Starla mengipasi wajahnya yang panas dan menghapus peluh di keningnya. Untung saja proses MPLS di sekolahnya tidak berlangsung meriah. Cukup dengan mengikuti upacara senin pagi lalu mendengarkan peraturan sekolah. Pembagian kelas dan kemudian selepas istirahat jam pertama akan ada demo extrakurikuler.
Starla cukup senang dengan hal itu. Berarti dia tak harus bersusah payah mencari barang atau menyiapkan hal-hal aneh. Selintas perasaan bangga menyusup ke dalam dirinya. Ada enaknya juga gak dapat sekolah favorit hhe. "Starla Keina Fazwa 10 Ips 3." "Yes!" Tangan Starla mengepal senang sambil meninju udara. Masuk IPS adalah cita-citanya sejak SMP. Starla senang dengan pelajaran Geografi dan segala macam hal yang tida terlalu berkaitan dengan matematika. Walaupun akhirnya ia akan bertemu ekonomi tapi Starla itu lebih baik daripada ia muntah karena kimia, fisika dan matematika. Dengan langkah riang Starla berjalan mencari letak kelasnya dan langsung mencari posisi duduk yang strategis. Starla memilih bangku tengah bagian kedua. Menurutnya duduk di situ adalah yang terbaik. Tidak terlalu depan, tidak terlalu belakang. Perfect! Dengan perasaan senang dan senyum yang tak pudar, Starla megeluarkan kotak pensil, buku dan segala perangkat yang akan ia gunakan berperang. Satu persatu anak kelasnya mulai memasuki kelas dan duduk sesuai keinginan mereka. Bagi Starla, hal seperti ini pun membuatnya senang. Berbeda saat Smp dulu dimana tempat duduk sudah di atur berdasarkan peringkat nilai dan catatan prestasi. Sekarang Starla lebih bebas memilih tempat. Smpnya dulu adalah sekolah swasta terkenal dan mahal yang di pilihkan oleh ayah. Sistem belajarnya yang ketat dan ujian berat membuat Starla frustasi bahkan untuk mengingatnya lagi. Kepala Starla berputar memandangi kelas sambil menunggu seorang yang mau duduk dengannya. Starla melemparkan senyum riangnya ketika bertatapan dengan mata lain. Anehnya tak ada yang balas tersenyum. Sepertinya beberapa di antara mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Mereka duduk dengan teman akrab. Bangku di sebelah Starla di tarik lalu seorang lelaki dengan bau rokok yang menyengat dan hoodie hitam lusuh yang tertutup topi duduk di samping Starla. "Hai!" sapa Starla berusaha ramah. Sapaan Starla kembali di acuhkan untuk kesekian kali oleh orang yang berbeda. Suasana hati Starla berubah mendung karena tak ada satupun orang yang mau berbicara dengannya. Starla mencoba mencium aroma tubuh dan mulutnya. Siapa tahu orang-orang tak ingin berbicara karena ia bau badan dan mulutkan? "Hah." Starla mencium aroma mulutnya sendiri, namun tak merasakan apa-apa. "Gak bau kok." Lelaki di sebelah Starla melirik dengan ujung matanya. Starla yang tak sadar di perhatikan malah sibuk dengan dunuanya sendiri. "Cewek aneh," gumam lelaki itu sebelum menguap lebar. Kegiatan Starla terhenti saat seorang guru tua berambut pelontos masuk dengan sebuah penggaris kayu besar yang tak pernah Starla lihat. "Woahhh ..." kagum Starla seorang diri entah pada kepala guru itu atau penggaris di tangannya. Guru tersebut memperkenalkan diri sebagai wali kelas dan menjelaskan beberapa peraturan kembali. Tak lama beliau meminta beberapa siswa untuk mengajukan diri sebagai perangkat kelas. Starla mengamati sepanjang kelas berlangsung. Suasana semakin berisik seiring waktu berjalan semakin siang. "Itu kamu yang pakai topi di tengah. Lepas topi kamu!" Pak Banu menunjuk lelaki di samping Starla dengan tatapan garang. Semua mata tertuju ke tengah. Starla yang merasa tatapan menusuk datang padahal bukan untuknya malah bergerak gelisah. Bisa-bisanya lelaki ini tidur di hari pertama masuk sekolah! "Astaga tidur dia? Kamu yang di sebelahnya cepat bangunkan dia!" Suara Pak Banu semakin naik satu oktaf. "Eh bangun. Woi!" Starla berusaha membangunkan cowok itu dengan kakinya meski gagal. "Oi." Mata Starla membulat ketika Pak Banu datang dengan penggaris besar di tangannya mendekat ke bangkunya. PRAKKK!!! Penggaris itu di pukul ke meja dengan sekuat tenaga hingga menciptakan suara keras. Starla tersentak hingga punggungnya menabrak kursi, matanya menatap takjub guru botaknya itu. Seisi kelas di buat melongo saat target yang menjadi kemarahann Pak Banu malah dengan santai menaikkan kepala dan berdecak kesal. Gila! Mentalnya. "Berani kamu tidur di jam pelajaran saya?!! Siapa nama kamu hah!" Pak Banu mencubit telinga cowok itu. "Asa," jwabnya singkat dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Nama lengkap! Ini lagi ngapain pake topi mau bergaya kamu di sekolah!" Cowok yang katanya bernama Asa itu berdecak dan menghela napas membuka topi birunya dan menjawab. "Angkasa Nova." Pak Banu menurunkan kaca matanya seperti orang yang tak percaya. "Masa nama bagus tapi kelakuan minus. Saya tunggu kamu di ruang guru setelah jam istirahat kedua." Starla bersorak dalam hati, memberikan tatapan iba kepada Angkasa merasa kasihan karena hari pertama sekolah cowok itu sudah memiliki catatan hitam. Mata Starla menyayu mencoba menyalurkan rasa simpatinya setulus mungkin. "Apa liat-liat!" damprat Angkasa dengan nada rendah. Starla gelagapan dan segera mengalihkan tatapannya. Menarik kembali rasa kasihan yang sempat ia berikan. * * * Next Part ...Ternyata banyak hal baru yang Starla temukan di sekolah barunya. Khususnya lagi suasana kantin yang begitu berisik dan sumpek hampir membuat Starla shock. Suara percakapan dimana-mana dengan bangku yang hampir penuh di sudut-sudut ruangan. Starla berjalan hati-hati dengan nampan berisi es teh dan sepiring siomay. Sebisa mungkin menghindari benturan dengan siswa lain yang berjalan seenaknya. Bola mata Starla berbinar saat melihat gerombolan teman cewek sekelasnya tengah duduk di sebuah bangku yang melingkar. "Hai!! Kita sekelas di IPS 3. Aku Starla, boleh ikutan duduk di sini? Kebetulan bangku yang lain udah penuh," ujar Starla seceria mungkin. "Oh sorry di sini udah penuh lo cari yang lain aja," jawab salah satu dari enam orang yang duduk di sana dengan nada meremehkan. Starla melirik pada tempat kosong yang masih muat untuk sekitar dua orang. "Tapi-" "Kaki gue kram gara-gara upacara tadi." Seorang cewe berambut sebahu menaikkan kedua kakinya menjadi selonjor di antara tempat yan
Lapangan utama di penuhi siswa-siswi yang penasaran dengan penampilan demo ekstrakurikuler. Dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas semuanya berkerumun di berbagai tempat teduh untuk menyaksikan pertunjukkan. Starla berdirii di antara anak-anak kelas lain yang tak di kenalnya. Mulutnya menggembung karena terus memakan ciki yang ia bawa dari rumah. Satu persatau ekskul mulai menunjukkan bakatnya berusaha sebaik mungkin untuk menggaet minat adik kelas baru mereka agar bergabung. Tak ada yang menyentuk minat Starla sejauh ini. Sebenarnya Starla sedang mencari ekskul yang tidak terlalu aktif asalkan ia punya nilai tambahan saja untuk rapotnya. Srekkk kraukk kraukk kraukk. Starla melongo saat melihat makanan di tangannya berpindah tempat. Si pencuri bahkan tidak menunjukkan raut wajah bersalah sama sekali dan malah semakin menikmati makanan curiannya. "Kamu-!" Starla terkesiap di antara keterkejutannya. "Napa?" tanya Angkasa dengan watados. "Gak sopan main ambil milik orang!" Sta
"Hahaha lucu." "Apaan deh bawa kaya ginian ke sekolah?" "Anak mami hahhahah." "Liat-liat, ads tulisan di belakangnya tuh." "Apaan? Baca-baca!" "Bunda surga gimana? Di sana bunda bahagia kan? Di sini aku juga bahagia kok. Alafyu bunda hahahhaa alay banget anjir." "Hahaha ngakak gue sialan!" "Nau coba lo foto biar bisa share ke grup angkatan." "Eh eh orangnya dateng!" Starla memasang wajah bingung saat beberapa anak cewek berkerumun di dekat bangkunya. Suara tawa mereka kencang sekali sampai terdengar keluar. "Kalian ngapain?" tanya Starla pelan. "Itu apa yang kamu pegang?" Naura dengan cewek body ramping dan baju hampir ketat itu menunjukkan sebuah foto yang Starla kenal. "Segitu kangennya sama nyokap sampe bawa fotonya kemana-mana?" ejeknya. "Kalian kok sentuh barang orang tanpa izin! Jangan sentuh foto bunda!" Starla berjalan cepat menghampiri Naura dan merebut foto bunda. Sayangnya karena perbedaan tinggi di antara mereka Starla menjadi kesusahan. Teman-teman Naura ma
Bu Ratna dengan lipstik merah tua mencibir dari meja samping sambil mengipasi wajahnya. "Duh anak zaman sekarang gak ada rasa takut-takutnya sama sekali. Memangnya kamu mau bertanggung jawab kalau sampai teman sekelasmu itu buta?"Starla menunduk sambil meremas kedua tangannya yang tak luput dari perhatian Angkasa. "Bu Ratna, saya harap ibu tidak ikut campur, ini masalah anak kelas saya." Pak Banu berdeham tegas."Ini semua karena Pak Banu terlalu baik. Coba liat anak kelas saya, mana ada yang brutal seperti ini. Belum apa-apa saja sudah mau buat anak orang buta." Bu Ratna bergidik lalu bangun dari duduknya.Starla menusuk telapak tangannya dengan kukunya yang panjang. Menyalur rasa kesal di hatinya karena ucapan guru tersebut.Dia memang bersalah tapi Starla tak sepenuhnya salah. Kalau Naura tak mengambil foto bunda lebih dulu Starla juga tidak mungkin bertindak sejauh ini.Starla tidak gila dengan tiba-tiba menyerang orang lain. Tapu taka da yang berusaha mendengar dari sisinya. S
Starla duduk di ayunan ban depan rumah sambil membaca novel. Matanya asyik membaca setiap kalimat dengan kepala yang bergoyang kecil karena suara musik.Suda hampir jam 5 sore tapi Ryan dan Skala belum juga pulang. Starla tidak peduli pada Ryan karena selalu pulang telat. Padahal sebentar lagi Ryan harus bersiap untuk ujian kelulusannya, tetapi Ryan malah sibuk bermain.Sebua mobil hitam masuk ke pekarangan rumah. Starla melepas earphone dan menghampiri si pemilik mobil yang sudah lama tak pulang. "Bang Arga?" pekik Starla senang."Akhirnya abang pulang, kali ini nginep di rumah nya lamain dong hehe biar Starla bis amain sama abang."Argantara Saputra atau yang kerap di panggil Arga itu keluar dari mobil dengan wajah suntuk. Meski begitu, Arga tetap tampan. Ia adalah kakak laki-laki Starla yang pertama. Ryan Pradipta Putra kakaknya yang kedua. Lalu Skala Kaino Putra kakak kembarnya yang ketiga. Starla anak bungsu.Arga membnting pintu mobil dengan kencang lalu mengabaikan Starla yang
"Na, balik bareng gue?" ajak Ryan pada seorang gadis manis berkuncir kuda."Boleh deh tapi anter gue ke alfa dulu," jawab Naina."Ashiappp meluncur."Terlebih lagi ada Naina, gadis manis yang membuat hidup Ryan seakan sempurna. Ryan merasa tak ada lagi yang kurang meski ayah mengabaikan kehadirannya.Lebih tepatnya semua anak-anaknya."Lo gak mau beli cemilan?" tawa Naina pada Ryan yang berdiri di belakangnya."Buat apaan?""Siapa tahu adek lo butuh. Sekali-kali beliin dia gak bikin dompet lo kering kok."Ryan menolak langsung tanpa pikir panjang. "Gak usah lah, mereka punya kaki bisa beli sendiri."Naina berdecak kecil. "Gak perhatian lo sama adik sendiri.""Gue perhatian sama lo doang soalnya." Ryan mesem-mesem sendiri dengan ucapannya."Alay," cibir Naina.Mereka bercerita riang sepanjang jalan menuju rumah Naina. Ryan bisa menjadi sangat terbuka pada Naina jika mereka sudah berdua saja. Naina menjadi pendengar terbaik yang sangat Ryan percaya lebih dari siapapun.Baik Naina maupun
"Ayah malu punya anak kaya aku?" "Ayah, aku juga mau disayang seperti yang lain." "Ayah, kalau aku mati, apakah ayah akan sedih dan kehilangan aku?" * * * ~Jika hidupku tidak ditakdirkan bahagia sekarang, maka izinkan aku bahagia dikehidupan selanjutnya, Tuhan.~ ○♧○ Namanya Starla Keina Fazwa, sering di sebut Starla, namun panggilan kesayangan dari sang bunda dan keluarganya adalah Key. Tak ada yang spesial dari hidupnya. Meski memiliki ayah dan tiga orang kakak termasuk satu kakak kembar beda 5 menit, Starla selalu merasa kesepian. Ayah yang selalu sibuk dengan urusan kantor dan semakin gila kerja setelah bunda tiada membuat suasana rumah tidak sehangat dulu lagi. Hal itu membuat keinginan Starla kecil muncul. Ia ingin sekali mengembalikan momen-momen kehangatan serta keharmonisan keluarganya yang telah lama tiada. Akankah ia bisa menggapai keinginan kecilnya itu? "Benci banget sama senin." Starla mematut wajahnya di depan cermin dengan wajah bete. "Apa pura-pura sakit aja