"G-garin?" ulang Askan terbata.
"Iya, sekarang aku minta sama kamu untuk jawab jujur. Siapa itu Garin?" tuntut Putri penasaran.
"Garin itu ... Bukan siapa-siapa."
"Bohong!" jerit Putri merasa kecewa. "Jelas-jelas kamu terlihat khawatir saat mendengar kabar Garin sakit dari sambungan telepon tadi."
"Apa? Jadi kamu menguping pembicaraan aku?"
"Ya!" sahut Putri lantang. "Tak sengaja mendengar percakapan kamu tadi, lebih tepatnya."
"Hmm, sama aja itu artinya dengan kamu menguping pembicaraan aku."
"Ya terserahlah. Intinya sekarang aku mau kamu jawab jujur pertanyaan aku. Garin itu siapa kamu?"
"Aku 'kan udah jawab tadi, kalau Garin itu bukan siapa-siapa. Tapi kamu malah bilang aku bohong, aneh!"
"Aku bilang gitu karena aku yakin kamu cuma bohong."
"Astaga! Terus aku harus jawab kayak gimana lagi? Karena memang
Garin yang masih pengangguran pun tentu saja lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Selama itulah ia jadi lebih tahu mengenai aktivitas ibunya sehari-hari seperti apa.Sebenarnya Garin sudah menaruh kecurigaan pada ibunya yang menurutnya sekarang lebih banyak membeli barang-barang mewah. Entah itu baju, tas, juga sepatu.Terkadang, Garin jadi bertanya-tanya darimana ibunya memiliki banyak uang sampai bisa membeli barang mewah bermerek cukup terkenal seperti itu."Ibu belanja lagi?" tanya Garin memperhatikan sang ibu yang terlihat kesenangan dengan barang-barang yang baru dibelinya."Iya, kenapa? Masalah buat kamu memangnya kalau Ibu belanja lagi?""Astaga! Kenapa Ibu se-sewot ini? Aku kan cuma bertanya Bu." Garin geleng-geleng kepala seraya mengelus dada."Hmm, tapi cara nanya kamu itu seakan-akan gak suka ngelihat Ibu belanja.""Bukannya aku gak suk
Garin pulang dengan perasaan yang teramat kesal dan juga amarah yang membumbung tinggi. Masih tak habis pikir dengan ibunya yang begitu tega menjadikannya alasan untuk membohongi Askan. Parahnya kebohongan yang di rancang ibunya adalah mengatakan Garin sakit.Ya, Garin sudah tahu tahu semuanya lewat Askan yang mengatakan langsung padanya yang saat itu juga masih bersama tunangannya. Syukurlah Vanny sudah pergi jadi Garin tak perlu harus bertambah malu di depan temannya.Garin tidak terima, dan untuk itu ia akan menanyakan langsung pada ibunya yang kenapa dengan sangat beraninya berbohong pada Tuan Askan dan mengatasnamakan dirinya sebagai alasan."Ya ampun! Kenapa sih Ibu senekat dan setega ini sama ku dan juga Tuan Askan?" gumam Garin yang masih tak habis pikirBahkan kini ibunya belum juga pulang, padahal ibunya sudah pergi dari pagi tadi.Garin melihat luar dari jendela rumahnya, hari s
Teror kembali mengancam ketenangan Putri. Wanita itu pikir seminggu setelah teror waktu itu tidak akan terulang lagi. Tapi, nyatanya tidak.Beberapa hari ini ancaman teror semakin gencar menakut-nakutinya seperti hantu. Parahnya si peneror ini bahkan mengetahui sebuah rahasia besar yang selama ini ia sembunyikan dari tunangannya. Askan."Oh, shitt!" umpat Putri menggeram kesal. Bagaimana mungkin ia memiliki banyak uang malah tidak berdaya gini hanya karena sebuah ancaman teror ini.Meskipun begitu, Putri tetap berpikir keras untuk menemukan jalan keluar dari masalah ini. Karena sungguh ia mulai muak dan gerah dengan tingkah si peneror yang mulai melunjak.Putri yakin seratus persen bahwa masalah ini tidak akan selesai bila ia tinggal diam saja. Tapi, Putri takut kalau ia bertindak lebih jauh maka sesuatu rahasia yang ia sembunyikan dari Askan akan terbongkar."Ya Tuhan!" Putri mulai dilanda frustasi.Kenapa hal
Sesuatu hal yang tak pernah Rina duga-duga akan terjadi, dirinya kalang kabut begitu mendengar pernyataan secara langsung dari Askan yang katanya ingin melaporkan soal kasus teror yang menimpa tunangannya."Haduh, sial! Kalau kayak gini ceritanya udah gak main-main lagi. Gawat!" gumam Rina terlihat sangat panik.Seperti setrikaan Rina mondar-mandir kesana kemari sambil berpikir keras mencari ide."Haduh! Ini kepala rasanya kayak mau pecah mikirin ide!" jerit Rina yang didengar Garin."Ide?" gumam Garin bertanya-tanya."Maksudnya Ibu apa ya?" sambung Garin masih tidak mengerti dengan ucapan sang ibu.Namun perasaannya mengatakan hal yang tak enak. Hmm, seperti sesuatu hal yang buruk tengah dilakukan ibunya."Apa jangan-jangan Ibu melakukan sesuatu hal yang jahat?" tebak Garin menduga. "Ah, tidak!" kemudian ia menggelengkan kepalanya kuat. "Aku gak boleh nud
"Ada apa?" tanya Putri memperhatikan raut wajah tunangannya yang tak dapat terbaca.Bagi Putri, Askan terlalu pintar menyembunyikan ekspresi sehingga sulit baginya untuk membedakan mana wajah yang senang ataupun wajah yang sedih, marah dan sebagainya. Yang ada hanya ekspresi datar di wajah tampan itu."Putri, aku minta maaf banget sama kamu. Sebaiknya kita tunda dulu ya mengenai ancaman teror itu." ucap Askan dengan wajah penuh penyesalan. "Aku gak bisa hari ini nemenin kamu, soalnya ada hal penting yang lagi menungguku.""Hal penting? Yang kamu maksud hal penting itu dengan ketemuan sama wanita yang bernama Garin, gitu?"Skakmat!Ternyata Putri mendengar semua percakapannya di sambungan telepon tadi dengan Garin. Haduh!"As, kamu jangan berusaha mengelak ya. Jelas-jelas tadi aku dengar kamu nyebut nama wanita itu, Garin."Askan menelan salivanya kasar, te
Garin terdiam, ucapan Askan barusan begitu menohok hatinya. Secara tak langsung Askan mencurigai yang buruk pada ibunya.Ya, Garin akui kalau ibunya memang kerap kali selalu marah dan bersikap kasar padanya. Tapi ibunya tetaplah orang yang baik."Garin, tidakkah kamu sekali saja merasa curiga pada Ibu kamu sendiri?""Curiga?" ulang Garin lirih."Garin, saya hanya tidak ingin orang-orang memanfaatkan kepolosan dan kebaikan kamu hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Termasuk Ibu kamu sendiri sekalipun.""Saya mengatakan ini karena saya sayang sama kamu Garin. Saya peduli sama kamu, dan saya paling gak suka ngelihat orang lemah diperdaya kayak gini." sambung Askan begitu manisnya. Namun belum mampu membuat Garin meleleh sepenuhnya karena ada beberapa kata yang sedikitnya membuat Garin bertanya-tanya.Lemah? Apakah dia orang yang lemah. Tidak, wanita lemah lebih tepatnya.
"Aku gak mau!" tukas Putri menolak ajakan Askan."Loh, tapi kenapa?" tanya Askan heran.Putri menatap berang tunangannya, "kamu gak usah pakai nanya lagi deh? Jelas-jelas kamu penyebabnya kenapa aku jadi gak mau.""Kenapa aku? Memangnya apa yang udah aku lakuin ke kamu?""Kamu!" Putri menunjuk Askan dengan jari telunjuknya. "Udah buat aku kecewa.""Buat kamu kecewa gimana sih? Aku gak ngerti," elak Askan tak merasa melakukan sesuatu yang membuat Putri kecewa."Sekarang mendingan kamu pulang aja deh, percuma juga aku ngomong sama orang kayak kamu." usir Putri mendorong cukup kuat dada liat Askan."Pergi!" titahnya lagi dengan wajah penuh amarah. "Lupain aja soal teror ini, biar aku saja yang akan menyelesaikan sendiri. Kamu gak perlu repot-repot untuk ikut campur urusan aku.""Putri, ku mohon jangan begini."Sebelah tangan Putri menahan Askan agar tak melangkah makin mendekatinya."Sek
Rina mengerang kesal, "kenapa nomor ponsel Askan tak bisa di hubungi dari tadi sih?" omelnya yang kembali berusaha menghubungi Askan. Tapi, hasilnya tetap nihil."Argghhh!" erangnya makin kesal.Pikiran Rina mulai panik, ada apa gerangan Askan tak bisa dihubungi? Apa mungkin Askan ganti nomor baru?Waduh, gawat dong kalau memang beneran Askan ganti nomor hp baru. gerutu Rina gusar.Padahal dia saat ini lagi membutuhkan Askan. Hmm, ya biasa lah. Kalau membutuhkan Askan pasti tidak jauh-jauh dari uang. Bagi Rina, Askan itu 'kan mesin uang untuknya.Tapi kalau Askan ganti nomor hp baru, gimana caranya Rina bisa menghubunginya?Meskipun dalam keadaan cemas, Rina tetap berpikir keras memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang dari Askan."Apa aku langsung temuin aja ya?" gumam Rina menimbang-nimbang keputusannya. "Haduh, gak ada cara lain sih emang selain nemuin langsung.""Eh,