari kata cukup.

"Ya Tuhan," Cherry memekik terkejut sampai menyentuh dada yang kini berdebar kencang.

Guntur di langit sangat keras. Cherry kembali memandang ke atas sana warna hitam abu-abu semakin tak bersahabat.

"Gelap sekali!" gumamnya rendah.

Memaksa langkah  gadis manis terburu-buru menyeret koper besar mencari tempat berlindung. Kaki Cherry terus melangkah gelisah. Manik cokelat indah Cherry mengedar meraih segala arah. Ia menemukannya, di seberang sana. Sebuah toko dengan sebuah gantungan kata closed juga bangku kayu cukup untuk dua orang.

Hujan deras seketika turun tanpa adanya gerimis. Cherry berlari cepat menutupi kepala dengan telapak tangan. Menyeberang hati-hati mengingat jalanan cukup luas. Sampai depan toko napasnya tersengal berat. Meneguk liur kering menepuk celana serta baju sudah sangat basah, juga meremas rambut hitam panjang telah lepek. Tangan Cherry menarik koper sampai merapat dekat dinding bangunan toko. Tangan Cherry merapatkan blazer pada tubuh. Duduk pada bangku kayu, Cherry berharap hujan segera reda.

Related chapters

  • Involved Love   Hujan

    Tiga jam berlalu. Hujan tak kunjung reda. Gigi gadis manis saling bergemeletuk, kakinya gemetar tidak bisa diam. Tangan mungil gadis itu coba merapatkan blazer basah kuat-kuat pada tubuh. Cherry mencoba hangatkan diri disela-sela kekuatan tersisa dengan wajah telah pucat pasi serta bibir bergetar nyaris membiru. "Ya Tuhan, dingin sekali," cicit Cherry merasakan tubuhnya hampir membeku, uap dingin pun menyembur dari celah bibir. Angin kencang, hujan serta suara petir mewarnai langit. Punggung Cherry bersandar, "Kapan hujan ini akan reda?" suara gadis manis putus-putus, bermonolog sendiri. Menyorot pada area jalan sekitar terlihat beberapa mobil melintas. Sadar sesuatu Cherry merogoh kantong blazer keluarkan telepon genggam. "Yah, hmm ...," lirih gadis manis menemukan layar ponsel tampak berembun dan mati. Ibu jari Cherry menekan-nekan tombol power. Berharap ponsel miliknya masih bisa diselamatkan. "Hah,

    Last Updated : 2021-07-06
  • Involved Love   Gelisah

    Sabtu kelabu. Yah, setidaknya kata itu pantas disematkan untuk Ares si pria tampan, rupawan, menawan dan oh—kasihan. Lihat saja betapa kacau wajah pria tampan itu. Duduk di kursi putih dalam kamar, dengan kedua tangan terjalin menempel di atas perut. Kepalanya bersandar pada punggung bangku, ia menatap langit-langit kamar. Hati papa tampan di gulung awan mendung. Seperti cuaca di langit hari ini gelap cenderung abu-abu namun tak basah, kering merana. Isi kepala papa tampan masih terus mengulang kejadian beberapa saat lalu tanpa bisa menghindar. Berputar ke waktu lalu lebih lama lagi, ia mengingat ucapan Tante Merlin mengenai tunangan si gadis. Benarkah gadis itu telah bertunangan? "Shit," tiba-tiba Ares mengerang kesal. Papa tampan memaki, tanpa sebab—tanpa alasan berarti. Kepala Ares menunduk, mengepalkan tangan kemudian menutup mata menetralisir emosi yang sedang bergolak ingin meledak. Helaan napas panjang (lagi) berat ratusan kali terdengar, mengisi ruang luas nan rapi. Getar

    Last Updated : 2021-07-08
  • Involved Love   Hope

    Cherry baru saja selesai membersihkan diri dari debu dan keringat setelah seharian ia berjalan mencari pekerjaan. Menutup pintu kamar mandi, tangan gadis itu sibuk mengusap-usap keringkan rambut basah dengan handuk kecil. Si manis melangkah, berdiri depan meja hitam kecil, ia membuka tas lalu meraih ponsel. Ada tiga panggilan tak terjawab dari si adik. Cherry mengulum senyum kecil, ibu jarinya menari cepat pada layar ponsel. Ia mengirim pesan, memberi kabar pada Leon kalau ia sudah sampai di apartemen. Menaruh ponsel, iris cantik Cherry tak sengaja melirik pada sebuah kartu nama dalam tas. Tangan Cherry bergerak ambil kartu dari dalam tas. Isi kepala si gadis mengingat ulang kejadian beberapa waktu lalu. Matahari telah tinggi bersinar sangat terik menyengat kulit, tak menyurutkan semangat si gadis untuk mencari kerja. Cherry berjalan melewati beberapa barisan toko dan cafe. Si gadis melangkah santai, sesekali melirik juga membaca papan tertulis depan toko atau cafe di sana. Yah, haru

    Last Updated : 2021-07-09
  • Involved Love   Dewi Fortuna

    Cherry menarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Mengayun kaki masuk ke dalam gedung perusahaan penuh percaya diri. Manik cokelat cherry berpendar kagum, perusahaan ini tak jauh beda dari milik mendiang sang ayah. Cherry menghela napas kecil ini memang sudah takdirnya. Tak bisa bekerja di perusahaan sang ayah, walau sekadar menjadi buruh upah harian. Sudahlah bukan berarti ia putus asa. "Semangat Cherry kamu pasti bisa. Yah, semangat." Cherry mengepalkan tangan ke udara. Berdeham saat beberapa mata tertuju padanya. Semakin dekat meja resepsionis, jantung gadis manis semakin berdegub keras. "Permisi," sapa Cherry pada wanita cantik di balik meja resepsionis yang diharuskan ramah pada setiap tamu. Wanita itu berdiri lalu mengulum senyum tipis menyambut ramah. "Ada yang bisa saya bantu?" "Kemarin aku dapat info kalau di perusahaan ini sedang buka lowongan pekerjaan. Aku datang untuk melamar," ucap Cherry halus. Resepsionis mengerut dahi dalam, lantaran bingung. "Maaf n

    Last Updated : 2021-07-13
  • Involved Love   Nomor telepon

    "Oh, shit!" Early menggerutu kesal. Ares selalu mengabaikan panggilan telepon darinya. "Are you oke?" tanya Nella menyorot kamera pada Early. Early berpaling menatap sahabat disampingnya sedang menyeruput jus pome kesukaan dengan satu tangan menyiku di atas meja, memegang kamera. "Yeah," sahut Early menghembus napas kecil. "Sungguh?" tanyanya lagi melihat raut suram temannya. Early meraih sedotan meminum milkshake strawberry. "Yep, i'm oke," jawab Early lemah. "Woo ... tapi aku tidak yakin. Sangat jelas terjadi sesuatu padamu?" cecar Lina sahabat Early satu lagi. "Apa maksudmu?" Early memasang wajah pura-pura bingung, masih tidak ingin bicara. Nella menghembus napas. Menaruh kamera aktif di atas meja. Meraih satu spring roll keju ia asyik mengunyah dan menyimak percakapan kedua temannya. "Kamu menghubungi seseorang lebih dari tiga puluh menit yang lalu dengan menggigit ujung kuku. Dari gelagat kamu saja sudah sangat terlihat kalau kamu ingin sekali bicara dengan seseorang di se

    Last Updated : 2021-07-19
  • Involved Love   Satu ranjang

    Cherry mendesah gemas, duduk manis di sofa putih. Manik cokelat si gadis menjangkau ruang luas tak kalah dari ruang kantor lantai 20 gedung tempatnya bekerja. Bersih dan sangat nyaman. Ruang kerja seorang pebisnis muda. Manik indah si gadis manis mengamati seluruh ruang. Wow... apa itu! Cherry mengerjab sesuatu yang mencolok mata. Sebuah pigura berukuran ekstra besar berlapis emas dengan foto si pemilik ruangan. Wah, apa itu emas murni? Selera pria ini memang tidak main-main. Dari sekian banyak barang di sana, ada satu hal yang menarik perhatian si gadis. Sebuah foto anak bayi terpanjang mungkin usianya berkisar satu tahun lebih. Putranya tampan, Cherry mengagumi. Eh, di mana foto istrinya? Aneh hanya ada foto si bos dan putranya. Cherry penasaran melihat ada dua pigura di atas meja kerja si bos. Mungkin saja itu foto pernikahan. Kenapa tidak dipajang dengan pigura besar seperti foto pria itu? Menggeleng kepala Cherry membuang jauh-jauh

    Last Updated : 2021-07-29
  • Involved Love   Rasanya aneh

    Status nenek tidak mengubah gaya penampilan modis Terry. Wanita berumur 51 tahun tersebut sangat mengikuti trend mode kekinian. Tak jarang banyak wanita paruh baya seusianya mengikuti gaya berpakaian Terry. Modis, dinamis dan sederhana. Hampir semua warna telah di-mix olehnya. Tak salah jika beberapa perancang busana pernah meminta saran dari Terry untuk keluaran koleksi baru mereka. Yah, Terry sang mantan model sangat berbakat dan terkenal pada masanya. Terry sempat menjadi pusat perhatian, dipuja-puja banyak kalangan terutama kaum pria. Banyak pihak kecewa lantaran Terry memutuskan pensiun dari dunia meliukkan tubuh di atas panggung setelah James Allan pria yang berhasil merebut hati Terry dan menjadikannya istri idaman. Memiliki seorang putra bernama Ares Allan dan kini kebahagiaan keluarga James dan Terry bertambah sejak mereka mempunyai seorang cucu. "Morning," James datang dari belakang memberi kecup sayang pada pipi istri tercinta

    Last Updated : 2021-08-01
  • Involved Love   Tertangkap basah

    "Aku pilih ini!" Early menunjuk satu set perhiasan terbaru bermata Ruby lantas menoleh pada Merlin sedang memilih kalung berlian. "Yang mana, Bu?" tanya Early. Merlin mendesah, semua deretan kalung berlian depan mata terlihat sangat indah. "Biar aku pilihkan," kata Early mengamati tiga kalung yang telah dipilih sang Ibu. "Ini saja terlihat mewah." "Ah iya, bungkus yang ini! Pilihan putriku memang selalu tepat." Puji Merlin, Early selalu senang mendapat pujian. Pelayan toko tersenyum ramah. Membungkus dengan kotak cantik khas toko perhiasan tersebut lalu memasukannya ke dalam paper bag. Merlin memberi kartu hitam, setelah membayar mereka bergegas keluar dari sana. "Bu," panggil Early manja. "Ada apa, Sayang? Ada yang ingin kau beli lagi?" tanya Merlin berhenti melangkah menatap putri tercinta. Early menggeleng, "Aku...." Early sengaja menggantung kalimat. Manik hijau gadis itu mengamati kead

    Last Updated : 2021-08-02

Latest chapter

  • Involved Love   Epilog

    Lantas kala kebahagiaan mengalir deras mampu menampilkan senyum dalam arti sesungguhnya. Cherry tidak lagi merasa sendiri ataupun kesepian jika ia berada di tengah keluarga. Cherry bisa merasakan cinta serta kasih sayang tulus dari kedua mertua, Lina juga lainnya. Seiring waktu bergulir kegiatan Cherry semakin bertambah, selain menjadi ibu rumah tangga, Cherry disibukkan sebuah bisnis kosmetik dengan Brand 'Queen Cherry' dan telah tersebar di beberapa negara. Sedikit cerita, dua Minggu setelah menikah Cherry meminta izin pada Ares untuk pergi ke Miami dengan alasan ia masih memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa produk iklan serta ada satu dari perusahaan ternama. Cherry tahu konsekuensi yang ia dapat pasti akan sangat merugikan, juga harus membayar ganti rugi. Terlebih sepengetahuan Cherry anak magang ataupun model yang telah menandatangani kontrak tidak boleh menikah sampai batas waktu yang ditent

  • Involved Love   Tuntas

    Suara tawa renyah Prime mengudara lantas menjerit kuat saat manik anak laki-laki itu melihat mommy Cherry berdiri di ujung tangga. "Mommy, I miss you," kata bocah laki-laki itu berjalan setengah berlari dikuti Rira dari belakang yang tampak ketakutan kalau Prime akan terjatuh. "Oh, ya Tuhan, hati-hati!" Kekehan kecil Cherry terdengar berselisih dengan rasa khawatir saat ia menyambut suara serta tingkah lucu Prime, membawa anak laki-laki itu ke dalam dekapan. "Me too, handsome," Cherry menoel hidung kecil Prime dan bocah itu tertawa riang. Ares tersenyum menawan, mencium gemas pipi Prime sebelum mengeluarkan protes. "Sama Daddy tidak rindu, ya?" Lucunya Prime menggeleng lantas menjawab dengan suara belepotan ala-ala anak seusianya. "I'm not miss you," Ares menutup wajah berpura-pura menangis sedih. Prime yang kala itu dalam gendongan Cherry mencoba meraih jari besar Ares bermaksud menjauh tangan besar itu dari

  • Involved Love   Euforia

    Kalian pasti mengenal kata euforia, bukan?! Salah satu aksen wujud nyata sebuah kegembiraan tak terbatas, bersemangat, bergairah dan ... ah, tentu saja sangat intens. Kali ini euforia datang secara mendadak kelewat serius sampai si Pemilik ikatan dibuat canggung serta linglung. Kebahagiaan dari komitmen lembaran baru singgah menyapa Ares Allan yang berhasil memberi gelar gadis pujaan bernama Qyana Thomas sebagai istri sah miliknya, memberi warna juga bentuk lain memaknai kisah mereka di atas kanvas bernama takdir yang mengharukan. Detik menjelang kebahagiaan lidah Ares nyaris terkilir melecut kata penolakan. Sungguh papa tampan merasa bersyukur mampu mengendalikan diri. Beralih pada Cherry, gadis bernama asli Qyana Thomas sempat salah tingkah mendapati detik demi detik dalam hidupnya digulung ombak kebahagiaan kental. Cherry hampir tidak percaya, mendapat hadiah terbaik di hari yang tidak pernah ia duga. Yah, kedua insan di sana masih semp

  • Involved Love   Ganjil

    Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama. "Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus. "Percaya atau tidak ya?!" Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami. Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka. "Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang." Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah

  • Involved Love   Panik

    5 jam sebelum pernikahan .... Cherry belum mau beranjak dari sofa dekat jendela kamar. Gadis itu sedang berusaha melepas kisah asmara yang dalam hitungan jam ke depan menjadi kenangan. Cherry tersenyum memandangi bulan indah bersinar terang di atas sana. "Ayah," Cherry memanggil lemah. "Beri aku waktu melupakan kisah indah ... hatiku sedang sesak." Menunduk sesaat menyimak ribuan lampu-lampu menyala di luar sana lalu padam satu per satu. Tidak ada air mata tumpah menganak sungai, namun sesekali arah pandang gadis manis itu tampak buram segera mungkin mengerjab, ia melapangkan hati ... kuat. "Ayah ... bagaimana kabar ibuku?" alih-alih mengutarakan rasa tidak nyaman dalam hati, Cherry justru bertanya tentang ibu kandungnya. "Aku tahu, kalian pasti sudah bertemu dan bahagia di sana. Tenang saja aku tidak percaya cerita Ibu Merlin tentang ibu kandungku Merlina." Menggeleng lucu seolah kedua orang tuanya ada di hadapan sedang

  • Involved Love   Tangis

    Tanpa harus menggali lebih jauh Ares tetap tahu apa yang ada di dalam lubuk hatinya. Apa yang membuat dirinya jatuh dan sakit berkepanjangan. Tidak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menambah waktu sibuk guna melepas beban pikiran tertinggal dari segala persoalan yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Dilema berkepanjangan ini sangat menguras pikiran juga menusuk menyiksa batin si Pria tampan, serta merta lupa memberi asupan terpenting saat tubuhnya lelah. Yah, Ares memilih cara menyakiti diri sendiri memaksakan kehendak pada tubuhnya harus tetap terjaga kala lelah menyerang. Pernah suatu malam Ares diajak berpikir keras. Duduk di ruang tamu kamar hotel ditemani Luke juga satu botol Martini, papa tampan kerap bertanya, siapa yang harus disalahkan atas dilema berkepanjangan ini?! Saat itu Luke memberi jawaban cukup bijak membantu hatinya yang terluka terlapisi rasa tenang. Ayah, Ibu, Early, Tante Merlin atau sifat naif dari gadis manis yang mas

  • Involved Love   Luka

    Dua Minggu pasca kejadian memuakkan Ares tidak memberi perintah apa pun pada Eric. Papa tampan lebih memilih bertindak berhati-hati. Mengikuti segala keputusan atau lebih tepatnya perintah sang Ayah tanpa harus kembali bersuara. Ares selalu datang jika sang Ayah hanya mengirim sebuah pesan sekali pun, lantas mengabulkan segala perintah dari James yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh karena tidak bisa membangkang. Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan keinginan hati. Ares memendam pedih di hatinya, tetap beraktivitas memasang wajah tenang setiap waktunya. Tidak ada yang tahu jika setiap malam papa tampan bahkan sulit untuk memejamkan mata. Ia harus bertahan, tetap mencari jalan keluar tanpa dicurigai. "Ya Tuhan, coba lihat putriku ini sangat cantik." Puji Merlin melihat putrinya memakai gaun pengantin indah. Si Pemilik butik tersenyum lembut, "Benar, kau sangat cantik." Mereka tertawa riang dan Early harus berpura-pura men

  • Involved Love   Tidak mungkin

    Ares memutar bola mata malas lalu menutup pintu mobil kasar. Melangkah masuk area gedung yang sama sekali tidak ada dalam daftar jadwal kegiatan pria itu. Kalau bukan karena sang Ibu dirinya tidak akan sudi melakukan hal sia-sia seperti ini. Pintu lift terbuka, langkah Ares semakin berat kala manik pekat milik papa tampan menangkap pintu kamar rawat beberapa centi meter dari jaraknya. "Anda melupakan sesuatu, Tuan Ares." Tepat empat langkah sebelum mereka sampai depan pintu kamar rawat Luke menyapa ramah. Sekretaris Ares mengulurkan tangan memberi sesuatu yang terlihat mengerikan di mata Ares. Manik hitam Ares menyimak wajah Luke yang kini tengah menahan senyum laknat lalu bergulir pada tangan pria itu. "Hei, bedebah." Luke menatap wajah Ares. "Ya, bajingan," balas Luke kalem. Dagu Ares bergerak satu kali menunjuk benda di tangan Luke. "Kenapa beli hal busuk mengerikan seperti itu?" "Aku tidak tahu jenis-jenis b

  • Involved Love   Siapa?

    Leon menarik napas lega, baru saja pemuda itu hendak membuka minuman kaleng, maniknya menangkap gerakan tangan Early. Leon mendekati ke sisi ranjang. "Ah, putri tidur sudah bangun rupanya, jangan paksakan tubuhmu untuk bergerak." Leon menekan tombol pemanggil suster penjaga. Tidak lama suster penjaga datang. "Tolong panggilkan dokter, dia sudah siuman." Suster bergegas memanggil dokter. "Biar aku periksa," sapa seorang dokter pada pemuda Thomas. Leon memberi ruang pada dokter. Suster mencatat data baru dari pasien. "Syukurlah, masa kritis pasien telah lewat. Biarkan ia beristirahat lebih banyak dan beri air putih secukupnya, aku akan datang dua jam lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut." "Ya, terima kasih." Melihat dokter serta suster telah keluar pintu. Leon menghampiri Early. "Leon," panggilan Early lemah nyaris seperti sebuah bisikan. "Ya," Leon me

DMCA.com Protection Status