Dengan motor bututnya, Ridel menuju pasar tradisional untuk membeli ikan dan sayur sesuai pesanan Vicenzo. Setelah mendapatkan ikan dan sayuran segar, Ridel memilih kembali ke rumah sebelum sang istri pulang. Namun, dalam perjalanan, tiba-tiba Ridel menghentikan motor bututnya tepat disebuah toko perhiasan ternama. Bukankah aku belum pernah sekalipun membelikan sesuatu untuk Fania? Kalau aku membeli kalung permata hati yang hancur, pasti Fania akan sangat senang. Hitung-hitung itu sebagai hadiah keberhasilannya karena berhasil mendapatkan kontrak kerjasama dengan perusahaan ITr. Tapi bagaimana kalau dia justru curiga? Bukankah kalung itu mahal dan tidak mudah untuk mendapatkannya? Kalau menggunakan identitas asliku, maka tidak sulit untuk mendapatkannya, tapi? Ridel tersenyum, terbersit ide di kepalanya. Dia kemudian menambah koyak pakaiannya. Ridel menginginkan kalung itu bukan tanpa alasan. Ridel memergoki Fania yang sedang menatap kalung permata hati yang hancur itu dari
*** Sama seperti hari-hari sebelumnya. Meski tak menerima kehadiran Ridel, tapi keluarga Mauren tetap membiarkan pria itu duduk untuk sarapan bersama. "Fania, kau lihat wanita itu," ujar Arzenio sambil menunjuk Feli, "Namanya Feli. Mulai hari ini dia yang akan bertanggung jawab pada semua obat-obatan yang kau minum." Fania terkejut dan langsung saja mengajukan protes, "Kenapa harus pakai perawat, Kek? Aku sudah bisa berjalan, berlari, bahkan bertengkar. Lagipula kan ada Ridel yang mengingatkan ku untuk minum obat." "Kau bisa duduk sarapan bersama seperti saat ini, itu suatu anugerah. Jadi kakek tidak mau kalau terjadi keteledoran dalam menjagamu. Kakek benar-benar takut, kalau kejadian seperti dulu terulang kembali. Lagipula Ridel akan mengawasi Feli," jelas Arzenio. "Kau terima saja, Fania. Hitung-hitung kau juga membantu orang miskin. Bukankah mencari pekerjaan sekarang sangat sulit?" bisik Ridel. Fania menatap Ridel sejenak, sebelum memberikan jawaban, "Baik, Kek." H
Tanpa bertanya, wanita itu langsung mendorong sang dokter ke ranjang. "Aku sendiri yang memastikan, kalau pil pemberianmu diberikan oleh petugas apoteker kepada suami wanita brengsek itu," bisik wanita itu ditelinga Albert. Albert hanya memejamkan mata, ketika tangan nakal wanita itu mulai berkelana. Auw .... Albert mendesah pelan, ketika senjata andalannya dijadikan lolipop oleh wanita itu. Walaupun wanita itu memiliki wajah yang pas-pasan, bodinya yang agak gemuk, tapi harus Albert akui permainannya jauh lebih baik dibandingkan dengan Nadia Mauren. Dokter Albert tak bisa menolak, ketika wanita itu justru menariknya keluar kamar hotel dan menuju balkon outdoor nya. "Apa yang kau lakukan?" tanya dokter Albert mulai was-was. "Tenang saja, aku hanya ingin bermain-main di sini denganmu. Kau hanya perlu duduk di sini, sedangkan aku duduk dilantai," ujar wanita itu dan langsung saja menuntun sang dokter untuk duduk. Tanpa banyak kata, dia langsung mempermainkan adik kecil
*** Keesokan harinya, tepat pukul 08.00 WITA, keluarga Mauren dan Arzenio serta dokter Albert telah berkumpul di villa dipinggiran kota. "Bagaimana, dokter Albert? Apakah pil yang kau berikan tidak tertukar?" tanya Arzenio tak sabar. "Tidak ada yang salah dengan pil itu. Kemungkinan terbesarnya hanya satu, sosok yang menolong Fania menambah dosis Gingseng Akar Cinta," ujar sang dokter menyadari keteledorannya. "Maksudnya?" tanya Vicenzo kebingungan. "Itu artinya, kita masuk ke dalam jebakan Ridel. Walaupun miskin, tapi otaknya juga tak ikutan miskin. Tapi dia dapat berpikir cerdas," ujar sang dokter menarik nafas panjang. "Maksudnya?" "Ridel tahu kalau kita tak lebih dari sekelompok penjahat yang ingin melenyapkan Fania!" geram dokter Albert. "Apakah kita akan masuk penjara?" tanya Nadia khawatir. "Andai saja dia teledor dan melaporkan kita ke penjara, maka itu akan lebih bagus lagi. Dengan begitu kita bisa melapor balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. Tapi sepe
*** "Brengsek! Siapa yang memanggil wartawan sepagi ini, ha?" teriak Arzenio kesal. "Bukankah ini berita heboh yang ayah katakan kemarin? Ku pikir ayah sengaja memanggil mereka ke sini," ujar Vicenzo kebingungan. "Kenapa aku harus memanggil wartawan, ha? Apa untuk mempermalukan keluarga ku sendiri? Atau ingin mengungkapkan seberapa kotor keluarga Mauren untuk merebut warisan yang ditinggalkan almarhumah ibu Fania? Yang benar saja!" ketus Arzenio tambah kesal. "Terus kenapa mereka ke sini? Apa mungkin ini ada hubungannya dengan kontrak kerjasama yang dimenangkan oleh Fania? Tapi kenapa mereka ke sini, bukannya ke perusahaan?" ucap Nadia tanpa melepaskan pandangan matanya dari balik kaca jendela raksasa yang terletak di lantai tiga rumah itu. Tak mau menerka-nerka, akhirnya keluarga Mauren dan Arzenio memilih turun ke lantai satu. Baru saja membuka pintu utama, para wartawan yang selalu haus akan berita langsung saja menyerbu mereka dengan berbagai pertanyaan tak terduga.
Fania diam membisu, pandangan matanya menyapu sekitar. Mengira-ngira siapa yang menyebarkan informasi palsu, hingga sang suami menjadi korban.Kemunculan Fania menambah semangat para wartawan. Mereka bersiap-siap mengorek informasi tentang sosok misterius yang berhasil meluluhkan hati gadis yang berhati dingin itu."Apakah benar ibu Fania menikah tanpa adanya restu dari orangtua?""Apa benar pria itu tidak sederajat dengan keluarga Mauren yang merupakan konglomerat golongan kelas tiga?""Menurut keluarga ibu Fania sendiri, pria itu hanya seorang penipu. Bagaimana tanggapan Anda, Bu Fania?""Apakah suami ibu Fania ada di sini? Kalau ada dapatkah kami menanyakan sesuatu padanya? Atau setidaknya meminta foto sebagai pelengkapnya?""Benar, Bu Fania. Banyak yang penasaran dengan sosok misterius itu. Hanya dalam semalam, pencarian mengenai pernikahan dadakan putri sulung keluarga Mauren langsung berada diposisi teratas."Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan para wartawan. Namun, Fania mem
"Kalaupun ayah belum bisa menerima kehadiran Ridel sekarang. Tapi setidaknya jaga perasaannya, Yah. Dia manusia, hatinya juga bisa tersakiti dengan semua ucapan, ayah," pinta Fania. "Kau bisa menjaga perasaannya, tapi kenapa kau tak bisa menjaga perasaan ayah, ha? Bisa-bisanya didepan para wartawan, kau berdebat denganku? Apa bagimu harga diri suamimu lebih penting? Apa kata orang diluar sana?" teriak Vicenzo murka mendengar ucapan Putri sulungnya. Fania diam membisu, dia tahu tindakannya tadi telah diluar batas. "Fania ... Fania ... apa kau pikir pria miskin ini," menunjuk Ridel, "Benar-benar menikahi mu karena cinta? Tidak, Kak. Dia hanya ingin membalaskan dendamnya padaku. Tidak lebih." Fania menatap sang adik dalam kebingungan, "Apa maksudnya?" "Kalau dia benar-benar mencintaimu, terus untuk apa dia melamarku satu hari sebelum hari pernikahan mu? Dia tak bisa move on, jadi menggunakan kamu sebagai batu loncatan agar bisa melihatku setiap hari," jelas Nadia. Seolah-olah tahu s
*** Malam harinya sebelum pukul 19.00 WITA. Mobil keluarga Mauren meluncur dengan kecepatan sedang menuju restoran barat.Saat mobil mulai mendekati sebuah gedung bertingkat. Perasaan Ridel mulai gelisah. Apa mungkin itu restoran yang dituju? Tidak! Semoga bukan yang itu. Kegugupannya, membuat Ridel memejamkan mata.Ketika mobil berhenti, dia membuka mata secara berlahan. Dia terkejut menemukan kenyataan, kalau ternyata itulah restoran yang menjadi tujuan keluarga Mauren.Gleg!Dia sama sekali tak menyangka, ternyata pertemuan diadakan di restoran barat memilikinya sendiri.Restoran yang dihadiahkan sang kakek untuknya setelah menyabet juara satu lomba matematika se-Asia.Restoran yang dulunya biasa-biasa saja, dibuatnya berkembang pesat hanya dalam waktu setahun. Hingga bisa menjadi salah satu restoran terkemuka di industrinya. Bahkan memiliki beberapa cabang didalam maupun diluar negeri.Namun, semenjak dia meninggalkan rumah. Terpaksa sang ayah mengambil alih pengelolaannya, k