Cakra: Suami yang ...?
Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya.
Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan.
Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya. Sepuluh panggilan tak terjawab dan dua puluh pesan masuk dari Marin. Melihat itu juga Cakra yang sebenarnya masih ada kelas yang harus diikuti habis ini, buru buru menelepon Marin dan menanyakan keberadaannya. Rupanya, ayah Marin meninggal karena serangan jantung. Dan Marin sedang kelabakan mencari cara untuk pulang kampung.
“Marin! Maafin aku, jam kuliahku baru selesai.” Cakra yang tahu siang itu Marin sedang ada di kosan dan berkemas kemas, buru-buru menghampirinya. Ia melihat Marin yang dipenuhi kehancuran. Gadis itu menangis sesegukan sambil mengemasi barang, dengan beberapa teman kosnya yang ingin menenangkan.
Mengerti sang kekasih sudah datang, teman kos yang terdiri dari dua wanita itu pun keluar dari kamar kos untuk memberikan ruang pada mereka supaya leluasa berbincang bincang. Seketika itu, Cakra langsung memeluk tubuh Marin. Dan seketika itu juga, Marin melemas. Ia nyaris terkulai ke lantai jika sana Cakra yang menopang tubuhnya dengan baik.
“Ayah.... Aku nggak bisa hidup tanpa ayah. Aku harus bagaimana Cakra?”
Di dalam pelukan itu Marin meraung menumpahkan kesedihannya karena ditinggal pergi sang ayah. Marin adalah anak pertama di keluarganya. Jika ayahnya meninggal, maka beban tanggung jawab akan diwariskan kepada Marin.
“Tenangin diri kamu dulu, Marin. Nggak usah khawatir, aku bakal temenin kamu. aku bakal temenin kamu pulang kampung. Juga bakal temenin kamu seterusnya.”
Janji yang diucapkan Cakra hari itu rupanya tak sekadar janji. Sebab ia benar benar menjadi kekasih yang setia terhadap Marin. Kehidupan Marin banyak berubah setelah ayahnya meninggal dunia. Ia tidak bisa melanjutkan kuliahnya karena masalah biaya. Meski pun sang ayah meninggalkan warisan berupa beberapa petak tanah di kampung, Marin tidak bisa menggunakan warisan itu untuk kuliahnya. Sebab ia masih memiliki empat orang adik. Dua diantaranya masih berada di sekolah dasar. Marin merasa harus berkorban demi kelangsungan keluarga dan juga adik adiknya. Akhirnya Marin yang mengalah akan pendidikannya, dan mulai merintis bisnis.
Meski sudah tidak berkuliah di tempat yang sama dengan Cakra, hubungan mereka masih tetap berlanjut. Cakra benar benar menyayangi Marin. Ia sungguh melakukan sebagaimana yang ia lakukan. Bagi Marin, Cakra adalah berkat di tengah kehancuran hidupnya akibat ditinggal pergi sang ayah. Dan, begitulah hubungan mereka tetap berlanjut sampai ke jenjang pernikahan.
Cakra sedang duduk manis di atas kerjanya di waktu yang menunjukkan pukul tujuh sore (ataukah malam?) ini. Sejak pukul enam sore ia sudah tiba di rumah, tetapi rumah masih kosong. Rupanya istrinya belum datang, dan mungkin masih berada di tempat spa.
Meski tampak sedang sibuk membuat bahan ajar untuk kelas yang akan ia ajar besok, pikiran Cakra melayang layang jauh ke suatu tempat. Entah. Sejak tadi pikirannya sering kosong. Termasuk saat ia menutup telepon Marin secara tiba-tiba. Apa jangan jangan ia sedang memasuki fase paruh baya? Tidak, tidak. Ia hanya satu tahun lebih tua dari Marin. Otomatis usianya baru tiga puluh satu. Fisiknya masih bugar, perkasa, dan masih memiliki hasrat yang menggebu gebu. Tapi, ada yang aneh dengannya akhir akhir ini. Tentu saja. Itu sesuatu yang Cakra sendiri tidak ketahui. Hatinya hanya sering merasakan kekosongan. Seperti ia tidak memiliki semangat hidup yang membara sebagaimana yang terjadi pada Marin.
Saat pikirannya masih bergelut dengan lamunan, terdengar suara pintu terbuka secara tiba tiba.
“Sayang!”
Cakra tersentak kaget melihat keberadaan Marin di ambang pintu dengan ekspresi wajahnya yang kesal.
“Aku panggil panggil dari tadi nggak dengar ya?” celetuk Marin sambil berjalan ke arah Cakra.
“Oh ya? Maaf, aku nggak denger,” ucap Cakra sambil memperbaiki posisi duduknya.
Melihat gelagat suaminya yang akhir akhir ini menganeh, Marin mengerutkan keningnya. Ia mendekat ke kursi yang diduduki Cakra. Mendudukkan tubuhnya tepat di atas pangkuan lelaki itu.
“Sayang, apa yang terjadi? Akhir akhir ini sikapmu agak aneh. Ada masalah apa di kampus?” tanya Marin sambil memerhatikan raut wajah Cakra yang tampak muram. Kedua tangan Marin, dengan jari jari kukunya yang selesai dipoles, menarik kaca mata yang menengger di wajah tampan Cakra.
Sambil menghela napas panjang untuk mengusir pikirannya yang lagi carut marut, Cakra menjawab, “Tidak ada apa apa. Cuman lagi sedikit stres aja kok Sayang.” Lantas ia menyunggingkan senyum manis pada Marin.
Melihat itu, Marin segera membalas senyuman manis suaminya. Saat sedang stres, ia tahu apa yang Cakra butuhkan. Free sex.
“Aku tahu apa yang kamu butuhkan, Sayang,” bisik Marin menggoda.
Dengan senyuman yang tersungging semakin lebar Cakra memosisikan tubuh Marin semakin mantap di atas pangkuannya. Mereka berhadap hadapan dengan posisi kepala Marin yang lebih tinggi. Kedua pahanya mengapit pinggang Cakra. Sementara kedua tangan Cakra mencengkeram pinggul Marin.
“Kapan terakhir kali kita berhubungan intim, Sayang?” tanya Marin sambil memain mainkan rambut Cakra yang masih setengah basah.
“Hm ... seminggu lalu.”
“Hah, lama juga ya? Akhir akhir ini aku terlalu sibuk buat peluncuran produk baru Hebely,” cetus Marin penuh rasa sesal.
“Persiapannya lancar?” lanjut Cakra menanyai.
“Hm, lancar dong. Kan aku yang mimpim langsung sama tim perencanaan,” jawab Marin bangga.
Samar samar Cakra tersenyum. Senyumnya terada getir, namun di mata Marin senyum itu terasa sangat nyata.
“Karirmu semakin cemerlang saja, Sayang,” kata Cakra.
“Semua itu berkat dukunganmu, Sayang.”
Marin mengucapkannya sebelum memberikan kecupan hangat di bibir Cakra. Jari jari tangannya yang runcing itu melepaskan satu per satu kancing baju piama yang melekat di tubuh Cakra. Sambil ia berbisik penuh goda.
“Aku tadi habis pijat spa. Badanku terasa lebih segar. Tadi aku juga minta tambahin wewangian varian baru. Sayang suka harumnya?” bisik lirih Marin. Lantas ia langsung membuka bajunya tepat di depan mata Cakra.
“Tada!”
“Hahh.”
Cakra tak bisa membohongi kedua matanya yang begitu terpesona oleh pemandangan yang ada di balik baju Marin. Renda renda berwarna merah delima dan tembus pandang. Lima tahun ia hidup sebagai suami Marin, tak pernah sekali pun Cakra merasa bosan melihat pemandangan itu. Marin sangat pandai merawat tubuhnya. Bahkan sangat cerdik dengan memberikan kejutan kejutan seperti ini. Bra tembus pandang dari kain renda premium. Merah delima. Warna kesukaan Cakra. Marin selalu bisa membuat Cakra merasa tergila gila pada tubuh Marin setiap kali mereka hendak bercinta.
Mulut Cakra terbuka lebar memandangi tubuh Marin yang teramat menggiurkan. Kedua matanya dipenuhi oleh berahi. Secara berangsur, benda miliknya yang tepat diduduki marin terasa mulai mengeras.
“It’s really beautyfull. I love it, Baby.” Cakra langsung menarik tubuh Marin mendekat ke wajahnya. Ia memeluk tubuh yang dikerumuni semerbak aroma yang sangat harum. Hidung mengendus dengan rakus aroma itu. Kulit wajahnya merasakan kelembutan dari kedua benda kenyal milik Marin yang selalu saja membuatnya takluk setiap waktu.
“... Aku menginginkanmu lagi, Istriku. Aku merindukan rasa bersamamu. Aku ingin merasakanmu kembali.”
Sambil mengecupi tubuh Marin, Cakra menggumamkan kalimat itu. Desahan napasnya begitu dalam dan mesra. Marin yang seketika terpancing oleh setiap sentuhan bibir sang suami, meremas remas rambut hitam Cakra dan juga tubuh kekar lelaki itu.
“Sebagai ganti karena akhir akhir ini aku terlalu sibuk bekerja, Suamiku. Sekarang aku akan membayar semuanya. Nikmati tubuhku sebagaimana yang selalu kamu lakukan, Suamiku. Aku ingin merasakan puncak bersamamu, Sayangku.”
Marin membalas gumaman Cakra dengan suara rendahnya yang menggoda. Ia semakin terangsang setiap kali Cakra mengecup dan menggigit puncak tubuhnya di balik kain renda merah itu.
“Aahh, Sayangku ... lakukan terus, jangan lepaskan!” cetus Marin yang membuat benda besar milik suaminya itu semakin terdesak.
Cakra pun seketika bangkit dari duduk sambil membawa tubuh Marin dalam dekapannya. Ia berjalan menuju kamar tidur mereka sambil berpautan bibir. Suara lenguh terdengar mengisi ruang. Sesampainya di kamar, Cakra langsung melempar tubuh Marin dan melepaskan celananya yang terasa sesak itu.
Sambil menghempaskan tubuhnya di atas tubuh sang istri, Cakra mendesah, “Jangan harap kali ini kamu akan bebas. Aku tidak akan melepaskanmu, Sayang ... sepanjang malam. Malam mingguku ini akan jadi malam menggelora untuk kita berdua.”
Lelaki itu langsung mencumbu bibir dan tubuh Marin selesai mengucapkannya. Mereka berdua sibuk melenguh dan melampiaskan hasrat yang telah tersimpan selama satu minggu, sampai tidak menyadari salah satu ponsel milik mereka berdua bergetar sejak tadi. Itu adalah ponsel Cakra. Rupanya ada satu pesan masuk dari salah seorang mahasiswa yang ia ajar.
[Pak Cakra, saya tidak akan melupakan ciuman kita sore tadi.^^]
*
Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da
Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa
Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu
Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan
Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k
“Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan
Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa
Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan
Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa
“Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan
Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k
Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan
Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu
Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa
Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da
Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya
Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan