Share

Gelisah

Author: ViRuz04
last update Last Updated: 2021-07-08 13:39:19

Sabtu kelabu. Yah, setidaknya kata itu pantas disematkan untuk Ares si pria tampan, rupawan, menawan dan oh—kasihan.

Lihat saja betapa kacau wajah pria tampan itu. Duduk di kursi putih dalam kamar, dengan kedua tangan terjalin menempel di atas perut. Kepalanya bersandar pada punggung bangku, ia menatap langit-langit kamar. Hati papa tampan di gulung awan mendung. Seperti cuaca di langit hari ini gelap cenderung abu-abu namun tak basah, kering merana.

Isi kepala papa tampan masih terus mengulang kejadian beberapa saat lalu tanpa bisa menghindar. Berputar ke waktu lalu lebih lama lagi, ia mengingat ucapan Tante Merlin mengenai tunangan si gadis.

Benarkah gadis itu telah bertunangan?

"Shit," tiba-tiba Ares mengerang kesal.

Papa tampan memaki, tanpa sebab—tanpa alasan berarti. Kepala Ares menunduk, mengepalkan tangan kemudian menutup mata menetralisir emosi yang sedang bergolak ingin meledak. Helaan napas panjang (lagi) berat ratusan kali terdengar, mengisi ruang luas nan rapi. Getar ponsel membawa manik Ares melirik kantong celana dengan malas ia merogoh kantong celana levis biru, meraih benda pipih dari sana.

"Hn," ambigu papa tampan setelah menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda tersebut pada telinga.

Scott lebih dulu mencebik sebelum menjawab. "Aku dan istriku sedang belanja untuk acara ...."

"Tidak perlu, batalkan saja." Potong Ares cepat.

"Kau ... apa? Kenapa tiba-tiba?"

"Tak apa, aku sudah tak ingin."

Tanpa basa-basi Ares memutus panggilan Scott.

Di seberang sana Scott memaki kesal pada ponsel. Ares seenaknya saja memutus sambungan telepon.

Tunangan? Putri pertamaku sedang makan malam bersama tunangannya.

Ares mengusap wajah kasar, beranjak dari bangku mengayun kaki berniat mendekati ranjang. Langkah Ares terhenti di tengah ruang kamar. Dahinya mengerut dalam mengingat ada sebuah koper hitam besar ditangan pria di sana.

Wait a minute.

Apa maksud dari koper hitam? Apa gadis itu tinggal bersama dengan tunangannya. Oh, ya mungkin saja seperti itu. Memang apa urusanku? Apa peduliku?

Cih.

Senyum picik asimetris Ares muncul tipis lalu berpikir liar, tentang apa yang selanjutnya terjadi jika seorang gadis dan seorang lelaki tinggal dalam satu atap?! Lebih bangsat lagi, cuaca sedang hujan disetujui oleh status mereka yang terikat kata bertunangan.

"Double shit," papa tampan semakin mengerang marah.

Apa yang aku pikirkan, bodoh! Aku yakin tidak peduli. Yeah, semua itu sama sekali bukan urusanku. Buang jauh-jauh bayangan sialan tak berguna itu, bodoh.

Oh my gosh, ada apa dengan otakku?

Papa tampan terus memaki diri sendiri. Buah pikiran sialan Ares sama sekali tidak menenangkan hati. Papa tampan mengusap tengkuk, rasanya sangat berat. Memutar langkah Ares memutuskan mandi air dingin. Menghilangkan pikiran laknat berujung kerugian pada diri sendiri.

****

Cherry mengerjab mata, menarik tubuh dari ranjang nyaman. Satu tangannya menyentuh kepala, rasanya masih sedikit sakit. Menyibak selimut bercorak garis-garis monokrom lalu turun dari ranjang ia masuk kamar mandi. Selesai kegiatan membersihkan diri, gadis manis langsung keluar kamar.

"Bagaimana tidurmu, Kak?"

Pertanyaan khawatir penuh kasih sayang langsung menyapa telinga saat si Gadis berada diambang pintu.

"Nyaman," jawab Cherry singkat kemudian ikut duduk di atas karpet merah depan meja. "Untukku?" tanya sang kakak melihat ada dua cup mie.

Si Adik tampan semalam tidak pulang. Leon sengaja menginap, ia ingin menjaga sang Kakak. Mengingat tubuh Cherry sempat menggigil karena memakai baju basah terlalu lama.

Tiba di apartemen, Leon menyuruh Cherry membersihkan diri di kamar tamu tempat biasa Cherry gunakan. Tak lupa Leon memanggil petugas laundry menyerahkan koper berserta seluruh isi pakaian sang Kakak untuk dicuci. Untung saja dulu sewaktu libur kerja Cherry sesekali berkunjung, menginap dan meninggalkan beberapa pakaian di sana.

"Rasa kari, kakak selalu pilih itu."

Kata adik tampan menyodorkan satu cup mie yang telah diseduh air panas dengan senyum.

"Thank you lil," balas Cherry jenaka, mereka terkekeh kemudian.

Cherry membuka penutup cup wangi bumbu kari menggelitik penghidu, meniup lalu menyantap mie perlahan.

"Kenapa tidak pulang?"

"Jangan egois. Kamu terlihat pucat, mana bisa aku meninggalkan kakak sendiri."

Masukan lagi mie ke dalam mulut, Leon menyeruput kuah panas sedikit lalu berdecak nikmat.

"Aku sudah minum obat semalam," jawab Cherry mengaduk mie kembali menyuap. Cherry menyimpan mie dalam pipi sebelum bersuara. "Maaf," menunduk mengunyah pelan sisa makanan dalam mulut.

Gerakan sang Adik membuka tutup botol sesaat berhenti. Menatap kakak tersayang dengan pandangan arti lain. "Lupakan. Aku sudah tidak marah. Aku sudah pernah prediksi, cepat atau lambat hal seperti ini pasti terjadi," Leon meminum air mineral.

"Aku sendiri tak habis pikir. Seharusnya ibu...."

Cherry menggeleng. Menatap sang Adik penuh rasa kasih sayang. "Aku baik-baik saja. Jangan salahkan ibu. Kamu tetap putra tampan kesayangan dari keluarga Thomas." Cherry memotong ucapan Leon.

Pada kenyataannya Leon sendiri tahu jika sang Kakak tidak baik-baik saja.

Leon menghela napas lemah. Menurutnya sang Ibu benar-benar sangat keterlaluan, perlakukan wanita paruh baya itu jauh berbeda. Tidak bisa lagi diterima akal sehat. Ibu terlalu sibuk menyayangi kakak kedua Early. Sedangkan untuk kakak pertama? Leon hampir tak pernah melihat sang Ibu memberi perhatian khusus. Iris Leon bergulir memperhatikan lagi sang Kakak. Cherry tampak tak ingin melanjutkan sarapan mie cup, hanya mengaduk-aduk mie tanpa henti.

"Mungkin aku ...."

"Tinggal di sini sampai aku mendapatkan tempat untuk kakak. Di sini aman, ibu dan Early tak pernah datang."

Leon langsung memotong niat Cherry, adik tampan tahu apa yang dipikirkan saudara perempuannya.

Cherry hampir tak percaya. Ia mengira sang Ibu pasti sesekali mampir melihat keadaan putra kesayangannya.

"Mereka tak pernah datang?" Cherry bertanya hati-hati memastikan.

Leon mendengus, kedua tangan adik tampan terulur ke belakang untuk menyangga tubuh. Ia mulai bercerita. "Kakak pasti tahu arti rasa muak."

Manik Leon mengedar menelisik setiap jengkal bangunan apartemen miliknya. "Saat pertama kali beli apartemen ini yang ada dalam pikirkan aku hanya kakak, yang datang ke sini juga kakak. Aku senang saat kakak menghubungiku dan berkata ingin menginap. Saat aku tidak pulang ke rumah, ibu hanya tahu aku menginap di rumah teman."

Dahi Cherry mengernyit. "Kamu tidak...," Kakak Leon menggantung kalimat di udara.

Leon menggeleng lemah. "Tidak, aku tidak pernah berniat memberitahu ibu. Aku memikirkan cara terbaik untuk menghindar, tak ingin bertemu wanita itu. Aku beli apartemen ini atas nama sekretarisku. Kakak aman di sini. Aku pasti sesekali datang. Jadi tak perlu khawatir."

"Terima kasih tapi aku punya tabungan walau sedikit. Jika sudah dapat ...."

Helaan napas kesal sang Adik menarik manik cokelat Cherry untuk menatapnya.

"Penipu ulung."

Leon bersuara rendah namun sangat menjengkelkan. "Kakak tidak perlu menepi dari hujan, di toko sana dengan pakaian sangat basah dan menangis. Kakak pikir aku bodoh! Alasan apa yang membuatmu tidak dapat tempat kost setelah seharian berkeliling, menggeret koper berat sialan itu."

Si Adik menggeram marah. Melipat tangan di atas meja wajah marah Leon maju meminta penjelasan.

Cherry mengerjab mata dua kali, ia tak percaya. Baru kali ini sang adik terlihat sangat marah. Cherry memalingkan wajah lalu berdeham sebelum bicara. Lagi-lagi suara serta nyali gadis manis menciut. Tenggelam saat suara bass sang adik terdengar.

"Tetap di sini, bukan berarti aku tak menghargai keputusan kakak. Sebaliknya aku sangat menghormati dan menyayangimu."

Manik mereka beradu satu titik. Cherry sangat emosional sampai meneteskan air mata. Tak tahu lagi harus mengucapkan hal baik apa untuk si Adik tampan.

"Terima kasih," satu frasa sangat biasa ia ucapkan tiap kali Leon membantu serta rasa syukur pada Tuhan telah memberikan seorang adik tampan yang sangat peduli padanya.

"Tidak perlu, aku akan selalu jadi pelindung kakak disaat kakak tersakiti. Percayalah."

Senyum Cherry terbit sehangat mentari dan itu cukup untuk Leon merasa lega.

Tuhan, beri adikku jodoh terbaikmu. Menerima adikku dengan tulus, amen.

Doa tulus sang Kakak untuk adik tampan tersayang.

****

Empat hari berlalu dan Ares masih murung memikirkan nasib gadis yang belum diketahui namanya. Papa muda tampan sangat ingin tahu kebenaran gadis tersebut. Banyak pertanyaan bercokol dalam kepala sekaligus mampu membuat Ares sangat dongkol. Papa muda terlalu takut menerima sebuah fakta, yang seharusnya ia anggap hanya mengada-ngada.

Bodoh.

Umpat papa tampan dalam hati. Memukul setir kemudi, ia harus tetap fokus menyetir. Masih terlalu pagi untuk emosional. Ares berangkat ke kantor dengan hati terbilang kacau, sangat. Setiap kali Ares ingin menekan nomor anak buah, mencari info tentang gadis manis tiba-tiba tangan dan jari-jari pria itu mendadak kaku seperti terkena penyakit stroke.

"Ya Tuhan, ada apa denganku?" decak kesal Ares memukul paha kencang.

Nyali papa tampan menciut hanya untuk sebuah informasi. Oh, lucunya. Jika saja ada satu orang tahu kegelisahan papa tampan seluas samudra. Bisa dipastikan, Ares menjadi bahan ejek. Sangat menyebalkan, mengusik telinga adem Ares.

Ada apa denganku?

Hah, sekali lagi pertanyaan itu muncul tanpa sebab. Ares yakin ini hanya sebatas rasa ingin tahu, yah seperti itu dan tak lebih.

Benarkah?

Sayangnya itu tidak benar.

Rasa khawatir Ares terlalu dalam untuk gadis manis yang belum ia kenal. Isi kepala papa tampan memutar ulang momen kala terakhir Ares melihat keadaan gadis itu seperti sedang menangis dalam dekapan lelaki. Kemudian pergi berlalu dan—Oh, tidak. Ares benar-benar dibuat kesal dengan hasil imajinasi norak yang terus merusak otak jeniusnya.

Papa tampan memutar kemudi saat sampai tikungan area parkir perusahaan. Memastikan mobil telah terparkir rapi, papa tampan membuang napas kecil. "Semoga tidak ada gangguan hari ini."

Tentu saja ritual sebelum keluar mobil ia lakukan. Memutar kaca bagian tengah lurus menghadapnya, Ares merapikan rambut. Memastikan dasi terpasang rapi lalu keluar mobil.

Mata tajam. Wajah rupawan. Langkah gemulai—oops langkah gagah maksudnya. Siapa tidak tertarik memandang ke arah pria satu ini. Sayangnya Ares bukan tipe pria suka tebar pesona. Papa muda tampan satu ini akan langsung menuju ruang kerja. Padahal jika saja manik hitam Ares sedikit melirik ke arah para pegawai wanita di sana. Bisa saja ia tertarik dengan salah satunya.

Semisal dua karyawan cantik dan seksi sedang berbisik melihat kedatangan bos tampan Ares. Mereka melebarkan senyum secerah mentari, menyapa ramah dan tak sedikit juga berusaha tebar pesona, eiuw.

Sampai ruang kerja papa tampan langsung berkutat dengan para dokumen tercinta. Pintu terbuka seorang pria tampan datang membawa secangkir kopi sesuai selera.

"Kamu terlihat kacau. Perlu aku buatkan sarapan?" tanyanya melihat raut masam, murung bos tampan.

"Ya, aku memang belum sarapan tadi."

Pria itu langsung keluar. Tak lama ia datang dengan camilan ringan.

Waktu berputar cepat sudah hampir masuk jam makan siang. Ares menghela napas, cukup beruntung hari ini tak menemukan masalah berarti.

Meluruskan punggung lelah, bersandar pada bangku hitam. Ponsel Ares di atas meja bergetar lantas ia memutar bola mata malas melihat nomor tidak dikenal. Ares yakin itu ulah sang Ibu, menyebar nomor ponselnya pada anak gadis sahabatnya dan dirinya hanya perlu mengabaikan.

Hah, gadis itu di mana dia sekarang?

Suara ketuk pintu mengalihkan iris Ares. "Masuk."

Pria tampan pengantar kopi tadi pagi masuk. "Kenapa tidak diangkat?" melihat ponsel milik Ares terus bergetar di atas meja.

Ares menarik napas dalam. Menghembus karbondioksida perlahan lalu bersuara. "Kamu saja," perintahnya.

Angkat bahu acuh pria depan Ares kembali bertanya. "Mau makan apa?"

Ares diam-diam bersyukur. Getar ponselnya mati.

"Buatkan aku yang enak."

Ares selalu pasrah jika ditanya menu.

Bunyi getar ponsel membuat mereka saling tatap, lalu kedua manik beda warna itu bergulir menatap ponsel Ares dengan nama kontak mom sebagai pemanggil. Ares menghela napas dongkol sebelum angkat telepon.

"Ya."

Suara Ares terdengar redam, papa tampan berusaha menahan kesal.

"Aku dari pantry, ponselku tertinggal di atas meja. Ada apa, mom?" pura-pura tidak tahu.

"Mom, aku sibuk ...."

"Oke, oke."

Usaha mencari alasan tidak berhasil dan sekarang Ares semakin kesal. Papa tampan memutus sambungan sepihak. Jari Ares menekan dahi kuat.

Ah, sial.

"Yo, acara makan siang spesial dude," pria itu mengejek.

Ares angkat jari tengah dan pria di hadapannya tertawa laknat sangat senang melihat wajah muram Ares.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi. Aku juga ada kencan."

Dua alis Ares naik tak percaya. "Kamu sedang berkencan?"

"Ya,"

"Dengan?"

Tangan pria itu masuk kantong. Tubuhnya sedikit membungkuk.

"Sekretaris kamu," bisikan pria itu rendah.

"Hahaaa ...," lagi-lagi tawa laknat terdengar. Pria itu melenggang cepat keluar dari ruang kantor.

Ares mendengus keras. Menarik sudut bibir ia sedikit terhibur guyonan sahabatnya tadi. Di mana gadis itu? Menyibak rambut, bos tampan kembali mendesah resah. Kenapa pikirannya selalu tertuju pada gadis aneh itu.

Ares memutuskan turun, sampai depan resepsionis si tampan kembali merotasi bola mata jengah. Sosok Early sudah menunggu, tersenyum lebar lalu melambaikan tangan centil. Ares memijat pangkal hidung, berharap ia tidak mual.

Oke boy, kau hanya perlu sedikit ramah. Lakukan dengan benar.

Ares memberi semangat pada diri sendiri. Tetap berjalan ia memasang wajah sedikit ramah.

Early terlihat senang melihat sedikit wajah ramah Ares menyambut dirinya. "Ares," panggil Early meraih lengan si tampan.

Langkah Ares terhenti. "Oh, kamu datang."

Early menekuk dahi. Apa-apaan itu, memang dirinya semut sampai tidak terlihat. Early mendumel. "Aku menghubungimu tadi."

Memasang wajah seperti tak terjadi apa-apa.

"Ponselku ada di atas meja."

Ares tidak salah dan ia berkata jujur karena memang ponselnya bergetar di atas meja.

Early mengerut alis bingung. "Memang tadi dari mana?"

"Ada perlu apa?" balas Ares tak ingin menjawab pertanyaan tidak penting Early.

Senyum malu-malu si gadis muncul. Maju selangkah tubuh Early menempel pada lengan Ares."Bisa kita makan siang bersama?" Early mengulas senyum.

"Tidak ...."

"Tidak?" wajah Early menunduk pasang wajah sedih. "Aku datang ke sini karena ibumu dan sekarang aku diabaikan."

Melepas lengan Ares. Ia mode ngambek.

"Bukan seperti itu tapi ...." Ares menghela napas. "Kamu naik taksi?" tanya Ares berbasa basi.

Si gadis angkat kepala, menarik sudut bibir senang. "Kita bisa bicara lebih banyak sambil makan siang, oke."

Paksa Early jarinya membentuk kata persetujuan tersebut.

Ares menekan udara dalam paru-paru. Tanpa sepatah kata. Ia berjalan lebih dulu, disusul Early yang membuncah bahagia.

****

Ares berusaha menahan kesal. Pasalnya Early terus memepet tubuhnya pada jendela cafe. Meja persegi panjang dengan bangku berhadapan kosong di satu sisi. Setelah mereka sampai di cafe, Early memilih tempat duduk pojok dekat kaca. Ares hanya menuruti lebih dulu duduk dan ia menyesal sekarang.

"Bisa geser sedikit!" seru Ares tak bisa lagi menahan sebal.

"Kenapa? Malu mereka melihat ke arah kita?"

"Aku mau ke toilet."

"Oh," Early berdiri mempersilahkan Ares. Baru saja ingin melangkah Ares kembali menghela napas, ia berpaling menatap Early kesal.

"Duduk," perintah Ares mutlak menunjuk pada bangku.

Early mencebik kesal. "Kenapa?"

"Kamu juga ingin ke toilet? Atau ke toilet pria? Kamu ingin membedakan ukuran di sana?" ketus Ares bersuara sedikit keras.

Early melotot. Manik hijau Early berkeliling mengabsen pengunjung cafe, mendapati beberapa orang menatapnya dengan gelengan kepala. Memasang wajah acuh ia berdeham.

"Oke, aku tunggu di sini saja. Jangan lama-lama," kata Early. Duduk manis melempar pandang ke arah jendela. Memalukan.

Related chapters

  • Involved Love   Hope

    Cherry baru saja selesai membersihkan diri dari debu dan keringat setelah seharian ia berjalan mencari pekerjaan. Menutup pintu kamar mandi, tangan gadis itu sibuk mengusap-usap keringkan rambut basah dengan handuk kecil. Si manis melangkah, berdiri depan meja hitam kecil, ia membuka tas lalu meraih ponsel. Ada tiga panggilan tak terjawab dari si adik. Cherry mengulum senyum kecil, ibu jarinya menari cepat pada layar ponsel. Ia mengirim pesan, memberi kabar pada Leon kalau ia sudah sampai di apartemen. Menaruh ponsel, iris cantik Cherry tak sengaja melirik pada sebuah kartu nama dalam tas. Tangan Cherry bergerak ambil kartu dari dalam tas. Isi kepala si gadis mengingat ulang kejadian beberapa waktu lalu. Matahari telah tinggi bersinar sangat terik menyengat kulit, tak menyurutkan semangat si gadis untuk mencari kerja. Cherry berjalan melewati beberapa barisan toko dan cafe. Si gadis melangkah santai, sesekali melirik juga membaca papan tertulis depan toko atau cafe di sana. Yah, haru

    Last Updated : 2021-07-09
  • Involved Love   Dewi Fortuna

    Cherry menarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Mengayun kaki masuk ke dalam gedung perusahaan penuh percaya diri. Manik cokelat cherry berpendar kagum, perusahaan ini tak jauh beda dari milik mendiang sang ayah. Cherry menghela napas kecil ini memang sudah takdirnya. Tak bisa bekerja di perusahaan sang ayah, walau sekadar menjadi buruh upah harian. Sudahlah bukan berarti ia putus asa. "Semangat Cherry kamu pasti bisa. Yah, semangat." Cherry mengepalkan tangan ke udara. Berdeham saat beberapa mata tertuju padanya. Semakin dekat meja resepsionis, jantung gadis manis semakin berdegub keras. "Permisi," sapa Cherry pada wanita cantik di balik meja resepsionis yang diharuskan ramah pada setiap tamu. Wanita itu berdiri lalu mengulum senyum tipis menyambut ramah. "Ada yang bisa saya bantu?" "Kemarin aku dapat info kalau di perusahaan ini sedang buka lowongan pekerjaan. Aku datang untuk melamar," ucap Cherry halus. Resepsionis mengerut dahi dalam, lantaran bingung. "Maaf n

    Last Updated : 2021-07-13
  • Involved Love   Nomor telepon

    "Oh, shit!" Early menggerutu kesal. Ares selalu mengabaikan panggilan telepon darinya. "Are you oke?" tanya Nella menyorot kamera pada Early. Early berpaling menatap sahabat disampingnya sedang menyeruput jus pome kesukaan dengan satu tangan menyiku di atas meja, memegang kamera. "Yeah," sahut Early menghembus napas kecil. "Sungguh?" tanyanya lagi melihat raut suram temannya. Early meraih sedotan meminum milkshake strawberry. "Yep, i'm oke," jawab Early lemah. "Woo ... tapi aku tidak yakin. Sangat jelas terjadi sesuatu padamu?" cecar Lina sahabat Early satu lagi. "Apa maksudmu?" Early memasang wajah pura-pura bingung, masih tidak ingin bicara. Nella menghembus napas. Menaruh kamera aktif di atas meja. Meraih satu spring roll keju ia asyik mengunyah dan menyimak percakapan kedua temannya. "Kamu menghubungi seseorang lebih dari tiga puluh menit yang lalu dengan menggigit ujung kuku. Dari gelagat kamu saja sudah sangat terlihat kalau kamu ingin sekali bicara dengan seseorang di se

    Last Updated : 2021-07-19
  • Involved Love   Satu ranjang

    Cherry mendesah gemas, duduk manis di sofa putih. Manik cokelat si gadis menjangkau ruang luas tak kalah dari ruang kantor lantai 20 gedung tempatnya bekerja. Bersih dan sangat nyaman. Ruang kerja seorang pebisnis muda. Manik indah si gadis manis mengamati seluruh ruang. Wow... apa itu! Cherry mengerjab sesuatu yang mencolok mata. Sebuah pigura berukuran ekstra besar berlapis emas dengan foto si pemilik ruangan. Wah, apa itu emas murni? Selera pria ini memang tidak main-main. Dari sekian banyak barang di sana, ada satu hal yang menarik perhatian si gadis. Sebuah foto anak bayi terpanjang mungkin usianya berkisar satu tahun lebih. Putranya tampan, Cherry mengagumi. Eh, di mana foto istrinya? Aneh hanya ada foto si bos dan putranya. Cherry penasaran melihat ada dua pigura di atas meja kerja si bos. Mungkin saja itu foto pernikahan. Kenapa tidak dipajang dengan pigura besar seperti foto pria itu? Menggeleng kepala Cherry membuang jauh-jauh

    Last Updated : 2021-07-29
  • Involved Love   Rasanya aneh

    Status nenek tidak mengubah gaya penampilan modis Terry. Wanita berumur 51 tahun tersebut sangat mengikuti trend mode kekinian. Tak jarang banyak wanita paruh baya seusianya mengikuti gaya berpakaian Terry. Modis, dinamis dan sederhana. Hampir semua warna telah di-mix olehnya. Tak salah jika beberapa perancang busana pernah meminta saran dari Terry untuk keluaran koleksi baru mereka. Yah, Terry sang mantan model sangat berbakat dan terkenal pada masanya. Terry sempat menjadi pusat perhatian, dipuja-puja banyak kalangan terutama kaum pria. Banyak pihak kecewa lantaran Terry memutuskan pensiun dari dunia meliukkan tubuh di atas panggung setelah James Allan pria yang berhasil merebut hati Terry dan menjadikannya istri idaman. Memiliki seorang putra bernama Ares Allan dan kini kebahagiaan keluarga James dan Terry bertambah sejak mereka mempunyai seorang cucu. "Morning," James datang dari belakang memberi kecup sayang pada pipi istri tercinta

    Last Updated : 2021-08-01
  • Involved Love   Tertangkap basah

    "Aku pilih ini!" Early menunjuk satu set perhiasan terbaru bermata Ruby lantas menoleh pada Merlin sedang memilih kalung berlian. "Yang mana, Bu?" tanya Early. Merlin mendesah, semua deretan kalung berlian depan mata terlihat sangat indah. "Biar aku pilihkan," kata Early mengamati tiga kalung yang telah dipilih sang Ibu. "Ini saja terlihat mewah." "Ah iya, bungkus yang ini! Pilihan putriku memang selalu tepat." Puji Merlin, Early selalu senang mendapat pujian. Pelayan toko tersenyum ramah. Membungkus dengan kotak cantik khas toko perhiasan tersebut lalu memasukannya ke dalam paper bag. Merlin memberi kartu hitam, setelah membayar mereka bergegas keluar dari sana. "Bu," panggil Early manja. "Ada apa, Sayang? Ada yang ingin kau beli lagi?" tanya Merlin berhenti melangkah menatap putri tercinta. Early menggeleng, "Aku...." Early sengaja menggantung kalimat. Manik hijau gadis itu mengamati kead

    Last Updated : 2021-08-02
  • Involved Love   Menginap (lagi)

    Ini—gila. Ini hari ke tiga. Ini sangat menyebalkan. Cherry nyaris tak menemukan perumpamaan yang pantas untuk si Tuan besar. Pekerjaan gadis manis kini bertambah juga semakin merepotkan, dirinya menjadi baby sitter untuk putra kesayangan bos. Setiap pulang dari bekerja, Cherry selalu aman sampai rumah tanpa hambatan, tanpa gangguan. Namun menjelang jam 08.00 pm atau 09.00 pm ponsel Cherry selalu bergetar dengan nama kontak yang sama selama tiga hari berturut-turut. Dari lubuk hati terdalam Cherry sama sekali tidak ingin menjawab. Kendatipun bisa ia lebih memilih abai, menyumpal telinga dengan kapas dan pergi ke alam mimpi. Menyenangkan? Tentu saja tidak, hal tersebut bagian dari khayalan sederhana. Jika Cherry melakukan hal tersebut tidak diragukan lagi. Cherry yakin, seratus triliun persen kalau besok paginya saat sampai di lantai 20 dan masuk ruang kantor, surat pemutusan kerja telah menanti untuk dipoles bubuk tinta hitam, dan Cherry

    Last Updated : 2021-08-04
  • Involved Love   Mommy

    "Ya ampun ranjang ... ranjang ... aku butuh ranjang." Cherry berjalan limbung setelah membuka pintu apartemen. Menggeret langkah terasa berat masuk ke dalam kamar melempar tubuh ke atas ranjang, naikkan kaki langsung menutup mata dan terlelap. Alunan dengkur halus gadis manis terdengar. Wajah lelah Cherry tak bisa lagi disembunyikan. Bekerja di kantor Ares memang tidak sulit atau juga sesederhana yang dilihat kasat mata. Membersihkan ruang kerja luas ditambah kamar pribadi bos membutuhkan tingkat ketelitian, kesabaran dan kebersihan super ekstra. Ada beberapa barang pecah belah, yang Cherry yakini seratus triliun persen itu bernilai selangit. Cherry perlu berhati-hati bergulat dengan barang mewah di sana. Salah sedikit uang gajinya tidak akan cukup untuk ganti walau satu barang. Ditambah tiga hari ini setiap malam hampir menjelang waktu rebahan. Gadis manis selalu mendapat telepon dengan alasan yang sama, terpaksa datang ke rumah super m

    Last Updated : 2021-08-06

Latest chapter

  • Involved Love   Epilog

    Lantas kala kebahagiaan mengalir deras mampu menampilkan senyum dalam arti sesungguhnya. Cherry tidak lagi merasa sendiri ataupun kesepian jika ia berada di tengah keluarga. Cherry bisa merasakan cinta serta kasih sayang tulus dari kedua mertua, Lina juga lainnya. Seiring waktu bergulir kegiatan Cherry semakin bertambah, selain menjadi ibu rumah tangga, Cherry disibukkan sebuah bisnis kosmetik dengan Brand 'Queen Cherry' dan telah tersebar di beberapa negara. Sedikit cerita, dua Minggu setelah menikah Cherry meminta izin pada Ares untuk pergi ke Miami dengan alasan ia masih memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa produk iklan serta ada satu dari perusahaan ternama. Cherry tahu konsekuensi yang ia dapat pasti akan sangat merugikan, juga harus membayar ganti rugi. Terlebih sepengetahuan Cherry anak magang ataupun model yang telah menandatangani kontrak tidak boleh menikah sampai batas waktu yang ditent

  • Involved Love   Tuntas

    Suara tawa renyah Prime mengudara lantas menjerit kuat saat manik anak laki-laki itu melihat mommy Cherry berdiri di ujung tangga. "Mommy, I miss you," kata bocah laki-laki itu berjalan setengah berlari dikuti Rira dari belakang yang tampak ketakutan kalau Prime akan terjatuh. "Oh, ya Tuhan, hati-hati!" Kekehan kecil Cherry terdengar berselisih dengan rasa khawatir saat ia menyambut suara serta tingkah lucu Prime, membawa anak laki-laki itu ke dalam dekapan. "Me too, handsome," Cherry menoel hidung kecil Prime dan bocah itu tertawa riang. Ares tersenyum menawan, mencium gemas pipi Prime sebelum mengeluarkan protes. "Sama Daddy tidak rindu, ya?" Lucunya Prime menggeleng lantas menjawab dengan suara belepotan ala-ala anak seusianya. "I'm not miss you," Ares menutup wajah berpura-pura menangis sedih. Prime yang kala itu dalam gendongan Cherry mencoba meraih jari besar Ares bermaksud menjauh tangan besar itu dari

  • Involved Love   Euforia

    Kalian pasti mengenal kata euforia, bukan?! Salah satu aksen wujud nyata sebuah kegembiraan tak terbatas, bersemangat, bergairah dan ... ah, tentu saja sangat intens. Kali ini euforia datang secara mendadak kelewat serius sampai si Pemilik ikatan dibuat canggung serta linglung. Kebahagiaan dari komitmen lembaran baru singgah menyapa Ares Allan yang berhasil memberi gelar gadis pujaan bernama Qyana Thomas sebagai istri sah miliknya, memberi warna juga bentuk lain memaknai kisah mereka di atas kanvas bernama takdir yang mengharukan. Detik menjelang kebahagiaan lidah Ares nyaris terkilir melecut kata penolakan. Sungguh papa tampan merasa bersyukur mampu mengendalikan diri. Beralih pada Cherry, gadis bernama asli Qyana Thomas sempat salah tingkah mendapati detik demi detik dalam hidupnya digulung ombak kebahagiaan kental. Cherry hampir tidak percaya, mendapat hadiah terbaik di hari yang tidak pernah ia duga. Yah, kedua insan di sana masih semp

  • Involved Love   Ganjil

    Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama. "Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus. "Percaya atau tidak ya?!" Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami. Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka. "Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang." Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah

  • Involved Love   Panik

    5 jam sebelum pernikahan .... Cherry belum mau beranjak dari sofa dekat jendela kamar. Gadis itu sedang berusaha melepas kisah asmara yang dalam hitungan jam ke depan menjadi kenangan. Cherry tersenyum memandangi bulan indah bersinar terang di atas sana. "Ayah," Cherry memanggil lemah. "Beri aku waktu melupakan kisah indah ... hatiku sedang sesak." Menunduk sesaat menyimak ribuan lampu-lampu menyala di luar sana lalu padam satu per satu. Tidak ada air mata tumpah menganak sungai, namun sesekali arah pandang gadis manis itu tampak buram segera mungkin mengerjab, ia melapangkan hati ... kuat. "Ayah ... bagaimana kabar ibuku?" alih-alih mengutarakan rasa tidak nyaman dalam hati, Cherry justru bertanya tentang ibu kandungnya. "Aku tahu, kalian pasti sudah bertemu dan bahagia di sana. Tenang saja aku tidak percaya cerita Ibu Merlin tentang ibu kandungku Merlina." Menggeleng lucu seolah kedua orang tuanya ada di hadapan sedang

  • Involved Love   Tangis

    Tanpa harus menggali lebih jauh Ares tetap tahu apa yang ada di dalam lubuk hatinya. Apa yang membuat dirinya jatuh dan sakit berkepanjangan. Tidak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menambah waktu sibuk guna melepas beban pikiran tertinggal dari segala persoalan yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Dilema berkepanjangan ini sangat menguras pikiran juga menusuk menyiksa batin si Pria tampan, serta merta lupa memberi asupan terpenting saat tubuhnya lelah. Yah, Ares memilih cara menyakiti diri sendiri memaksakan kehendak pada tubuhnya harus tetap terjaga kala lelah menyerang. Pernah suatu malam Ares diajak berpikir keras. Duduk di ruang tamu kamar hotel ditemani Luke juga satu botol Martini, papa tampan kerap bertanya, siapa yang harus disalahkan atas dilema berkepanjangan ini?! Saat itu Luke memberi jawaban cukup bijak membantu hatinya yang terluka terlapisi rasa tenang. Ayah, Ibu, Early, Tante Merlin atau sifat naif dari gadis manis yang mas

  • Involved Love   Luka

    Dua Minggu pasca kejadian memuakkan Ares tidak memberi perintah apa pun pada Eric. Papa tampan lebih memilih bertindak berhati-hati. Mengikuti segala keputusan atau lebih tepatnya perintah sang Ayah tanpa harus kembali bersuara. Ares selalu datang jika sang Ayah hanya mengirim sebuah pesan sekali pun, lantas mengabulkan segala perintah dari James yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh karena tidak bisa membangkang. Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan keinginan hati. Ares memendam pedih di hatinya, tetap beraktivitas memasang wajah tenang setiap waktunya. Tidak ada yang tahu jika setiap malam papa tampan bahkan sulit untuk memejamkan mata. Ia harus bertahan, tetap mencari jalan keluar tanpa dicurigai. "Ya Tuhan, coba lihat putriku ini sangat cantik." Puji Merlin melihat putrinya memakai gaun pengantin indah. Si Pemilik butik tersenyum lembut, "Benar, kau sangat cantik." Mereka tertawa riang dan Early harus berpura-pura men

  • Involved Love   Tidak mungkin

    Ares memutar bola mata malas lalu menutup pintu mobil kasar. Melangkah masuk area gedung yang sama sekali tidak ada dalam daftar jadwal kegiatan pria itu. Kalau bukan karena sang Ibu dirinya tidak akan sudi melakukan hal sia-sia seperti ini. Pintu lift terbuka, langkah Ares semakin berat kala manik pekat milik papa tampan menangkap pintu kamar rawat beberapa centi meter dari jaraknya. "Anda melupakan sesuatu, Tuan Ares." Tepat empat langkah sebelum mereka sampai depan pintu kamar rawat Luke menyapa ramah. Sekretaris Ares mengulurkan tangan memberi sesuatu yang terlihat mengerikan di mata Ares. Manik hitam Ares menyimak wajah Luke yang kini tengah menahan senyum laknat lalu bergulir pada tangan pria itu. "Hei, bedebah." Luke menatap wajah Ares. "Ya, bajingan," balas Luke kalem. Dagu Ares bergerak satu kali menunjuk benda di tangan Luke. "Kenapa beli hal busuk mengerikan seperti itu?" "Aku tidak tahu jenis-jenis b

  • Involved Love   Siapa?

    Leon menarik napas lega, baru saja pemuda itu hendak membuka minuman kaleng, maniknya menangkap gerakan tangan Early. Leon mendekati ke sisi ranjang. "Ah, putri tidur sudah bangun rupanya, jangan paksakan tubuhmu untuk bergerak." Leon menekan tombol pemanggil suster penjaga. Tidak lama suster penjaga datang. "Tolong panggilkan dokter, dia sudah siuman." Suster bergegas memanggil dokter. "Biar aku periksa," sapa seorang dokter pada pemuda Thomas. Leon memberi ruang pada dokter. Suster mencatat data baru dari pasien. "Syukurlah, masa kritis pasien telah lewat. Biarkan ia beristirahat lebih banyak dan beri air putih secukupnya, aku akan datang dua jam lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut." "Ya, terima kasih." Melihat dokter serta suster telah keluar pintu. Leon menghampiri Early. "Leon," panggilan Early lemah nyaris seperti sebuah bisikan. "Ya," Leon me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status