Beranda / Romansa / Imperfect Wife / BAB 3: Ciuman Sore Itu

Share

BAB 3: Ciuman Sore Itu

Penulis: Elya Ra Fanani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ciuman sore itu.

Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.

Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.

Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat dan intim.

Tetapi setelah bisnis yang dimiliki Marin berkembang semakin besar, semakin banyak pula waktu Marin yang terkuras untuk mengurusi bisnis. Ia sangat kelelahan begitu pulang dari kerja. Cakra yang melihat itu pun merasa iba, dan memilih menahan diri supaya istrinya bisa beristirahat dengan baik. Meski ia memiliki kebutuhan biologis yang perlu dipenuhi, Cakra adalah laki laki yang terdidik dan rasional. Ia tidak akan memaksakan suatu hubungan seksual di saat Marin tidak menginginkannya.

Akibatnya frekuensi hubungan seks mereka berkurang. Terkadang seminggu tiga kali, terkadang hanya dua kali. Terkadang bahkan satu minggu sekali, atau parahnya dua minggu sekali. Jika sampai dua minggu, biasanya tidak cuman karena Marin sibuk mengurusi bisnis, tetapi karena ia sakit karena kelelahan.

Di tahun keempat setelah perkembangan bisnis Marin cukup stabil, intensitas hubungan seksual mereka kembali rekat. Namun, di tahun kelima ini, Marin kembali disibukkan dengan bisnisnya. Hebely, brand kecantikan yang dimiliki Marin, mengembangkan produknya sampai di beberapa lini. Hebely yang awalnya hanyalah produk make up yang didominasi oleh lipstik, palete, dan eye brow, mulai merambat ke produk make up yang lebih kompleks seperti foundation, concelear, bulu mata, dan seperangkatnya. Tidak hanya itu, tetapi bisnisnya juga melebar ke skincare dan body care. Dan sekarang, brand kecantikan Hebely akan merambat ke parfum. Semua itu tentu menyita waktu Marin sangat banyak sampai sampai ia tidak sempat menghabiskan banyak waktu bersama Cakra.

Itu salah satu alasan mengapa Cakra merasakan kekosongan yang begitu sunyi. Kekosongan yang membuatnya murung sepanjang jari. Kebutuhan biologisnya perlu dipenuhi, kalau tidak kepalanya akan pusing dan pikirannya menjadi carut marut serta stres. Hasrat tubuhnya harus disalurkan, jika tidak ia akan merasakan berbagai masalah psikologis, bahkan masalah fisik. Semangat hidup Cakra juga menurun disebabkan semua itu. Ia kurang memiliki semangat untuk melalui hari hari dengan penuh optimis sebagaimana yang dijalani oleh Marin.

Sore itu ia sedang berada di gudang penyimpanan jurnal jurnal lama milik jurusan. Ia sedang mencari sebuah jurnal riset tahun 2000 an untuk kembali dibahasnya di salah satu kelas yang ia ajar. Tentu saja di dalam gudang itu Cakra tak sendirian. Ia ditemani oleh asistennya, Arum, mahasiswa semester lima yang baru ia angkat menjadi asisten dosen untuk meringankan tugasnya di jurusan. Sebab, posisi Cakra saat ini juga merangkap sebagai wakil kepala program studi, yang membuatnya jauh lebih sibuk daripada sekadar menjadi mengajar di kelas kelas.

“Sayang sekali, rekam jurnal sebanyak ini akan dibuang?”

Seorang gadis dua puluh tahun yang sedang membantu Cakra mencari sebuah dokumen jurnal itu menggumam pelan mengamati rak sekeliling yang telah disesaki oleh tumpukan dokumen usang.

“Tidak dibuang. Cuman dipindahkan ke tempat yang lebih besar.” Cakra meluruskan.

“Oh ya? Saya dengar dari Bu Arfin katanya mau dibuang,” jawab Arum sambil menyinggung nama salah seorang dosen pengajar.

“Setiap penelitian sangat berarti buat orang orang akademisi. Kalau pun mau dibuang ke tempat sampah, mestinya sudah disalin duluan, dijadiakn bentuk soft file, lalu diunggah ke drive penyimpanan milik kampus. Yang pasti kampus tidak akan menyia nyiakan jurnal penelitian sebanyak ini.” Cakra menjelaskan sambil terus mencari jurnal yang diingginkannya. Ia berdiri tepat di sebelah gadis berambut hitam lurus yang tingginya di bawah bahu Cakra.

“Oh, begitu rupanya. Terus, yang Bapak cari itu buat apa?” Arum kembali bertanya dengan begitu riangnya.

“Buat bikin soal ujian kelasmu.”

What?!” Arum yang tersentak seketika menoleh dengan menengadahkan kepalanya. Matanya yang bulat tampak bersinar sinar memandang dosennya yang tampan. “Jadi, itu buat bikin soal? Kenapa Bapak nggak bilang dari tadi? Kalau tahu gitu kan saya semangat bantuin carinya!” celetuknya penuh girang, yang seketika membuat Cakra tersenyum heran.

“Kamu tu sangat terobsesi sama nilai akhir ya?” sindirnya.

“Iya, dong! Tanpa nilai yang bagus beasiswa saya bisa dicabut loh Pak. Memannya Bapak mau biayain kuliah saya?” sahut Arum bercanda.

“Kalau gitu cari sampai ketemu dokumennya.”

“Siap, Pak!”

Arum yang hatinya menggebu gebu itu membulatkan tekadnya untuk membantu Cakra menemukan penelitian jurnal itu. Ia mengeluarkan ikat rambut yang menyusup di saku celana jeans nya. Lantas mulai mengikat rambutnya tinggi tinggi supaya bisa lebih ringan mencari dokumen itu.

Saat Arum masih sibuk mengucir rambutnya, tak sengaja Cakra melirik. Ia melihat ke arah Arum yang sedang mengikat rambut panjangnya tinggi tinggi. Melihat lekungan garis leher gadis mungil itu yang terlihat segar dan menggoda. Cakra yang jauh lebih tinggi dari tubuh Arum. Dari posisinya sekarang, lelaki itu bisa melihat lekungan payudara milik Arum yang sore ini memakai kaos oblong (karena sore ini ia cuma datang ke kampus buat bantuin Cakra, bukan untuk ikut kelas kuliahnya).

Lama lama memandangi itu, ada hasrat yang mulai memercik di tubuh Cakra. Rasa hausnya yang belum terpenuhi sebab sang istri yang sibuk bekerja. Melihat sesuatu seperti itu membuat tubuh Cakra seketika bereaksi.

Tetapi ia segera mengembalikan kesadaran otaknya. Ia tahu apa yang diperbuatnya saat ini salah. Ia langsung mengalihkan pandangan dari Arum yang masih giat mencari dokumen itu.

Lalu sesaat kemudian.

“Oh... yang ini ya Pak?!”

Arum menceletuk kegirangan. Saking senangnya ia melompat sambil menolehkan tubuh pada Cakra, yang membuat tubuh mereka bertabrakan. Pada waktu itu juga, tangan Arum tidak sengaja menyentuh sesuatu di antara selangkangan Cakra. Sesuatu yang terasa keras dan tampak menonjol.

“Agh!” pekik Cakra saat sesuatunya itu disenggol.

Selama beberapa detik tubuh Arum memaku. Kedua matanya yang bulat membelalak lebar, menatap Cakra yang juga terkejut akan apa yang baru saja terjadi di antara mereka.

“Ma ... maaf, Pak. Saya nggak sengaja,” desus pelan Arum.

“Tidak apa apa.” Cakra menjawab itu dengan sedikit kikuk. Ia setengah malu, setengah mempertahankan martabat. Bagaimana pun ia ketahuan kalau sesuatunya sedang menegang.

Seketika itu raut wajah Arum yang sebelumnya tampak polos spontan berubah. ia memandang Cakra dengan kedua matanya yang terkulai, seperti menunjukkan sisi lain dirinya. Sisi lainnya yang ‘liar’ dan berbeda dari kepolosan yang ia tunjukkan.

“Tapi kenapa punya Bapak tegang?” tanya Arum. Dari nada bicarnaya, terdengar seperti gadis itu sudah cukup matang untuk membahas seksualitas dengan lawan jenis.

“Egm,” sambil menjaga wibawanya, Cakra berdeham deham. “Tidak usah kamu urusin.”

“Apa karena saya?” sahut Arum kemudian. Gadis itu langsung menurunkan pandangan. Tangan kanannya meraba raba lehernya yang tiba tiba terasa merinding. “Saya pikir cuma saya yang merasa aneh saat berada di dekat Bapak. Rupanya Bapak juga merasakan itu saat ini. Perasaan aneh yang membuat ‘itu’ Bapak menegang,” gumam Arum sambil menggigit bibirnya. Wajahnya tampak sedang berusaha mengembalikan kewarasan.

“Memang ... apa yang kamu rasakan saat ada di dekatku?” Dengan bodohnya Cakra justru bertanya.

Lirih, Arum menjawab, “Basah.”

“Ahh.”

Tanpa diduga Cakra justru mendesah mendengar jawaban tidak terduga itu. Jawaban yang membangkitkan fantasinya akan sesuatu yang lembab; sesuatu yang ia rindukan.

Tetapi desahan itu justru membuat Arum kembali menaikkan pandangan. Ia menatap Cakra yang bola matanya memperlihatkan fantasi yang sedang ada di dalam otaknya.

“Bapak jawab jujur ... apa yang Bapak rasakan?” Arum lanjut bertanya, sambil perlahan mendekat ke arah Cakra. Cakra yang tidak bisa berdiam, pelan pelan memundurkan langkahnya.

“Entah. Aku tidak yakin,” desah Cakra.

Arum menghentikan langkahnya. Kedua bola matanya yang jernih menatap bibir Cakra seperti sangat menginginkannya.

“Aku ingin.”

Lalu pandangannya segera turun. Arum menyadarkan kepalanya dari bayang bayang yang membuat sesuatunya di bawah terasa mulai lembab.

“Tidak, tidak. Maafkan saya, Pak. Saya lagi ngaco!”

Tetapi melihat Arum yang sedang berjuang melawan nafsunya sendiri membuat Cakra semakin tidak tahan dibuatnya. Suara Arum yang mengatakan ‘basah’ seolah masih terus menggema gema di telinganya. Membuatnya tidak bisa berhenti memikirkannya. Kepalanya terus terusan berfantasi tentang itu.

Karena tidak tahan, Cakra langsung menarik tangan Arum.

Tubuh Arum yang mungil semakin memudahkan Cakra untuk mengangkat tubuhnya. Lelaki itu pun mengangkat tubuh Arum dan mendudukkannya ke atas salah satu meja yang terisi dokumen dan beberapa lampu hias tak terpakai.

“Pak Cakra ... Anda mau apa?” desus pelan Arum saat tubuhnya disentuh oleh Cakra saat sudah duduk manis di atas meja.

“Tadi ... yang kamu inginkan apa?” tanya Cakra. Sorot matanya telah dikerubuti nafsu.

Kiss—”

Tanpa menunggu lama Cakra langsung menyambar bibir Arum. Merasakan kelembutan bibir itu dan melumatnya dengan rakus. Rasa haus Cakra yang mengenaskan membuatnya melampiaskan pada bibir yang saat ini bisa ia cumbu.

“Mpphh... mph.”

Desahan dari mulut Arum justru membuat Cakra semakin gelap mata. Ia melepaskan bibir itu, dan mulai menjelajari leher Arum yang terekspos.

Saat lehernya di kecup dengan ganas, saat itu juga salah satu tangan Cakra melerobos masuk ke dalam kaus oblong yang dipakai Arum.

“Aahh... basah ... basah.”

“Basah?” Cakra yang mendengar dengan jelas desahan itu merasa semakin tidak tahan. Ia melepaskan ciumannya dari leher Arum. Menatap kedua mata yang jernih itu. “Basah?”

Dengan pasrah Arum menganggukkan kepalanya. “Bapak mau sentuh?”

“Hahh.”

Di waktu itu juga ponsel di dalam saku celana Cakra bergetar. Ia berniat mengabaikan telepon itu karena Arum yang berada di posisi sama seperti Cakra (sedang dikuasai libido) meraih tangan kekar Cakra dan menggesekan tangan itu di luar bagian yang ia sebut ‘basah’.

Drrttt. Drttt.

*

Bab terkait

  • Imperfect Wife   BAB 4: Ciuman Sore Itu 2

    Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa

  • Imperfect Wife   BAB 5: Bibit Obsesi

    Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu

  • Imperfect Wife   BAB 6: Awal Perseilngkuhan

    Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan

  • Imperfect Wife   BAB 7: Kencan Pertama

    Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k

  • Imperfect Wife   BAB 8: Sensasi Baru (21+)

    “Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan

  • Imperfect Wife   BAB 9: Calon Asisten Marin

    Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa

  • Imperfect Wife   BAB 1: Si Wanita Penakluk

    Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan

  • Imperfect Wife   BAB 2: Suami yang (Lugu?)

    Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya

Bab terbaru

  • Imperfect Wife   BAB 9: Calon Asisten Marin

    Sebenarnya ia telah merencanakan sejak lama untuk memiliki seorang asisten pribadi yang nantinya akan banyak membantunya melakukan pekerjaan. Hanya saja ia masih mempertimbangkan hal itu matang matang. Tetapi beberapa bulan terakhir ini pekerjaannya sangat banyak. Ia hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu larut dalam pekerjaan. Ia juga jadi tak memiliki banyak waktu untuk bersama suaminya, Cakra, yang entah mengapa sikapnya menjadi sangat sensitif dan aneh.Siang ini, setelah meeting nya dengan klien dari Grasse itu selesai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan calon asistennya. Di mana calon asisten itu merupakan rekomendasi langsung dari salah satu manajer yang Marin percaya di kantornya.Tok tok tok.Suara ketuk pintu terdengar. Sepertinya itu adalah calon asistennya yang siang ini akan melakukan wawancara dengan Marin. Untuk memastikan kecocokan mereka berdua. Karena, posisi sebagai asisten adalah posisi yang sa

  • Imperfect Wife   BAB 8: Sensasi Baru (21+)

    “Mphh!” Arum hanya bisa mengerang pelan saat telinga kanannya mendapatkan gigitan gemas beserta ciuman panas dari Cakra. Sudah hampir sepuluh menit saat mereka tiba di pantai ini. Cakra membawa mobilnya memasuki area pantai, dan memaskirkannya di tempat yang jauh dari keramaian. Kaca mobil satu arah itu membantunya ‘bersembunyi’ baik baik dari beberapa orang lain yang melewati mobilnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Tangan tangan kekar itu tengah mengerayapi tubuh bagian atas Arum. Menyelinap masuk ke sana dan ke mari. Merayap rayap di punggung. Lantas ke perut. Kemudian meremas remas kedua benda kenyal yang bersarang di balik kaus Arum. Sementara tangannya berkeliaran menamah tubuh Arum, bibirnya giat mengecupi setiap inci tubuh gadis itu. Bibir hingga dagunya. Leher indahnya hingga ke pundak. Bahkan anting yang terpasang di cuping telinga Arum sampai terlepas di bibir Cakra. “Ahhh... mphh....” Sementara Arum menikmati tiap sentuhan yan

  • Imperfect Wife   BAB 7: Kencan Pertama

    Dari kejauhan Cakra melihat Arum melambaikan tangan. Lambaian tangan itu menyambut kedatangan Cakra beserta mobil yang lelaki itu kendarakan. Tepat setelah mobil itu berhenti di depan Arum, Cakra menurunkan kaca jendelanya. Kepalanya melongok ke luar.“Langsung masuk aja,” seru lelaki itu.Langkah Arum mendekat bersamaan dengan kaca jendela mobil Cakra yang kembali tertutup. Arum menaiki mobil yang dikendarakan Cakra. Tak lama kemudian mobil itu kembali melesat pergi menuju tempat yang ingin ia tuju.“Bye the way kita mau ke mana Pak? Tadi malam Bapak tidak bilang mau ditemenin ke mana.”Arum membuka perbincangan sesaat setelah duduk di dalam mobil Cakra yang sedang melaju meninggalkan gerbang kampus.“Pantai,” jawab Cakra singkat.“Wah, pantai? Kebetulan sekali saya juga ingin ke pantai lok Pak. Sebenarnya minggu kemarin saya mau diajak ke pantai sama teman teman kos. Tapi saya tidak bisa k

  • Imperfect Wife   BAB 6: Awal Perseilngkuhan

    Lantas Marin menarik napas panjang. Mengembuskannya teratur. “Tidak masalah. Biar adil, kan? Karena nggak adil kalau hanya kamu yang tahu sisi gelapku. Biar kita tahu sisi gelap masing-masing. Dan karena kamu sudah mengakui sifat asliku, biar aku perjelas. Besok aku nggak bisa ke pantai. Ada meeting penting yang nggak bisa aku hindari. Sekarang Sayang mau lanjutin kerjaan atau mau tidur, teserah. Aku nggak peduli.”Setelah itu Marin berjalan pergi meninggalkan Cakra di ruang kerja ini. Keluar ruangan dengan menutup pintu keras keras. Cakra yang masih duduk di kursi kerjanya, menarik napas panjang panjang. Ia meletakkan kedua tangannya tepat di depan wajah. Suasana hatinya benar benar kacau dan buruk.Dering telepon sesaat itu membuat fokus Cakra teralihkan. Ia menerima panggilan video dari Arum. Dengan pikirannya yang kacau pun Cakra menjawab panggilan video tersebut. Kedua matanya seketika terbelalak. Betapa kaget dirinya melihat pemandangan

  • Imperfect Wife   BAB 5: Bibit Obsesi

    Sekitar pukul dua malam. Cakra baru terbangun setelah dua kali sesi bercintanya bersama sang istri. Tubuhnya masih rebah di atas kasur. Dipeluk Marin yang tubuh bagian atasnya terekspos tanpa pakaian. Perlahan Cakra melepaskan pelukan Marin. Mengecup pelipis sang istri yang seketika membuat Marin mengeliat kecil. Lantas ia bangun. Turun dari ranjang tidur mereka.Di antara gelap kamar tidur keduanya, Cakra mengenakan celana boxer dan menggunakan sendal slipnya. Berjalan meninggalkan kamar mereka, menuju ruang kerjanya. Ia baru teringat untuk menyelesaikan pekerjaannya membuat soal ujian. Ia berniat menyelesaikan pekerjaannya sebelum matahari terbit. Sebab Minggu esok ia memiliki rencana menghabiskan weekend bersama Marin ke pantai setelah rencana itu selalu tertunda hingga berbulan bulan.Memasuki ruang kerjanya, Cakra menyalakan lampu temaram kuning yang menyala sejuk. Lantas duduk ke atas kursi kerja sambil menyalakan laptopnya.Seketika itu

  • Imperfect Wife   BAB 4: Ciuman Sore Itu 2

    Lanjutan ciuman sore itu...Drrttt. Drttt.Tetapi getaran ponsel itu semakin mengganggu mereka. Cakra sejenak menghentikan kegiatannya. “Sebentar.” Untuk menjawab telepon dari istrinya, Marin.[Sayang, masih kerja?] Suara Marin di seberang sana menyadarkan Cakra. Spontan, tubuh lelaki itu selangkah menjauhi Arum yang masih duduk di atas meja, memandanginya.Cakra berusaha menyetabilkan perasaannya. Ia mengendalikan tarikan napasnya supaya tidak terdengar seperti orang yang sedang dikuasai nafsu.“Iya. Masih ada kelas yang harus aku isi habis ini. Mungkin aku baru sampai rumah nanti habis magrib, Sayang.”Begitu suara Cakra menjawab dengan suara yang lebih tenang. Hasratnya berangsur pergi saat ia membayangkan wajah Marin di seberang telepon sana. Perlahan, Cakra membuat tubuhnya semakin menjauh dari Arum yang kini menatapnya bingung, bercampur waswas.[Tidak usah buru-buru, Sa

  • Imperfect Wife   BAB 3: Ciuman Sore Itu

    Ciuman sore itu.Untuk orang dewasa, apalagi yang sudah menikah seperti Cakra, seks menjadi kebutuhan biologis yang tidak boleh sampai ‘kekurangan’. Sama seperti kebutuhan makan, minum, istirahat. Seks adalah salah satu kebutuhan biologis yang tidak bisa dilewatkan karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Terutama dalam hal psikologis.Mungkin itu yang terjadi pada Cakra.Selama menikah dengan Marin, kebutuhan seksualnya selalu tercukupi dengan baik. Di tengah kesibukan pun Marin bersedia melayani suaminya. Sebab, yang memiliki kebutuhan seks tidak hanya laki laki saja, tetapi juga perempuan. Marin menyadari itu dan berusaha untuk melakukan pemenuhan kebutuhan seks tersebut dengan suami tercintanya. Satu sampai dua tahun di awal menikah, kebutuhan seks mereka sama sama terpenuhi. Tak hanya itu, hasrat keduanya seolah tidak pernah pudar. Hampir setiap malam mereka melakukan hubungan seks selayaknya suami istri yang lekat da

  • Imperfect Wife   BAB 2: Suami yang (Lugu?)

    Cakra: Suami yang ...? Menjadi suami marin adalah tantangan berat sekaligus anugerah. Dikatakan tantangan berat karena sikap Marin yang sangat keras dan juga dominan sering kali membuat Cakra kerepotan. Namun, dapat dikatakan anugerah adalah karena Marin menjadi wanita yang kuat dan tangguh, yang sangat berbeda dari wanita kebanyakan yang Cakra kenal, bahkan pernah pacari sebelumnya. Cakra tahu betul seperti apa perjuangan Marin membangun karirnya sejak mereka berdua sama sama masih menjadi mahasiswa. Karena suatu penyebab, Marin tidak dapat melanjutkan kuliahnya sehingga ia drop out dari kuliahnya tanpa pernah menyandang gelar sebagai sarjana. Sementara Cakra yang tetap melanjutkan kuliah, memberikan dukungan kepada Marin yang sedang baru memulai merintis bisnis di dunia kecantikan. Siang itu, sekitar delapan tahun yang lalu. Cakra yang baru menyelesaikan salah satu kelas kuliahnya sangat kaget melihat apa yang tertulis di ponselnya

  • Imperfect Wife   BAB 1: Si Wanita Penakluk

    Marin Maria: Si Wanita PenaklukMarin Maria, wanita tiga puluh tahun yang merupakan pemimpin sekaligus founder dari sebuah beauty national brand yang ada di negeri ini. Wajah yang cantik menawannya terpampang di berbagai majalah perempuan. Kisah suksesnya diliput dari media A sampai media Z, diulas berkali kali di platform jejaring sosial. Ia adalah inspirasi banyak wanita atas kesuksesan dan keuletannya mengelola brand kecantikan dari nol. Benar benar dari NOL! Ia jatuh bangun membangun bisnis itu hingga akhirnya menjadi sesukses ini.“Dunia bisnis sangat keras. Engkau perlu lebih keras daripada itu untuk bisa bertahan dan tetap berdiri tangguh,” ucapnya di salah satu wawancara bersama beberapa jurnalis dari majalah wanita nasional.Tak heran kalau pengalamannya bergelut di bidang bisnis membuatnya memiliki pribadi yang keras kepala, angkuh, dan dominan. Ia adalah wanita yang sangat dominan, yang kalau dihadapankan

DMCA.com Protection Status