Home / Romansa / Imperfect Wife / BAB 6: Awal Perseilngkuhan

Share

BAB 6: Awal Perseilngkuhan

Author: Elya Ra Fanani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin  kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”

Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.

Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan yang ada di layar ponselnya. Yaitu pemandangan Arum yang duduk di atas tempat tidur tanpa mengenakan pakaian dan tubuh bagian atasnya hanya terbalut bra berwarna hitam.

Buru-buru Cakra membalik ponselnya. Otaknya sedang berpikir keras dalam beberapa detik itu. Tetapi ada dorongan kecil dalam tubuhnya untuk kembali menyaksikan pemandangan seorang gadis muda yang mulai memperlihatkan obsesinya terhadap Cakra.

Pelan, Cakra kembali menatap layar ponselnya. Lantas ia menyambungkan layar ponselnya ke layar laptop yang lebih besar dan jelas. Kemudian menyambungkannya dengan speaker bluetooth dan memasangnya ke salah satu telinga. Di layar itu tampak seorang Arum yang sedang tersenyum ceria. Sementara Cakra yang melihatnya, mulai merasakan gairah yang meletup. Sensasi unik yang baru baginya.

Pak Cakra, ini hadian untuk Bapak! Saya tidak bisa melupakan ciuman kita tadi siang. Dan semakin saya teringat, tubuh saya terasa panas. Makanya saya melepas pakaian. Saya juga merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah saya saat mengingat ciuman Bapak.’

Kalimat itu diucapkan dengan begitu ceria hingga Cakra terkekeh kekeh mendengarnya. Lelaki itu tersenyum geli mendengar suara Arum yang manja.

“Apa itu pertama kalinya kamu ciuman?” sahut Cakra bertanya.

Oho, bagaimana Bapak bisa tau? Tadi itu ciuman pertama saya. Makanya saya tidak bisa lupa. Saya terus terbayang bayang sama Bapak. Bapak jago banget ciumannya. Saya pengen lagi....

Mendengar dirinya mendapat pujian semacam itu membuat Cakra kembali terkekeh sambil tersipu. Lebih daripada itu, ia merasa lebih jantan di hadapan Arum.

Cakra terpikirkan suatu hal kemudian.

“Arum, besok kamu ada agenda apa?” tanya Cakra.

Hm, nggak ada sih, Pak. Kenapa? Bapak mau ajak saya kencan?’

“Aku ingin kamu temenin saya ke suatu tempat. Bisa?” lanjut Cakra bertanya.

Bisa kok Pak.  Saya kan selalu ada buat Bapak. Itu kan tugas saya sebagai asisten.’

Cakra pun tersenyum senang mendengarnya. “Baguslah. Besok aku jemput kamu sekitar jam sepuluh pagi ya. Di depan gerbang kampus kayak biasanya.”

Baik Pak.

Setidaknya perasaan Cakra menjadi sedikit lebih baik. Ia yang merasa sangat suntuk dan stres belakangan ini karena pekerjaan, merasa sungguh membutuhkan tempat untuk refreshing. Sudah lama sekali ia merencanakan untuk ke pantai. Tetapi rencana itu selalu tertunda karena Marin tidak bisa meluangkan waktunya untuk menemani Cakra ke pantai. Datang seorang diri ke pantai juga terasa sangat konyol. Maka ia mengajak Arum untuk menemaninya. Paling tidak ia tidak merasa sendirian dan tidak merasa konyol.

Ya. Kan aku cuma butuh dia nemani ke pantai. Tidak masalah, lah.

Setelah meyakinkan dirinya, Cakra kembali menatap ke layar laptop. Mentaap Arum yang sedang bermain main dengan dua bagian tubuhnya yang menonjol di balik balutan bra hitam itu. Cakra yang menatapnya merasakan sensasi yang menggairahkan. Milik Arum memang tak sebesar dan sebagus milik Marin yang rutin latihan otot dan mendapat perawatan mahal dari klinik. Tetapi cukup menggemaskan untuk ukuran tubuh Arum yang mungil. Cakra tidak tergoda pada bentuk atau besarnya, tetapi merasa gemas.

“Arum, tunjukkan sedikit juga boleh,” gumam Cakra yang semakin merasa gemas akan pemandangan di balik kain hitam itu.

Yang mana yang Bapak suka? Dua yang atas, atau bawah yang sudah basah.’

“Aahh.” Hanya dengan kalimat itu Cakra sudah kembali terangsang. Tangan kanannya tanpa sadar telah bermanja dengan miliknya yang mengeras sambil menamati lekuk tubuh Arum. Lantas ia menjawab pelan, “Hm, aku suka dua duanya, yang atas dan yang bawah.”

*

Sisa pertengkaran mereka semalam masih menyisihkan sedikit kesan negatif dalam hati Cakra maupun Marin. Keduanya sama sama diam dan tak saling menyinggung. Bahkan Marin hanya bisa diam mengamati gelagat aneh suaminya saat kembali ke kamar tidur setelah menyelesaikan pekerjaannya sebelum subuh.

Pagi ini Marin sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Jangan pikir sarapan rutin mereka adalah nasi dengan lauk pauk yang menggiurkan untuk disantap. Mereka rutin sarapan hanya dengan sereal dan susu instan. Atau paling bagus adalah oatmeal yang dimasak dengan beberapa buah-buahan pendamping.

Marin sedang menuangkan susu sapi itu ke dalam dua mangkuk yang telah terisi sereal. Untuk dirinya sendiri dan juga untuk suaminya. Meski ia masih kesal karena semalam Cakra menyinggung masalah keegoisannya dan ambisinya yang tak terbendung itu, Marin masih memiliki rasa kemanusiaan untuk menyiapkan sarapan mereka berdua. Setidaknya hanya itu pekerjaan rumah yang bisa ia lakukan untuk suaminya.

Sesaat kemudian Cakra yang selesai mandi datang ke dapur. Melihat Marin sedang mengaduk aduk sarapan mereka berdua.

“Toh ini hari Minggu, kamu nggak mau masak? Sudah lama sekali aku nggak makan masakan kamu, Yang.” Cakra melontarkan itu. Marin yang mendengarnya justru tersulut kekesalan.

“Sayang tau sendiri kan hari Minggu ini aku kerja. Aku pengen simpan tenagaku buat meeting nanti, Sayang. Kalau pengen sarapan pakai nasi kan tinggal pakai layanan pesan antar. Gitu aja kok repot.” Marin mencetus sambil berjalan menuju meja makan membawa dua mangkuk sereal itu.

Cakra hanya bisa mendesus pasrah, “Ya, ya ... kamu kan supersibuk. Mana sempat masak buat suami.”

Kening Marin seketika mengerut. “Tuh, kan? Lagi lagi kamu bahas soal itu. Memangnya harus istri yang bisa masak? Apa seorang suami nggak boleh masak? Atau nggak ‘mau’ masak?”

Karena tak ingin mengawali pagi ini dengan perdebatan, Cakra hanya menarik mangkuk sereal yang ada di atas meja makan. “Saya makan ini saja, Nyonya Marin.” Lalu segera memakan sereal itu tanpa banyak memprotes.

Marin pun memulai sarapannya. Sambil menyunyah sereal itu ia menatap Cakra yang sudah berpakaian rapi.

“Sayang mau ke mana?” tanya Marin.

“Ke pantai,” jawab Cakra tak acuh. Jawabannya sekaligus untuk menyindir Marin yang lagi lagi tak bisa menemaninya ke pantai untuk menghilangkan penat.

“Sendiri?”

Cakra tak menjawab dan hanya melanjutkan sarapan sederhananya. Marin pun mengembuskan napas panjang sambil menggumam.

“Kanapa Sayang nggak sabaran banget sih? Kalau kerjaanku ini udah selesai aku bakal temenin kok ke pantai. Cuman kalau minggu ini memang bener bener nggak bisa. Soalnya udah janjian sama profesor di Grasse. Masak mau dibatalin? Mereka udah jauh jauh datang kemari buat Hebely.” Marin menjelaskan sambil menatap Cakra penuh rasa bersalah.

“Tidak perlu. Hebely memang lebih penting dari apa pun. Kamu urusin saja pekerjaan kamu. Aku biar urusin diri aku sendiri.”

Sindiran halus—atau jangan jangan kasar—itu membuat Marin tak bisa mengelak. Cakra yang sudah menyelesaikan sarapannya dalam sekejab pun langsung berdiri dari duduk. Ia bersiap siap untuk pergi ke pantai. Sementara Marin yang tidak ingin ambil pusing akan kelakuan suaminya yang sedang merajuk itu melanjutkan sarapan paginya dengan tenang.

Saat Cakra sedang memanasi mobilnya untuk berangkat meninggalkan rumah, ponselnya berdenting. Ia melihat pesan masuk dari Arum. Secara otomatis Cakra tersenyum ringan membaca pesan tersebut.

Saya sudah tunggu di depan pintu gerbang kampus, Pak.

*

Related chapters

  • Imperfect Wife   BAB 7: Kencan Pertama

    Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k

  • Imperfect Wife   BAB 8: Sensasi Baru (21+)

    “Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan

  • Imperfect Wife   BAB 9: Calon Asisten Marin

    Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa

  • Imperfect Wife   BAB 1: Si Wanita Penakluk

    Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan

  • Imperfect Wife   BAB 2: Suami yang (Lugu?)

    Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya

  • Imperfect Wife   BAB 3: Ciuman Sore Itu

    Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da

  • Imperfect Wife   BAB 4: Ciuman Sore Itu 2

    Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa

  • Imperfect Wife   BAB 5: Bibit Obsesi

    Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu

Latest chapter

  • Imperfect Wife   BAB 9: Calon Asisten Marin

    Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa

  • Imperfect Wife   BAB 8: Sensasi Baru (21+)

    “Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan

  • Imperfect Wife   BAB 7: Kencan Pertama

    Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k

  • Imperfect Wife   BAB 6: Awal Perseilngkuhan

    Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan

  • Imperfect Wife   BAB 5: Bibit Obsesi

    Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu

  • Imperfect Wife   BAB 4: Ciuman Sore Itu 2

    Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa

  • Imperfect Wife   BAB 3: Ciuman Sore Itu

    Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da

  • Imperfect Wife   BAB 2: Suami yang (Lugu?)

    Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya

  • Imperfect Wife   BAB 1: Si Wanita Penakluk

    Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan

DMCA.com Protection Status