Share

Bab 4 - Di Bawah Pengawasan Mr. Wei

Keesokan paginya, aku dipanggil ke ruangan HRD. Jantungku berdebar kencang saat melangkah masuk, bertanya-tanya apa yang akan mereka katakan padaku. Seorang wanita paruh baya dengan wajah ramah menyambutku di meja resepsionis.

"Halo, Sonia. Ayo masuk, kami sudah menunggu," katanya dengan senyum yang menenangkan.

Aku mengikuti dia ke sebuah ruangan yang terang dan rapi. Di dalam, ada seorang pria dengan kacamata tipis yang duduk di belakang meja besar. Dia berdiri dan menyambutku dengan ramah.

"Selamat pagi, Sonia. Nama saya Pak Joko, kepala divisi HRD. Silakan duduk," katanya sambil menunjuk kursi di depan meja.

Dengan gugup, aku duduk dan menunggu apa yang akan dia katakan.

"Sonia, saya ingin memberitahumu bahwa kamu telah diberikan posisi sebagai Junior Asisten di divisi ini," kata Pak Joko sambil tersenyum. "Ini adalah posisi paling bawah di divisi ini, tapi merupakan awal yang bagus."

Aku mengangguk, mencoba memahami semuanya. "Apa saja tugas saya, Pak?" tanyaku, mencoba menjaga suaraku tetap tenang.

"Sebagai Junior Asisten, tugasmu akan sangat beragam," jelas Pak Joko. "Kamu akan terlibat dalam administrasi sehari-hari, menjawab telepon, mengatur jadwal pertemuan, dan memberikan dukungan kepada tim dalam berbagai proyek. Selain itu, kamu juga akan bertanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan Mr. Wei dan bekerja langsung di bawah pengawasannya."

Aku mencoba menyerap semua informasi yang diberikan oleh Pak Joko, sementara pikiranku berputar cepat mempertimbangkan segala hal yang akan datang. "Terima kasih banyak, Pak. Saya sangat menghargai kesempatan ini," jawabku dengan tulus. Rasanya seperti beban besar terangkat dari bahuku.

"Saya yakin kamu akan melakukan pekerjaan yang luar biasa, Sonia. Ingin saya katakan, setiap posisi memiliki potensi untuk berkembang, dan saya mendorong kamu untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya," kata Pak Joko sembari tersenyum.

Setelah beberapa menit ngobrol, kami menyudahi pertemuan tersebut. Saat aku keluar dari ruangan, rasa penasaran mulai menghantui pikiranku tentang bagaimana kehidupan kerjaku akan berjalan, terutama apa yang akan terjadi ketika aku harus bekerja langsung

Ketika aku keluar dari kantor Pak Joko, langkahku terasa lebih ringan. Namun, suasana gembira itu segera terganggu ketika resepsionis memanggilku. "Sonia, tunggu sebentar!" katanya dengan suara lembut. Aku berhenti dan menoleh, wajahku kini dipenuhi rasa ingin tahu. "Ada apa?" tanyaku. Resepsionis itu mengangguk, kemudian melanjutkan, "Mr. Wei memanggilmu ke kantornya. Dia ingin berbicara denganmu tentang beberapa hal penting."

Dengan jantung berdegup kencang, aku merasa campur aduk antara khawatir dan antusias. Aku mengucapkan terima kasih kepada resepsionis sebelum bergegas menuju kantor Mr. Wei, tidak sabar untuk mengetahui apa yang diinginkannya.

Saat mendekati pintu kantor Mr. Wei, aku melihat seorang karyawan wanita berpayudara besar keluar dengan cepat. Wanita itu tampak terburu-buru, sambil membetulkan kancing bajunya yang terlihat sedikit berantakan. Raut wajahnya menunjukkan kepuasan namun berubah sinis ketika melihatku.

Aku mengetuk pintu ringan sebelum masuk ke dalam kantor Mr. Wei. Setelah memastikan tidak ada orang di dalam, aku memutuskan untuk berdiri di depan meja Mr. Wei sambil menunggu.

Beberapa menit berlalu, dan suasana menjadi terasa hening. Tiba-tiba, pintu kecil di pojok ruangan terbuka, dan Mr. Wei muncul dari toilet, wajahnya terlihat segar setelah mencuci tangan.

Lalu, Mr. Wei berdiri di depan mejanya dan mendudukkan bokongnya ke meja tersebut, tampak santai namun tetap berwibawa. Dia memanggilku untuk mendekatinya, dan aku merasa ragu namun tetap melangkah mendekat. Aku mengelus-elus lengan bajuku, merasakan ketegangan di udara antara kami.

"Pakaian apa yang kamu kenakan ini, hah?" tanya Mr. Wei dengan nada sedikit mengejek. Aku merasa sedikit terkejut, menyadari bahwa aku mengenakan safari berwarna krem yang dipadukan dengan dalaman turtleneck hitam dan celana jeans biru.

"Ini hanya pakaian santai, Mr. Wei," jawabku dengan suara ragu. "Saya pikir ini cukup nyaman untuk bekerja."

"Saya tidak suka," Mr. Wei berbisik, suaranya rendah dan penuh penekanan. "Memangnya dengan menggajimu besar, saya harus melihatmu seperti ini setiap hari?" Rasa terkejut melanda diriku, seolah-olah dia baru saja memberikan sebuah tamparan. Aku merasa darahku mendidih, namun keputusan untuk tetap tenang sangat penting. "Namun, saya hanya ingin menunjukkan sisi santai dari diri saya, Mr. Wei," balasku berusaha memperhalus situasi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status