"Hahaha lucu."
"Apaan deh bawa kaya ginian ke sekolah?" "Anak mami hahhahah." "Liat-liat, ads tulisan di belakangnya tuh." "Apaan? Baca-baca!" "Bunda surga gimana? Di sana bunda bahagia kan? Di sini aku juga bahagia kok. Alafyu bunda hahahhaa alay banget anjir." "Hahaha ngakak gue sialan!" "Nau coba lo foto biar bisa share ke grup angkatan." "Eh eh orangnya dateng!" Starla memasang wajah bingung saat beberapa anak cewek berkerumun di dekat bangkunya. Suara tawa mereka kencang sekali sampai terdengar keluar. "Kalian ngapain?" tanya Starla pelan. "Itu apa yang kamu pegang?" Naura dengan cewek body ramping dan baju hampir ketat itu menunjukkan sebuah foto yang Starla kenal. "Segitu kangennya sama nyokap sampe bawa fotonya kemana-mana?" ejeknya. "Kalian kok sentuh barang orang tanpa izin! Jangan sentuh foto bunda!" Starla berjalan cepat menghampiri Naura dan merebut foto bunda. Sayangnya karena perbedaan tinggi di antara mereka Starla menjadi kesusahan. Teman-teman Naura malah asyik mengambil video saat Starla bersusah payah merebut foto bunda. "Oh bunda~Bagaimana syurga~Aku bahagia di sini~hahahhaha." Naura berlari mengelilingi kelas di iringi tawaan yang lain. "Kembaliin foto bunda! Jangan kurang ajar kamu!" tunjuk Starla murka. Naura atau siapapun boleh mengambil barang Starla asalkan jangan foto bunda. Foto kesayangan yang selama ini Starla jaga dan bawa kemana-mana, dia tidak akan memaafkan siapapun yang berani mengambil foto bunda. "Kenapa? Lo pikir gue takut haaa?" "KEMBALIIN FOTONYA!" Starla berteriak keras hingga orang-orang berkerumun di luar kelas. "Yahhhh sobek?" Naura memasang wajah pura-pura bersalah saat ia tak sengaja menyobek foto milik Starla. "Eh sorry ya gue gak sengaja ... lo masih punya foto lain kan?" Starla tak bergeming saat melihat foto bunda terbelah menjadi dua. Naura menutup mulutnya tapi tak ada ketulusan dalam matanya. "Jangan bilang lo cuma punya yang satu ini? Serius?" Wajah Starla sudah sangat merah dengan napas tak beraturan. Starla mengambil asal pulpen di kotak pensilnya dan berlari menghampiri Naura yang sibuk tertawa. "Kembaliin fotonya!" Srek! Semua orang yang menonton kejadian itu terkesiap saat pulpen Starla menggores wajah Naura cukup dalam. Luka baret panjang karena ujung pulpen yang lancip terbentuk dari bawah mata hingga pipi. Sedikit saja pasti mata cewek itu tidak akan terselamatkan. "ARGHHH." Naura menutup wajahnya dan menangis sejadi-jadinya. Rasa perih dan panas menerjang wajah Naura yang saat ini tengah meraung keras. Orang-orang segera berkumpul mengelilingi Naura dan memberiman tatapan tajam untuk Starla. Starla mengabaikan semua tatapan itu, dia megambil foto bunda yang tergeletak tak jauh dari Naura. Starla mengusap foto bunda dengan sayang seolah benda itu bisa pecah kapan saja. Bahu Starla di dorong dengan kasar. "Lo gila ya!?" "Lo mau bikin Naura buta?" "Dasar gila!" Starla menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Semua kata-kata pembelaan yang ingin ia sampaika tertinggal di tenggorokan. Starla menciut di antara kerumunan orang yang menatap dirinya seolah binatang liar. "Starla Keina Fazwa. Ikut saya ke ruang guru!" ujar Pak Banu yang baru saja tiba dengan wajah galaknya. * * * Starla menundukkan wajahnya selama di ruang guru. Para guru terang-terangan membicarakan dia yang membuat onar di hari pertama masuk sekolah. "Bagus sekali. Dalam satu hari sudah ada dua anak yang membuat saya emosi." Pak Banu menggeram menahan marah. Stara melirik ke samping dan mendesah lelah saat melihat Angkasa dengan wajah datarnya duduk anteng di kursi sebelah. "Kamu Angkasa. Sekali lagi tidur di dalam kelas saya gak akan segan-segan untuk mencatat nama kamu di buku hitam!" Angkasa mengangguk tanpa rasa takut. "Ya, Pak." "Jangan hanya iya-iya." Pak Banu melotot. "Sudah, keluar kamu. Jangan ulangi lagi tindakan nakal itu di jam pelajaran siapapun!" Angkasa melirik cewek yang duduk di sampingnya. "Saya mager keluar, pak." "Angkasa! Kamu benar-benar mau saya hukum?!" Angkasa menggaruk kepalanya yang tak gatal dan menyengir jahil. "Jangan kebanyakan marah, pak. Liat keriput bapak mengerut semua tuh." "Angkasa!" Cowok itu ngacir begitu melihat wajah Pak Banu yang berubah merah. Sama sekali tidak punya rasa takut meski masih berstatus siswa baru. "Dan kamu Starla, kenapa kamu tusuk wajah teman kamu dengan pulpen? Kamu sadar seberapa bahaya tindakan kamu barusan?" "Dia yang duluan, pak," jawab Starla sejujur-jujurnya. Bu Ratna dengan lipstik merah tua mencibir dari meja samping sambil mengipasi wajahnya. "Duh anak zaman sekarang gak ada rasa takut-takutnya sama sekali. Memangnya kamu mau bertanggung jawab kalau sampai teman sekelasmu itu buta?" * * * Next part ...Bu Ratna dengan lipstik merah tua mencibir dari meja samping sambil mengipasi wajahnya. "Duh anak zaman sekarang gak ada rasa takut-takutnya sama sekali. Memangnya kamu mau bertanggung jawab kalau sampai teman sekelasmu itu buta?"Starla menunduk sambil meremas kedua tangannya yang tak luput dari perhatian Angkasa. "Bu Ratna, saya harap ibu tidak ikut campur, ini masalah anak kelas saya." Pak Banu berdeham tegas."Ini semua karena Pak Banu terlalu baik. Coba liat anak kelas saya, mana ada yang brutal seperti ini. Belum apa-apa saja sudah mau buat anak orang buta." Bu Ratna bergidik lalu bangun dari duduknya.Starla menusuk telapak tangannya dengan kukunya yang panjang. Menyalur rasa kesal di hatinya karena ucapan guru tersebut.Dia memang bersalah tapi Starla tak sepenuhnya salah. Kalau Naura tak mengambil foto bunda lebih dulu Starla juga tidak mungkin bertindak sejauh ini.Starla tidak gila dengan tiba-tiba menyerang orang lain. Tapu taka da yang berusaha mendengar dari sisinya. S
Starla duduk di ayunan ban depan rumah sambil membaca novel. Matanya asyik membaca setiap kalimat dengan kepala yang bergoyang kecil karena suara musik.Suda hampir jam 5 sore tapi Ryan dan Skala belum juga pulang. Starla tidak peduli pada Ryan karena selalu pulang telat. Padahal sebentar lagi Ryan harus bersiap untuk ujian kelulusannya, tetapi Ryan malah sibuk bermain.Sebua mobil hitam masuk ke pekarangan rumah. Starla melepas earphone dan menghampiri si pemilik mobil yang sudah lama tak pulang. "Bang Arga?" pekik Starla senang."Akhirnya abang pulang, kali ini nginep di rumah nya lamain dong hehe biar Starla bis amain sama abang."Argantara Saputra atau yang kerap di panggil Arga itu keluar dari mobil dengan wajah suntuk. Meski begitu, Arga tetap tampan. Ia adalah kakak laki-laki Starla yang pertama. Ryan Pradipta Putra kakaknya yang kedua. Lalu Skala Kaino Putra kakak kembarnya yang ketiga. Starla anak bungsu.Arga membnting pintu mobil dengan kencang lalu mengabaikan Starla yang
"Na, balik bareng gue?" ajak Ryan pada seorang gadis manis berkuncir kuda."Boleh deh tapi anter gue ke alfa dulu," jawab Naina."Ashiappp meluncur."Terlebih lagi ada Naina, gadis manis yang membuat hidup Ryan seakan sempurna. Ryan merasa tak ada lagi yang kurang meski ayah mengabaikan kehadirannya.Lebih tepatnya semua anak-anaknya."Lo gak mau beli cemilan?" tawa Naina pada Ryan yang berdiri di belakangnya."Buat apaan?""Siapa tahu adek lo butuh. Sekali-kali beliin dia gak bikin dompet lo kering kok."Ryan menolak langsung tanpa pikir panjang. "Gak usah lah, mereka punya kaki bisa beli sendiri."Naina berdecak kecil. "Gak perhatian lo sama adik sendiri.""Gue perhatian sama lo doang soalnya." Ryan mesem-mesem sendiri dengan ucapannya."Alay," cibir Naina.Mereka bercerita riang sepanjang jalan menuju rumah Naina. Ryan bisa menjadi sangat terbuka pada Naina jika mereka sudah berdua saja. Naina menjadi pendengar terbaik yang sangat Ryan percaya lebih dari siapapun.Baik Naina maupun
"Ayah malu punya anak kaya aku?" "Ayah, aku juga mau disayang seperti yang lain." "Ayah, kalau aku mati, apakah ayah akan sedih dan kehilangan aku?" * * * ~Jika hidupku tidak ditakdirkan bahagia sekarang, maka izinkan aku bahagia dikehidupan selanjutnya, Tuhan.~ ○♧○ Namanya Starla Keina Fazwa, sering di sebut Starla, namun panggilan kesayangan dari sang bunda dan keluarganya adalah Key. Tak ada yang spesial dari hidupnya. Meski memiliki ayah dan tiga orang kakak termasuk satu kakak kembar beda 5 menit, Starla selalu merasa kesepian. Ayah yang selalu sibuk dengan urusan kantor dan semakin gila kerja setelah bunda tiada membuat suasana rumah tidak sehangat dulu lagi. Hal itu membuat keinginan Starla kecil muncul. Ia ingin sekali mengembalikan momen-momen kehangatan serta keharmonisan keluarganya yang telah lama tiada. Akankah ia bisa menggapai keinginan kecilnya itu? "Benci banget sama senin." Starla mematut wajahnya di depan cermin dengan wajah bete. "Apa pura-pura sakit aja
Starla mengipasi wajahnya yang panas dan menghapus peluh di keningnya. Untung saja proses MPLS di sekolahnya tidak berlangsung meriah. Cukup dengan mengikuti upacara senin pagi lalu mendengarkan peraturan sekolah. Pembagian kelas dan kemudian selepas istirahat jam pertama akan ada demo extrakurikuler. Starla cukup senang dengan hal itu. Berarti dia tak harus bersusah payah mencari barang atau menyiapkan hal-hal aneh. Selintas perasaan bangga menyusup ke dalam dirinya. Ada enaknya juga gak dapat sekolah favorit hhe. "Starla Keina Fazwa 10 Ips 3." "Yes!" Tangan Starla mengepal senang sambil meninju udara. Masuk IPS adalah cita-citanya sejak SMP. Starla senang dengan pelajaran Geografi dan segala macam hal yang tida terlalu berkaitan dengan matematika. Walaupun akhirnya ia akan bertemu ekonomi tapi Starla itu lebih baik daripada ia muntah karena kimia, fisika dan matematika. Dengan langkah riang Starla berjalan mencari letak kelasnya dan langsung mencari posisi duduk yang strategis.
Ternyata banyak hal baru yang Starla temukan di sekolah barunya. Khususnya lagi suasana kantin yang begitu berisik dan sumpek hampir membuat Starla shock. Suara percakapan dimana-mana dengan bangku yang hampir penuh di sudut-sudut ruangan. Starla berjalan hati-hati dengan nampan berisi es teh dan sepiring siomay. Sebisa mungkin menghindari benturan dengan siswa lain yang berjalan seenaknya. Bola mata Starla berbinar saat melihat gerombolan teman cewek sekelasnya tengah duduk di sebuah bangku yang melingkar. "Hai!! Kita sekelas di IPS 3. Aku Starla, boleh ikutan duduk di sini? Kebetulan bangku yang lain udah penuh," ujar Starla seceria mungkin. "Oh sorry di sini udah penuh lo cari yang lain aja," jawab salah satu dari enam orang yang duduk di sana dengan nada meremehkan. Starla melirik pada tempat kosong yang masih muat untuk sekitar dua orang. "Tapi-" "Kaki gue kram gara-gara upacara tadi." Seorang cewe berambut sebahu menaikkan kedua kakinya menjadi selonjor di antara tempat yan
Lapangan utama di penuhi siswa-siswi yang penasaran dengan penampilan demo ekstrakurikuler. Dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas semuanya berkerumun di berbagai tempat teduh untuk menyaksikan pertunjukkan. Starla berdirii di antara anak-anak kelas lain yang tak di kenalnya. Mulutnya menggembung karena terus memakan ciki yang ia bawa dari rumah. Satu persatau ekskul mulai menunjukkan bakatnya berusaha sebaik mungkin untuk menggaet minat adik kelas baru mereka agar bergabung. Tak ada yang menyentuk minat Starla sejauh ini. Sebenarnya Starla sedang mencari ekskul yang tidak terlalu aktif asalkan ia punya nilai tambahan saja untuk rapotnya. Srekkk kraukk kraukk kraukk. Starla melongo saat melihat makanan di tangannya berpindah tempat. Si pencuri bahkan tidak menunjukkan raut wajah bersalah sama sekali dan malah semakin menikmati makanan curiannya. "Kamu-!" Starla terkesiap di antara keterkejutannya. "Napa?" tanya Angkasa dengan watados. "Gak sopan main ambil milik orang!" Sta