Garin terus menundukkan kepalanya, merasa malu dengan kejadian tadi diantara mereka berdua.
Seumur hidupnya Garin belum pernah berciuman, dan Askan adalah lelaki pertama yang mengambil ciuman pertamanya.
Mengingatnya kembali membuat kedua pipi Garin terasa panas, saking malunya ia bahkan tak berani menatap ke arah Askan yang tampak fokus menyetir.
Askan tau jika wanita yang duduk disampingnya ini tengah merasa malu. Ia tersenyum geli mengingat wajah malu Garin tadi saat dicium olehnya.
Ya Tuhan! Kenapa Askan sampai kelepasan diri begini dan nekat mencium Garin.
Kesannya sekarang Askan terlihat seperti seorang pria berengsek di hadapan Garin. Tapi ya sudahlah, lagian juga sudah terjadi dan Askan menyukainya.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Askan gemas pada Garin yang terus menundukkan kepalanya.
"Apa tidak pegal terus menunduk seperti itu?" sindir Askan. "Santai saja Rin, tegakan kepala kamu sekarang dan tatap aku."
Garin tidak menyangka jika hari ini akan dibawa kesini untuk diperkenalkan pada keluarga Askan.Ya ampun! Mimpi apa dia semalam hingga berakhir disini?Sekarang Garin harus bagaimana? Ia benar-benar sangat gugup sekarang ini.Gila! Yang benar saja! Askan nekat memperkenalkannya sebagai kekasih sekaligus calon istri? Heh, sejak kapan mereka jadian dan jadi sepasang kekasih? Dan sejak kapan pula lamaran terjadi sampai Askan dengan entengnya sudah menganggap Garin sebagai calon istri?Kedua orang tua Askan memperhatikan Garin dari atas sampai ke bawah, dan sebaliknya dari bawah sampai ke atas.Sebenarnya Garin merasa risih dengan tatapan orang tua Askan yang seperti tengah menilai penampilannya.Semoga saja mereka suka dengan penampilan dan dirinya. Dan semoga saja Garin tidak membuat masalah yang akan membuat dirinya malu.Kedua orang tua Askan tersenyum pada Garin yang balas tersenyum. Mama Ask
Awalnya orang tua Askan sempat tidak setuju Askan menjalin hubungan dengan Garin. Tentu saja alasan yang utama adalah karena Garin anak dari orang sederhana, tidak kaya seperti Putri.Tapi seiring berjalannya waktu kedua orang tua Askan jadi menyukai Garin yang ternyata anaknya baik, sopan dan sangat manis.Ah ya, dan satu hal lagi yang paling penting. Pandai memasak dan sangat positif sekali.Seperti hari ini, mama Askan dan Garin kompak memasak bersama. Semenjak hari itu, hari dimana Garin di kenalkan dengan keluarga Askan dia jadi lebih sering datang ke rumahnya.Askan mengatakan jika mamanya yang meminta Garin untuk sering-sering datang agar mereka lebih mengenal dekat satu sama lain.Garin takjub melihat hasil kue buatan mamanya Askan yang luar biasa cantik dan bagus."Sepertinya sangat enak," ungkap Garin jujur. Ia tergiur dengan kue buatan mamanya Askan."Mau mencobanya?""Apakah boleh Tante?""Y
Garin menghela nafas kasar, ia lelah dengan rumitnya hidup yang ia jalani. Garin masih tak habis pikir dengan sang ibunya yang begitu suka sekali hutang disana-sini.Hal itu membuat Garin jadi bertanya-tanya, kemana uang yang ia kasih setiap bulannya? Jumlah uang yang Garin kasih setiap bulannya tidaklah sedikit, setidaknya uang itu bisa untuk makan mereka selama sebulan. Tapi ini belum ada dua minggu, ibunya bilang uangnya sudah habis.Setiap Garin bertanya tentang uang bulanan yang ia berikan maka wanita paruh baya itu langsung marah meledak-ledak. Seperti sekarang ini, sedari tadi tak berhenti mengomel dan terus menyalahkan Garin yang tidak pernah tau berapa kebutuhan hidup sehari-hari.Mengatai Garin terlalu kolot dan pelit sampai tidak tahu kalau semua kebutuhan pangan pada naik. Dan belum lagi kebutuhan lainnya yang harus mereka beli. Belum lagi cicilan hutang yang harus mereka bayar setiap bulannya.
Setelah kepergian Garin yang tanpa pamit, Rina juga memutuskan untuk pergi setelah mengunci pintu rumahnya.Rina tau jika setelah ini pasti akan datang lagi penagih hutang yang lainnya. Ia ingat betul janji manisnya kepada para lintah-lintah darat itu. Begitulah julukan yang ia berikan untuk para rentenir-rentenir kejam.Pergi tak tentu arah adalah hal yang dilakukan Rina. Ia tak masalah jika tetap memaksakan kakinya untuk berjalan sampai merasa pegal. Asalkan ia tidak di rumah menunggu para rentenir itu. Dan semoga saja ia tidak bertemu salah satu mereka dijalan, sia-sia sudah usahanya untuk kabur kan.Setelah berjalan satu jam nyatanya Rina merasa sangat lelah. Ia memutuskan untuk duduk beristirahat di taman kota yang tak terlalu ramai di hari kerja seperti ini.Rina menadahkan kepalanya menatap langit sesaat, batinnya berujar seandainya saja ada keajaiban datang dalam hidupnya.Seandain
Mendengar namanya di panggil Niko segera menyahut. "Saya Mbak."Garin terkejut dan menoleh ke asal suara, menatap bingung pada pria yang barusan bicara."Saya Niko, Mbak."Garin melongo kaget lalu kembali menoleh pada pria tampan yang nyaris mendekati kata sempurna itu. "Lalu pria ini siapa?""Dia Tuan Askan, Mbak. Majikan saya," akui pria yang bernama Niko tersebut.Dari segi fisik sebenarnya Niko bukanlah pria yang jelek-jelek amat. Tapi, jika dibandingkan dengan pria yang bernama Askan ini tentulah sangat jauh berbeda."Saya bekerja sebagai sopirnya, Tuan Askan."Garin menutup mulutnya sesaat, syok luar biasa mendengar penjelasan Niko."Maafin saya, s-saya tidak tahu kalau anda ini...."Askan menggelengkan kepalanya, "tidak masalah." selanya tersenyum hangat yang langsung membuat Garin meleleh.Tidak te
Flashback on.Hari ini Rina merasa suntuk sekali di rumah, hutang tak kunjung lunas eh anak semata wayangnya malah dipecat dari pekerjaannya. Uang pesangon Garin dan uang yang diberikan Tuan Askan waktu itu juga sudah ludes habis.Bagaimana tidak habis? Untuk kebutuhan makan setiap hari, untuk membayar uang sewa rumah yang menunggak. Dan belum lagi yang lainnya. Hadehhh! Kepala Rina rasanya mau pecah setiap kali memikirkan itu. Uang, uang, uang dan uang. Selalu saja uang yang menjadi pokok permasalahannya. Tidak! Hidupnya gak boleh terus-terusan seperti ini. Rina harus melakukan sesuatu hal untuk dapat merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Ya, Rina harus melakukan sesuatu. Tapi, apa caranya? "Tuan Askan...." gumam Rina tersenyum licik. Rina memutusk
Rina masih kesal bila mengingat beberapa waktu yang lalu. Mendengar jelas pengakuan Askan yang mencintai anaknya, bersamaan dengan pengakuan Askan yang lain yaitu mengenai pertunangannya."Saya dijodohkan oleh orangtua saya dengan anak dari sahabat Mama saya, Bu."Penjelasan Askan mengatakan alasan dirinya bertunangan. Hmm, apapun itu alasannya intinya sudah membuat rencana dan harapan Rina pupus seketika. Sebab Rina sudah berharap penuh jika Askan seorang lajang nyatanya tidak.Ah, sial! umpat batin Rina sebal.Sekarang, apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Rina gak mau menyerah begitu saja. Mumpung masih tunangan, tentu masih bisa dihancurkan hubungannya. Sedangkan yang sudah menikah saja banyak yang berakhir hancur karena ulah pelakor.Apa? Tidak, tidak. Itu hanya contohnya saja, bukan berarti Garin anaknya yang menjadi pelakor dalam hubungan orang lain.Rina
Garin menoleh kesal pada ibunya yang bisa-bisanya malah mengajak dirinya ke dalam rencana untuk menghancurkan hubungan Askan dan tunangannya. Sebenarnya bukan mengajak sih, tapi lebih tepatnya menyuruh dan memaksa.Awalnya Garin juga terkejut dengan fakta yang Rina ceritakan, mengenai Askan yang ternyata sudah bertunangan dengan wanita lain karena dijodohkan oleh orang tuanya.Artinya pria itu sudah milik orang lain, dan Garin harus melupakannya. Mengenyahkan bayang-bayang Askan yang selalu menghantuinya."Pokoknya Ibu gak mau tahu, kamu harus nurut sama Ibu. Termasuk rencana untuk menghancurkan hubungan Askan dengan wanita yang menjadi tunangannya. Mengerti?!""Tapi, Bu—""Garin, gak ada tapi-tapian ya. Ibu gak mau dengar penolakan kamu." sela Rina menatap garang Garin yang memang berniat menolaknya.Garin pasrah, percuma saja ia berusaha menolak dan membantah