Chapter: Main Domino? Dia? Astaga! Astaga kepala divisi accounting main domino? Aku bengong, tetapi sedetik kemudian menahan tawa. Aku yakin kedua pipiku menggembung. Tak kuasa kutahan hongga akhirnya aku terbahak.“Hahaha,”Pak Nala menatapku tanpa kedip. Dia mempause permainannya. Aku yang sadar segera menutup mulut. Anehnya, lelaki itu seperti tak merasa tersinggung saat aku menertawakannya. Matanya terlihat ada sedikit binar-binar entah bahagia atau apalah ketika memandangku.Pak Nala tersenyum kemudian berkata, “Shera, tak kusangka ternyata kamu semakin cantik saat tertawa seperti itu. Kenapa? Apa kepala divisi seperti saya tak boleh bermain?” godanya sambil memicingkan mata.“Boleh saja. Cuma aku sedikit heran. Orang super serius, kaku, dan sedingin es bermain games. Dilihat dari sedotan buntu di puncak monas juga gak mungkin,” kataku keceplosan.Raut wajah Pak Nala berubah. Dia berhenti tersenyum. Kemudian menatapku dengan sorot tajam dan bibir terkatup rapa
Last Updated: 2021-05-31
Chapter: Rekomendasi siapa? “Kamu direkomendasikan untuk menjadi sekretaris CEO baru,” kata Bu Sherly. Sesaat setelah aku memasuki ruangannya.Bagai tersambar halilintar kabar yang aku dengar cukup mengejutkan. Pasalnya aku tak pernah berusaha untuk menonjolkan diri atau pun lainnya. Namun, bagaimana mungkin inis emua terjadi. Menjadi sekretaris CEO itu bukan perkara yang mudah.“Saya tak punya pengalaman menjadi sekretaris, kan, Bu? Lagian saya masih baru di perusahaan ini. Apa tidak akan menimbulkan rasa iri pegawai lama?” tanyaku dengan nada sopan.“CEO baru yang memilihmu. Saya pun tak bisa menolak, Shera. Kamu tenang saja. Gaji akan menyesuaikan sesuai jabatan. Cukup itu saja informasi yang kamu terima. Untuk berkas pengangkatan menyusul setelah masa jabatan CEO baru di mulai.”“Apa saya tidak bisa menolak?” tanyaku. “Saya lebih nyaman di bagian saya yang sekarang,” jelasku.“Tidak. Itu sudah keputusan final.”Huft! Mengapa kesialan demi kesialan terjadi dala
Last Updated: 2021-05-29
Chapter: Meeting DadakanAku memilih duduk di samping Pak Nala sambil berdiam dengan jantung yang bedegub kencang. Beruntung, dewi fortuna berpihak padaku. Presentasi yang harus aku lakukan berada di urutan ke sekian. Sehingga aku bisa belajar dan menikmati.Ternyata tak sesulit yang aku bayangkan. Pertama mengikuti meeting karena berbuat kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan tak membuatku menjadi gagu. Setelah memperhatikan beberapa orang presentasi sekarang giliranku.Pak Nala hanya mengangguk saat aku berdiri dan memasang data-data di Flash disk yang beruntungnya sudah aku persiapkan secara mendadak. Walaupun perdana aku berbicara di depan orang. Namun, hasilnya tak seburuk yang aku pikirkan. Semua lancar berkat hafalan yang tak sengaja aku lakukan tadi pagi.Dan Pak Nala? Lelaki itu membantuku saat ada pertanyaan yang kiranya tak sanggup aku jawab. Bos satu ini tak seburuk yang orang-orang pikir. Beruntung sekali di bawah
Last Updated: 2021-05-20
Chapter: Sopir DadakanDemi apa pun juga, pukul 07.00 pagi, mobil Pak Nala sudah terparkir rapi di depan rumah. Sialnya, emak sangat welcome dan mengajak sarapan bersama, dan bodohnya aku, Pak Nala tidak menolak ataupun menghindar. Sehingga kami terjebak dalam suasana absurd di ruang makan.Aku tak lagi merasa lapar saat melihat wajah dingin bosku yang sedang duduk di salah satu kursi di ruang makan. Perutku mendadak kenyang hanya dengan melihat sosoknya. Beruntungnya, Pak Nala tidak berlama-lama untuk mencicipi masakan emak.Huft. Aku bersyukur kisah absurd di meja makan berhenti sampai di sini. Akhirnya aku dan Pak Nala meninggalkan rumah kesayangan dengan penuh drama Korea. Di dalam mobil, aku pura-pura diam. Padahal jantungku di dalam sana sudah meloncat ingin keluar.“Kenapa diem? Udah tahu apa kesalahan kamu?” tanya Pak Nala. “Karena kamu tak mengikuti perintah, sekarang ada hukuman khusus,” lanjutnya.Pak Nala tiba-tiba mendekat. Membuat napasku tersekat. Aroma m
Last Updated: 2021-05-18
Chapter: Miliknya? “Milik, Bapak?” tanyaku bengong.“Iya … milikku. Kamu tidak boleh menerima pesan atau telepon dari lelaki lain selain aku! Ini perintah, Shera!” Pak Nala pun berlalu. Meninggalkan aku yang kebingungan.Apa maksud lelaki itu. Miliknya? Aneh! Tidak ada angin tak ada hujan, bagaimana dengan mudahnya dia menyebut hak milik. Ah, Tidak. Mungkin Pak Nala sedang bermimpi di siang bolong.Apa-apaan? Aku tak boleh menerima pesan dari lelaki lain? Memangnya bisa? Buat apa punya ponsel jika hanya diam tanpa pesan. Ah, memang bos satu itu selalu maunya sendiri.Eh, ada yang lupa. Handphoneku masih ada di tangan bos killer itu. Aku pun bangkit, merapikan ranjang yang sedikit berantakan dan penampilanku yang sedikit acak-acakan. Kemudian berjalan ke luar dan mencari sosok Pak Nala.Sesaat, mataku menangkap punggung lelaki itu sedang berdiri di bingkai jendela. Di luaran sana gelap sudah semakin pekat. Aku mendekat dan ikut memperhatikan pemandangan lua
Last Updated: 2021-05-04
Chapter: Makan Siang Bareng Bos KillerPak Nala sudah jauh di depan dan duduk di sebuah bangku klasik di balkon ruangan ini. Sedangkan aku? Cuma mengintip dari balik pintu dan berdiri nunggu dipanggil. Aku tak berani beranjak, bos killer yang dingin itu seperti bom waktu, menunggu untuk meledak kapan pun. Aku tak mau menjadi samsak terlebih jika harus menunggu ocehannya yang terkadang membuat panas di kuping."Shera! Ngapain kamu di depan pintu. Gak mau masuk? Atau nunggu aku gendong ke sini?" tanya Pak Nala. Masih dengan suara baritonnya yang khas. Matanya cukup tajam hingga menusuk ke relung jantung. Manik mata yang berwarna hitam semakin bersinar oleh paparan cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden.Aku melangkah perlahan. Ruangan yang tak lebar itu terdapat pantri dan balkon. Pantri yang lengkap dengan aneka rupa perlengkapan. Pun dengan mesin kopi yang terlihat mewah. Balkon ruangan ini sendiri juga tampak elegan. Ada sebuah meja bundar lengkap dengan dua kursi. Tanaman rambat juga
Last Updated: 2021-05-01