Share

Bujukan maut Rina

Garin menoleh kesal pada ibunya yang bisa-bisanya malah mengajak dirinya ke dalam rencana untuk menghancurkan hubungan Askan dan tunangannya. Sebenarnya bukan mengajak sih, tapi lebih tepatnya menyuruh dan memaksa.

Awalnya Garin juga terkejut dengan fakta yang Rina ceritakan, mengenai Askan yang ternyata sudah bertunangan dengan wanita lain karena dijodohkan oleh orang tuanya.

Artinya pria itu sudah milik orang lain, dan Garin harus melupakannya. Mengenyahkan bayang-bayang Askan yang selalu menghantuinya. 

"Pokoknya Ibu gak mau tahu, kamu harus nurut sama Ibu. Termasuk rencana untuk menghancurkan hubungan Askan dengan wanita yang menjadi tunangannya. Mengerti?!"

"Tapi, Bu—"

"Garin, gak ada tapi-tapian ya. Ibu gak mau dengar penolakan kamu." sela Rina menatap garang Garin yang memang berniat menolaknya.

Garin pasrah, percuma saja ia berusaha menolak dan membantah keinginan ibunya. Toh, ibunya tidak bisa mengerti dirinya.

Ibunya terlalu egois dan jahat, menyuruh dirinya untuk menjadi duri dalam hubungan orang lain. Sungguh ironis!

Bagaimanapun juga, Garin memiliki harga diri. Meskipun terlahir dari keluarga miskin, bukan berarti ia miskin pikiran dan hati. Siapapun akan merasa sangat sedih apabila hubungannya di usik dan berakhir hancur.

Dan hubungan yang berlandaskan merebut apa yang seharusnya menjadi milik orang lain juga tidak menjamin akan hidup bahagia. Bisa saja suatu saat, apa yang Garin lakukan ini juga akan diperbuat oleh wanita lain suatu saat nanti.

Dan jika hal itu terjadi maka Garin lebih berkali-kali lipat sedih dan hancurnya, sebab posisi Garin sudah menjadi seorang istri.

Tidak!

Garin menggelengkan kepalanya kuat, ia tidak mau hidup berumah tangga seperti itu.

Garin ingin cinta yang tumbuh dan berjalan secara alami, bukan cinta yang karena dipaksakan.

"Maaf, Bu, Garin menolaknya." ucap Garin memberanikan diri. "Bagaimanapun juga, rencana Ibu ini tidaklah baik. Bayangkan saja, merusak hubungan orang la—"

PLAKKK!

Ucapan Garin menggantung di udara ketika sebuah tamparan kuat dari ibunya mendarat pas di pipi putihnya yang mulus.

"Jangan sok suci jadi orang, Garin. Kadang kala orang harus berusaha sekuat tenaga dan sedikit berbuat curang demi tujuannya tercapai." kata Rina berapi-api oleh amarah yang menggulung dirinya. "Bukan hanya Ibu saja yang jahat, tapi banyak orang lain diluar sana yang mungkin lebih licik dari Ibu. Jadi, apa salahnya jika kita mencoba untuk menjadi salah satu bagian dari mereka?"

Garin memegang pipinya yang terasa sangat perih dan kebas. Tamparan ibunya sungguh sangat kuat. Astaga! Segitu emosinya kah ibunya hanya karena Garin menolak keinginannya?

"Ibu...." panggil Garin lirih dengan mata berkaca-kaca yang justru mendapat pelototan dari Rina.

"Apa?!" bentaknya murka. "Sakit kan pipinya kena tamparan Ibu? Makanya jadi anak jangan melawan sama orang tuanya. Apa yang orang tuanya bilang nurut, patuhi semua apa yang Ibu minta bukannya menolak kayak gini."

"Aku mau nurut kok, asal apa yang Ibu suruh adalah hal yang baik. Maka akan langsung aku kerjakan." ucap Garin berusaha membuat Rina mengerti. "Sedangkan yang Ibu minta adalah menghancurkan hubungan orang lain. Jelas saja aku tidak mau, Bu."

"Halahh! Banyak omong sekali kamu. Gak baik lah, gak inilah, gak itulah." cibir Rina mengejek, "semua ini juga bukan tanpa arti kok. Justru Ibu lakukan ini demi kebaikan kamu, nak."

Garin menggeleng, "bukan untuk kebaikanku. Tapi untuk tujuan Ibu agar tercapai, iya kan?"

"Y-ya, enggaklah sayang." Rina terlihat kaget dan kelabakan mendengarnya.

"Lalu apa, Bu? Rencana ini Ibu buat untuk apa kalau bukan demi kepentingan tujuan Ibu tercapai kan? Hmm, jawab jujur Bu." tuntut Garin meminta Rina untuk langsung berterus terang.

"Bu, aku ini sebenarnya anakmu bukan sih?" tanya Garin terisak.

"Garin, jaga bicaramu! Tentu saja kamu anak Ibu, aku yang mengandung dan melahirkanmu." sahut Rina tak terima dengan pemikiran Garin yang malah merasa bukan anaknya.

"Tapi, kenapa Ibu memperlakukan seperti ini? Kenapa aku merasa seperti anak tiri, Bu?"

"Garin!" jerit Rina Frustasi. "Cukup ya, Garin. Ibu gak mau dengar omongan kamu yang ngawur ini."

Garin tersenyum meringis, "selalu seperti itu. Ibu selalu marah bila aku mengungkit hal ini. Aku malah jadi semakin yakin, kalau aku memang bukan anak kandung Ibu!"

"Terserah." sahut Rina dengan nada kalem. "Terserah kamu aja mau ngomong apa. Ibu gak peduli, intinya Ibu sudah mengatakan yang sebenarnya dan sejujurnya."

Setelah mengatakan itu Rina melangkah pergi meninggalkan Garin yang terisak. Sebenarnya, ia merasa tidak yakin dengan ucapan sang ibu.

Karena Garin merasa diperlakukan tidak adil oleh Rina. Ibunya seperti ibu tiri yang kejam untuknya, sikapnya berubah manis jika di depan orang lain. Namun selebihnya?

***

Siang itu Rina yang tengah berkumpul dengan teman-temannya di sebuah cafe pun tak sengaja matanya melihat Askan dengan seorang wanita cantik. Di perhatikannya lekat kedua orang itu yang tampak sangat akrab.

Hmm... Apakah itu tunangan Aska? batin Rina bertanya-tanya.

"Lihat apa sih, Jeng?" tanya salah satu teman Rina.

"Ah, bukan apa-apa kok." sahut Rina tetap berusaha bersikap santai di depan teman-temannya.

"Eh, Jeng. Kami semua senang loh karena Jeng Rina udah kembali mau kumpul-kumpul bersama lagi." kata teman Rina yang paling menor dandanannya.

"Iya nih, Jeng Rina kemana aja sih selama ini?" timpal teman Rina yang lainnya.

Mampus! Aku harus jawab apa nih? batin Rina yang mulai diserang kepanikan.

"Uhm, saya gak kemana-mana kok Jeng Ratih." ucap Rina pada temannya yang tadi barusan bertanya. "Saya cuma lagi banyak kesibukan aja."

"Duh, Jeng Rina ini kapan sih gak pernah sibuknya?" goda teman Rina yang pertama kali bertanya tadi.

Rina tersenyum malu, "ketahuan banget ya super sibuknya saya."

Pretttt!

Iya sibuk. Sibuk mikirin bayar hutang sana-sini. Haduh, nasib jadi orang yang kelilit hutang gini amat yakk! batin Rina menggerutu.

"Memang sekarang lagi sibuk apa, Jeng Rina?" tanya si dandan menor lagi.

"Uhm, seperti biasa, sibuk sama bisnis dan juga baru-baru ini lagi di sibukkan dengan acara pertunangan anak saya yang baru di selenggarakan dua minggu yang lalu."

"Apa?!" pekik teman-teman Rina serempak. "Tunangan?" Rina mengangguk.

"Loh, kok Jeng Rina gak ada kasih kabar membahagiakan ini sama kita-kita sih?" protes salah satu teman Rina yang di anggukin setuju oleh yang lainnya.

"Gini loh Jeng. Bukannya gak mau kasih kabar bahagia ke kalian semua. Masalahnya pertunangan anak saya ini mendadak, cuma dihadiri keluarga dan saudara saja."

"Loh, mendadak kenapa Jeng?"

"Iya, jadi...." mengalirlah cerita bohong dari mulut Rina.

Semua teman-temannya pun begitu gampang ia bohongi hingga langsung percaya.

"Dan hari ini saya justru melihat hal yang tidak mengenakkan." ucap Rina lirih dengan kedua mata yang tampak berkaca-kaca.

"Loh, kenapa Jeng Rina?" tanya semua teman Rina tampak panik.

"Tuh!" dengan dagunya Rina menunjuk ke arah tempat Askan dan tunangannya duduk.

"Pria yang duduk disana itu adalah tunangan anak saya. Tetapi, belakangan ini wanita gatal itu dengan tidak tahu malunya selalu mengganggu dan menggoda calon menantu saya." Rina mengusap kedua sudut matanya yang mengeluarkan airmata. Airmata palsu lebih tepatnya.

Sontak saja seluruh teman-teman Rina tampak juga ikut kesal. Wajah mereka semua tampak memerah menahan amarah, marah karena telah mengusik kehidupan temannya tersebut.

"Itu 'kan perempuannya?" tunjuk si wanita yang berdandan menor terlihat terbakar oleh amarah yang siap meledak.

Dengan wajah sendunya Rina menganggukkan kepala. "Oh, anakku yang malang...." lirihnya terisak.

"Hmm, ya ampun! Sabar Jeng Rina," hibur teman-temannya yang tampak iba melihat Rina yang terisak.

O-ow! Begitu licik dan hebatnya Rina berakting.

"Ssstt, udah Jeng tenang aja. Jangan sedih karena ada kami yang selalu ada untuk mendukung Jeng Rina."

"Iya Jeng Rina, wanita itu biar jadi urusan kami."

"Setuju!" timpal teman-temannya yang lain.

"Terima kasih ya Jeng-Jeng semua. Saya sangat terharu sekali mendengarnya, kalian memang teman yang sangat-sangat baik."

Kena kalian! batin Rina tersenyum culas.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status