Beranda / Romansa / Innocent Boss / Ini Kantor apa Rumah Pribadi?

Share

Ini Kantor apa Rumah Pribadi?

Penulis: R Herlina Sari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-30 04:58:57

Part 5

Di dalam kamar mandi aku cuma terpaku. Peralatannya lengkap benar. Ada sabun mandi, shampo, pasta gigi, tak lupa tergrletak pula sebuah sikat gigi yang belum di buka dari bungkusnya. Ini rumah apa kantor? Kupandangi seluruh isi ruangan. Kamar mandi minimalis, lengkap dengan bath up-nya. Tersedia juga kamar ganti, ada almari besar dengan deretan isi setelan kemeja laki-laki. Punya Pak Nala pasti. 

Di dinding sebelah kiri, bersebelahan dengan arah kamar mandi terdapat pintu, iseng-iseng aku buka. Ada sebuah kamar tidur di sana, lengkap dengan perabotannya. Terlihat empuk dan nyaman buat ditidurin.

Di ujung nakas, ada sebuah paper bag, di sebuah kertas tertulis 'untuk Shera'. Di meja pun sama. Terdapat make up lengkap tanpa cela. Bedak, foundation, lipstik, maskara, blush on, pensil alis, dan entah apa lagi yang tak aku tahu jenisnya. Semua masih baru, belum terbuka segelnya. Ahh kaya aku ... kan halu ... melihat alat make up lengkap gini serasa aku lagi dikasih peningset lamaran. 

Aku terlihat sangat berharap yak, secara belum pernah tahu make up selengkap ini. Biasanya cuma pakai bedak bayi Cusson sama lipstik pink merk Wardah-maaf ya sebut merk, asli ini bukan promosi atau jadi endorse produk tersebut-.

Segera saja aku mandi, lima menit cukup. Mandi bebek, karena aku takut sama air. Padahal kran air ada dua pilihan panas dan dinggin, bodohnya aku tak tahu cara mengubahnya.  

Aku mengganti baju dengan isi paper bag. Rok navy selutut, blouse biru langit dengan kerah cina. Membuat penampilanku kali ini terlihat lebih dewasa. Kupoles tipis-tipis bedak dan lipstik. Ah bodo amat punya siapa, yang penting aku pakai saja. Herannya, pakaian itu seperti sengaja untukku. Ukurannya pas tanpa.ada longgar sedikit pun. 

"Sudah Pak, saya permisi kembali ke ruangan." Aku keluar dari kamar mandi dan segera ingin bergegas pergi untuk menyelesaikan laporan yang katanya salah dan tak beraturan. 

"Tunggu!" Pak Nala mencegahku. "Temani saya sarapan di sini," lanjutnya kemudian. Dia menatapku lama. Apakah aku terlihat seperti bidadari baginya? 

"Kenapa, Pak? Ada yang salah dengan penampilan saya?" tanyaku.

"Enggak. Ayo makan!" jawabnya. Dia kaget. 

Kulihat di meja sudah tersedia dua sterofoam, entah kapan dia menyiapkannya. Karena lapar, jadi tidak aku tolak tawarannya. Daripada nanti disuapin. Padahal aku berharap bisa disuapin sama Pak Nala, biar agak-agak romantis gitu. Kami makan berdua, dengan diam dan tanpa suara. Tanpa ada bunyi denting sendok atau garpu dengan piring. 

***

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul dua belas. Waktunya beristirahat, melepaskan segala penat yang melanda pikiran. 

"Hai ... Shera, makan siang di kantin yuk."

Secara tiba-tiba Raka muncul di balik bilik. 

"Yuk." Aku berdiri, segera melangkahkan kaki, beranjak pergi. Menuju kantin yang ada di lantai satu.

"Emm ... Sher," panggil Raka. "Alamat rumahmu di mana?" tanya dia kemudian. 

"Buat apa, tanya-tanya?" 

"Cuma mau jemput aja besok pagi," kata Raka. Dia menatapku lekat. 

Baru datang makanan yang kupesan. Belum selesai mengunyah makanan, tiba-tiba ada bunyi ringtone HP.

*Terimalah lagu ini

Dari orang biasa

Tapi cintaku padamu luar biasa*

Terpampang nama Bos gokil nan tampan di layar HP-ku.

"Ha ... lo." Belum sempat aku selesai ngomong. Penelpon di seberang sudah angkat bicara.

"Shera! Kamu ada di mana? Ke ruanganku, segera! Saya tunggu lima menit, terlambat akan saya hukum." Suara di seberang terdengar nyaring di telinga. Tanpa bisa dibantah. Lidah ini terasa kelu.

"Baik, Pak." Segera kututup telepon. Minum es jeruk yang masih utuh di gelasnya. 

"Sorry, Raka, aku duluan ya. Pak Bos memanggil, darurat," pamitku kepada Raka, seraya ambil langkah seribu.

Belum sampai lima menit aku sudah tiba di depan ruangan Bapak Nala yang terhormat, seantero jagad maya.

Kuketuk pintu perlahan. Sambil mulutku komat-kamit tak karuan. 

"Masuk!" Terdengar perintah dari dalam.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Pertanyaan basa-basi mendadak muncul dari mulutku, terlontar begitu saja.

"Ada, duduk!" perintahnya. Dia masih saja melihat-lihat berkas di tangannya sambi sesekali mencorat-coret. 

"Ya, Pak," jawabku. Aku mengambil duduk fi depan meja kerjanya. Diam. Menunggu perintah selanjutnya. 

"Temani, saya makan." Lagi-lagi perintah konyol dari Pak Nala yang keluar.

"Ha?" Aku terkejut, "Saya tadi lagi makan di kantin, Bapak panggil. Katanya ada yang darurat penting bin gawat. Sekarang disuruh nemenin makan? Pak Nala sehat?" omelku kepadanya.

Sudah tidak perduli apa dia bos atau bukan. Hati ini terlalu lelah untuk meladeni hal-hal konyol yang kadang tidak masuk akal.

"Saya sehat Shera, sangat waras. Hanya saja saya tidak suka, kamu makan berdua dengan Raka," jawab pak Nala dengan nada pelan. Sekilas ada gurat kemarahan atau kecewa di wajahnya. Entahlah apa maksudnya.

"Kenapa gak sekalian saja, Bapak borgol tangan saya, biar tidak bisa kemana-mana," sungutku perlahan. 

Mencekik orang dosa gak sih? Kalau bukan bos, udah aku cekik Pak Nala. Seenaknya sendiri melarang aku makan sama siapa pun. Siapa dia? pacar bukan, suami apa lagi, cuma bos. Catet ya Pak Nala itu cuma Bos.

"Baik, besok saya borgol tangan kamu, jam tujuh pagi tidak boleh lebih siang, sudah harus siap," kata pak Nala sambil pergi, berlalu begitu saja. Meninggalkanku sebatang kara.

"Eh, Pak Nala ngambeg, dasar duren, duda keren dan juga beken. Gini nih kalau kelamaan ngejomblo, jones kali ya, jomblo ngenes yang akut banget sampai karatan. Jadinya, ada cwe bening dikit main embat aja." omelku, tanpa pindah posisi. Masih duduk di tempat semula.

"Shera, saya dengar ya apa yang kamu bicarakan." Tiba-tiba suara barito itu kembali ke dalam ruangan. Ah kenapa juga mesti ngomel gak jelas tadi. Moga aja dia enggak dengar semuanya. 

Aku menoleh, tercengang. Pak Nala

masuk ke ruangan sambil menenteng nampan, berisikan piring set lengkap dengan sendok dan garpunya, juga dua gelas es jeruk. So sweet banget gak sih.

"Kenapa Bapak enggak nyuruh saya aja yang ambilkan peralatan makan?" tanyaku keheranan. Pasalnya, biar bagaimanapun aku adalah bawahannya. Enggak pantas jika membiarkan dia yang harus menyiapkan semuanya. Apalagi menyuapkan kepadaku. Eh ...

"Sengaja. Sebagai permintaan maafku karena telah menghancurkan jam makan siangmu," jawabnya. 

Tanpa basa-basi, segera kuambil alih nampan yang ada di tangannya. Kurapikan di atas meja. Satu set di meja depan sofa panjang. Satu set lagi di seberangnya. Kalau begini, seperti menyiapkan keperluan suami sendiri. 

Pak Nala hanya melihat kelakuanku dengan tenang. Dia tak berdebat. Pasrah. Matanya mengikuti kemana kakiku melangkah. Bahkan saat aku memutuskan untuk duduk di sofa single dia pun tak melarang. 

"Jadi ... piring sudah siap. Makanannya mana, Pak?" tanyaku. Perutku sudah berteriak minta diisi. Sedangkan di meja tak tampak sebungkus nasi. 

"Siapa bilang kita akan makan di sini?" tanyanya. Aku bengong. 

"Lalu, kita mau makan di mana?" tanyaku sambil nyengir. 

"Di ruangan itu," jawabnya sambil menunjuk sebuah pintu. 

Argh! Apa-apaan. Piring dan garpu sudah aku tata rapi di atas meja tamu. Ternyata bukan di sini tempatnya. Shera ... Shera ... bloon kok dipelihara. 

"Kenapa Bapak gak bilang kalau bukan di sini?" Aku berkata sewot. 

"Kamunya gak tanya. Lagian kamu main ambil nampan dari tangan saya. Ya saya diemin," balasnya. 

Dasar tak sopan. Emang ya, bos selalu benar, anak buah selalu salah. Nasib jadi bawahan ya gini. Selalu dipermainkan. 

"Tapi kan, Bapak bisa negur saya," elakku. Aku tidak mau disalahkan. Ya, walaupun memang sedikit tak sopan. 

"Bisa diem, gak? Kalau masih saja rewel, kamu pulang!" gertak Pak Nala. Dia merapikan peralatan makan yang sudah kusiapkan. Menaruh kembali di atas nampan. Dia berdiri kemudian berjalan menuju pintu ke ruangan sebelah. 

Aku menghela napas. Mengekorinya. Takut jika pengusiran itu akan berdampak untuk masa depan karirku di perusahaan ini. (*)

Bab terkait

  • Innocent Boss   Makan Siang Bareng Bos Killer

    Pak Nala sudah jauh di depan dan duduk di sebuah bangku klasik di balkon ruangan ini. Sedangkan aku? Cuma mengintip dari balik pintu dan berdiri nunggu dipanggil. Aku tak berani beranjak, bos killer yang dingin itu seperti bom waktu, menunggu untuk meledak kapan pun. Aku tak mau menjadi samsak terlebih jika harus menunggu ocehannya yang terkadang membuat panas di kuping."Shera! Ngapain kamu di depan pintu. Gak mau masuk? Atau nunggu aku gendong ke sini?" tanya Pak Nala. Masih dengan suara baritonnya yang khas. Matanya cukup tajam hingga menusuk ke relung jantung. Manik mata yang berwarna hitam semakin bersinar oleh paparan cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden.Aku melangkah perlahan. Ruangan yang tak lebar itu terdapat pantri dan balkon. Pantri yang lengkap dengan aneka rupa perlengkapan. Pun dengan mesin kopi yang terlihat mewah. Balkon ruangan ini sendiri juga tampak elegan. Ada sebuah meja bundar lengkap dengan dua kursi. Tanaman rambat juga

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • Innocent Boss   Miliknya?

    “Milik, Bapak?” tanyaku bengong.“Iya … milikku. Kamu tidak boleh menerima pesan atau telepon dari lelaki lain selain aku! Ini perintah, Shera!” Pak Nala pun berlalu. Meninggalkan aku yang kebingungan.Apa maksud lelaki itu. Miliknya? Aneh! Tidak ada angin tak ada hujan, bagaimana dengan mudahnya dia menyebut hak milik. Ah, Tidak. Mungkin Pak Nala sedang bermimpi di siang bolong.Apa-apaan? Aku tak boleh menerima pesan dari lelaki lain? Memangnya bisa? Buat apa punya ponsel jika hanya diam tanpa pesan. Ah, memang bos satu itu selalu maunya sendiri.Eh, ada yang lupa. Handphoneku masih ada di tangan bos killer itu. Aku pun bangkit, merapikan ranjang yang sedikit berantakan dan penampilanku yang sedikit acak-acakan. Kemudian berjalan ke luar dan mencari sosok Pak Nala.Sesaat, mataku menangkap punggung lelaki itu sedang berdiri di bingkai jendela. Di luaran sana gelap sudah semakin pekat. Aku mendekat dan ikut memperhatikan pemandangan lua

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • Innocent Boss   Sopir Dadakan

    Demi apa pun juga, pukul 07.00 pagi, mobil Pak Nala sudah terparkir rapi di depan rumah. Sialnya, emak sangat welcome dan mengajak sarapan bersama, dan bodohnya aku, Pak Nala tidak menolak ataupun menghindar. Sehingga kami terjebak dalam suasana absurd di ruang makan.Aku tak lagi merasa lapar saat melihat wajah dingin bosku yang sedang duduk di salah satu kursi di ruang makan. Perutku mendadak kenyang hanya dengan melihat sosoknya. Beruntungnya, Pak Nala tidak berlama-lama untuk mencicipi masakan emak.Huft. Aku bersyukur kisah absurd di meja makan berhenti sampai di sini. Akhirnya aku dan Pak Nala meninggalkan rumah kesayangan dengan penuh drama Korea. Di dalam mobil, aku pura-pura diam. Padahal jantungku di dalam sana sudah meloncat ingin keluar.“Kenapa diem? Udah tahu apa kesalahan kamu?” tanya Pak Nala. “Karena kamu tak mengikuti perintah, sekarang ada hukuman khusus,” lanjutnya.Pak Nala tiba-tiba mendekat. Membuat napasku tersekat. Aroma m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-18
  • Innocent Boss   Meeting Dadakan

    Aku memilih duduk di samping Pak Nala sambil berdiam dengan jantung yang bedegub kencang. Beruntung, dewi fortuna berpihak padaku. Presentasi yang harus aku lakukan berada di urutan ke sekian. Sehingga aku bisa belajar dan menikmati.Ternyata tak sesulit yang aku bayangkan. Pertama mengikuti meeting karena berbuat kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan tak membuatku menjadi gagu. Setelah memperhatikan beberapa orang presentasi sekarang giliranku.Pak Nala hanya mengangguk saat aku berdiri dan memasang data-data di Flash disk yang beruntungnya sudah aku persiapkan secara mendadak. Walaupun perdana aku berbicara di depan orang. Namun, hasilnya tak seburuk yang aku pikirkan. Semua lancar berkat hafalan yang tak sengaja aku lakukan tadi pagi.Dan Pak Nala? Lelaki itu membantuku saat ada pertanyaan yang kiranya tak sanggup aku jawab. Bos satu ini tak seburuk yang orang-orang pikir. Beruntung sekali di bawah

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-20
  • Innocent Boss   Rekomendasi siapa?

    “Kamu direkomendasikan untuk menjadi sekretaris CEO baru,” kata Bu Sherly. Sesaat setelah aku memasuki ruangannya.Bagai tersambar halilintar kabar yang aku dengar cukup mengejutkan. Pasalnya aku tak pernah berusaha untuk menonjolkan diri atau pun lainnya. Namun, bagaimana mungkin inis emua terjadi. Menjadi sekretaris CEO itu bukan perkara yang mudah.“Saya tak punya pengalaman menjadi sekretaris, kan, Bu? Lagian saya masih baru di perusahaan ini. Apa tidak akan menimbulkan rasa iri pegawai lama?” tanyaku dengan nada sopan.“CEO baru yang memilihmu. Saya pun tak bisa menolak, Shera. Kamu tenang saja. Gaji akan menyesuaikan sesuai jabatan. Cukup itu saja informasi yang kamu terima. Untuk berkas pengangkatan menyusul setelah masa jabatan CEO baru di mulai.”“Apa saya tidak bisa menolak?” tanyaku. “Saya lebih nyaman di bagian saya yang sekarang,” jelasku.“Tidak. Itu sudah keputusan final.”Huft! Mengapa kesialan demi kesialan terjadi dala

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Innocent Boss   Main Domino? Dia? Astaga!

    Astaga kepala divisi accounting main domino? Aku bengong, tetapi sedetik kemudian menahan tawa. Aku yakin kedua pipiku menggembung. Tak kuasa kutahan hongga akhirnya aku terbahak.“Hahaha,”Pak Nala menatapku tanpa kedip. Dia mempause permainannya. Aku yang sadar segera menutup mulut. Anehnya, lelaki itu seperti tak merasa tersinggung saat aku menertawakannya. Matanya terlihat ada sedikit binar-binar entah bahagia atau apalah ketika memandangku.Pak Nala tersenyum kemudian berkata, “Shera, tak kusangka ternyata kamu semakin cantik saat tertawa seperti itu. Kenapa? Apa kepala divisi seperti saya tak boleh bermain?” godanya sambil memicingkan mata.“Boleh saja. Cuma aku sedikit heran. Orang super serius, kaku, dan sedingin es bermain games. Dilihat dari sedotan buntu di puncak monas juga gak mungkin,” kataku keceplosan.Raut wajah Pak Nala berubah. Dia berhenti tersenyum. Kemudian menatapku dengan sorot tajam dan bibir terkatup rapa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Innocent Boss   Telepon Misterius

    Namaku Shera, biasa dipanggil She yang artinya dia perempuan. Ya, kan emang aku perempuan tulen sejak lahir. Bukan jadi-jadian. Aku lahir di kota Metropolis, Surabaya dua puluh dua tahun lalu. Salah satu penyuka jenis musik pop. Juga sangat menyukai kopi. Bagiku, hidup tanpa kopi itu hambar. Gak ada pait-paitnya. Terasa manis gitu, semanis senyumanku yang membuat lelaki terpesona. Juga aromanya, hems sangat menenangkan walau tidak mengenyangkan.Aku adalah salah satu lulusan ekonomi terbaik di Unair. Beberapa hari yang lalu kucoba melamar kerja di beberapa perusahaan bonafide. Daerah Surabaya juga. Ya, biar tidak jauh sama orang tua. Maklum, Emak akan kesepian kalau kutinggal kelayapan ke kota orang. Maklumlah, tipe sepertiku akan sangat disayangkan jika jauh dari keluarga. Bagaimana tidak? Pergi ke kota orang juga butuh biaya, terutama buat kos dan makan. Kalau di kota sendiri kan bisa numpang makan dan tidur di rumah emak. ***🎶Terima

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29
  • Innocent Boss   Interview

    Keesokan harinya. Dengan semangat empat lima. Seperti mau maju ke medan perang. Jam lima pagi aku sudah bangun. Tanpa kata malas. Padahal, kebiasaan burukku, kalau belum pintu kamar digedor sama emak sambil teriak-teriak dengan suara khas beliau yang cempreng, aku gak bakal bangun. Biasa, teriakan emak adalah jam beker alami.Mengenakan kemeja putih, rok span pendek selutut warna hitam, gaya andalan pegawai magang. Tak lupa kupoles bedak tipis dan lipstik warna pink muda, warna kesukaanku. Rambut kubiarkan berurai. Terlihat lebih fresh.Jam tujuh tepat aku keluar rumah. Kustater sepeda motor matic kesayangan. Hasil kerja paruh waktu semasa kuliah dulu.Macet, sudah menjadi makanan sehari-hari. Apalagi jam-jam produktif. Setelah sejam berpanas-panas, akhirnya sampai juga di tempat parkir perusahaan.Luas dan mewah. Bangunan tinggi bertingkat sepuluh berada di depan mata. Megah. Aku masuk perlahan. Kuedarkan pandangan, be

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29

Bab terbaru

  • Innocent Boss   Main Domino? Dia? Astaga!

    Astaga kepala divisi accounting main domino? Aku bengong, tetapi sedetik kemudian menahan tawa. Aku yakin kedua pipiku menggembung. Tak kuasa kutahan hongga akhirnya aku terbahak.“Hahaha,”Pak Nala menatapku tanpa kedip. Dia mempause permainannya. Aku yang sadar segera menutup mulut. Anehnya, lelaki itu seperti tak merasa tersinggung saat aku menertawakannya. Matanya terlihat ada sedikit binar-binar entah bahagia atau apalah ketika memandangku.Pak Nala tersenyum kemudian berkata, “Shera, tak kusangka ternyata kamu semakin cantik saat tertawa seperti itu. Kenapa? Apa kepala divisi seperti saya tak boleh bermain?” godanya sambil memicingkan mata.“Boleh saja. Cuma aku sedikit heran. Orang super serius, kaku, dan sedingin es bermain games. Dilihat dari sedotan buntu di puncak monas juga gak mungkin,” kataku keceplosan.Raut wajah Pak Nala berubah. Dia berhenti tersenyum. Kemudian menatapku dengan sorot tajam dan bibir terkatup rapa

  • Innocent Boss   Rekomendasi siapa?

    “Kamu direkomendasikan untuk menjadi sekretaris CEO baru,” kata Bu Sherly. Sesaat setelah aku memasuki ruangannya.Bagai tersambar halilintar kabar yang aku dengar cukup mengejutkan. Pasalnya aku tak pernah berusaha untuk menonjolkan diri atau pun lainnya. Namun, bagaimana mungkin inis emua terjadi. Menjadi sekretaris CEO itu bukan perkara yang mudah.“Saya tak punya pengalaman menjadi sekretaris, kan, Bu? Lagian saya masih baru di perusahaan ini. Apa tidak akan menimbulkan rasa iri pegawai lama?” tanyaku dengan nada sopan.“CEO baru yang memilihmu. Saya pun tak bisa menolak, Shera. Kamu tenang saja. Gaji akan menyesuaikan sesuai jabatan. Cukup itu saja informasi yang kamu terima. Untuk berkas pengangkatan menyusul setelah masa jabatan CEO baru di mulai.”“Apa saya tidak bisa menolak?” tanyaku. “Saya lebih nyaman di bagian saya yang sekarang,” jelasku.“Tidak. Itu sudah keputusan final.”Huft! Mengapa kesialan demi kesialan terjadi dala

  • Innocent Boss   Meeting Dadakan

    Aku memilih duduk di samping Pak Nala sambil berdiam dengan jantung yang bedegub kencang. Beruntung, dewi fortuna berpihak padaku. Presentasi yang harus aku lakukan berada di urutan ke sekian. Sehingga aku bisa belajar dan menikmati.Ternyata tak sesulit yang aku bayangkan. Pertama mengikuti meeting karena berbuat kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan tak membuatku menjadi gagu. Setelah memperhatikan beberapa orang presentasi sekarang giliranku.Pak Nala hanya mengangguk saat aku berdiri dan memasang data-data di Flash disk yang beruntungnya sudah aku persiapkan secara mendadak. Walaupun perdana aku berbicara di depan orang. Namun, hasilnya tak seburuk yang aku pikirkan. Semua lancar berkat hafalan yang tak sengaja aku lakukan tadi pagi.Dan Pak Nala? Lelaki itu membantuku saat ada pertanyaan yang kiranya tak sanggup aku jawab. Bos satu ini tak seburuk yang orang-orang pikir. Beruntung sekali di bawah

  • Innocent Boss   Sopir Dadakan

    Demi apa pun juga, pukul 07.00 pagi, mobil Pak Nala sudah terparkir rapi di depan rumah. Sialnya, emak sangat welcome dan mengajak sarapan bersama, dan bodohnya aku, Pak Nala tidak menolak ataupun menghindar. Sehingga kami terjebak dalam suasana absurd di ruang makan.Aku tak lagi merasa lapar saat melihat wajah dingin bosku yang sedang duduk di salah satu kursi di ruang makan. Perutku mendadak kenyang hanya dengan melihat sosoknya. Beruntungnya, Pak Nala tidak berlama-lama untuk mencicipi masakan emak.Huft. Aku bersyukur kisah absurd di meja makan berhenti sampai di sini. Akhirnya aku dan Pak Nala meninggalkan rumah kesayangan dengan penuh drama Korea. Di dalam mobil, aku pura-pura diam. Padahal jantungku di dalam sana sudah meloncat ingin keluar.“Kenapa diem? Udah tahu apa kesalahan kamu?” tanya Pak Nala. “Karena kamu tak mengikuti perintah, sekarang ada hukuman khusus,” lanjutnya.Pak Nala tiba-tiba mendekat. Membuat napasku tersekat. Aroma m

  • Innocent Boss   Miliknya?

    “Milik, Bapak?” tanyaku bengong.“Iya … milikku. Kamu tidak boleh menerima pesan atau telepon dari lelaki lain selain aku! Ini perintah, Shera!” Pak Nala pun berlalu. Meninggalkan aku yang kebingungan.Apa maksud lelaki itu. Miliknya? Aneh! Tidak ada angin tak ada hujan, bagaimana dengan mudahnya dia menyebut hak milik. Ah, Tidak. Mungkin Pak Nala sedang bermimpi di siang bolong.Apa-apaan? Aku tak boleh menerima pesan dari lelaki lain? Memangnya bisa? Buat apa punya ponsel jika hanya diam tanpa pesan. Ah, memang bos satu itu selalu maunya sendiri.Eh, ada yang lupa. Handphoneku masih ada di tangan bos killer itu. Aku pun bangkit, merapikan ranjang yang sedikit berantakan dan penampilanku yang sedikit acak-acakan. Kemudian berjalan ke luar dan mencari sosok Pak Nala.Sesaat, mataku menangkap punggung lelaki itu sedang berdiri di bingkai jendela. Di luaran sana gelap sudah semakin pekat. Aku mendekat dan ikut memperhatikan pemandangan lua

  • Innocent Boss   Makan Siang Bareng Bos Killer

    Pak Nala sudah jauh di depan dan duduk di sebuah bangku klasik di balkon ruangan ini. Sedangkan aku? Cuma mengintip dari balik pintu dan berdiri nunggu dipanggil. Aku tak berani beranjak, bos killer yang dingin itu seperti bom waktu, menunggu untuk meledak kapan pun. Aku tak mau menjadi samsak terlebih jika harus menunggu ocehannya yang terkadang membuat panas di kuping."Shera! Ngapain kamu di depan pintu. Gak mau masuk? Atau nunggu aku gendong ke sini?" tanya Pak Nala. Masih dengan suara baritonnya yang khas. Matanya cukup tajam hingga menusuk ke relung jantung. Manik mata yang berwarna hitam semakin bersinar oleh paparan cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden.Aku melangkah perlahan. Ruangan yang tak lebar itu terdapat pantri dan balkon. Pantri yang lengkap dengan aneka rupa perlengkapan. Pun dengan mesin kopi yang terlihat mewah. Balkon ruangan ini sendiri juga tampak elegan. Ada sebuah meja bundar lengkap dengan dua kursi. Tanaman rambat juga

  • Innocent Boss   Ini Kantor apa Rumah Pribadi?

    Part 5Di dalam kamar mandi aku cuma terpaku. Peralatannya lengkap benar. Ada sabun mandi, shampo, pasta gigi, tak lupa tergrletak pula sebuah sikat gigi yang belum di buka dari bungkusnya. Ini rumah apa kantor? Kupandangi seluruh isi ruangan. Kamar mandi minimalis, lengkap dengan bath up-nya. Tersedia juga kamar ganti, ada almari besar dengan deretan isi setelan kemeja laki-laki. Punya Pak Nala pasti.Di dinding sebelah kiri, bersebelahan dengan arah kamar mandi terdapat pintu, iseng-iseng aku buka. Ada sebuah kamar tidur di sana, lengkap dengan perabotannya. Terlihat empuk dan nyaman buat ditidurin.Di ujung nakas, ada sebuah paper bag, di sebuah kertas tertulis 'untuk Shera'. Di meja pun sama. Terdapat make up lengkap tanpa cela. Bedak, foundation, lipstik, maskara, blush on, pensil alis, dan entah apa lagi yang tak aku tahu jenisnya. Semua masih baru, belum terbuka segelnya. Ahh kaya aku ... kan halu ... meliha

  • Innocent Boss   Terlambat

    Telingaku menangkap gedoran pintu yang cukup kencang dengan ritme yang cepat. Terkesan seolah-olah sang penggedor mempunyai tenaga yang masih kuat. Siapa lagi kalau bukan emak."Shera, bangun! Kerja gak kamu?" Suara nyaring emak membuyarkan impian. Aku yang masih lelap seketika terjaga. Namun, tak kuasa untuk membuka mata."Bentar lagi, Mak, Shera masih ngantuk," jawabku dengan mata terpejam. Kantuk masih melanda, seolah-olah tidur semalam masih belum cukup. Aku mendiamkan beberapa saat. Lelap lagi.Entah berapa lama aku terlelap kembali. Suara emak kembali terdengar. Kali ini dengan nada yang kian tak sabar."Udah jam delapan pagi, Sheraaaaaaa," Teriakan emak semakin melengking. Membuatku kaget.Segera kubuka mata. Kuarahkan pandangan ke jam beker kesayangan, pukul 08.00 pagi. Bergegas aku lari ke kamar mandi. Cuci muka dan gosok gigi. Catet ... enggak pakai mandi. Yang penting pakai minyak wangi. Segalon kalau perlu, biar

  • Innocent Boss   Ice Boss

    Keluar dari ruangan pak Nala, debar jantungku masih terasa kencang. Tanpa arah tanpa tujuan aku berlari. Takut debar-debar di hati semakin meninggi. Ini aneh. Benar-benar tidak masuk akal. Baru sekali aku bertemu dengan pak Nala. Sudah bertingkah absurd.Pak Nala, sang kepala divisi marketing. Gosipnya berwatak keras dan tanpa perasaan. Senang mengejar target. Tegas dan penuh pesona. Tampangnya juga tampan. Seorang duren alias duda keren, tanpa anak. Gosipnya ditinggal pergi sang istri saat masih sayang-sayangnya.Eh, koq jadi menghibah sih. Kembali ke cerita. Memang nih ya, membahas pak Nala itu adalah hal yang gak akan pernah ada matinya.Dengan terburu-buru aku berlari ke arah yang tak asing. Menuju ke kamar mandi di pojok ruangan. Segera kututup pintu. Jantungku masih berdegup tak beraturan. Malu dan terpesona tercampur menjadi satu. Muka yang semula memerah perlahan memucat.Apa mungkin aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Ah, rasanya

DMCA.com Protection Status