Share

Hujan

Author: ViRuz04
last update Last Updated: 2021-07-06 14:34:50

Tiga jam berlalu. Hujan tak kunjung reda. Gigi gadis manis saling bergemeletuk, kakinya gemetar tidak bisa diam. Tangan mungil gadis itu coba merapatkan blazer basah kuat-kuat pada tubuh. Cherry mencoba hangatkan diri disela-sela kekuatan tersisa dengan wajah telah pucat pasi serta bibir bergetar nyaris membiru.

"Ya Tuhan, dingin sekali," cicit Cherry merasakan tubuhnya hampir membeku, uap dingin pun menyembur dari celah bibir.

Angin kencang, hujan serta suara petir mewarnai langit. Punggung Cherry bersandar, "Kapan hujan ini akan reda?" suara gadis manis putus-putus, bermonolog sendiri. Menyorot pada area jalan sekitar terlihat beberapa mobil melintas.

Sadar sesuatu Cherry merogoh kantong blazer keluarkan telepon genggam. "Yah, hmm ...," lirih gadis manis menemukan layar ponsel tampak berembun dan mati. Ibu jari Cherry menekan-nekan tombol power. Berharap ponsel miliknya masih bisa diselamatkan.

"Hah,"

Helaan uap putus asa keluar dari celah bibir. Menatap pias pada ponsel di tangan, nasib sial Cherry seolah masih terus mengikuti. Mata bening Cherry mulai berkaca-kaca, setetes air turun ikut serta mengiringi rasa sedih.

"Ayah," suaranya lemah memanggil sosok orang tersayang.  Sesak, menarik udara sebanyak-banyaknya sampai Cherry tak tahu lagi cara bernapas dengan benar bersama tangis yang tidak bisa lagi dicegah.

Benda pipih dalam genggaman Cherry taruh di samping tubuh. Satu tangan lainnya Cherry gunakan untuk merapatkan blazer. Menangis adalah satu-satunya cara menenangkan diri, tanpa histeris atau meraung, tangis si Gadis tetap terdengar pilu menyayat hati.

Suara tangis Cherry berbaur samar bersama suara gemuruh dari langit. Seolah semesta ikut bersedih atas nasib naas yang kini sedang menimpa.

Kedua tangan Cherry beranjak naik menutupi wajah. Terisak kecil lalu melengking, tangis Cherry belum bisa reda. Merasakan kehadiran seseorang tangan Cherry turun ke atas pangkuan, menyibak rambut ke belakang. Mata cantik merah itu berkedip kala menemukan sepasang sepatu sneaker putih di hadapan. Kepala Cherry menengadah mendapati presensi wajah marah sang Adik serta manik mata Leon yang kini berbalut iba. 

"Bodoh," baritone si Adik mengumpat.

Maju satu langkah lagi lantas menarik tubuh sang Kakak sampai berdiri. Leon memeluk erat tubuh lemah Cherry.

Detik berikutnya Cherry tidak lagi dapat menahan sesak, menangis keras dan semakin terisak dalam pelukkan sang Adik. "Bodoh, kakakku yang bodoh," ujarnya terus memaki Cherry yang tidak menjawab panggilan teleponnya.

Cherry melepas pelukan, menghapus jejak sedih pada wajah. "Dari mana kamu tahu aku di sini?" suara si gadis putus-putus.

"Tidak penting, tubuh kakak gemetar lebih baik kita langsung ke apartemenku," melepas dekapan Leon bergegas meraih barang-barang sang Kakak. Cherry hanya pasrah saat ditarik paksa masuk ke dalam mobil.

"Mobil kamu jadi basah," kalimat konyol Cherry tidak dianggap oleh Leon.

Leon melirik sekilas. "Aku tidak peduli. Sekarang diam biarkan aku fokus mengemudi," suara Leon masih terdengar kesal. Cherry menurut, duduk manis menatap arah luar jendela.

Flashback on

Selepas minum air mineral setengah botol, Leon meraih handuk putih kecil menyeka peluh pada wajah, leher ataupun lengan. Leon pemuda tampan itu selalu melatih membentuk otot tubuh kurang lebih dua sampai tiga kali dalam satu minggu, dengan catatan jika sedang senggang. Leon menghabiskan waktu di dalam sana sekitar dua jam.

Leon keluar dari tempat latihan, bergegas naik ke lantai dua, masuk kamar guna membersihkan diri dari sisa-sisa keringat menempel. Selesai mandi adik tampan Cherry turun, mengatakan pada maid kalau dirinya ingin sarapan, dengan gesit maid menyiapkan sarapan untuk si Tuan muda.

Dapat dua suap sendok masuk mulut, tangan Leon melambai memanggil salah satu maid yang sedang merapikan pajangan sekitar ruang makan.

"Tolong panggil kak Cherry kemari untuk menemaniku sarapan."

Leon menegur maid dengan kata sopan.

Maid tersebut menunduk tidak berani menatap wajah Tuan muda.

"Kenapa diam saja?" Leon angkat dua alis menyimak raut sedih maid di sana.

"Tuan muda, nona Cherry sudah pergi," jawab maid tetap menunduk sedikit takut.

Leon manggut-manggut, mengira Cherry pergi mencari kerja.

Tapi tunggu dulu, ini hari sabtu.

"Ini hari sabtu, tumben sekali dia pergi," gumam itu masih bisa terdengar maid.

Ragu-ragu maid menatap Tuan muda lantas kembali membuka suara. "Tuan muda, nona Cherry pergi membawa koper besar."

Sendok berisi lauk pauk hampir masuk ke dalam mulut terhenti di udara. Manik tegas Leon menyorot maid menuntut penjelasan.

"Apa maksudmu?" baritone Leon menggeram marah.

Maid tersebut meneguk liur kering, takut Nyonya besar marah padanya tapi juga khawatir pada nona Cherry. Bunyi sendok jatuh, menyentak keras pada piring membuat maid sedang berdiri di sana terlonjak kaget.

Leon segera berlari naik ke lantai atas masuk ke dalam kamar Cherry. Membuka lemari pakaian ia tidak menemukan satu helai benang tertinggal. Leon keluar kamar Cherry berlari masuk ke kamar pribadinya meraih kunci mobil juga dompet.

Sampai bawah melewati ruang utama Leon melihat sang Ibu dan Early sedang asyik menyantap buah segar telah dipotong kecil-kecil.

"Leon sayang ...,"

Tanpa peduli Leon tetap melangkah menuju garasi. Ia tahu lambat laun hal ini pasti terjadi dan Leon yakin pasti bisa menemukan Cherry.

Adik tampan Cherry layaknya remaja pada umumnya. Senang bermain juga sering hang out bersama beberapa teman pada saat weekend. Kepribadian adik tampan berubah dua bulan setelah sang Ayah meninggal. Jarang main atau kumpul dengan para sahabat hanya sesekali jika ia ingin.

Yah, Leon dituntut sang Ibu untuk belajar mengenai perusahaan sang Ayah. Diusia yang sangat muda dan Leon sempat frustrasi karena harus belajar dari nol. Leon jadi lebih sering datang ke kamar Cherry menumpahkan segala keluh kesah. Cherry selalu membuka lebar-lebar pintu kamar untuk sang Adik, tak hanya itu Cherry juga selalu menjadi pendengar terbaik.

Semenjak akrab Leon selalu memprioritaskan Cherry, dirinya pun tidak bodoh. Leon sadar atas sikap sang Ibu jauh berbeda jika menyangkut Cherry dan Early. Yah, Leon bisa melihat perbedaan itu. Sebelum sang Ayah meninggal, Leon diminta untuk menjaga Cherry. Saat ini sebagai anak laki-laki dirinya akan menjalankan tugas bukan karena terpaksa, melainkan Leon tahu Cherry mempunyai sifat lembut serta tulus, memberi kasih sayang tulus, sangat perhatian. Hal tersebut, tidak pernah Leon dapatkan dari saudara kembarnya Early.

Flashback off.

✨✨✨

Ares gelisah menatap langit di atas berubah gelap. Meraih ponsel ia menghubungi sang Ibu kemudian menempelkan benda pipih mahal pada daun telinga, kakinya mondar-mandir gelisah.

"Ibu di mana?" langsung to the point saat mendengar suara Prime di seberang sana.

"Maafkan ibu, lupa memberitahu kamu. Mobil ibu sedang di bengkel, tiba-tiba mogok tadi," jawab Terry tenang.

Ares memijat kepala. "Sekarang ibu di mana? Biar aku jemput."

"Morning cafe, Prime sedang bermain bersama Rira."

"Baiklah, tunggu aku di sana."

Mobil hitam Ares segera meluncur. Jarak dari rumah ke morning cafe cukup jauh. Jari telunjuk panjang papa tampan menekan tombol audio nyalakan musik. Jenuh dan sepi dalam mobil hilang, sesekali Ares ikut bernyanyi saat ia hapal dengan lirik lagu tersebut.

Hujan turun semakin deras, Ares mendesah menyibak rambut ke belakang dan tetap fokus mengemudi. Musik rock n roll terus menemani. Kepala Ares tak luput ikut manggut-manggut bergerak seirama. Sampai depan cafe hujan tak juga reda. Mobil Ares telah parkir rapi, papa tampan sedikit berlari masuk ke dalam cafe sampai dalam manik hitam papa tampan mengedar mencari sosok sang Ibu.

Satu tangan cantik terangkat menyapa dari meja tak jauh di depannya. Ares kembali melangkah mendekat, "Mana putraku?" tanya papa tampan begitu sampai depan sang ibu.

"Di atas sedang main," jawab Terry santai.

Menggeser satu bangku untuk sang Putra duduk. "Mau kopi atau sesuatu?"

"Espresso," jawab Ares singkat.

Terry memanggil waiters memesan keinginan sang putra serta sandwich. "Ganjal perutmu, jika tidak ingin masuk angin."

Manik hitam wanita paruh baya itu memperhatikan kondisi sang Putra, baju basah pada pundak serta ujung celana.

Pesanan Ares datang, wangi harum cairan pekat menggoda tangan Ares segera meraih kuping cangkir. Papa tampan menyesap kopi panas dengan mata terpejam.

"Ah," desah nikmat meluncur saat Ares membuka mata. Manik hitam Ares menatap jendela luar cafe. Tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti.

"Ibu sudah beritahu supir ibu kalau aku jemput?" seketika sang Ibu menutup mulut.

Wanita paruh baya itu lupa. Meraih ponsel di atas meja, jari lentik Terry mengetik lincah di sana. Menekan tombol send, menaruh lagi ponsel di atas meja.

"Kalau ibu tidak salah lihat, kamu tampak sumringah. Ada sesuatu?" Terry menelisik wajah sang Putra, tampak lain dari biasanya.

"Apa sangat terlihat?" Papa muda bertanya balik. 

Kepala Terry terangguk sekali, salah satu tangan kurusnya menopang dagu di atas meja. "Kamu menang tender lagi?" tebak Terry, maniknya tak lepas dari wajah tampan sang Putra.

Ares menggeleng samar. "Kali ini beda. Aku sangat tertarik," kalimat ambigu Ares membuat dahi sang Ibu mengernyit tak mengerti.

Manik mereka bertemu tiga detik berikutnya Ares mengirim sinyal menggelitik pada Terry. Kepala pria penuh kharisma itu tertunduk, mengulum senyum malu-malu.

Oh, menggemaskan.

Terry mendengus kecil, menikmati cairan teh sudah dingin lalu bersandar pada kursi.

"Siapa dia?"

Ares menyesap lagi sedikit kopi hangatnya. "Tidak tahu," angkat bahu acuh

Kenyataannya memang seperti itu dirinya belum sempat menanyakan nama gadis itu pada Scott saat menghubungi kemarin.

Jawaban polos sang Putra membuat Terry terkekeh ringan. Perut wanita paruh baya itu dibuat geli oleh pengakuan bodoh Ares. Ya Tuhan, mungkinkah Ares menyukai hal berbau halusinasi. Terry menggeleng samar lalu menghela napas santai. Lupakan sejenak pikiran konyol tentang putra bontotnya. Namun ia masih tak bisa berhenti tertawa dan hal tersebut membuat Ares memasang wajah muram, sangat sebal.

"Berhenti mengejek."

Kalimat peringatan pelan dari Ares tak langsung ditanggapi Terry.

Terry melipat bibir, menutup dengan tiga jari kurus menempelpada bibir sendiri. "Baiklah," kata wanita paruh baya itu lalu berdeham.

"Jadi?" satu kata dari Terry merujuk pada kepastian.

Papa tampan menatap sang Ibu penuh arti. "Tunggu saja kabar baik dariku."

Jari tangan Ares mengetuk-ngetuk meja kayu. Memperhatikan ruang cafe tidak banyak berubah, hanya sedikit tambahan ada dua pot besar di dalam ruangan serta pajangan menempel pada dinding pemanis suasana.

Selebihnya tak ada yang bicara. Rira turun dengan Prime merengek gelisah ingin tidur. Si Tampan kecil beralih ke dalam pelukan Ares kemudian memberi usapan lembut juga menepuk ringan pada punggung anak laki-lakinya, Ares coba menenangkan. Tak berhasil, Prime semakin merengek juga menangis kencang.

"Sayang," suara sang nenek memanggil. Prime langsung mengulurkan tangan pada Terry.

Rira sang Baby sitter membuat susu. Beruntung air panas dalam termos mini masih ada.

"Berikan padaku," Terry meminta Prime dari dekapan Ares. "Ssstttt ... tenang sayang tunggu ya!" bisik sang Nenek pelan.

Papa tampan melihatnya, kasih sayang serta perlakuan lembut seorang ibu memang sangat berbeda. Manik hitam Ares terus memperhatikan. Bagaimana cara ampuh Terry menenangkan buah hati. Yah, hati Ares mulai terusik. Membenarkan pernyataan sang Ibu kala dulu memintanya untuk segera menikah. Jikalau dihitung mungkin sudah ada puluhan gadis dari rekan dekat Terry dikenalkan pada Ares.

Ares merasa terlalu jengah memikirkan ataupun berdekatan hal berbau cinta.  Malas. Tidak minat. Jauh-jauh. Selepas Ares dan sang Ibu pulang dari suatu tempat, baik pesta maupun acara khusus makan malam. Papa tampan harus menyumpal telinga dari pertanyaan yang sama berkali-kali. Semisal: Bagaimana kamu tertarik? Atau Dia cantik kamu tampan, kalian cocok.

Ares sama sekali tidak menanggapi yang perlu ia lakukan saat itu terjadi adalah fokus mengemudi, mengantar Terry sampai rumah, kemudian bergegas pulang masuk kamar dan tidur. Hal tersebut cukup membuat sang Ibu berang, kelakuan putra kesayangan sangat menyebalkan.

Tapi semenjak kejadian di depan kamar mandi malam itu. Sekarang semua keadaan berbalik, bahkan Ares sendiri mencari langsung informasi tentang si Gadis. Ares sempat merasa bingung pada diri sendiri. Apa ini yang disebut ketertarikan atau hanya sekadar penasaran dan akan segera berlalu?! Entahlah ia sendiri bingung dengan hatinya.

Setiap detik jam berjalan papa tampan terbilang tidak sabar menanti pergantian hari. Terlebih saat kemarin malam Ares mendapat kabar baik dari sahabat dekatnya. Secara tiba-tiba Ares menyungging senyum menawan membuat sang Ibu yang sedang menggendong dan memberi susu pada Prime menatap aneh.

"Kau sehat?"

Lontaran kalimat jenaka sang Ibu membuat Ares tersadar dari lamunan panjang. Papa tampan berdeham, angkat bahu acuh.

"Lebih baik kita pulang anakku terlihat lelah," tutur Ares melirik pada Prime hampir tertidur pada pangkuan sang Ibu.

Terry setuju. Angkat bokong dari sana dengan hati-hati. Takut membangunkan sang Cucu. Rira bertugas merapikan bawaan mereka. Yah, seperti itu repotnya menjadi orang tua saat berpergian bersama bayi, keperluan mereka memang lebih banyak.

Ares memanggil waiters meminta bill tagihan. Selesai urusan administrasi, ia menyuruh sang Ibu dan baby sitter menunggu. Ares ingat sepertinya dalam mobil ada payung, ambil benda tersebut lalu menjemput sang ibu dan Rira secara bergantian. Papa tampan tidak pernah sombong ataupun egois terhadap para pegawainya. Ares justru menjaga hubungan baik dengan mereka, terkecuali pada mereka yang melewati batas dan Ares tidak segan untuk bertindak tegas.

Hitam sexy meluncur menerobos hujan deras. Ares dituntut fokus tiga kali lipat, mengingat jarak arah pandang tampak samar akibat embun pada kaca serta air hujan.

"Dia langsung pulas," Ares melirik Prime.

Tangan papa muda terulur menyentuh tombol AC mengurangi frekuensi dingin dalam mobil.

"Sepertinya hujan ini akan lama," ujar Terry mengintip langit dari dalam mobil.

Mulut Ares hampir terbuka menjawab sang Ibu. Manik papa tampan melihat siluet seorang gadis duduk sendiri depan toko tertutup sedang menutup wajah mengganggu konsentrasi miliknya.

Mobil Ares berhenti. Menepi jalan irisnya terus menyorot ke arah gadis di seberang sana ingin memastikan. Belum juga mendapat jawaban dari rasa penasarannya satu mobil sport berhenti. Seorang lelaki keluar, terlihat seperti marah besar berjalan mendekat pada gadis di sana.

"Ares," panggilan sang Ibu diabaikan begitu saja.

"Kamu kenal kenal gadis itu?"

Hati Ares berdebar kencang. Saat si gadis membuka telapak tangan dari wajah lalu angkat kepala menatap lelaki berdiri di depannya. Walau samar Ares masih bisa mengenali. Yah, dia gadis malam itu.

Detik berikutnya rahang Ares dibuat mengetat, lelaki itu menarik si Gadis dalam dekapan. Tak sampai di sana, ruang dada Ares tiba-tiba panas melihat lelaki tersebut menarik koper dan tangan gadis itu lantas membawanya masuk ke dalam mobil kemudian berlalu dari sana.

"Ares,"

Pegangan Ares pada kemudi menguat. Manik hitam Ares terus mengikuti arah mobil itu menghilang.

"Shit," maki Ares membuat Terry mengelus dada lalu beralih menatap pada cucu kesayangan.

"Kamu gila mengumpat keras depan anakmu!"

Sesaat Terry menyembur kesal, tapi juga sangat penasaran. "Kamu kenal gadis itu?"

"Hn," balasan singkat padat Ares sebelum masukan gigi, meluncur dari sana.

Jawaban ambigu itu membuat Terry mendesis sebal. Ini pertama kali dirinya melihat Ares dibuat marah karena seorang gadis.

Related chapters

  • Involved Love   Gelisah

    Sabtu kelabu. Yah, setidaknya kata itu pantas disematkan untuk Ares si pria tampan, rupawan, menawan dan oh—kasihan. Lihat saja betapa kacau wajah pria tampan itu. Duduk di kursi putih dalam kamar, dengan kedua tangan terjalin menempel di atas perut. Kepalanya bersandar pada punggung bangku, ia menatap langit-langit kamar. Hati papa tampan di gulung awan mendung. Seperti cuaca di langit hari ini gelap cenderung abu-abu namun tak basah, kering merana. Isi kepala papa tampan masih terus mengulang kejadian beberapa saat lalu tanpa bisa menghindar. Berputar ke waktu lalu lebih lama lagi, ia mengingat ucapan Tante Merlin mengenai tunangan si gadis. Benarkah gadis itu telah bertunangan? "Shit," tiba-tiba Ares mengerang kesal. Papa tampan memaki, tanpa sebab—tanpa alasan berarti. Kepala Ares menunduk, mengepalkan tangan kemudian menutup mata menetralisir emosi yang sedang bergolak ingin meledak. Helaan napas panjang (lagi) berat ratusan kali terdengar, mengisi ruang luas nan rapi. Getar

    Last Updated : 2021-07-08
  • Involved Love   Hope

    Cherry baru saja selesai membersihkan diri dari debu dan keringat setelah seharian ia berjalan mencari pekerjaan. Menutup pintu kamar mandi, tangan gadis itu sibuk mengusap-usap keringkan rambut basah dengan handuk kecil. Si manis melangkah, berdiri depan meja hitam kecil, ia membuka tas lalu meraih ponsel. Ada tiga panggilan tak terjawab dari si adik. Cherry mengulum senyum kecil, ibu jarinya menari cepat pada layar ponsel. Ia mengirim pesan, memberi kabar pada Leon kalau ia sudah sampai di apartemen. Menaruh ponsel, iris cantik Cherry tak sengaja melirik pada sebuah kartu nama dalam tas. Tangan Cherry bergerak ambil kartu dari dalam tas. Isi kepala si gadis mengingat ulang kejadian beberapa waktu lalu. Matahari telah tinggi bersinar sangat terik menyengat kulit, tak menyurutkan semangat si gadis untuk mencari kerja. Cherry berjalan melewati beberapa barisan toko dan cafe. Si gadis melangkah santai, sesekali melirik juga membaca papan tertulis depan toko atau cafe di sana. Yah, haru

    Last Updated : 2021-07-09
  • Involved Love   Dewi Fortuna

    Cherry menarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Mengayun kaki masuk ke dalam gedung perusahaan penuh percaya diri. Manik cokelat cherry berpendar kagum, perusahaan ini tak jauh beda dari milik mendiang sang ayah. Cherry menghela napas kecil ini memang sudah takdirnya. Tak bisa bekerja di perusahaan sang ayah, walau sekadar menjadi buruh upah harian. Sudahlah bukan berarti ia putus asa. "Semangat Cherry kamu pasti bisa. Yah, semangat." Cherry mengepalkan tangan ke udara. Berdeham saat beberapa mata tertuju padanya. Semakin dekat meja resepsionis, jantung gadis manis semakin berdegub keras. "Permisi," sapa Cherry pada wanita cantik di balik meja resepsionis yang diharuskan ramah pada setiap tamu. Wanita itu berdiri lalu mengulum senyum tipis menyambut ramah. "Ada yang bisa saya bantu?" "Kemarin aku dapat info kalau di perusahaan ini sedang buka lowongan pekerjaan. Aku datang untuk melamar," ucap Cherry halus. Resepsionis mengerut dahi dalam, lantaran bingung. "Maaf n

    Last Updated : 2021-07-13
  • Involved Love   Nomor telepon

    "Oh, shit!" Early menggerutu kesal. Ares selalu mengabaikan panggilan telepon darinya. "Are you oke?" tanya Nella menyorot kamera pada Early. Early berpaling menatap sahabat disampingnya sedang menyeruput jus pome kesukaan dengan satu tangan menyiku di atas meja, memegang kamera. "Yeah," sahut Early menghembus napas kecil. "Sungguh?" tanyanya lagi melihat raut suram temannya. Early meraih sedotan meminum milkshake strawberry. "Yep, i'm oke," jawab Early lemah. "Woo ... tapi aku tidak yakin. Sangat jelas terjadi sesuatu padamu?" cecar Lina sahabat Early satu lagi. "Apa maksudmu?" Early memasang wajah pura-pura bingung, masih tidak ingin bicara. Nella menghembus napas. Menaruh kamera aktif di atas meja. Meraih satu spring roll keju ia asyik mengunyah dan menyimak percakapan kedua temannya. "Kamu menghubungi seseorang lebih dari tiga puluh menit yang lalu dengan menggigit ujung kuku. Dari gelagat kamu saja sudah sangat terlihat kalau kamu ingin sekali bicara dengan seseorang di se

    Last Updated : 2021-07-19
  • Involved Love   Satu ranjang

    Cherry mendesah gemas, duduk manis di sofa putih. Manik cokelat si gadis menjangkau ruang luas tak kalah dari ruang kantor lantai 20 gedung tempatnya bekerja. Bersih dan sangat nyaman. Ruang kerja seorang pebisnis muda. Manik indah si gadis manis mengamati seluruh ruang. Wow... apa itu! Cherry mengerjab sesuatu yang mencolok mata. Sebuah pigura berukuran ekstra besar berlapis emas dengan foto si pemilik ruangan. Wah, apa itu emas murni? Selera pria ini memang tidak main-main. Dari sekian banyak barang di sana, ada satu hal yang menarik perhatian si gadis. Sebuah foto anak bayi terpanjang mungkin usianya berkisar satu tahun lebih. Putranya tampan, Cherry mengagumi. Eh, di mana foto istrinya? Aneh hanya ada foto si bos dan putranya. Cherry penasaran melihat ada dua pigura di atas meja kerja si bos. Mungkin saja itu foto pernikahan. Kenapa tidak dipajang dengan pigura besar seperti foto pria itu? Menggeleng kepala Cherry membuang jauh-jauh

    Last Updated : 2021-07-29
  • Involved Love   Rasanya aneh

    Status nenek tidak mengubah gaya penampilan modis Terry. Wanita berumur 51 tahun tersebut sangat mengikuti trend mode kekinian. Tak jarang banyak wanita paruh baya seusianya mengikuti gaya berpakaian Terry. Modis, dinamis dan sederhana. Hampir semua warna telah di-mix olehnya. Tak salah jika beberapa perancang busana pernah meminta saran dari Terry untuk keluaran koleksi baru mereka. Yah, Terry sang mantan model sangat berbakat dan terkenal pada masanya. Terry sempat menjadi pusat perhatian, dipuja-puja banyak kalangan terutama kaum pria. Banyak pihak kecewa lantaran Terry memutuskan pensiun dari dunia meliukkan tubuh di atas panggung setelah James Allan pria yang berhasil merebut hati Terry dan menjadikannya istri idaman. Memiliki seorang putra bernama Ares Allan dan kini kebahagiaan keluarga James dan Terry bertambah sejak mereka mempunyai seorang cucu. "Morning," James datang dari belakang memberi kecup sayang pada pipi istri tercinta

    Last Updated : 2021-08-01
  • Involved Love   Tertangkap basah

    "Aku pilih ini!" Early menunjuk satu set perhiasan terbaru bermata Ruby lantas menoleh pada Merlin sedang memilih kalung berlian. "Yang mana, Bu?" tanya Early. Merlin mendesah, semua deretan kalung berlian depan mata terlihat sangat indah. "Biar aku pilihkan," kata Early mengamati tiga kalung yang telah dipilih sang Ibu. "Ini saja terlihat mewah." "Ah iya, bungkus yang ini! Pilihan putriku memang selalu tepat." Puji Merlin, Early selalu senang mendapat pujian. Pelayan toko tersenyum ramah. Membungkus dengan kotak cantik khas toko perhiasan tersebut lalu memasukannya ke dalam paper bag. Merlin memberi kartu hitam, setelah membayar mereka bergegas keluar dari sana. "Bu," panggil Early manja. "Ada apa, Sayang? Ada yang ingin kau beli lagi?" tanya Merlin berhenti melangkah menatap putri tercinta. Early menggeleng, "Aku...." Early sengaja menggantung kalimat. Manik hijau gadis itu mengamati kead

    Last Updated : 2021-08-02
  • Involved Love   Menginap (lagi)

    Ini—gila. Ini hari ke tiga. Ini sangat menyebalkan. Cherry nyaris tak menemukan perumpamaan yang pantas untuk si Tuan besar. Pekerjaan gadis manis kini bertambah juga semakin merepotkan, dirinya menjadi baby sitter untuk putra kesayangan bos. Setiap pulang dari bekerja, Cherry selalu aman sampai rumah tanpa hambatan, tanpa gangguan. Namun menjelang jam 08.00 pm atau 09.00 pm ponsel Cherry selalu bergetar dengan nama kontak yang sama selama tiga hari berturut-turut. Dari lubuk hati terdalam Cherry sama sekali tidak ingin menjawab. Kendatipun bisa ia lebih memilih abai, menyumpal telinga dengan kapas dan pergi ke alam mimpi. Menyenangkan? Tentu saja tidak, hal tersebut bagian dari khayalan sederhana. Jika Cherry melakukan hal tersebut tidak diragukan lagi. Cherry yakin, seratus triliun persen kalau besok paginya saat sampai di lantai 20 dan masuk ruang kantor, surat pemutusan kerja telah menanti untuk dipoles bubuk tinta hitam, dan Cherry

    Last Updated : 2021-08-04

Latest chapter

  • Involved Love   Epilog

    Lantas kala kebahagiaan mengalir deras mampu menampilkan senyum dalam arti sesungguhnya. Cherry tidak lagi merasa sendiri ataupun kesepian jika ia berada di tengah keluarga. Cherry bisa merasakan cinta serta kasih sayang tulus dari kedua mertua, Lina juga lainnya. Seiring waktu bergulir kegiatan Cherry semakin bertambah, selain menjadi ibu rumah tangga, Cherry disibukkan sebuah bisnis kosmetik dengan Brand 'Queen Cherry' dan telah tersebar di beberapa negara. Sedikit cerita, dua Minggu setelah menikah Cherry meminta izin pada Ares untuk pergi ke Miami dengan alasan ia masih memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa produk iklan serta ada satu dari perusahaan ternama. Cherry tahu konsekuensi yang ia dapat pasti akan sangat merugikan, juga harus membayar ganti rugi. Terlebih sepengetahuan Cherry anak magang ataupun model yang telah menandatangani kontrak tidak boleh menikah sampai batas waktu yang ditent

  • Involved Love   Tuntas

    Suara tawa renyah Prime mengudara lantas menjerit kuat saat manik anak laki-laki itu melihat mommy Cherry berdiri di ujung tangga. "Mommy, I miss you," kata bocah laki-laki itu berjalan setengah berlari dikuti Rira dari belakang yang tampak ketakutan kalau Prime akan terjatuh. "Oh, ya Tuhan, hati-hati!" Kekehan kecil Cherry terdengar berselisih dengan rasa khawatir saat ia menyambut suara serta tingkah lucu Prime, membawa anak laki-laki itu ke dalam dekapan. "Me too, handsome," Cherry menoel hidung kecil Prime dan bocah itu tertawa riang. Ares tersenyum menawan, mencium gemas pipi Prime sebelum mengeluarkan protes. "Sama Daddy tidak rindu, ya?" Lucunya Prime menggeleng lantas menjawab dengan suara belepotan ala-ala anak seusianya. "I'm not miss you," Ares menutup wajah berpura-pura menangis sedih. Prime yang kala itu dalam gendongan Cherry mencoba meraih jari besar Ares bermaksud menjauh tangan besar itu dari

  • Involved Love   Euforia

    Kalian pasti mengenal kata euforia, bukan?! Salah satu aksen wujud nyata sebuah kegembiraan tak terbatas, bersemangat, bergairah dan ... ah, tentu saja sangat intens. Kali ini euforia datang secara mendadak kelewat serius sampai si Pemilik ikatan dibuat canggung serta linglung. Kebahagiaan dari komitmen lembaran baru singgah menyapa Ares Allan yang berhasil memberi gelar gadis pujaan bernama Qyana Thomas sebagai istri sah miliknya, memberi warna juga bentuk lain memaknai kisah mereka di atas kanvas bernama takdir yang mengharukan. Detik menjelang kebahagiaan lidah Ares nyaris terkilir melecut kata penolakan. Sungguh papa tampan merasa bersyukur mampu mengendalikan diri. Beralih pada Cherry, gadis bernama asli Qyana Thomas sempat salah tingkah mendapati detik demi detik dalam hidupnya digulung ombak kebahagiaan kental. Cherry hampir tidak percaya, mendapat hadiah terbaik di hari yang tidak pernah ia duga. Yah, kedua insan di sana masih semp

  • Involved Love   Ganjil

    Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama. "Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus. "Percaya atau tidak ya?!" Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami. Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka. "Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang." Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah

  • Involved Love   Panik

    5 jam sebelum pernikahan .... Cherry belum mau beranjak dari sofa dekat jendela kamar. Gadis itu sedang berusaha melepas kisah asmara yang dalam hitungan jam ke depan menjadi kenangan. Cherry tersenyum memandangi bulan indah bersinar terang di atas sana. "Ayah," Cherry memanggil lemah. "Beri aku waktu melupakan kisah indah ... hatiku sedang sesak." Menunduk sesaat menyimak ribuan lampu-lampu menyala di luar sana lalu padam satu per satu. Tidak ada air mata tumpah menganak sungai, namun sesekali arah pandang gadis manis itu tampak buram segera mungkin mengerjab, ia melapangkan hati ... kuat. "Ayah ... bagaimana kabar ibuku?" alih-alih mengutarakan rasa tidak nyaman dalam hati, Cherry justru bertanya tentang ibu kandungnya. "Aku tahu, kalian pasti sudah bertemu dan bahagia di sana. Tenang saja aku tidak percaya cerita Ibu Merlin tentang ibu kandungku Merlina." Menggeleng lucu seolah kedua orang tuanya ada di hadapan sedang

  • Involved Love   Tangis

    Tanpa harus menggali lebih jauh Ares tetap tahu apa yang ada di dalam lubuk hatinya. Apa yang membuat dirinya jatuh dan sakit berkepanjangan. Tidak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menambah waktu sibuk guna melepas beban pikiran tertinggal dari segala persoalan yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Dilema berkepanjangan ini sangat menguras pikiran juga menusuk menyiksa batin si Pria tampan, serta merta lupa memberi asupan terpenting saat tubuhnya lelah. Yah, Ares memilih cara menyakiti diri sendiri memaksakan kehendak pada tubuhnya harus tetap terjaga kala lelah menyerang. Pernah suatu malam Ares diajak berpikir keras. Duduk di ruang tamu kamar hotel ditemani Luke juga satu botol Martini, papa tampan kerap bertanya, siapa yang harus disalahkan atas dilema berkepanjangan ini?! Saat itu Luke memberi jawaban cukup bijak membantu hatinya yang terluka terlapisi rasa tenang. Ayah, Ibu, Early, Tante Merlin atau sifat naif dari gadis manis yang mas

  • Involved Love   Luka

    Dua Minggu pasca kejadian memuakkan Ares tidak memberi perintah apa pun pada Eric. Papa tampan lebih memilih bertindak berhati-hati. Mengikuti segala keputusan atau lebih tepatnya perintah sang Ayah tanpa harus kembali bersuara. Ares selalu datang jika sang Ayah hanya mengirim sebuah pesan sekali pun, lantas mengabulkan segala perintah dari James yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh karena tidak bisa membangkang. Berbalik tiga ratus enam puluh derajat dengan keinginan hati. Ares memendam pedih di hatinya, tetap beraktivitas memasang wajah tenang setiap waktunya. Tidak ada yang tahu jika setiap malam papa tampan bahkan sulit untuk memejamkan mata. Ia harus bertahan, tetap mencari jalan keluar tanpa dicurigai. "Ya Tuhan, coba lihat putriku ini sangat cantik." Puji Merlin melihat putrinya memakai gaun pengantin indah. Si Pemilik butik tersenyum lembut, "Benar, kau sangat cantik." Mereka tertawa riang dan Early harus berpura-pura men

  • Involved Love   Tidak mungkin

    Ares memutar bola mata malas lalu menutup pintu mobil kasar. Melangkah masuk area gedung yang sama sekali tidak ada dalam daftar jadwal kegiatan pria itu. Kalau bukan karena sang Ibu dirinya tidak akan sudi melakukan hal sia-sia seperti ini. Pintu lift terbuka, langkah Ares semakin berat kala manik pekat milik papa tampan menangkap pintu kamar rawat beberapa centi meter dari jaraknya. "Anda melupakan sesuatu, Tuan Ares." Tepat empat langkah sebelum mereka sampai depan pintu kamar rawat Luke menyapa ramah. Sekretaris Ares mengulurkan tangan memberi sesuatu yang terlihat mengerikan di mata Ares. Manik hitam Ares menyimak wajah Luke yang kini tengah menahan senyum laknat lalu bergulir pada tangan pria itu. "Hei, bedebah." Luke menatap wajah Ares. "Ya, bajingan," balas Luke kalem. Dagu Ares bergerak satu kali menunjuk benda di tangan Luke. "Kenapa beli hal busuk mengerikan seperti itu?" "Aku tidak tahu jenis-jenis b

  • Involved Love   Siapa?

    Leon menarik napas lega, baru saja pemuda itu hendak membuka minuman kaleng, maniknya menangkap gerakan tangan Early. Leon mendekati ke sisi ranjang. "Ah, putri tidur sudah bangun rupanya, jangan paksakan tubuhmu untuk bergerak." Leon menekan tombol pemanggil suster penjaga. Tidak lama suster penjaga datang. "Tolong panggilkan dokter, dia sudah siuman." Suster bergegas memanggil dokter. "Biar aku periksa," sapa seorang dokter pada pemuda Thomas. Leon memberi ruang pada dokter. Suster mencatat data baru dari pasien. "Syukurlah, masa kritis pasien telah lewat. Biarkan ia beristirahat lebih banyak dan beri air putih secukupnya, aku akan datang dua jam lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut." "Ya, terima kasih." Melihat dokter serta suster telah keluar pintu. Leon menghampiri Early. "Leon," panggilan Early lemah nyaris seperti sebuah bisikan. "Ya," Leon me

DMCA.com Protection Status