Kami terlalu percaya diri, bagaimana mungkin kelompok sehebat Robber bisa dengan lengah membiarkan lawannya menyelinap masuk ke markasnya.
Ternyata sejak awal mereka sudah menyadarinya. Tayangan sebuah gambar menyorot kami saat pertama kali menuruni bukit, mereka juga menangkap gambar kami saat menyelinap.Tidak ada yang bisa menemukan Markas Keluarga Robber, kami yang pertama dan yang hampir berhasil.Mereka menanyangi gambar-gambar orang yang pernah mencari markasnya, mereka selalu gagal, tidak menemukan letak markas ini.Kami tertangkap jaring tambang, mereka menggantung kami sambil tertawa puas. Komandan S Three membawa senjata api, benda itu kecil tetapi sangat berbahaya. Dia menyodorkannya kearah kami."Apa tadi kalian sangat senang bisa mengalahkan 20 anggota kami? Apa kalian sangat bangga." ucap Komandan S Three."Mereka hanya umpan agar kalian tidak menyadari perangkap kami." Pemimpin pasukan elit memberitahu."Aku menemukan Komandan S Twu, tapi dalam situasi yang berbeda. Padahal aku ingin bertarung melawannya, membalas kekalahanku waktu itu.Aku sangat terkejut, kondisi Komandan S Twu sangat buruk, pertarungannya melawan Same menjadi sangat mengerikan baginya. Aku tidak mengerti, sehebat apa kekuatan Same sampai membuat Komandan S Twu hampir mati. Tulang-tulangnya patah, dia mendapatkan luka dalam yang sangat parah.Pintu ruangan terbuka, tiga pria itu masuk. Aku dan Rai melompat bersembunyi."Kau yakin mereka masuk ruangan ini." ucap salah satu dari mereka."Iya, aku melihatnya.""Ini ruang perawatan Komandan, sangat berbahaya bertarung di sini." "Ayo kita keluar saja."Aku bisa bernapas lega, mereka tidak mencari kami, memutuskan ke luar ruangan. Namun, keadaan menjadi kacau saat Rai keluar dari persembunyiannya dengan sengaja."Wah kalian menemukanku." ucapnya sambil menggaruk rambut dan menyengir.
Beberapa hari Aruna di culik, aku pikir dia akan disiksa, atau orang tuanya sudah menebusnya. Tapi kenapa tidak ada lebam luka di tubuhnya, dia terlihat sehat.Di ruangan ini, banyak sekali lukisan yang Aruna buat, bahkan dia melukis wajah Rai di kanvas besar. Buku-buku tersusun rapi di raknya. Gambar pemandangan di dinding terlihat indah. Ini semua menggambarkan kepribadian Aruna, dia sangat menyukainya. Kenapa Komandan S One membuat ruangan seperti ini untuk Aruna? Kenapa dia tidak menikahinya seperti yang dikatakan anak buahnya di lorong itu. Apa itu hanya omong kosong?Komandan S One, Komandan S Twu, dan S Three. Mereka tiga bersaudara, tetapi tidak ada yang serupa wajahnya, bentuk tubuhnya, dan cara bicaranya."Kenapa kau menculik Aruna?" Aku bertanya.Komandan S One terdiam sejenak, kemudian menjawab pertanyaanku. "Karena dia sangat penting bagiku." "Apa maksudmu sangat penting?" Aku butuh jawaban yang akurat, bukan yang
Dia bukan hanya menghilangkan benda yang di sentuhnya. Komandan S One bisa menyerang dengan benda yang dihilangkannya. Seolah teleportasi, tapi nyatanya tidak, dia melemparnya dan kami tidak tahu dari arah mana benda itu akan menghantam kami.Berkali-kali Komandan S One menyerang kami tanpa berpindah dari posisinya. Dia memegang bongkahan kayu bekas reruntuhan rak buku, kayu itu dengan ajaib menghilang, dan tanpa disadari, kayu itu menghantam kami.Aku tidak tahu bagaimana cara mengalahkannya. Komandan S One tidak membiarkan aku menyerang, bahkan baru hitungan detik berdiri, dia sudah melumpuhkanku dengan benda yang menghilang.Rai bisa menyerangnya dari jarak jauh. Namun, serangannya selalu meleset. Dengan mudahnya Komandan S One bisa menghindarinya dengan menghilang.Walaupun selalu gagal, Rai tidak menyerah. Dia terus menyerang Komandan S One dengan Kazakirinya.Aku takut penyakit Rai akan kambuh, dia sudah kel
Pertarungan ini membuat keadaan ruangan yang tadinya tertata rapih menjadi kacau balau. Lukisan buatan Aruna semuanya hancur, kanvasnya robek, tidak ada yang bisa diselamatkan.Buku-buku sobek berserakan di lantai. Rak Buku hancur tidak ada yang utuh, kayunya berantakan tak terkendali. Komandan S One terbaring tak sadarkan diri di lantai, jika tidak ada yang menemukannya secepatnya dia tidak dapat di selamatkan. Rai merabah dinding, dia mencari tombol untuk membuka pintu. Dinding bercat putih itu perlahan terbuka ketika Rai menekan tombol kuncinya.Ruangan ini tepat berhadapan dengan pintu keluar. Kalian tidak akan bisa menemukan ruang rahasia ini jika tidak sengaja menekan tombol kuncinya di bawah karpet. Aula yang awalnya dipenuhi oleh ribuan orang anggota Robber menjadi sedikit lenggang. Hampir 90 persen Risau mengalahkannya, tersisa tinggal beberapa saja. Mereka tidak berani menyerang, tenaga mereka habis, keringat membasahi tubuh.
Wajahku disiram cahaya hangat. Matahari sudah setinggi pangkal kepala. Sampai siang hari, asap ini belum hilang sepenuhnya, tersisa kabut menyelimuti lembah.Aku berusaha duduk, bersandar ke pohon. Mataku menyapu sekitar. Di mana Aruna, Rai dan Risau? Aku tidak bisa melihatnya. Apa mereka sudah siuman? Aku berdiri tertatih, berpegangan dengan pohon. Tubuhku masih sedikit nyeri, baju sobek-sobek."Rai! Aruna! Risau! Di mana kalian!" Aku berteriak memanggil mereka, semoga saja mereka mendengar dan menjawab seruanku.Tidak ada yang menjawab, sepi, suara hewan pun tidak terdengar, hanya kabut yang berarak membisu sepanjang mata memandang. Aku sangat berharap semoga mereka baik-baik saja.Aku menuruni bukit. Lembah yang awalnya terpampang rumput hijau dan pohon aneh itu berubah menjadi lubang besar. Markas Keluarga Robber tidak ada yang tersisa, hancur menjadi abu bersama dengan anggotanya. Kekuatan yang sangat dahsyat. Satu lembah
Lembah menghijau sejauh mata memandang, sungai mengalir dari bukit hutan kehidupan. Pohon-pohon berbunga merah muda tumbuh di sisi jalan. Lampu-lampu jalan menyala kuning, terlihat damai dan tentram. Rumah-rumah berwarna merah mudah, terlihat manis dan ceria. Setiap halaman rumah terdapat pohon bunga bangur yang tumbuh pendek. Di bawah pohon itu terdapat balai kecil terbuat dari bambu. Batu sungai disusun rapi menjadi jalan setapak. Rumah-rumah berbaris ditepi jalan, saling memandang. Rumah di Kota Sweety berdisen sama, berbentuk persegi, terbuat dari kayu, berwarna merah muda. Terdapat dua jendela besar. Atapnya berbentuk persegi tiga, berwarna ungu. Pagar kayu sekeliling rumah, melindungi halaman kecil yang ditumbuhi bunga warna warni. Di lihat dari atas bukit, dari kejauhan. Kota ini manis dan ceria. Anak-anak berlarian di jalan setapak, bercanda, tertawa. Damai dan tentram. Pemandangannya sangat indah."Itu rumahku." Aruna menuruni bukit. Kami mengikuti.Rumah Aruna sederhana,
Ketika langit malam mulai tergelap, bulan menyinari langit dengan germelap cahayanya yang lembut. Tampak menawan dengan keindahan yang mempesona, bulan memberikan pesona romantis dan misterius yang tak pernah diabaikan.Bulan yang terlihat seperti piringan putih terang yang menjulang di langit, mengeluarkan cahaya yang lembut dan menyebar ke sekelilingnya. Ketika malam telah benar-benar gelap, bulan menjadi pusat perhatian dan memberikan pancaran cahaya yang cukup untuk menerangi bumi.Bulan juga memiliki keindahan yang berbeda-beda pada setiap fase-nya. Ketika bulan purnama, terlihat penuh dan begitu terang sehingga menghilangkan bayangan di bumi. Sedangkan bulan sabit terlihat seperti busur indah yang menambah ketertarikan dalam pandangan mata.Aku memagang mata kalung yang berbentuk bulan sabit. Kalung ini terbuat dari kristal putih dan terukir namaku di dalamnya. Aku penasaran siapa yang memberikan kalung ini untukku. Kenapa dia menitipkannya kepada ibu penjual sayur, tidak memberi
"Hai, berhenti!" Aku melompati balai tempat para penjual buah mengobral barang dagangnya. Jarakku 5 meter darinya.Pria payu baya itu memakai kemeja hitam sobek-sobek. Rambutnya berantakan, dia berlari pincang.Aku membelah kerumunan, meganggu aktifitas ibu-ibu yang sedang menawar barang, merusak permainan anak-anak, sesekali bahuku tersenggol, bentrokan, aku meminta maaf.Walau pincang, pria itu berlari sangat cepat, tidak kesulitan dengan kekurangannya, menyibak semua orang yang menghalangi jalannya."Kembalikan kalungku!" Aku menunduk, melewati kolong balai penjual baju.Hampir saja tanganku meraih bajunya, dia berbelok mendadak membuatku kehilangan kendali. Aku menabrak orang, terjatuh duduk."Kalau lari hati-hati!" bentak pria bertubuh kekar itu."Lewat sini, Indra." ucap Aruna, dia dan Rai berbelok mengejar pria itu.Aku berdiri, meminta maaf, lanjut berlari mengejar pencuri itu.Pria itu mem