Share

Bab 2

Sang ayah ternyata menepati janjinya.

Dilara akhirnya dibebaskan dari penjara.

Namun, kebebasan itu terasa pahit.

Tidak ada yang menyambutnya. bahkan sang ayah hanya memberikannya sebuah alamat–tempatnya bekerja sebagai ibu susu.

"Aku harus melupakan semuanya," gumam Dilara dalam hati, "ini adalah awal baru bagiku."

Tak lama kemudian, Dilara menaiki sebuah bus menuju alamat yang diberikan.

Namun tak lama setelah masuk ke dalam bis dan mencari tempat duduk, Dilara melihat pemandangan yang membuat hatinya terasa tertusuk duri.

Suaminya bersama dengan seorang wanita yang Dilara tahu adalah mantan tunangan pria itu!

Keduanya begitu mesra dan akrab … sembari menggendong seorang bayi mungil.

Tunggu, bukankah mantan tunangan Arman mandul...?

"Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan yang nona sebutkan!" Seorang kondektur bis menepuk bahu Dilara, hingga lamunannya pun seketika menjadi buyar.

“Terima kasih.” Dilara lantas menyerahkan uang pecahan lima puluh ribuan pada kondektur bis itu untuk membayar.

Namun, uangnya ditolak?

"Khusus untuk Nona, ongkos kali ini saya gratiskan. Tolong lebih baik Nona segera turun!" titah kondektur dengan nada suara aneh. Bahkan kondektur itu terlihat berkali-kali melihat ke arah sopir dengan ketakutan.

Dilara bingung.

Setahunya, dia menaiki bis umum. Masa digratiskan?

"Tolong Nona lebih baik sekarang ini Anda segera turun!" kata kondektur bis lagi.

"Baik. Terima kasih, Pak," sahut Dilara pada akhirnya meski masih dalam kebingungan.

Terlebih, bis berbalik arah dan melaju dengan kecepatan yang terlihat begitu kencang– meninggalkan Dilara yang baru turun.

"Sepi sekali?” lirih Dilara tanpa sadar karena menyadari tak ada satu pun kendaraan atau orang yang melintas.

Wanita itu mulai merasa tidak nyaman dengan situasi ini dan fokus mencari sebuah gerbang berwarna hitam yang tertulis di secarik kertas yang dibawanya.

"Gerbang hitam besar dengan logo gagak. Jalan gagak no 7A," gumamnya sambil berjalan, mengikuti petunjuk yang tertulis di kertas tersebut.

Namun sudah lebih dari 15 menit Dilara berjalan, hanya tembok tinggi menjulang yang menjadi pemandangan di hadapannya.

Tiba-tiba bulu kuduk Dilara meremang saat mendengar suara burung gagak yang lumayan banyak diiringi suasana yang sangat sepi.

"Lara... kenapa kau lama sekali? Dari tadi ayah menunggumu di sini!"

Deg!

Tiba-tiba saja, sang ayah menariknya dengan kasar.

"Ayah, kok bisa ada di sini?" tanya Dilara terkejut melihat ke arah ayahnya yang muncul tiba-tiba.

"Cepatlah! Tuan David sudah menunggumu sejak tadi!"

Tergesa, Dilara pun mengikuti ayahnya meski menahan sakit di bagian bawahnya.

Tanpa sadar, darah nifas pun mengalir di sela-sela kakinya.

Baik Dilara maupun ayahnya sama sama tidak menyadari hal itu.

Kedua bola mata Dilara tiba tiba membelalak sempurna, kala melihat gerbang hitam yang menjulang tinggi dengan patung patung gagak yang berdiri kokoh di depannya.

"Mulai sekarang kamu akan tinggal di sini! Hasilkanlah banyak uang untukku agar semua biaya yang kukeluarkan sejak kau itu masih kecil sampai sekarang."

Hati Dilara sakit mendengarnya. "Ayah, bukankah uang mahar yang diberikan oleh keluarga Maulana sebesar 2 miliar, waktu itu sudah cukup?"

Sayangnya, ucapan itu hanya sampai di pikirannya saja.

Tak berani Dilara sampaikan. Ia terlalu takut pada pria di hadapannya ini.

Hanya saja, wanita itu sadar satu hal: ayahnya kembali menjualnya–sama seperti ketika dia dijodohkan dengan Arman.

Betapa mengerikan hidupnya.

"Dilara, kenapa kau hanya diam mematung! Sekarang ini kita sudah sampai di kediaman Tuan David Moyes Guetta."

Kedua bola mata Dilara nampak membulat sempurna, kala dirinya sekarang ini berdiri di sebuah rumah megah nan besar.

Bahkan pintu yang ada di depannya itu terlihat menjulang sangat tinggi.

"Cepat lepas sandal busukmu itu! Kau tidak boleh mengotori rumah orang terkaya di negeri ini!"

Dilara pun buru buru melepas sandal buruknya, namun ia lagi lagi dibuat terkejut dengan banyaknya darah yang mengalir di sela-sela pahanya dan akan mengenai kaki.

Ibnu sebenarnya tahu dari tadi, perihal darah yang ada di kaki putrinya. Namun, ia memilih untuk acuh. Karena ia akan memanfaatkan keadaan putrinya yang habis melahirkan dan mengalami pendarahan untuk mendapatkan uang lebih dari David.

"Ayah, tapi darah ini juga akan mengotori lantai rumah ini," kilah Dilara.

Tak berselang lama, pintu besar itu pun dibuka. Menampilkan beberapa pelayan yang mempersilahkan Dilara maupun Ibnu untuk masuk ke dalam.

Ibnu sendiri berbicara dengan para pelayan dengan suara yang terdengar begitu ramah. Hal itu sungguh berbanding terbalik saat dirinya berbicara dengan putrinya sendiri.

"Ayo buruan masuk! Lelet banget sih!" ujar Ibnu dengan nada kasar. Sembari menarik tangan putrinya lagi dan lagi. Memaksa Dilara untuk segera masuk ke dalam rumah megah itu.

Dilara terus di paksa ayahnya berjalan, bahkan hal itu membuat darah yang mengalir di sela sela pahanya semakin banyak bahkan rasa sakit juga mulai dirasakan olehnya.

Tiba tiba tangan ayahnya menekan punggung Dilara, membuat tubuhnya tiba tiba membungkuk bersama pria itu.

"Maafkan saya Tuan David, saya terlambat. Ini karena kondisi putri saya yang lemah, baru tiga hari lalu ia melahirkan. Belum saja pulih, ia malah dijebloskan oleh ibu mertua dan suaminya di dalam penjara. Di penjara putri saya di siksa bahkan lihatlah wajah putri saya yang babak belur," jelasnya dengan suara sendu nan sedih.

Dengan gerakan perlahan, ia melepas tudung kepala yang tadi menutupi wajah putrinya.

Dilara mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang memerlukan jasanya saat ini.

Matanya saling beradu dengan mata biru laut milik David, seolah terhipnotis dan hanyut dalam kedalaman pandangan mereka.

Di benaknya berkecamuk ingatan maupun mimpi selama ini menghantui hidupnya.

Dulu, dia pernah hampir tenggelam di sungai dan diselamatkan oleh seorang anak laki-laki yang matanya serupa dengan pria di hadapannya ini.

Begitu pula dengan mimpi-mimpi yang menghantui hidupnya. Kenangan Dilara terasa begitu nyata, tak ubahnya bunga tidur yang kian kusut.

Rasa bingung dan terhipnotis tak lekang dari benak Dilara sampai rasa sakit yang luar biasa– menyerang kepalanya.

Bugh!

Tubuhnya terjatuh, lalu semuanya berubah menjadi gelap gulita….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status