Share

Bab 4

"Tadi sudah aku jelaskan secara rinci. Bagaimana merawat bayi dengan benar."

"Oh iya, aku lupa ... bayi Tuan David habis mengalami dehidrasi, jadi kamu harus menyusuinya sesering mungkin!"

Dilara lantas mengangguk saat mendengar penjelasan dari dokter anak mengenai cara merawat bayi dengan baik.

Lebih dari satu jam, ia menerima pelatihan dan penjelasan dari mereka yang berada di ruangan bersamanya.

Meski demikian, Dilara takut kalau sampai dirinya itu melakukan kesalahan karena ia harus menyusui dan merawat seorang bayi yang notabene bukan anak kandungannya.

Bahkan, semua itu hanyalah sebuah pekerjaan….

"Saya mengerti! Saya akan melakukannya dengan sangat baik!" ujar Dilara pada akhirnya, sembari menyembunyikan wajah yang masih babak belur dan bengkak.

Ada rasa malu dengan penampilannya ini.

Namun, dia harus tetap tegar demi keberlangsungan hidupnya dan balas budi pada sang ayah.

Satu hal lagi … demi mencari tahu kebenaran perihal anak kandungnya.

Entah mengapa, Dilara merasa ada yang ganjal dengan pemandangan yang ia lihat beberapa waktu lalu.

Jika dia bekerja dengan baik, mungkin Tuan David yang tampaknya memiliki power ini, mau membantunya?

"Baik, kalau begitu. Kami semua permisi dulu!" ujar dokter anak itu untuk berpamitan, lalu diikuti oleh beberapa perawat.

Mereka meninggalkan Dilara sendirian dengan bayi di dalam kamar.

Ajaibnya, bayi itu seolah terbangun dari tidurnya.

Refleks Dilara pun menggendong dan memangku bayi itu lalu menyusuinya.

Seperti yang ia lakukan satu jam lalu sebelum mendapatkan ilmu dan penjelasan dari para tenaga medis.

Dengan cepat, bayi itu meminum asi miliknya dengan sangat rakus.

“Lucunya,” lirih Dilara tanpa sadar melihat bayi itu.

Hanya saja, tak lama Dilara pun meneteskan air mata–teringat dengan bayi yang ia kandung dan juga lahirkan….

Ceklek!

Pintu ruangan tiba-tiba dibuka oleh David dari arah luar.

Pria itu tampak terkejut.

Hanya saja melihat Dilara yang hanyut tidak menyadari kehadirannya–membuat David mencoba menenangkan diri.

Tanpa sadar, David memperhatikan bagaimana wanita itu fokus pada anaknya.

"Bayi pintar, menyusunya yang banyak biar cepat besar," ujar Dilara dengan suara lembut dan tulus sembari mengelus dahi bayi David.

Bahkan, naluri keibuannya mendadak muncul, hingga Dilara hendak mencium dahi bayi yang ada di pangkuannya.

Namun, tiba-tiba suara baritone David menghentikan aksi Dilara, "Stop! Jangan sembarangan cium bayiku! Tugasmu hanya merawat dan memberikan dia asi.”

Deg!

“Tuan David?” Dilara terkesiap saat menyadari keberadaan sang majikan. Bahkan, ia buru-buru memperbaiki pakaiannya dan meletakkan bayi itu ke dalam box bayi.

"Ba–baik, saya akan melakukannya dengan sangat baik!" ujarnya menundukkan wajah–menahan malu.

"Bayaranmu 20 juta per bulan dan sudah aku kirimkan ke rekening ayahmu. Nantinya, akan ada bonus jika kau merawat anakku dengan baik. Tapi ... Jika kau sampai membuat anakku sakit, aku jamin pasti akan memberikan hukuman padamu!” tegas David membuat Dilara meremang.

"Sekali lagi, mohon maafkan perlakuan saya yang lancang," ujar Dilara, lagi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, David pun pergi meninggalkan Dilara yang masih membungkukkan badan.

Ceklek!

Setelah mendengar suara pintu itu ditutup, Dilara baru mendongakkan wajahnya.

Sakit hati.

Itulah yang dia rasakan.

Tapi, Dilara berusaha menguatkan dirinya. “Setidaknya, tempat ini jauh lebih baik dibandingkan penjara."

Jangan sampai, dirinya stress dan membuat produksi asinya terganggu….

Ini adalah satu-satunya cara untuk dia bertahan dan juga mencari tahu kebenaran akan anaknya.

***

"Kakek, Ara ingin baju disney itu! Tapi harganya sangat mahal..."

Dilara kembali merasa sesak.

Mimpi ini lagi.

Ada seorang gadis kecil yang bernama Ara yang  berada di pusat pembelanjaan yang terlihat besar dan juga mewah.

Lalu, ada seorang Kakek yang akan tertawa meresponsnya. "Sayang, jangan pernah memikirkan harga. Kamu adalah cucu Kakek satu-satunya yang mewarisi seluruh harta kekayaan Kakek. Bahkan mall besar ini adalah milikmu. Semua yang kamu minta, pasti akan kamu dapatkan!" 

Gadis kecil yang bernama Ara terlihat merespon ucapan kakeknya dengan senyuman bahagia, lalu ia berlari ke arah toko baju disney itu untuk mencoba beberapa gaun.

Lalu pria tua itu nampak tersenyum melihat cucunya yang terlihat bahagia.

Hanya saja, itu tak berlangsung lama.

Seorang pria kekar berpakaian tuksedo hitam tampak terburu-buru. "Maaf, Tuan Ditya, ada telepon dari kantor polisi. Mereka mengatakan mobil yang ditumpangi anak dan menantu Anda masuk ke dalam jurang aliran sungai X." 

Kakek Ditya terkejut--tak mampu mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kita harus segera ke TKP. Pasti ini ulah keluarga Moyes," ujarnya pada sang pengawal--berusaha mengendalikan perasaan sedih, geram, dan marah yang kini berkecamuk dalam dirinya.

"Sayang, kita pilih bajunya besok saja ya," kata Ditya dengan lembut pada cucunya yang sedang asyik memilih baju di bagian Disney anak-anak. Ia menghampiri Ara, cucu tunggalnya, berusaha menyembunyikan perasaan sedih dan khawatir agar tidak membuat gadis kecil itu merasa cemas.

"Kakek, aku sudah punya pilihan! Aku ingin baju warna kuning Cinderella itu!" kata Ara sembari menunjuk ke arah sebuah baju.

Ditya menatap cucunya dengan perasaan sayang, berjanji dalam hati untuk melindungi Ara dari semua ancaman dan bahaya yang mungkin mengintai keluarganya. Meski perasaan cemas dan marah masih menghantui, Ditya bersumpah akan menyelesaikan masalah ini secepatnya.

“Okey, kita ambil yang ini. Habis ini, kamu ikut Kakek untuk menemui kedua orang tuamu,” ujar Ditya dengan senyum pahit.

"Kakek, bukanya Daddy dan Mommy baru berangkat pagi ini ke luar negeri? Kok mau ketemu lagi? Soalnya tadi pagi Daddy bilang sama Ara, kalau dia akan pulang lama sekali dari luar negeri," sahut Ara polos.

"Itu...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status