Home / CEO / Ibu Susu Untuk BOSKU / Bab 1 - Tawaran yang Menggoda

Share

Ibu Susu Untuk BOSKU
Ibu Susu Untuk BOSKU
Author: kodav

Bab 1 - Tawaran yang Menggoda

Dinding kaca yang dingin ini terasa seperti cermin raksasa yang memantulkan kehampaanku. Aku terisolasi, terkungkung dalam kotak transparan ini, sementara dunia di luar sana berputar tanpa peduli pada nasibku. Detak jam di pergelangan tangan terasa seperti palu yang berdentum di dalam kepalaku, mengiringi irama debar jantungku yang tak menentu.

Tatapanku terpaku pada pintu kaca yang menjadi satu-satunya penghubungku dengan dunia luar. Di baliknya, koridor panjang membentang, dihiasi deretan pintu-pintu identik yang menyembunyikan nasib para kandidat lainnya. Aku membayangkan mereka, masing-masing tengah bergulat dengan kecemasan yang sama sepertiku.

Sebuah bayangan gelap melintas di balik kaca. Sosok itu semakin dekat, langkahnya pasti dan penuh kuasa. Pemimpin. Jantungku berpacu kencang. Ia adalah sosok yang selama ini menjadi idola sekaligus momok bagiku. Wajahnya yang tegas dan tatapan matanya yang tajam selalu berhasil membuatku bergidik.

Staff HRD, seorang wanita dengan tatapan datar, mengikutinya dari belakang. Ia membawa setumpuk berkas—nasib kami tertulis di sana. Mataku mengikuti setiap gerakannya, berharap ada keajaiban yang akan terjadi. Namun, harapan itu sirna seketika ketika pemimpin itu berhenti di depan salah satu berkas. Ia membolak-balik halaman demi halaman, tatapannya fokus dan tajam.

Sebuah firasat buruk mulai menyelimutiku. Aku tahu, saat itu juga, bahwa keputusan telah diambil. Detik berikutnya, ia berbisik sesuatu kepada Staff HRD. Tatapanku tak lepas dari mereka saat Staff HRD itu menoleh ke arahku. Anggukan kecilnya menjadi pertanda bahwa nasibku telah ditentukan.

Langkah kaki mendekat. Pintu kaca terbuka perlahan. Aku menarik napas dalam-dalam, bersiap menghadapi apa pun yang akan terjadi.

Pintu ruang isolasi terbuka perlahan, dan staff HRD itu masuk dengan senyum tipis di wajahnya. "Selamat, kamu terpilih dari puluhan kandidat untuk langsung diwawancarai oleh Mr. Wei. Beliau sedang menanti di kantornya saat ini," katanya dengan nada resmi.

Jantungku berdebar semakin kencang. Ini adalah kesempatan yang selama ini kuimpikan. Dengan tangan sedikit gemetar, aku beranjak dari dudukku dan melangkah menuju pintu. Namun, sebelum aku sempat membuka pintu itu, Staff HRD menahanku.

"Sebentar, Sonia," katanya dengan suara yang lebih lembut namun serius. "Ada penawaran khusus dari Mr. Wei untukmu. Gaji yang ditawarkan empat kali lipat dari yang sebelumnya."

Aku mengerutkan kening, bingung namun penasaran. "Apa maksudnya?" tanyaku dengan hati-hati.

"Mr. Wei memiliki permintaan khusus," jawab Staff HRD sambil menatap mataku dengan intens.

"Apa permintaan khusus itu?" tanyaku, berusaha menahan getir di tenggorokan.

"Permintaan khusus itu," ia melanjutkan, suaranya bergetar di udara yang tegang, "adalah kamu harus bersedia menyusui."

Dunia seakan berhenti berputar. Tawaran itu begitu menggiurkan, tetapi juga sangat mengejutkan. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mencerna informasi yang baru saja kudengar. Dengan penghasilan sebesar itu, aku bisa memberikan perawatan terbaik untuk anakku yang mengidap thalasemia. Namun, harga yang harus kubayar terasa begitu mahal.

Aku teringat wajah polos anakku yang selalu ceria, meski harus berjuang melawan penyakitnya. Hatiku tercabik-cabik. Di satu sisi, aku ingin memberikan yang terbaik untuknya. Di sisi lain, aku merasa dilema dengan permintaan yang begitu tidak biasa.

"Aku butuh waktu untuk berpikir," kataku akhirnya, suara ku terdengar lirih.

Staff HRD mengangguk mengerti. "Tentu saja, Sonia. Pikirkanlah baik-baik. File ini berisi detail lengkap tentang penawaran ini. Mr. Wei menunggumu di kantornya." Ia menyerahkan file itu padaku, lalu berbalik dan meninggalkan ruangan.

Aku menatap file di tanganku, perasaan campur aduk memenuhi hatiku. Keputusan ini akan mengubah hidupku selamanya. Aku harus memilih antara ambisi karirku dan kesejahteraan anakku. Jalan mana yang akan kuambil?

***

"Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debar jantungku yang tak terkendali. Keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku. Semakin dekat aku dengan ruangan Mr. Wei, semakin kuat pula rasa cemas yang menyelimutiku.

Bayangan anakku yang terbaring lemah di rumah sakit kembali menghantuiku. Penyakitnya yang langka membuatku merasa begitu kecil dan tidak berdaya. Aku pernah berjanji pada diri sendiri akan melakukan apa saja untuk menyembuhkannya, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan segalanya.

Tiba di depan pintu, aku ragu-ragu untuk mengetuk. Apa yang akan kutemukan di balik pintu ini? Apakah ini benar-benar jalan keluar dari semua masalahku? Atau justru akan menjadi awal dari penderitaan yang lebih besar? Segala macam pertanyaan berputar-putar di kepalaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status