Sang ayah ternyata menepati janjinya.
Dilara akhirnya dibebaskan dari penjara. Namun, kebebasan itu terasa pahit. Tidak ada yang menyambutnya. bahkan sang ayah hanya memberikannya sebuah alamat–tempatnya bekerja sebagai ibu susu. "Aku harus melupakan semuanya," gumam Dilara dalam hati, "ini adalah awal baru bagiku." Tak lama kemudian, Dilara menaiki sebuah bus menuju alamat yang diberikan. Namun tak lama setelah masuk ke dalam bis dan mencari tempat duduk, Dilara melihat pemandangan yang membuat hatinya terasa tertusuk duri. Suaminya bersama dengan seorang wanita yang Dilara tahu adalah mantan tunangan pria itu! Keduanya begitu mesra dan akrab … sembari menggendong seorang bayi mungil. Tunggu, bukankah mantan tunangan Arman mandul...? "Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan yang nona sebutkan!" Seorang kondektur bis menepuk bahu Dilara, hingga lamunannya pun seketika menjadi buyar. “Terima kasih.” Dilara lantas menyerahkan uang pecahan lima puluh ribuan pada kondektur bis itu untuk membayar. Namun, uangnya ditolak? "Khusus untuk Nona, ongkos kali ini saya gratiskan. Tolong lebih baik Nona segera turun!" titah kondektur dengan nada suara aneh. Bahkan kondektur itu terlihat berkali-kali melihat ke arah sopir dengan ketakutan. Dilara bingung. Setahunya, dia menaiki bis umum. Masa digratiskan? "Tolong Nona lebih baik sekarang ini Anda segera turun!" kata kondektur bis lagi. "Baik. Terima kasih, Pak," sahut Dilara pada akhirnya meski masih dalam kebingungan. Terlebih, bis berbalik arah dan melaju dengan kecepatan yang terlihat begitu kencang– meninggalkan Dilara yang baru turun. "Sepi sekali?” lirih Dilara tanpa sadar karena menyadari tak ada satu pun kendaraan atau orang yang melintas. Wanita itu mulai merasa tidak nyaman dengan situasi ini dan fokus mencari sebuah gerbang berwarna hitam yang tertulis di secarik kertas yang dibawanya. "Gerbang hitam besar dengan logo gagak. Jalan gagak no 7A," gumamnya sambil berjalan, mengikuti petunjuk yang tertulis di kertas tersebut. Namun sudah lebih dari 15 menit Dilara berjalan, hanya tembok tinggi menjulang yang menjadi pemandangan di hadapannya. Tiba-tiba bulu kuduk Dilara meremang saat mendengar suara burung gagak yang lumayan banyak diiringi suasana yang sangat sepi. "Lara... kenapa kau lama sekali? Dari tadi ayah menunggumu di sini!" Deg! Tiba-tiba saja, sang ayah menariknya dengan kasar. "Ayah, kok bisa ada di sini?" tanya Dilara terkejut melihat ke arah ayahnya yang muncul tiba-tiba. "Cepatlah! Tuan David sudah menunggumu sejak tadi!" Tergesa, Dilara pun mengikuti ayahnya meski menahan sakit di bagian bawahnya. Tanpa sadar, darah nifas pun mengalir di sela-sela kakinya. Baik Dilara maupun ayahnya sama sama tidak menyadari hal itu. Kedua bola mata Dilara tiba tiba membelalak sempurna, kala melihat gerbang hitam yang menjulang tinggi dengan patung patung gagak yang berdiri kokoh di depannya. "Mulai sekarang kamu akan tinggal di sini! Hasilkanlah banyak uang untukku agar semua biaya yang kukeluarkan sejak kau itu masih kecil sampai sekarang." Hati Dilara sakit mendengarnya. "Ayah, bukankah uang mahar yang diberikan oleh keluarga Maulana sebesar 2 miliar, waktu itu sudah cukup?" Sayangnya, ucapan itu hanya sampai di pikirannya saja. Tak berani Dilara sampaikan. Ia terlalu takut pada pria di hadapannya ini. Hanya saja, wanita itu sadar satu hal: ayahnya kembali menjualnya–sama seperti ketika dia dijodohkan dengan Arman. Betapa mengerikan hidupnya. "Dilara, kenapa kau hanya diam mematung! Sekarang ini kita sudah sampai di kediaman Tuan David Moyes Guetta." Kedua bola mata Dilara nampak membulat sempurna, kala dirinya sekarang ini berdiri di sebuah rumah megah nan besar. Bahkan pintu yang ada di depannya itu terlihat menjulang sangat tinggi. "Cepat lepas sandal busukmu itu! Kau tidak boleh mengotori rumah orang terkaya di negeri ini!" Dilara pun buru buru melepas sandal buruknya, namun ia lagi lagi dibuat terkejut dengan banyaknya darah yang mengalir di sela-sela pahanya dan akan mengenai kaki. Ibnu sebenarnya tahu dari tadi, perihal darah yang ada di kaki putrinya. Namun, ia memilih untuk acuh. Karena ia akan memanfaatkan keadaan putrinya yang habis melahirkan dan mengalami pendarahan untuk mendapatkan uang lebih dari David. "Ayah, tapi darah ini juga akan mengotori lantai rumah ini," kilah Dilara. Tak berselang lama, pintu besar itu pun dibuka. Menampilkan beberapa pelayan yang mempersilahkan Dilara maupun Ibnu untuk masuk ke dalam. Ibnu sendiri berbicara dengan para pelayan dengan suara yang terdengar begitu ramah. Hal itu sungguh berbanding terbalik saat dirinya berbicara dengan putrinya sendiri. "Ayo buruan masuk! Lelet banget sih!" ujar Ibnu dengan nada kasar. Sembari menarik tangan putrinya lagi dan lagi. Memaksa Dilara untuk segera masuk ke dalam rumah megah itu. Dilara terus di paksa ayahnya berjalan, bahkan hal itu membuat darah yang mengalir di sela sela pahanya semakin banyak bahkan rasa sakit juga mulai dirasakan olehnya. Tiba tiba tangan ayahnya menekan punggung Dilara, membuat tubuhnya tiba tiba membungkuk bersama pria itu. "Maafkan saya Tuan David, saya terlambat. Ini karena kondisi putri saya yang lemah, baru tiga hari lalu ia melahirkan. Belum saja pulih, ia malah dijebloskan oleh ibu mertua dan suaminya di dalam penjara. Di penjara putri saya di siksa bahkan lihatlah wajah putri saya yang babak belur," jelasnya dengan suara sendu nan sedih. Dengan gerakan perlahan, ia melepas tudung kepala yang tadi menutupi wajah putrinya. Dilara mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang memerlukan jasanya saat ini. Matanya saling beradu dengan mata biru laut milik David, seolah terhipnotis dan hanyut dalam kedalaman pandangan mereka. Di benaknya berkecamuk ingatan maupun mimpi selama ini menghantui hidupnya. Dulu, dia pernah hampir tenggelam di sungai dan diselamatkan oleh seorang anak laki-laki yang matanya serupa dengan pria di hadapannya ini. Begitu pula dengan mimpi-mimpi yang menghantui hidupnya. Kenangan Dilara terasa begitu nyata, tak ubahnya bunga tidur yang kian kusut. Rasa bingung dan terhipnotis tak lekang dari benak Dilara sampai rasa sakit yang luar biasa– menyerang kepalanya. Bugh! Tubuhnya terjatuh, lalu semuanya berubah menjadi gelap gulita….Dilara membuka matanya perlahan kala sang ayah memukul-mukul wajahnya. Rasa sakit membuatnya tersadar dari pingsan. "Jangan kacaukan transaksi ini, Dilara. Ingat utang budimu yang harus dibalas! Mendiang istriku bahkan sudah memberikan darah dan ginjalnya pada kau yang hanya anak pungut!" teriak Ibnu penuh kemarahan, sebelum meninggalkan Dilara yang terdiam. Ya, hal lain yang membuat Dilara tak berani melawan adalah fakta ini. Sebelum ibunya pergi untuk selama-lamanya, hubungannya dan sang ayah jauh lebih harmonis. Namun setelah ibunya meninggal tepatnya tujuh tahun silam, segalanya berubah. Menahan pedih, Dilara menahan tangis.Hanya saja, interaksi antara Dilara dan ayahnya itu tak luput dari pandangan David. Pria tampan itu mengintip dari balik jendela yang ada di lantai dua mansion mewah miliknya. Entah mengapa David sendiri seperti merasa ada sesuatu dalam diri ibu susu bayinya itu? Ia juga tidak tahu alasannya, tapi bayang-bayang Dilara seolah sangat sulit untuk mengh
"Tadi sudah aku jelaskan secara rinci. Bagaimana merawat bayi dengan benar." "Oh iya, aku lupa ... bayi Tuan David habis mengalami dehidrasi, jadi kamu harus menyusuinya sesering mungkin!" Dilara lantas mengangguk saat mendengar penjelasan dari dokter anak mengenai cara merawat bayi dengan baik. Lebih dari satu jam, ia menerima pelatihan dan penjelasan dari mereka yang berada di ruangan bersamanya. Meski demikian, Dilara takut kalau sampai dirinya itu melakukan kesalahan karena ia harus menyusui dan merawat seorang bayi yang notabene bukan anak kandungannya. Bahkan, semua itu hanyalah sebuah pekerjaan…. "Saya mengerti! Saya akan melakukannya dengan sangat baik!" ujar Dilara pada akhirnya, sembari menyembunyikan wajah yang masih babak belur dan bengkak. Ada rasa malu dengan penampilannya ini. Namun, dia harus tetap tegar demi keberlangsungan hidupnya dan balas budi pada sang ayah. Satu hal lagi … demi mencari tahu kebenaran perihal anak kandungnya. Entah menga
Byur! Mimpi itu menghilang. Dilara dipaksa bangun karena tubuhnya diguyur dengan seember air! "Bangun! Kenapa kau tidur begitu pulas? Bayi Tuan David sudah menangis kencang sejak tadi, kau harus segera menyusuinya!" Seorang Suster yang membawa ember di tangannya nampak menatap Dilara dengan tatapan tajam. Suster yang lain juga terlihat menggendong bayi David yang masih menangis kencang. Dilara hanya diam--tidak menanggapi ucapan Suster itu. Ia masih merasa bingung, ingatannya masih tertuju pada mimpinya itu. Apa hubungan dirinya dengan Ara? Apakah ini ingatannya waktu kecil atau hanya bunga tidur semata?Ceklek!Tak berselang lama, pintu terbuka dari arah luar, menampakkan sosok David yang memasuki kamar dengan wajah merah padam. "Lepas semua baju yang menempel padanya, biarkan dia polos tanpa sehelai benang. Anakku sudah sangat kehausan jika harus menunggu dia mengganti bajunya yang basah dulu!" perintah David dengan suara baritone yang tak terbantahkan. Dilara mengigit
Cahaya pagi yang hangat mulai menyelinap melalui celah-celah jendela. Perlahan, Dilara membuka matanya, berusaha bangun walaupun rasa kantuk masih menyelimuti kesadarannya. Cepat-cepat, dia duduk dan mengambil bayi mungil didalam kotak bayi lalu memeluknya erat. "Untung kamu belum nangis, Sayang," ucap Dilara lembut, sambil membuka kancing bajunya untuk menyusuinya. Ya, Dilara teringat dengan bisikan para pelayan di rumah ini, jika melakukan kesalahan. Tuan David tidak segan menghukum dan memasukkan ke dalam kandang singa. Sungguh Dilara masih ingin hidup dan membuktikan, kalau putri kandungnya masih hidup. Ceklek! Suara pintu terbuka, David pun masuk bersama beberapa suster yang mengikutinya dari belakang. "Setelah ini, aku akan mengecek dan menimbang berat badan anakku. Awas, kalau sampai berat badan bayi ku turun gara-gara semalam kau tidur nyenyak!" Dalam hati, Dilara bergidik ngeri mendengar ancaman David. Dia menyesali kejadian semalam yang membuatnya takut berh
Dilara di hias sangat cantik, dan para perias profesional itu benar benar melakukan tugas mereka dengan sangat baik. Sekarang wajah Dilara begitu mirip dengan wanita yang dipanggil Keira, bahkan lebih cantik Dilara dibandingkan dengan Keira, jika keduanya sama sama dirias. Tiba tiba terdengar suara bayi David yang menangis kencang, membuat Dilara yang sekarang ini sudah mengenakan gaun ketat sontak berdiri. Karena Dilara memang tidak terbiasa mengenakan pakaian ketat, hal itu hampir saja membuat tubuhnya itu terjatuh. "Kenapa kau tidak hati hati? Kau hampir saja jatuh!" Untung saja saat keseimbangan Dilara buruk, ada David yang berdiri di samping Dilara untuk menopang tubuhnya. Jadi wajah Dilara yang sudah terlihat sangat cantik, tidak mencium lantai. "Ma - maaf Tuan, saya hanya panik saat mendengar bayi Anda menangis. Saya ingin segera menyusuinya," sahut Dilara dengan wajah terbata. Dia berusaha menjauhkan tubuhnya dari cengkraman David. Namun, sadar David seperti seper
"Dilara ingat pesan ku tadi, kau harus berpura pura menjadi istriku." Ucapan David sontak membuat Dilara menoleh ke arah sumber suara. Bahkan jantungnya tiba tiba berdebar kencang, saat David menggenggam tangannya tiba-tiba. Ia merasa tangannya seperti terdengar aliran listrik. "Sekarang ini kita harus bersikap mesra layaknya sepasang suami istri." David mulai menarik pergelangan tangan Dilara untuk berjalan bersama. Dilara hanya bisa menjawab dengan anggukan, lidahnya kelu. "Jangan sampai melakukan kesalahan! Aku akan memberikan bonus banyak padamu," bisik David pada Dilara saat mereka sudah memasuki area tasyakuran. Pipi Dilara memerah, karena interaksinya sekarang ini dengan David. Sekarang ini baik Dilara maupun David sedang berada di balik tirai yang ada di balik panggung. "Tuan, bolehkah saya meminta bonus yang lain?" celetuk Dilara sembari menarik tangannya kembali, saat tangan David ingin menarik tangannya untuk keluar dari balik tirai. Ekspresi wajah Davi
Belum sampai Arman bisa mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir istrinya, tiba-tiba Yasinta sudah nerocos dan melanjutkan ucapannya. "Jangan bilang Mas Arman itu tertarik dengan istri mafia kejam itu! Bisa bisa nyawa Mas itu melayang, dan Anggita nantinya bisa tidak memiliki ayah." "Astaga Yasinta! Kenapa kamu menuduhku seperti itu? Hanya karena aku memandang istri dari Tuan David beberapa detik saja. Tolong jaga ucapanmu itu!" Arman langsung memalingkan pandangannya kearah lain. Bagaimana pun tuduhan yang baru saja diucapakan oleh istrinya itu tidak masuk akal. Dan pada hakekatnya, pria juga tidak suka dituduh tanpa alasan yang jelas. Bahkan Arman merasa jika perilaku Yasinta akhir -akhir ini sangat berubah setelah keduanya memiliki bayi. Sifat Yasinta yang dulunya penurut, baik dan juga kalem sekarang seakan akan berubah menjadi seratus delapan puluh derajat, sungguh semua sifat -sifat baik yang dimiliki oleh istri yang baru di nika
Terus apa yang kau mau?" tanya Etnan tanpa berbasa basi. "Haha, kukira kau itu akan merebut hape yang ada di tanganku ini, lalu kau akan menghapus paksa file yang ada didalam video ini!" Laras berbicara dengan nada sarkas dan juga memperlihatkan senyum yang penuh kemenangan. "Sudahlah Laras, tidak usah bertele -tele. Aku itu tahu, orang licik seperti mu tidak mungkin tidak mengcopy salinannya sebelum menunjukkan padaku. Bahkan aku tahu, bahwa menghilangnya Nyonya Keira juga pasti ada hubungannya denganmu!" Etnan membalas ucapan Laras juga tak kalah sarkas. "Haha, tuduhan mu tidak akan pernah bisa menggertakku. Karena kau tak punya bukti apa -apa. Aku ingin kau itu membantuku, untuk membuatku bisa mendapatkan Tuan David. Bahkan membuat Tuan David tidak punya pilihan lain selain menikahiku!" Laras nampak memberikan penawaran. Etnan tiba tiba memijit pelipisnya, ntah kenapa ia merasa tidak yakin akan bisa membantu Laras. Laras yang melihat ekspresi Etnan nampak ragu, lalu men