Share

Dewi Fortuna

Penulis: ViRuz04
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-13 23:00:01

Cherry menarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Mengayun kaki masuk ke dalam gedung perusahaan penuh percaya diri. Manik cokelat cherry berpendar kagum, perusahaan ini tak jauh beda dari milik mendiang sang ayah. Cherry menghela napas kecil ini memang sudah takdirnya. Tak bisa bekerja di perusahaan sang ayah, walau sekadar menjadi buruh upah harian. Sudahlah bukan berarti ia putus asa.

"Semangat Cherry kamu pasti bisa. Yah, semangat."

Cherry mengepalkan tangan ke udara. Berdeham saat beberapa mata tertuju padanya.

Semakin dekat meja resepsionis, jantung gadis manis semakin berdegub keras. "Permisi," sapa Cherry pada wanita cantik di balik meja resepsionis yang diharuskan ramah pada setiap tamu.

Wanita itu berdiri lalu mengulum senyum tipis menyambut ramah. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Kemarin aku dapat info kalau di perusahaan ini sedang buka lowongan pekerjaan. Aku datang untuk melamar," ucap Cherry halus.

Resepsionis mengerut dahi dalam, lantaran bingung. "Maaf nona. Saya rasa informasi yang anda terima salah. Perusahaan ini tidak membuka lowongan kerja."

"Hah," Cherry terkejut. "Benarkah? Tidak ada lowongan apapun?"

Resepsionis hampir menjawab, mulutnya kembali tertutup saat melihat bos tampan berdiri tepat di belakang gadis pelamar kerja.

"Ada, di sini ada lowongan."

Suara baritone dan sosok tampan dari balik punggung gadis manis menarik perhatian banyak orang.

Tubuh Cherry sedikit berputar, menatap pria di belakangnya. Seketika Cherry berbinar senang, beranggapan harapan untuk bekerja masih ada. "Kamu juga ingin melamar?" kata Cherry menatap Ares.

Resepsionis itu menutup mulut tak percaya. Ia memberi salam hormat pada bos tampan. Kepala Ares terangguk samar.

Tangan papa tampan masuk dalam kantong celana, lantas mendengus kecil. Bagaimana bisa gadis ini tidak mengenalinya atau memang gadis ini pandai berakting.

"Menurutmu?" tanya Ares kemudian.

"Pasti melamar," balas Cherry pelan.

Ares menarik napas. "Yakin kamu tidak mengenali aku?"

Cherry mengerut alis dalam. Kepalanya miring, gadis manis mencoba ingat-ingat. "Apa kita kenal?" Jari telunjuknya menggaruk pelipis.

"Ah, maaf aku, Tuan. Apa kita saling kenal? Aku rasa, aku tidak punya kenalan laki-laki, selain adik dan teman kerja dulu." Gadis manis menggeleng bingung.

"Aku memang bukan teman atau rekan kerjamu dulu," sahut Ares masih kalem.

Percakapan aneh mereka di dengar banyak orang. Para karyawati yang melihat ikut gemas. Bos mereka tidak pernah seramah ini pada orang lain. Sepertinya gadis itu juga tak kenal akrab dengan si bos tampan. Terlebih sikap Cherry dinilai sangat tidak sopan. Para lambe turah beraksi, berkumpul mencari informasi apa yang terjadi antara bos tampan mereka dengan gadis salah alamat pencari kerja itu.

Mendadak lobi luas perusahaan dipenuhi para pekerja wanita. Jika ada berita kesurupan massal di sekolah, mungkin sebentar lagi akan ada berita sesak napas massal yang melibatkan perusahaan Ares.

"Kamar mandi,"

Belum lagi bisa bernapas lega, suara baritone Ares mengudara layaknya bom atom menghantam Hiroshima dan Nagasaki membuat hati karyawati hancur. Secara gamblang Ares menyebut satu kata tempat cukup membuat jantung para medusa berhenti berdegup.

"Kamar mandi!" salah seorang heboh.

Duaar.

Serempak para karyawati meremas dada masing-masing.

Ares tak peduli. Biarkan gosip laknat tentang dirinya semakin merajalela.

"Kamar mandi."

Ulang Cherry memasang wajah super konyol.

Kepala Cherry yang sedikit lama loading masih berusaha mengingat-ingat. Tring...seperti terkena sihir tongkat ajaib mimi peri Cherry ingat kejadian malam itu.

"Oh my gosh, kamu ... kamu ...."

Suaranya halus putus-putus, lalu membekap mulut dengan kedua tangan. Gadis manis pelamar kerja sangat terkejut. Tubuhnya berputar, membelakangi Ares. Menatap canggung resepsionis di sana ia bersuara rendah.

"Kau benar nona, di sini tak ada lowongan. Aku permisi," pelan berbisik.

Tangan Ares kelewat gesit menyentuh kerah Cherry. "Kita lanjutkan, yang kemarin belum tuntas."

Tangan Ares cepat bergerak turun menggenggam telapak tangan Cherry. Memaksa... mmm lebih tepatnya menyeret gadis itu mengikuti langkahnya sampai ruang kantor.

Tubuh Cherry membeku. "Eh...hah...apa kata pria berengsek ini."

Sial. Kenapa kakinya begitu luwes terus mengikuti langkah lebar pria ini!

Ya Tuhan, tolong aku.

Saatnya lambe turah menunjukkan lidah tajam.

"Astaga mereka main di kamar mandi." Salah satu karyawan memekik tak percaya.

"Si bos suka di kamar mandi."

"Jantungku, my lord kenapa harus di kamar mandi?" pemuja bos tampan nyaris terkena serangan jantung.

"Wow, impresif kamar mandi itu menggairahkan."

"Hei, coba kalian perhatikan. Kenapa gadis itu terlihat ketakutan juga tidak mengenali bos tampan kita?" salah satu dari karyawati bertanya melihat gelagat aneh si gadis salah alamat.

"Yeah kau benar, jangan-jangan bos tampan kita menutup mata gadis itu. Oh holy moly, my boss melakukan BDSM. Bos tampan kita sangat menggemaskan," jawaban konyol medusa lain terdengar.

"Kamu sudah gila?" seru sebelahnya.

"Tentu, karena bos."

"Dan parahnya ini masih pagi. Bos tampan kita bilang ingin melanjutkan, hik ... hik ...."

Berlalu dari sana nangis di pojokan.

"Ya Tuhan, ternyata bos tampan kita benar-benar sesuatu. Wajah menawan, bertahta dan bergairah. Hah, membayangkan itu tubuhku ikut panas," tambah lagi salah satunya bergelagat centil.

"Beruntung sekali gadis itu."

Jangan salahkan mereka berpikir jauh. Status single parent bos tampan kerap kali membuat mereka berpikir yang tidak-tidak. Seorang pria dewasa dan seorang gadis di kamar mandi? Tentu saja, bayangan nakal langsung menyambar otak. Sebagai salah satu tempat sakral penuh gairah sekaligus mendebarkan.

"Hei, hei, tunggu hei, hei...." Ares tak peduli protes.

Sampai ruang kantor Ares menyuruh Cherry duduk di sofa panjang.

Cherry duduk cukup canggung dan kaku. Jantung Cherry berdebar jutaan kali lipat.

Selamatkah dirinya?

Cherry masih menunggu kepastian. Manik cokelat Cherry mengedar, menelisik ruang kerja. Wah, ini sangat besar. Diam-diam sangat mengagumi.

Dan—oh tidak, bagaimana jika dia melakukan hal aneh padaku. Ya Tuhan, aku harus bagaimana?

"Berikan berkas itu padaku."

Suara Ares terdengar mengambang memecah lamunan si gadis. "Hah, apa?"

Ares menarik napas, ia harus sabar. "Berikan berkas itu padaku." Perintahnya lagi.

"Oh, iya ini!"

Tangan Cherry terulur memberi berkas lamaran kerja pada Ares. "Tapi resepsionis di bawah tadi bilang, di sini tidak ada lowongan apapun. Untuk apa membacanya, padahal aku mengirim email tadi malam juga ...."

"Sudah aku baca," Ares menyela cepat.

"Eh, benarkah? Apa dibalas? Aku belum buka email dan ...."

Lagi-lagi Cherry membekap mulut menyadari sesuatu yang membuatnya terkejut tak percaya. "Kamu ... kamu bos di perusahaan ini?"

Ares tak menjawab, ia berjalan mendekati meja. Menekan tombol loudspeaker lalu nomor bagian penerimaan karyawan.

"Bagian office girl, bagaimana?'

"Heh, apa?"

"Bagaimana kamu mau?"

Cherry tersenyum senang. "Artinya aku diterima?"

"Siapa namamu?"

"Cherry."

Dahi Ares berkedut tipis, manik hitamnya menyorot si gadis datar. "Uh-oh, maksudku Qyana. Yah, Qyana Thomas."

"Cherry?"

"Mmm ... itu nama panggilan. Tapi tunggu apa aku benar-benar diterima kerja?"

Lagi-lagi Ares tak menjawab. Pria itu duduk di kursi kerja. Buka laptop Ares tampak sibuk dan serius. Cherry mencebik pelan tak mendapat jawaban. Tak lama pria tua seseorang datang. Pria tua itu sempat lirik pandang ke arah Cherry. Merasa aneh baru kali ini ada perempuan masuk ruang kerja bos besar. Padahal dulu selama menjalin hubungan Ares menyuruh kekasihnya untuk bertemu di luar jam kerja.

****

Cherry menatap tampilan diri pada cermin toilet. Si gadis telah berganti baju petugas cleaning service. Ia tersenyum berterima kasih pada Tuhan untuk keberuntungan hari ini. Semoga ia dapat bertahan, bisa menabung dan pergi mencari tempat kost sendiri.

Pintu terbuka seorang karyawati masuk. Memasang wajah angkuh mendekati Cherry. "Kamu gadis tadi pagi? Pencari kerja salah alamat?" katanya melipat tangan depan dada.

"Aku tidak salah alamat, buktinya diterima."

Cherry merentangkan tangan. Bermaksud menunjukkan pakaian petugas kebersihan telah melekat di tubuhnya.

"Apa yang terjadi antara kamu dan bos tampan?" si Karyawati memberi tatapan tajam pada Cherry.

"Aku tidak....eh," Cherry mengernyit jijik.

Tiba-tiba perut mulas karyawati itu tak dapat di tahan. Ia panik menyentuh bokong, menoleh pada Cherry. "Kamu masih berhutang penjelasan padaku," ancamnya, si karyawati tergopoh-gopoh membuka salah satu pintu di sana.

Cherry menatap heran. "Memang apa yang harus aku jelaskan." Katanya meninggalkan kamar mandi.

Cherry menaruh pakaian di loker. Sebelum bekerja ia disuruh menemui Tuan Billie pria tua bagian kepegawaian.

"Permisi," Cherry mengetuk pintu sopan. Mendengar kata sapa masuk dari dalam si gadis membuka pintu.

"Cherry kamu bertugas membersihkan ruang Tuan Ares. Ini kartu karyawan untuk sementara. Kartumu akan selesai siang atau sore nanti." Katanya sangat ramah.

Cherry menerima kartu tersebut. "Terima kasih," si gadis mengulum senyum.

"Selamat datang dan selamat bekerja," kata Tuan Billie yang Cherry taksir berusia 40 sampai 45 tahun.

Cherry memberi senyum. "Aku permisi," pergi berlalu dari bagian kepegawaian, menuju ruang si bos tampan.

Cherry melangkah pasti menuju ruang kerja bos tampan. Banyak pegawai menatap aneh pada Cherry. Gadis itu tak ambil pusing. Menekan tombol lift lalu masuk. Langkah kecil Cherry sampai di depan pintu hitam dan tinggi ruang kerja yang tadi pagi ia masuki, Cherry tak langsung mengetuk. Ia bermeditasi lebih dulu mengisi paru-paru. Belum sampai siku jari punggung si gadis mengetuk pintu suara penghuni dalam ruangan lebih dulu menyapa. Cherry masuk, melangkah ragu-ragu ia sengaja tak menutup pintu.

"Pintu."

Kepala Ares mengendik pada pintu terbuka lebar.

Cherry menoleh ke belakang. "Oh, ruangan ini tiba-tiba pengab," kata Cherry beralasan, mengibas-ngibas tangan pada wajah.

Kedua tangan Ares terjalin di atas meja. Ia menyorot si gadis untuk segera lakukan perintahnya. Cherry salah tingkah. Kenapa ia jadi takut pada orang ini? Melipat bibir si gadis menutup pintu lalu mendekati meja Ares.

"Kopi," Ares selalu ambigu.

"Hah,"

"Perlu aku ulangi," satu alis Ares terangkat.

Belum ada lima menit rasanya tangan Cherry gatal ingin menjambak rambutnya. "Mmm...tidak perlu. Oke. Kopi pahit atau manis?" sadar ia telah tidak sopan Cherry mengulang pertanyaan.

"Anda mau kopi pahit atau manis Tuan?"

"Sedang saja. Kau tahu pantry dilantai ini?" Kata Ares. Cherry menggeleng cepat. "Keluar dari ruang ini lalu ke kanan."

"Baik Tuan, tunggu sebentar."

Cherry hampir membuka pintu.

"Gadis itu tidak sadar kalau manisnya sudah menempel padanya," gumam Ares sangat kecil.

"Anda mengatakan sesuatu?" Cherry memastikan.

"Waktumu tidak lebih dari lima menit," sahut Ares menyela cepat.

Cherry terkejut. Langsung menutup pintu dan berlari ke arah pantry. Lantai 20 adalah lantai istimewa, hanya ada dua ruang kerja dan satu pantry khusus. Satu sangat besar dan satu lagi sedang. Ruang sedang ditempati Tuan Luke sekretaris Ares. Ruang kerja besar ekstra luas untuk si bos papa muda tampan. Dan pantry dihuni oleh Chef tampan Eric. Para pegawai di sana menyebut lantai 20 sebagai nirwana floor, yang berarti lantai surga berpenghuni tiga dewa tampan.

Sampai pantry Cherry bertemu chef Eric. Cherry terdiam, oh ia terpesona. Pria itu memberi senyum menyambut kedatangan Cherry.

"Hai," sapa Eric.

"Hai," Cherry melangkah masuk. "Tuan di sana minta buatkan kopi," suara Cherry terdengar putus-putus.

Eric terkekeh bahkan nama pun gadis ini tidak ingat atau memang tidak tahu.

Celaka, pria ini punya senyum maut. Lihat saja rona merah menjalar sepanjang pipi si gadis. Bisa-bisa gadis ini jatuh cinta pada chef muda tampan.

Eric melambai tangan depan Cherry. "Hei, jangan melamun."

Cherry tersedot ke alam nyata. Ia mengerjab mata. "A...ah iya eh, tidak. Aduh apa ya?" Cherry tak menemukan alasan. "Ah, kopi!" seketika ia ingat tujuan datang ke pantry.

"Ajari aku buat kopi," tambahnya canggung.

"Kemari." Dua jari Eric bergerak memanggil Cherry untuk mendekat. Eric mengajarkan Cherry cara menggunakan mesin penggiling kopi. "Siapa namamu?"

"Cherry,"

Eric terangguk. "Namamu manis persis seperti pemiliknya."

"Aku memberimu gaji bukan untuk merayu." Suara baritone super ketus menyebalkan dari balik punggung membuat mereka menoleh bersamaan. Ares berdiri di mulut pintu. Menyilang tangan depan dada, pria itu memasang raut muram. Hanya beberapa detik, sebelum Ares beranjak ia melirik dingin seolah memberi peringatan tegas pada Eric.

Eric dan Cherry saling berpandangan. "Dia pria labil jangan terlalu ambil hati." Eric berucap jenaka dan mereka sedikit tertawa.

Cherry mulai meracik kopi menambahkan takaran gula sesuai perintah Eric. "Wah, harum sekali." Aroma kopi bercampur air panas sangat menyegarkan hidung.

"Mau coba?" tawar Eric. Chef tampan itu memang terkenal mudah akrab.

"Apa boleh?"

"Boleh. Ares tidak akan memotong gajimu hanya untuk menyeruput kopi," lagi-lagi mengumbar guyonan ringan.

Mereka terkekeh lalu Cherry bergerak meraih nampan, "Mungkin nanti," balas si gadis menaruh cangkir di atas nampan.

"Aku pergi dulu." Cherry keluar pantry.

Cherry menghela napas lalu membuka pintu. Netra si gadis mendapati kegiatan si bos sedang sibuk mencari sesuatu di rak buku. Cherry menaruh cangkir di atas meja coklat kerja si bos.

Ares menoleh, "Kemari bantu aku,"

"Anda sedang mencari buku?"

"Bukan, aku cari sinyal," sahut Ares melucu.

Cih, untung saja dia bos...

"Jangan diam saja," ketus Ares lagi.

"Bantu aku cari buku berjudul Sugar and Luvtuber," imbuhnya lagi.

....yah, dia memang bosmu Cherry.

"Baik Tuan," sahut si gadis sangat halus. Berbeda dengan isi hatinya mendumel, kesal, menggerutu.

Cherry mendekati rak buku bagian pojok. Ada banyak buku berjajar rapi di sana. Dari mulai buku akutansi, bisnis ekonomi, cerita horor, sosial dan masih banyak lagi. Manik si gadis teliti mencari judul buku yang disebut si bos.

"Hhmmm .... di sini tidak ada," gumamnya mencari buku. Iris Cherry menjelajah barisan buku sangat teliti. Ia menengadah, "Atau di atas ya!" Manik si gadis berkeliling menelisik isi ruangan. Ada satu bangku tak terpakai. Mendorong bangku beroda, Cherry melepas sepatu dan naik ke atasnya.

"Hah, berhasil. Ini dia." Cherry senang bisa menemukan buku tersebut.

"Kamu belum ada satu jam bekerja. Jika terjadi sesuatu tidak akan ada pengobatan," Ares memperingati.

Cherry tak ambil peduli. Baru saja si bos tampan bicara. Bangku tersebut sudah lebih dulu mengabulkan.

"Aaa ... akh ...."

"Hei, hati-ha ... ti," Ares menghembus napas kecil. "Hah, dasar ceroboh!"

Cherry lebih dulu terjatuh tanpa bisa dicegah. Ares mengayun kaki mendekat. "Kamu tak apa?" Ares berjongkok depan Cherry.

Cherry mengusap-usap sikut berusaha menahan perih lalu menggeleng dua kali.

"Aku tak apa."

Ares melihat luka lecet pada sikut Cherry. "Sikut kamu terluka. Bersihkan itu di kamar mandi pribadiku. Kotak obat ada di atas meja samping kamar mandi."

Ares membantu Cherry berdiri. Gadis itu langsung diajak masuk ke dalam ruang pribadi super elegan. Hidung Cherry benar-benar dimanjakan aroma kopi dan mint. Kesan maskulin dan segar langsung tertanam dibenak si gadis.

"Di sana, masuk saja," tunjuk Ares pada satu pintu berwarna silver.

Cherry melangkah masuk. Menutup pintu kamar mandi segera bersihkan luka. Ia menatap cermin bersyukur mendapat bos ketus tapi baik. Tidak seperti di novel-novel yang ia baca. Semua serba arogan dan hyper.

"Ya Tuhan," Cherry memekik.

Tiba-tiba Cherry merasa merinding. Mereka hanya berdua di ruang besar ini. Iris si cantik mengedar menatap perlengkapan kamar mandi. Kepala si gadis menggeleng keras, berusaha membuang jauh-jauh siluet menakutkan. Keluar kamar mandi ia meraih kotak obat.

Manik cokelat Cherry menangkap sebuah ranjang besar di belakang tubuh dari pantulan cermin besar di hadapan. Tubuh Cherry berputar cepat mengabsen satu per satu barisan furniture mewah dalam ruang pribadi si bos. Yah super mewah. Alih-alih menatap sudut ruang, isi kepala Cherry terus memproduksi bayangan menakutkan.

Si gadis keringat dingin. Meneguk liur susah lalu memutar tubuh dan menunduk. Telapak tangan Cherry tampak gemetar lalu mengerat pada sisi meja. "Sial, apa yang kupikirkan?"

"Beri tahu aku, apa yang kamu pikirkan?" secepat itu juga Cherry angkat kepala.

Ia terkesiap mendapati manik hitam si bos menyorot padanya melalui cermin, dengan senyum iblis di bibir dan Cherry bisa merasakan debaran jantungnya berolah raga lebih cepat.

Bab terkait

  • Involved Love   Nomor telepon

    "Oh, shit!" Early menggerutu kesal. Ares selalu mengabaikan panggilan telepon darinya. "Are you oke?" tanya Nella menyorot kamera pada Early. Early berpaling menatap sahabat disampingnya sedang menyeruput jus pome kesukaan dengan satu tangan menyiku di atas meja, memegang kamera. "Yeah," sahut Early menghembus napas kecil. "Sungguh?" tanyanya lagi melihat raut suram temannya. Early meraih sedotan meminum milkshake strawberry. "Yep, i'm oke," jawab Early lemah. "Woo ... tapi aku tidak yakin. Sangat jelas terjadi sesuatu padamu?" cecar Lina sahabat Early satu lagi. "Apa maksudmu?" Early memasang wajah pura-pura bingung, masih tidak ingin bicara. Nella menghembus napas. Menaruh kamera aktif di atas meja. Meraih satu spring roll keju ia asyik mengunyah dan menyimak percakapan kedua temannya. "Kamu menghubungi seseorang lebih dari tiga puluh menit yang lalu dengan menggigit ujung kuku. Dari gelagat kamu saja sudah sangat terlihat kalau kamu ingin sekali bicara dengan seseorang di se

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • Involved Love   Satu ranjang

    Cherry mendesah gemas, duduk manis di sofa putih. Manik cokelat si gadis menjangkau ruang luas tak kalah dari ruang kantor lantai 20 gedung tempatnya bekerja. Bersih dan sangat nyaman. Ruang kerja seorang pebisnis muda. Manik indah si gadis manis mengamati seluruh ruang. Wow... apa itu! Cherry mengerjab sesuatu yang mencolok mata. Sebuah pigura berukuran ekstra besar berlapis emas dengan foto si pemilik ruangan. Wah, apa itu emas murni? Selera pria ini memang tidak main-main. Dari sekian banyak barang di sana, ada satu hal yang menarik perhatian si gadis. Sebuah foto anak bayi terpanjang mungkin usianya berkisar satu tahun lebih. Putranya tampan, Cherry mengagumi. Eh, di mana foto istrinya? Aneh hanya ada foto si bos dan putranya. Cherry penasaran melihat ada dua pigura di atas meja kerja si bos. Mungkin saja itu foto pernikahan. Kenapa tidak dipajang dengan pigura besar seperti foto pria itu? Menggeleng kepala Cherry membuang jauh-jauh

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-29
  • Involved Love   Rasanya aneh

    Status nenek tidak mengubah gaya penampilan modis Terry. Wanita berumur 51 tahun tersebut sangat mengikuti trend mode kekinian. Tak jarang banyak wanita paruh baya seusianya mengikuti gaya berpakaian Terry. Modis, dinamis dan sederhana. Hampir semua warna telah di-mix olehnya. Tak salah jika beberapa perancang busana pernah meminta saran dari Terry untuk keluaran koleksi baru mereka. Yah, Terry sang mantan model sangat berbakat dan terkenal pada masanya. Terry sempat menjadi pusat perhatian, dipuja-puja banyak kalangan terutama kaum pria. Banyak pihak kecewa lantaran Terry memutuskan pensiun dari dunia meliukkan tubuh di atas panggung setelah James Allan pria yang berhasil merebut hati Terry dan menjadikannya istri idaman. Memiliki seorang putra bernama Ares Allan dan kini kebahagiaan keluarga James dan Terry bertambah sejak mereka mempunyai seorang cucu. "Morning," James datang dari belakang memberi kecup sayang pada pipi istri tercinta

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Involved Love   Tertangkap basah

    "Aku pilih ini!" Early menunjuk satu set perhiasan terbaru bermata Ruby lantas menoleh pada Merlin sedang memilih kalung berlian. "Yang mana, Bu?" tanya Early. Merlin mendesah, semua deretan kalung berlian depan mata terlihat sangat indah. "Biar aku pilihkan," kata Early mengamati tiga kalung yang telah dipilih sang Ibu. "Ini saja terlihat mewah." "Ah iya, bungkus yang ini! Pilihan putriku memang selalu tepat." Puji Merlin, Early selalu senang mendapat pujian. Pelayan toko tersenyum ramah. Membungkus dengan kotak cantik khas toko perhiasan tersebut lalu memasukannya ke dalam paper bag. Merlin memberi kartu hitam, setelah membayar mereka bergegas keluar dari sana. "Bu," panggil Early manja. "Ada apa, Sayang? Ada yang ingin kau beli lagi?" tanya Merlin berhenti melangkah menatap putri tercinta. Early menggeleng, "Aku...." Early sengaja menggantung kalimat. Manik hijau gadis itu mengamati kead

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Involved Love   Menginap (lagi)

    Ini—gila. Ini hari ke tiga. Ini sangat menyebalkan. Cherry nyaris tak menemukan perumpamaan yang pantas untuk si Tuan besar. Pekerjaan gadis manis kini bertambah juga semakin merepotkan, dirinya menjadi baby sitter untuk putra kesayangan bos. Setiap pulang dari bekerja, Cherry selalu aman sampai rumah tanpa hambatan, tanpa gangguan. Namun menjelang jam 08.00 pm atau 09.00 pm ponsel Cherry selalu bergetar dengan nama kontak yang sama selama tiga hari berturut-turut. Dari lubuk hati terdalam Cherry sama sekali tidak ingin menjawab. Kendatipun bisa ia lebih memilih abai, menyumpal telinga dengan kapas dan pergi ke alam mimpi. Menyenangkan? Tentu saja tidak, hal tersebut bagian dari khayalan sederhana. Jika Cherry melakukan hal tersebut tidak diragukan lagi. Cherry yakin, seratus triliun persen kalau besok paginya saat sampai di lantai 20 dan masuk ruang kantor, surat pemutusan kerja telah menanti untuk dipoles bubuk tinta hitam, dan Cherry

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Involved Love   Mommy

    "Ya ampun ranjang ... ranjang ... aku butuh ranjang." Cherry berjalan limbung setelah membuka pintu apartemen. Menggeret langkah terasa berat masuk ke dalam kamar melempar tubuh ke atas ranjang, naikkan kaki langsung menutup mata dan terlelap. Alunan dengkur halus gadis manis terdengar. Wajah lelah Cherry tak bisa lagi disembunyikan. Bekerja di kantor Ares memang tidak sulit atau juga sesederhana yang dilihat kasat mata. Membersihkan ruang kerja luas ditambah kamar pribadi bos membutuhkan tingkat ketelitian, kesabaran dan kebersihan super ekstra. Ada beberapa barang pecah belah, yang Cherry yakini seratus triliun persen itu bernilai selangit. Cherry perlu berhati-hati bergulat dengan barang mewah di sana. Salah sedikit uang gajinya tidak akan cukup untuk ganti walau satu barang. Ditambah tiga hari ini setiap malam hampir menjelang waktu rebahan. Gadis manis selalu mendapat telepon dengan alasan yang sama, terpaksa datang ke rumah super m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • Involved Love   Pasal

    "Jelaskan!?" suara baritone sedang Ares terdengar mendesis sinis, tak ubah seperti pemburu berdarah dingin pada malam hari. Tipis, berbisik dan menikam. Habislah aku. Tenang, aku hanya perlu bicara, 'kan? Tubuh si gadis tiba-tiba merinding, berdoa dalam hati mengatakan pada bintang di langit jika Cherry mati malam ini tolong dimakamkan di sebelah sang ayah. Hah, percuma. Cherry gelisah menatap lurus obsidian si bos tampan lamat-lamat. Si gadis memaksa masukkan liur ke dalam kerongkongan telah aus. Cherry sangat paham mendengar suara Ares saat ini, papa tampan terlihat sedang menahan marah serta kesal setelah tahu kebenaran kalau ia sengaja matikan ponsel. Bukan salah Cherry juga, seharusnya si bos papa muda itu tahu batas dan beri Cherry waktu sekadar menyenangkan diri. Sekarang apa yang harus dijelaskan? Bukankah pria itu yang lebih wajib menjawab pertanyaan darinya tadi sore saat mereka berada di dalam mobil. Kenapa jadi berbalik? Oh, kau lupa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • Involved Love   Mencuri cium

    I hate monday. Tiga kata mengandung kesumat yang selalu dilontarkan anak sekolah ataupun para pegawai. Hari senin pagi seharusnya disambut dengan hangat serta semangat. Bagi sebagian pekerja menjalankan tugas di hari minggu pertama sangat berat. Lebih-lebih bagi mereka yang memiliki sangkutan, bermasalah dengan laporan atau dokumen diakhir pekan, bisa jadi itu awal mula I hate monday tercetus sebagai hari sial. Hari buruk dan serasa ingin melompati langsung menuju ke hari selasa, itupun kalau bisa. Baru saja Cherry menginjakkan kaki sampai di lobi gedung perusahaan. Kehadiran si Gadis lebih dulu disambut sorot mata tidak bersahabat dari para karyawati yang telah lebih dulu datang. Setiap pasang bola mata dari mereka seolah mencecar Cherry untuk bicara. Bicara apa? Paham perkara saja tidak? Memang apa yang sebenarnya terjadi? Bak air tenang di lautan Cherry tetap melangkah tanpa gemetar, berusaha tidak terprovokasi keadaan yang saat

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09

Bab terbaru

  • Involved Love   Epilog

    Lantas kala kebahagiaan mengalir deras mampu menampilkan senyum dalam arti sesungguhnya. Cherry tidak lagi merasa sendiri ataupun kesepian jika ia berada di tengah keluarga. Cherry bisa merasakan cinta serta kasih sayang tulus dari kedua mertua, Lina juga lainnya. Seiring waktu bergulir kegiatan Cherry semakin bertambah, selain menjadi ibu rumah tangga, Cherry disibukkan sebuah bisnis kosmetik dengan Brand 'Queen Cherry' dan telah tersebar di beberapa negara. Sedikit cerita, dua Minggu setelah menikah Cherry meminta izin pada Ares untuk pergi ke Miami dengan alasan ia masih memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa produk iklan serta ada satu dari perusahaan ternama. Cherry tahu konsekuensi yang ia dapat pasti akan sangat merugikan, juga harus membayar ganti rugi. Terlebih sepengetahuan Cherry anak magang ataupun model yang telah menandatangani kontrak tidak boleh menikah sampai batas waktu yang ditent

  • Involved Love   Tuntas

    Suara tawa renyah Prime mengudara lantas menjerit kuat saat manik anak laki-laki itu melihat mommy Cherry berdiri di ujung tangga. "Mommy, I miss you," kata bocah laki-laki itu berjalan setengah berlari dikuti Rira dari belakang yang tampak ketakutan kalau Prime akan terjatuh. "Oh, ya Tuhan, hati-hati!" Kekehan kecil Cherry terdengar berselisih dengan rasa khawatir saat ia menyambut suara serta tingkah lucu Prime, membawa anak laki-laki itu ke dalam dekapan. "Me too, handsome," Cherry menoel hidung kecil Prime dan bocah itu tertawa riang. Ares tersenyum menawan, mencium gemas pipi Prime sebelum mengeluarkan protes. "Sama Daddy tidak rindu, ya?" Lucunya Prime menggeleng lantas menjawab dengan suara belepotan ala-ala anak seusianya. "I'm not miss you," Ares menutup wajah berpura-pura menangis sedih. Prime yang kala itu dalam gendongan Cherry mencoba meraih jari besar Ares bermaksud menjauh tangan besar itu dari

  • Involved Love   Euforia

    Kalian pasti mengenal kata euforia, bukan?! Salah satu aksen wujud nyata sebuah kegembiraan tak terbatas, bersemangat, bergairah dan ... ah, tentu saja sangat intens. Kali ini euforia datang secara mendadak kelewat serius sampai si Pemilik ikatan dibuat canggung serta linglung. Kebahagiaan dari komitmen lembaran baru singgah menyapa Ares Allan yang berhasil memberi gelar gadis pujaan bernama Qyana Thomas sebagai istri sah miliknya, memberi warna juga bentuk lain memaknai kisah mereka di atas kanvas bernama takdir yang mengharukan. Detik menjelang kebahagiaan lidah Ares nyaris terkilir melecut kata penolakan. Sungguh papa tampan merasa bersyukur mampu mengendalikan diri. Beralih pada Cherry, gadis bernama asli Qyana Thomas sempat salah tingkah mendapati detik demi detik dalam hidupnya digulung ombak kebahagiaan kental. Cherry hampir tidak percaya, mendapat hadiah terbaik di hari yang tidak pernah ia duga. Yah, kedua insan di sana masih semp

  • Involved Love   Ganjil

    Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama. "Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus. "Percaya atau tidak ya?!" Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami. Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka. "Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang." Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah

  • Involved Love   Panik

    5 jam sebelum pernikahan .... Cherry belum mau beranjak dari sofa dekat jendela kamar. Gadis itu sedang berusaha melepas kisah asmara yang dalam hitungan jam ke depan menjadi kenangan. Cherry tersenyum memandangi bulan indah bersinar terang di atas sana. "Ayah," Cherry memanggil lemah. "Beri aku waktu melupakan kisah indah ... hatiku sedang sesak." Menunduk sesaat menyimak ribuan lampu-lampu menyala di luar sana lalu padam satu per satu. Tidak ada air mata tumpah menganak sungai, namun sesekali arah pandang gadis manis itu tampak buram segera mungkin mengerjab, ia melapangkan hati ... kuat. "Ayah ... bagaimana kabar ibuku?" alih-alih mengutarakan rasa tidak nyaman dalam hati, Cherry justru bertanya tentang ibu kandungnya. "Aku tahu, kalian pasti sudah bertemu dan bahagia di sana. Tenang saja aku tidak percaya cerita Ibu Merlin tentang ibu kandungku Merlina." Menggeleng lucu seolah kedua orang tuanya ada di hadapan sedang

  • Involved Love   Tangis

    Tanpa harus menggali lebih jauh Ares tetap tahu apa yang ada di dalam lubuk hatinya. Apa yang membuat dirinya jatuh dan sakit berkepanjangan. Tidak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menambah waktu sibuk guna melepas beban pikiran tertinggal dari segala persoalan yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Dilema berkepanjangan ini sangat menguras pikiran juga menusuk menyiksa batin si Pria tampan, serta merta lupa memberi asupan terpenting saat tubuhnya lelah. Yah, Ares memilih cara menyakiti diri sendiri memaksakan kehendak pada tubuhnya harus tetap terjaga kala lelah menyerang. Pernah suatu malam Ares diajak berpikir keras. Duduk di ruang tamu kamar hotel ditemani Luke juga satu botol Martini, papa tampan kerap bertanya, siapa yang harus disalahkan atas dilema berkepanjangan ini?! Saat itu Luke memberi jawaban cukup bijak membantu hatinya yang terluka terlapisi rasa tenang. Ayah, Ibu, Early, Tante Merlin atau sifat naif dari gadis manis yang mas

  • Involved Love   Luka

    Dua Minggu pasca kejadian memuakkan Ares tidak memberi perintah apa pun pada Eric. Papa tampan lebih memilih bertindak berhati-hati. Mengikuti segala keputusan atau lebih tepatnya perintah sang Ayah tanpa harus kembali bersuara. Ares selalu datang jika sang Ayah hanya mengirim sebuah pesan sekali pun, lantas mengabulkan segala perintah dari James yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh karena tidak bisa membangkang. Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan keinginan hati. Ares memendam pedih di hatinya, tetap beraktivitas memasang wajah tenang setiap waktunya. Tidak ada yang tahu jika setiap malam papa tampan bahkan sulit untuk memejamkan mata. Ia harus bertahan, tetap mencari jalan keluar tanpa dicurigai. "Ya Tuhan, coba lihat putriku ini sangat cantik." Puji Merlin melihat putrinya memakai gaun pengantin indah. Si Pemilik butik tersenyum lembut, "Benar, kau sangat cantik." Mereka tertawa riang dan Early harus berpura-pura men

  • Involved Love   Tidak mungkin

    Ares memutar bola mata malas lalu menutup pintu mobil kasar. Melangkah masuk area gedung yang sama sekali tidak ada dalam daftar jadwal kegiatan pria itu. Kalau bukan karena sang Ibu dirinya tidak akan sudi melakukan hal sia-sia seperti ini. Pintu lift terbuka, langkah Ares semakin berat kala manik pekat milik papa tampan menangkap pintu kamar rawat beberapa centi meter dari jaraknya. "Anda melupakan sesuatu, Tuan Ares." Tepat empat langkah sebelum mereka sampai depan pintu kamar rawat Luke menyapa ramah. Sekretaris Ares mengulurkan tangan memberi sesuatu yang terlihat mengerikan di mata Ares. Manik hitam Ares menyimak wajah Luke yang kini tengah menahan senyum laknat lalu bergulir pada tangan pria itu. "Hei, bedebah." Luke menatap wajah Ares. "Ya, bajingan," balas Luke kalem. Dagu Ares bergerak satu kali menunjuk benda di tangan Luke. "Kenapa beli hal busuk mengerikan seperti itu?" "Aku tidak tahu jenis-jenis b

  • Involved Love   Siapa?

    Leon menarik napas lega, baru saja pemuda itu hendak membuka minuman kaleng, maniknya menangkap gerakan tangan Early. Leon mendekati ke sisi ranjang. "Ah, putri tidur sudah bangun rupanya, jangan paksakan tubuhmu untuk bergerak." Leon menekan tombol pemanggil suster penjaga. Tidak lama suster penjaga datang. "Tolong panggilkan dokter, dia sudah siuman." Suster bergegas memanggil dokter. "Biar aku periksa," sapa seorang dokter pada pemuda Thomas. Leon memberi ruang pada dokter. Suster mencatat data baru dari pasien. "Syukurlah, masa kritis pasien telah lewat. Biarkan ia beristirahat lebih banyak dan beri air putih secukupnya, aku akan datang dua jam lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut." "Ya, terima kasih." Melihat dokter serta suster telah keluar pintu. Leon menghampiri Early. "Leon," panggilan Early lemah nyaris seperti sebuah bisikan. "Ya," Leon me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status