"Ada apa?" tanya Putri memperhatikan raut wajah tunangannya yang tak dapat terbaca.
Bagi Putri, Askan terlalu pintar menyembunyikan ekspresi sehingga sulit baginya untuk membedakan mana wajah yang senang ataupun wajah yang sedih, marah dan sebagainya. Yang ada hanya ekspresi datar di wajah tampan itu.
"Putri, aku minta maaf banget sama kamu. Sebaiknya kita tunda dulu ya mengenai ancaman teror itu." ucap Askan dengan wajah penuh penyesalan. "Aku gak bisa hari ini nemenin kamu, soalnya ada hal penting yang lagi menungguku."
"Hal penting? Yang kamu maksud hal penting itu dengan ketemuan sama wanita yang bernama Garin, gitu?"
Skakmat!
Ternyata Putri mendengar semua percakapannya di sambungan telepon tadi dengan Garin. Haduh!
"As, kamu jangan berusaha mengelak ya. Jelas-jelas tadi aku dengar kamu nyebut nama wanita itu, Garin."
Askan menelan salivanya kasar, te
Garin terdiam, ucapan Askan barusan begitu menohok hatinya. Secara tak langsung Askan mencurigai yang buruk pada ibunya.Ya, Garin akui kalau ibunya memang kerap kali selalu marah dan bersikap kasar padanya. Tapi ibunya tetaplah orang yang baik."Garin, tidakkah kamu sekali saja merasa curiga pada Ibu kamu sendiri?""Curiga?" ulang Garin lirih."Garin, saya hanya tidak ingin orang-orang memanfaatkan kepolosan dan kebaikan kamu hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Termasuk Ibu kamu sendiri sekalipun.""Saya mengatakan ini karena saya sayang sama kamu Garin. Saya peduli sama kamu, dan saya paling gak suka ngelihat orang lemah diperdaya kayak gini." sambung Askan begitu manisnya. Namun belum mampu membuat Garin meleleh sepenuhnya karena ada beberapa kata yang sedikitnya membuat Garin bertanya-tanya.Lemah? Apakah dia orang yang lemah. Tidak, wanita lemah lebih tepatnya.
"Aku gak mau!" tukas Putri menolak ajakan Askan."Loh, tapi kenapa?" tanya Askan heran.Putri menatap berang tunangannya, "kamu gak usah pakai nanya lagi deh? Jelas-jelas kamu penyebabnya kenapa aku jadi gak mau.""Kenapa aku? Memangnya apa yang udah aku lakuin ke kamu?""Kamu!" Putri menunjuk Askan dengan jari telunjuknya. "Udah buat aku kecewa.""Buat kamu kecewa gimana sih? Aku gak ngerti," elak Askan tak merasa melakukan sesuatu yang membuat Putri kecewa."Sekarang mendingan kamu pulang aja deh, percuma juga aku ngomong sama orang kayak kamu." usir Putri mendorong cukup kuat dada liat Askan."Pergi!" titahnya lagi dengan wajah penuh amarah. "Lupain aja soal teror ini, biar aku saja yang akan menyelesaikan sendiri. Kamu gak perlu repot-repot untuk ikut campur urusan aku.""Putri, ku mohon jangan begini."Sebelah tangan Putri menahan Askan agar tak melangkah makin mendekatinya."Sek
Rina mengerang kesal, "kenapa nomor ponsel Askan tak bisa di hubungi dari tadi sih?" omelnya yang kembali berusaha menghubungi Askan. Tapi, hasilnya tetap nihil."Argghhh!" erangnya makin kesal.Pikiran Rina mulai panik, ada apa gerangan Askan tak bisa dihubungi? Apa mungkin Askan ganti nomor baru?Waduh, gawat dong kalau memang beneran Askan ganti nomor hp baru. gerutu Rina gusar.Padahal dia saat ini lagi membutuhkan Askan. Hmm, ya biasa lah. Kalau membutuhkan Askan pasti tidak jauh-jauh dari uang. Bagi Rina, Askan itu 'kan mesin uang untuknya.Tapi kalau Askan ganti nomor hp baru, gimana caranya Rina bisa menghubunginya?Meskipun dalam keadaan cemas, Rina tetap berpikir keras memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang dari Askan."Apa aku langsung temuin aja ya?" gumam Rina menimbang-nimbang keputusannya. "Haduh, gak ada cara lain sih emang selain nemuin langsung.""Eh,
"Jadi sebenarnya saya sudah tahu kalau anda lah dalang dari teror yang menimpa saya." ucap Putri membuat wajah Rina sedikit memucat. Namun sebisa mungkin Rina menyamarkan perasaan gelisah dan takutnya.Mencoba santai, Rina pura-pura terkikik geli mendengarnya. "Kamu jangan menuduh tanpa bukti, Nona Putri."Putri menaikkan sebelah alisnya, "menuduh tanpa bukti anda bilang? Anda yakin saya gak punya bukti?""Ya!" sahut Rina lantang. "Jika kamu punya bukti, maka tunjukin sama saya."Untuk beberapa Putri tertawa ngakak mendengarnya, setelah merasa puas menertawakan Rina Putri berujar. "Sungguh, anda bukan tipe yang pas untuk bersaing dengan saya." katanya merendahkan.Sengaja ia mengatakan itu untuk memancing kemarahan Rina yang menurutnya gampang sekali marah.Putri berdecak, "awalnya aku pikir anda ini adalah saingan yang berat. Tapi setelah aku lihat ternyata anda ini gak a
Putri melemparkan kuat ponselnya ke dinding karena kesal dan amarah yang berkumpul jadi satu. Seharusnya ia mendapatkan kabar gembira karena satu hama berhasil di singkirkan. Tetapi, yang ia dapat malah kabar buruk.Bagaimana mungkin rencananya bisa gagal begini? Sial!Orang suruhannya begitu bodoh hingga tak bisa menghabisi Rina yang cuma seorang wanita paruh baya."Double sial! Arghhh!" umpat Putri mengamuk sebagai luapan dari amarahnya. Ia begitu marah luar biasa.Setelah ini, apa yang harus ia lakukan? Kenapa susah sekali untuk menyingkirkan hama pengganggu seperti Rina?Putri menjadi sangat frustasi dan nyaris gila. Kalang kabut dengan tindakannya ini, kenapa ia begitu gegabah dalam mengambil langkah.Sementara di rumah Rina merasa ketakutan, hampir saja ia menjadi target para penjahat. Saat jalan pulang dari pertemuannya dengan Putri, Rina merasakan perasaan tak enak.Dan saat dia menoleh ke belakan
Pada akhirnya, Rina berhasil membongkar perselingkuhan yang dilakukan Putri selama ini di belakang Askan.Askan tentunya saja marah besar dan langsung memutuskan hubungan mereka saat itu juga."Tidak ada pernikahan!" tukas Askan lantang dengan wajah berang, penuh amarah.Putri yang mendengar itu pun menangis, meraung sejadi-jadinya sembari memohon belas kasih dari Askan untuk menarik kembali ucapannya."Askan, ku mohon jangan percaya pada wanita paruh baya licik itu." ucap Putri menunjuk ke arah Rina yang berdiri di samping mereka. "Dia sengaja ingin menghancurkan hubungan kita. Karena dia mau anaknya menikah sama kamu, As!" jerit Putri di akhir kalimatnya."Cukup!" tekan Askan menatap tajam Putri. "Memangnya kenapa kalau aku menikah dengan Garin? Apa ada yang salah?""As, ku mohon kamu sadar! Wanita licik ini cuma manfaatin kamu aja.""Oh ya? Kalau begitu, lalu apa bedanya sama kamu?" Putri terdiam semen
"Ada apa Garin? Kenapa aku merasa sepertinya ada sesuatu hal berat yang tengah kamu pikirkan. Apa kamu merasa tidak nyaman berada di dekatku?" tanya Askan menatap serius. Ia ingin Garin untuk jujur dan sedikit terbuka padanya. Maksudnya terbuka untuk curhat padanya, Askan siap jadi teman curhat untuk Garin.Garin menggelengkan kepalanya, "tidak sama sekali Tuan. Saya justru merasa sangat nyaman berada di dekat Tuan, akan tetapi....""Apa Rin?" Askan seolah makin dibuat penasaran pada Garin yang sengaja menggantungkan ucapannya."Saya mau Tuan memikirkan kembali niat Tuan yang ingin mendekati saya.""Kenapa? Kamu ragu sama aku?""Bukan begitu Tuan, saya—""Apa Rin? Kenapa sepertinya sangat sulit sekali bagi kamu untuk mengatakannya?" sela Askan terlihat frustasi pada Garin yang sepertinya sangat sulit mengucapkan apa yang membuatnya merasa risau."Bahkan apakah sangat sulit sekali bagi kamu untuk tidak bicara fo
Garin terus menundukkan kepalanya, merasa malu dengan kejadian tadi diantara mereka berdua.Seumur hidupnya Garin belum pernah berciuman, dan Askan adalah lelaki pertama yang mengambil ciuman pertamanya.Mengingatnya kembali membuat kedua pipi Garin terasa panas, saking malunya ia bahkan tak berani menatap ke arah Askan yang tampak fokus menyetir.Askan tau jika wanita yang duduk disampingnya ini tengah merasa malu. Ia tersenyum geli mengingat wajah malu Garin tadi saat dicium olehnya.Ya Tuhan! Kenapa Askan sampai kelepasan diri begini dan nekat mencium Garin.Kesannya sekarang Askan terlihat seperti seorang pria berengsek di hadapan Garin. Tapi ya sudahlah, lagian juga sudah terjadi dan Askan menyukainya."Apa yang kamu rasakan?" tanya Askan gemas pada Garin yang terus menundukkan kepalanya."Apa tidak pegal terus menunduk seperti itu?" sindir Askan. "Santai saja Rin, tegakan kepala kamu sekarang dan tatap aku."