Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.
“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.
Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.
“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”
Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.
“Pantai,” jawab Cakra singkat.
“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa karena harus temenin Bapak ngoreksi jawaban anak semester 3. Kebetulan sekali sekarang Bapak mau ajak saya ke pantai.” Arum yang medengar ke mana dirinya akan pergi bersama Cakra, seketika menceletuk girang. Sebenarnya bukan masalah mereka hendak ingin ke pantai atau bukan. Gadis itu hanya menyukai ke mana pun Cakra akan membawanya.
“Oh ya? Wah, kebetulan dong. Sebenarnya sudah lama aku pengen ke pantai buat refreshing. Tapi selalu tertunda. Dan baru bisa hari ini pergi ke pantai.” Cakra menanggapi sambil menoleh sekejab ke Arum.
“Kenapa Bapak nggak ajak istri Bapak saja? Kenapa kok saya yang diajak ke pantai?” Arum bertanya terus terang kepada Cakra. Ia bukan tipikal gadis yang bisa memendam rasa penasaran terlalu lama, dan memilih untuk berterus terang apa yang ada dalam pikirnya.
“Kalau bisa saya mau ajak dia. Tapi dia sibuk sekali. Jadi tidak punya waktu untuk menemani saya ke pantai.” Begitu pun Cakra yang berterus terang tentang apa yang ada dalam pikirannya.
Seketika itu Arum menghela napas ringan. Akan berbohong kalau dirinya tidak merasa sakit hati mendengar jawaban Cakra. Ia merasa terluka pada fakta bahwa yang menjadi prioritas Cakra tetaplah istrinya, Marin, dan bukan dirinya. Meski pada akhirnya dirinya yang menjadi teman lelaki itu pergi ke pantai.
Tetapi Arum pun tahu betul rasa sakit dalam hatinya itu adalah resiko mencintai seorang lelaki yang telah memiliki istri. Ia tahu. Dan ia tetap memilih mengambil resiko itu. Sore itu ia telah mengiyakan ajakan ciuman Cakra. Artinya ia telah membiarkan dirinya jatuh pada seorang lelaki yang telah beristri. Artinya ia telah merelakan tubuh dan hatinya untuk sering terluka karena mencintai seseorang yang sangat mustahil untuk ia miliki. Ia tahu keputusan yang ia ambil ini, dan konsekuensi yang akan menimpanya. Betapa pun ia tetap memilih mencintai lelaki bernama Cakra dan membiarkan dirinya terluka karena cinta yang telah ia pilih.
Fakta bahwa dirinya yang sekarang bersama Cakra menjadi penghibur atas hatinya yang terluka. Ia tidak membutuhkan hal lain kecuali keberadaan Cakra. Entah dirinya bukanlah prioritas. Dan entah lelaki itu telah memiliki seorang istri yang jauh lebih ‘berkelas’ dari dirinya. Ia hanya butuh berada di sisi Cakra. Itulah keputusan yang telah ia ambil sejak ciuman mereka sore itu. Sejak ia membiarkan Cakra menariknya jatuh ke dalam pelukannya, saat itu juga ia memilih terjebak dalam kisah cintanya yang rumit.
“Ngomong ngomong, itu apa yang kamu bawa, Arum?”
Perhatian Cakra tertarik pada sebuah benda dalam tas kain yang ada di pangkuan Arum. Sebuah tas misterius yang sejak tadi ditenteng Arum dan sepertinya bukan tas berisi ponsel dan peralatan perempuan.
“Oh ini. Saya tadi bikin roti di tempat kos, Pak. Ini saya bawa, siapa tahu Bapak nanti suka.” Arum menjawab dengan ceria.
“Oh ya? Itu buat aku? Kenapa kamu repot repot Arum? Aku yang sudah menyita waktu kamu hari ini. Tidak perlu repot repot,” sahut Cakra yang tiba tiba merasa tidak enak pada Arum.
Arum tersenyum semringah mendnegarnya. “Tidak repot kok Pak. Saya memang suka bikin roti kok. Daripada di kosan tidak ada yang makan kan mending saya bagi ke Bapak.”
“Oh, gitu? Sebenarnya aku nggak pengen merepotkan kamu, Arum. Nanti aku bingung bagaimana membalasnya,” lanjut Cakra menggumam.
“Heihh, tidak repot kok Pak. Bapak juga tidak perlu membalas. Toh ini bukan pertama kalinya kan saya kasih roti ke Bapak?” kata Arum.
Kepala Cakra mengangguk pelan. Ini memang bukan pertama kalinya ia memakan roti buatan Arum. Sebab gadis itu beberapa kali pernah membawa roti saat mengerjakan sesuatu bersama Cakra sebagai asisten dosen. Lantas membagi roti itu untuk dimakan bersama Cakra.
“Okelah kalau begitu.”
Keduanya terdiam. Suasana mobil mendadak hening. Tetapi barangkali mereka tengah memikirkan yang sama. Yaitu sesuatu yang kali ini membawa sedikit kecanggungan di antara mereka.
“Semalam...”
Saat Cakra baru mulai pembahasan tentang itu, Arum lantas menyahut, “Bapak suka?”
Spontan Cakra menoleh menatap Arum. Meliriknya sekilas ke arah badan Arum. Pada sepasang benda menonjol dari balik kaus oblong yang Arum kenalan. Lantas pikiran Cakra kembal imelayang layang. Mengingat momen saat mereka berdua melakukan panggilan video seks semalam.
Wajah Cakra sedikit tersipu mengingat momen itu kembali. Sesuatu yang sangat baru dalam hidup Cakra. Sensasi yang baru dan terasa segar. Rasanya seperti ia kembali ke masa mudanya. Yaitu saat usianya sekitar dua puluhan awal.
“Tentu saja. Aku suka,” jawab Cakra lirih, setengah malu malu dan setengah mempertahankan martabatnya sebagai seorang dosen.
Begitu pula wajah Arum yang ikut tersipu. “Saya bisa memberikan kapan pun Bapak mau. Saya bisa melakukan apa pun untuk Bapak.”
Arum melontarkan kalimat itu sambil mencengkeram paha Cakra, yang seketika membuat sesuatu milik lelaki itu menegang di dalam sana. Cakra yang berusaha menjaga kewarasan sambil mengemudikan mobil pun menarik napas panjang.
“Kenapa kamu mau melakukannya untuk aku? Aku pikir rasa sukamu itu sudah berakhir.” Cakra menyahut lirih.
Dengan kedua matanya yang bergetar, Arum menjelaskan. “Saya tidak bisa lagi mengakhiri rasa suka saya terhadap Bapak. Ciuman kita kemarin, bukannya menghilangkannya, justru memperkuat rasa saya terhadap Bapak. Sekarang saya tidak sekadar suka pada Bapak. Tetapi saya mencintai Bapak. Saya ingin melakukan apa pun untuk Bapak.”
Tubuh Cakra terpaku mendengar pengakuan Arum. meski tidak cukup mengejutkan, tetapi bagi Cakra apa yang Arum ucapkan itu sungguh berani. Dan kini ia menyadari. Rupanya ciuman mereka itu justru membuat Arum terjebak dengannya. Bukan menyelamatkan gadis itu.
Mengerti Cakra yang hanya diam saja, Arum kembali menyahut, “Jangan paksa saya untuk berhenti menyayangi Bapak. Sekarang semuanya sudah terlanjur. Bapak yang membiarkan saya larut dalam perasaan ini. Jangan salahkan saya atas perasaan yang saya miliki. Bapak sendiri yang bilang kan? Kita terkadang tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa,” dengan kedua bola matanya yang berkaca kaca. “Saya merasa saya bisa memberikan semuanya untuk Bapak. Saya akan memberikan apa yang tidak Bapak dapatkan dari istri Bapak. Semuanya.”
Arum berkata penuh tekad. Seakan akan tidak ada hal yang bisa menghentikannya untuk mencintai Cakra.
Mendengarkan perkataan Arum yang penuh tekad itu, Cakra memasang wajah misterius, yang tak bisa Arum baca apa artinya. Tetapi kemudian lelaki itu meraih tangan Arum. Membawa tangan mungil gadis itu pada kecupan bibirnya. Ia mengecup manis tangan gadis itu. Sekarang semuanya sudah terlambat. Sebelum Cakra mengajak Arum berciuman, Arum masih memiliki kesempatan untuk menghentikan rasa sukanya. Tetapi sekarang rasa itu mustahil untuk berhenti. Cakra merasa bertanggung jawab atas hal itu. Merasa bertanggung jawab atas terjebaknya seorang gadis ke dalam persoalan dirinya, dan barangkali rumah tangganya bersama Marin.
Cup. Cup. Beberapa kali Cakra menciumi telapak tangan Arum yang mungil dalam genggamannya.
“Maafkan aku, karena sudah membuatmu terjebak dalam kehidupanku yang rumit ini, Arum.”
"Saya akan meringankan semua beban rumit Bapak. Saat bersama saya, saya ingin Bapak bahagia tanpa merasa terbebani."
*
“Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan
Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa
Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan
Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya
Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da
Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa
Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu
Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan
Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa
“Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan
Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k
Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan
Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu
Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa
Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da
Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya
Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan