Beranda / Fiksi Remaja / In The Rain / 07. Bentakan Arga

Share

07. Bentakan Arga

Starla duduk di ayunan ban depan rumah sambil membaca novel. Matanya asyik membaca setiap kalimat dengan kepala yang bergoyang kecil karena suara musik.

Suda hampir jam 5 sore tapi Ryan dan Skala belum juga pulang. Starla tidak peduli pada Ryan karena selalu pulang telat. Padahal sebentar lagi Ryan harus bersiap untuk ujian kelulusannya, tetapi Ryan malah sibuk bermain.

Sebua mobil hitam masuk ke pekarangan rumah. Starla melepas earphone dan menghampiri si pemilik mobil yang sudah lama tak pulang.

"Bang Arga?" pekik Starla senang.

"Akhirnya abang pulang, kali ini nginep di rumah nya lamain dong hehe biar Starla bis amain sama abang."

Argantara Saputra atau yang kerap di panggil Arga itu keluar dari mobil dengan wajah suntuk. Meski begitu, Arga tetap tampan. Ia adalah kakak laki-laki Starla yang pertama. Ryan Pradipta Putra kakaknya yang kedua. Lalu Skala Kaino Putra kakak kembarnya yang ketiga. Starla anak bungsu.

Arga membnting pintu mobil dengan kencang lalu mengabaikan Starla yang menyambutnya riang.

"Bang, kok Starla  di cuekin."

Arga masuk ke dalam rumah dan melempar tas kuliah nya asal. Dia memijit kepalanya yang pening sambil merebahkan diri di atas sofa ruang tamu.

"Abang cape, ya? Mau Starla pijatin? Kata Bi Nana pijatan Starla mantep lho!" ungkap Starla ceria.

Arga menggeram marah dengan mata terpejam. "Jangan sekarang, Key. Abang cape."

"Ya makanya sini aku bantuin pijat." Starla keukeuh pada kemauannya.

Sebenarnya Starla jarang sekali bertemu Arga yang lebih suka menghabiskan waktu di luar rumah semenjak memasuki bangku kuliah.

Starla tahu kalau Bang Arga pasti lelah karena berbagai masalah. Tapi Starla juga sangat jarang menghabiskan waktunya berdua bersama Arga. Dulu Arga adalah abang yang sangat peduli padanya.

Starla rindu masa-masa itu, Starla tak ingin merebut waktu abangnya yang sudah beranjak dewasa. Dia hanya ingin Arga membagi sedikit saja porsi waktunya unuk di habiskan bersamanya.

Jika tak bisa setengah daru waktunya maka sepertiga dari itu pun tak jadi masalah.

"Ayo dong bang." Starla menarik bju Arga beberapa kali agar Arga mau menatapnya. "Banyak yang mau Starla cerirain ke abang. Nanti ke buru abang pergi ke kampus terus gak sempet lagi."

"Bang ..." rengekan Starla mengganggu Arga.

"DIAM STARLA! GAK PUNYA TELINGA KAMU!" bentak Arga kehilangan kesabaran. "NGGAK LIAT ABANG CAPE, HAH?!"

Pikirannya sedang rumit saat ini, Arga sengaja pulang untuk menjernihkan pikirannya, dan itu malah di recoki oleh kehadiran Starla yang tidak bisa membaca situasi.

"Ga usah kaya anak kecil. Pergi sana jangan ganggu abang," usir Arga tajam.

* * *

Pikirannya sedang rumit saat ini, Arga sengaja pulang untuk menjernihkan pikirannya, dan itu malah di recoki oleh kehadiran Starla yang tidak bisa membaca situasi.

"Ga usah kaya anak kecil. Pergi sana jangan ganggu abang," usir Arga tajam.

Starla meremat kedua tangan menahan kekagetannya. Matanya bergetar di bentaj sekencang itu oleh Arga yang tak pernh berlaku kasar padanya.

Dengan perasaan sedih Starla berlari menuju ke kamarnya sambil menutup bibir menahan tangis. "Abang berubah."

Arga mengangkat tangan sebelahnya guna menutupi mata. Memang salahnya karena dulu terlalu memanjakan Starla sehingga anak iu bertingkah seenaknya.

"Ck."

* * *

Ryan pamit pulang karena hari sudah mulai petang. Hari ini aya akan berada di rumah, bisa gawat urusannya jika Ryan ketahuan belum pulang.

"Oi gue cabut duluan, ya!" Tangan Ryan terangkat naik.

"Cepet amat pulangnya lo." Salah satu teman Ryan menimpali.

Ryan tertawa kecil. "Biasalah bapak negara balik, kalau gak cabut sekarang atm gue kena blokir nanti."

"Yahhh sono lu pulang jangan sampai kena blokir. Gak adayang traktir nanti," ujar Zidan terang-terangan.

"Sialan lo!" Ryan menggeleg geli namun tak merasa tersinggung.

Baginya di sini adalah keluarga yang sebenarnya. Ryan benar-benar merasa hidup bersama mereka, menghabiskan waktu bersama dan bercanda hingga melupakan masalahnya.

Aggaplah mereka pelarian Ryan karena dia bisa dengan bebas menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura bahagia.

Mereka paham kapan Ryan bahagia, sedih, atau marah. Mereka tak memaksa Ryan untuk bercerita tapi menunggu sampai dia mau membuka diri dengan sendirinya.

Semenjak kepergian bunda hidup Ryan menjadi kosng. Ia butuh tempat untuk menyalurkan rasa kekosongan itu dan syurkurnya ia bertemu dengan orang-orang yang tepat.

"Na, balik bareng gue?" ajak Ryan pada seorang gadis manis berkuncir kuda.

* * *

Next Part ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status