Hari ini tepat 2 bulan usia pernikahanku dengan Mas Rama. Sebuah kabar pun membawa kebahagiaan untuk kami, yaitu berita kehamilanku. Segera Mas Rama memberitahukan kepada ibunya yang sedang berkunjung di rumah anak perempuannya yang tinggal di kota.
Esok harinya, aku dan Mas Rama memang sudah dari tadi pagi membersihkan rumah sekaligus merapikan barang-barang, menyambut ibu yang pulang hari ini. Ibu mertuaku mengunjungi anak perempuannya yang merupakan adik dari suamiku mas Rama, bernama Vika dan Bagas. Dua bulan ini terasa cepat dan membuat aku sedikit merasa bahagia, walaupun dari awal aku sudah takut bahwa keluarga mas Rama menolak kehadiran ku. Tapi karena mereka tak bisa membantah mau nya mas Rama jadinya ya seperti ini. Esoknya, hampir menjelang sore hari, ibu mertuaku datang dengan menggunakan mobil sewaan. "Aduh!! Pulang dari kota capek-capek, berjam-jam di mobil, lihat rumah berantakan gini, bikin pusing!" ibu mertuaku langsung mengoceh begitu masuk ke ruang tamu. "Beda banget sama rumah Dea! Udah bersih, peralatannya canggih, punya pembantu lagi!" Dea adalah salah satu iparku, istri dari kakaknya Mas Rama. Kudengar dia orang kaya, setara dengan keluarganya Mas Rama. Meskipun begitu, aku tetap merasakan sakit hati mendengar ibu mertuaku membandingkanku dengannya. Padahal sedari tadi aku dan mas Rama membereskan dan membersihkan rumah ini. Bahkan tiap hari juga aku selalu beres-beres walau dilanda mual sebab kehamilan. Bagaimana rasanya setelah lelah-lelah melakukan sesuatu demi seseorang, tapi ternyata usaha itu tidak berguna bahkan tidak dianggap sama sekali. "Kamu ini, mentang-mentang dari desa, masa mau diam saja di rumah?! Kamu gak contoh Dea? Dia sebulan itu gajinya bisa 30 juta." "Bu, udah dong. Kan Hana juga lagi hamil, jadi gak bisa capek-capek. Lagian, Rama juga yang larang dia bekerja." Kupikir, ibu mertuaku akan sedikit melunak setelah tahu aku hamil cucunya, tetapi sama saja. Jangankan meloncat kegirangan dan mengucapkan selamat, menanyakan kabarku saja tidak. Dia hanya mengomentari segala hal yang kulakukan. "Halah! Emang dianya aja yang males." Ibu mertuaku mengibaskan tangannya lalu duduk di ruang tengah. Aku pun masuk ke dapur, berniat membuatkannya minuman dan camilan. Namun, tak berapa lama kemudian, aku malah mendengar suara ribut dari arah depan. Begitu mengintip, aku melihat beberapa ibu-ibu sudah berkumpul di sana. Mereka semua adalah teman-teman ibu mertuaku di kampung ini. Entah bagaimana caranya mereka bisa berkumpul begitu ibu mertuaku pulang. "Enak dong Bu Jihan habis jalan-jalan keliling kota." ucap seorang wanita yang besar kemungkinan adalah teman nongkrong ibu. "Enak aku nginap di rumah Dea, wih semua perabot rumah dan dapurnya udah kaya rumah artis gitu." ibu mertuaku, sambil menyebut Dea yang merupakan menantunya dari Bagas, adik Mas Rama. "Ia aku liat loh postingan Dea, rumah dan makan nya selalu terkesan mewah-mewah." "Dea gajinya 3 bulan bisa mencapai lima puluh juta!" sambung ibu mertua yang terdengar sayup-sayup di telinga. Aku sendiri memilih masuk ke kamar dan mengurung diri sejenak untuk mengumpulkan energi. Benar kata banyak orang, menikah dengan anak orang kaya itu tidak seperti menikah dengan anak orang susah, kalau orang kaya lebih banyak menginjak harga diri yang miskin, sedangkan menikah dengan anak orang yang terbiasa susah maka iya akan jauh lebih menghormati dan menghargai kehadiran kita. "Hana, kamu tuh ya, orang lagi ada tamu, mana minumannya?" ibu mertua berteriak dari ruang tengah. "Iya, sebentar Bu. Hana lagi buatkan." Bergegas aku membuatkan minuman. "Eh, eh, sini dulu!" ibu mertuaku tiba-tiba memanggil, membuatku mau tak mau menghampirinya. "Kenapa, bu?" "Bikin minuman ini ya, dan hidangkan untuk tamu di depan!" ibu mertuaku menunjukkan gambar di ponselnya, meresepkan minuman soda dengan ditambahkan topping di atasnya. Kalau dilihat dari gambarnya, minuman kemasan itu sama dengan minuman yang ibu bawa. Jadi, ibuku menyuruhku membuatkan minuman dengan itu? "Oh, iya kamu juga boleh minum ini baik untuk kandungan kamu, ini juga ada beberapa botol minuman yang saya belikan buat kamu." ibu mertuaku menunjuk kardus yang tadi aku angkat. "Itu vitamin biar kehamilan kamu tetap sehat!" ujarnya lagi yang membuat aku merasa lega, sempat berpikir ibu mertuaku tak tau dan tak peduli dengan kehamilanku. Tapi ternyata ibu mertuaku perhatian dengan kehamilanku. Ibu mertuaku kemudian kembali menyuruhku masuk ke dapur. "Dea tuh orang nya baik, suka ngasih duit padahal ibu ga minta sama sekali." ucap ibu mertua ku dengan mata menoleh ke arah ku. Semua mata tamu pun juga tertuju padaku, yang tengah menyuguhkan secangkir minuman soda. "Iya, Dea juga sering kan traktir kita kalau lagi arisan di sini." sambung salah satu tamu ibu. Mereka adalah tetangga ibu, yang rumahnya tak berjarak jauh dari sini. Dan sering mengumpul hanya untuk sekedar bergosip dan melakukan kegiatan mingguan yaitu arisan. Aku hanya menunduk lesuh dan menyimak, sambil menyeruput es minuman soda yang ku buat tadi. "Dia juga gesit, Bu, apa-apa saja semua dikerjain sendiri dan juga rumah sama dia tu bersih banget. Aku diajak keluar terus jalan-jalan sama dia seru banget!" sahut ibu mertuaku bercerita sambil menepuk-nepuk lantai. "Beruntung banget punya menantu seperti Dea, royal, wanita karir dan sayang sama mertua! Dia benar-benar tau tata cara sama orang tua, ga kayak bini Rama ini hari-hari diam di rumah ga pernah keluar, kayak orang sibuk aja padahal ga pernah beres-beres paling di kamar asik main hp doang."Aku hanya tersenyum mendengar ucapan yang menyudutkan itu, lalu masuk ke dalam rumah. Kulihat Mas Rama baru selesai mandi dan keluar kamar. Langsung saja kuajak dia berbicara di ruang makan. "Emang Dea tu orang nya seperti apa mas?" tanyaku yang penasaran dengan sosok Dea yang ibu puji barusan. "Orangnya biasa aja, ga cantik tapi dia modis dan fashionable." Ucap mas Rama. "Emang kaya banget ya, dia ya mas?". "Ibu bapak nya yang kaya, kalau Dea sih nggak kalau dulu. Emang kenapa sih dek nanyain Dea?" Mas Rama berbalik bertanya pada ku. "Ga mas, soal nya aku ga pernah ketemu dia, jadi nya penasaran aja gitu." timbalku. "Nanti juga ketemu dek, kan bentar lagi sepupu mas mau ngadain pesta pernikahan." Aku hanya mengangguk, karena tak ingin mas Rama tau alasan sebenarnya kenapa aku bertanya tentang Dea. Tak ada niat sedikit pun ingin tau tentang orang lain, tapi kadang ada beberapa hal yang membuat diri ini juga terpancing dalam dan ingin tau tentang seseorang. "Sesukses apa sih De
"Dek, kamu ga kenapa-kenapa kan?" Mas Rama sudah datang dan menghampiri tubuhku dengan khawatir."Sakit mas!" rintihku dengan tangan melingkar diperutku."Mas bersiap dulu ya dek!" mas Rama kini mulai sibuk berganti baju."Kenapa Ram? Pulang cepat ya?" suara ibu mertua menyapa mas Rama di dapur."Hana sakit perut Ma, dari semalam!" tutur mas Rama."Biasa itu, mama juga sering sakit perut" ucap ibu mertuaku."Tapi Hana lagi hamil Ma, emang biasa sakit perut gitu kalau hamil""Iya biasa itu, nanti juga sembuh sendiri" jawab ibu mertuaku yang kemudian berlalu pergi. Mas Rama menghampiri ku lagi yang sekarang masih duduk di kasur.Beberapa posisi aku coba agar mengurangi rasa sakit di perut seperti yang aku lakukan saat datang bulan."Dek, mas udah siap ayo kita periksa dulu kalau masih sakit!" Ajak mas Rama padaku.Beberapa kali aku menolak, karena mungkin benar kata ibu mertuaku tadi, sakit perut saat hamil mungkin hal biasa di alami oleh orang yang sedang hamil."Mas khawatir dek, mend
Malam ini, ku lihat tidak ada siapa-siapa dirumah, syukurlah setidaknya satu beban itu hilang. Belum lama kedatangan ku suamiku juga pulang."Dek ini makanan favorit kamu bakso, tadi mas mampir ke warung dan membeli ini untuk kamu." Aku hanya tersenyum, suamiku mengambil mangkok di dapur dan meminta ku untuk tetap makan dan berisitirahat di kamar saja. Salah satu kekuatan terbesar seorang wanita yang sudah menikah adalah suaminya tetap memuliakan istrinya dan menjadi rumah ternyaman untuk istrinya. Aku bersyukur punya suami yang selalu peduli pada hal kecil sekali pun tentang aku. Ku coba sedikit menguat kan hati agar bersabar, mungkin harus beradaptasi dengan sikap mertuaku dan terbiasa dengan ucap-ucapannya. Suami ku selalu sibuk bekerja tak ada waktu untuk aku bercerita sedikit tentang perasaan sedih ku. Sementara di ruang tengah, ibu mertua sibuk menelpon. "Vik itu istrinya Rama pelitnya ga ketolongan ada makanan, makan sendiri. Sampe mama masuk kamar nya itu banyak ba
"Padahal udah nyiapin baju banyak, kirain mau nginap seminggu." ucapku yang merasa sedikit sedih. "Ya gimana dek besok harus datang, pekerjaan mas penting demi kita." Aku hanya menarik nafas panjang, tak menjawab karena sedikit kesal dengan bos mas Rama, yang selalu meminta mas Rama kerja di luar jam kerjanya atau lembur. "Gapapa nak, lain kali nginap lagi, ibu juga ga jauh dari kamu," ucap ibuku menenangkan. "Tapi Bu, Hana cuma mau nginap sama ibu, Hana rindu sama ibu!" terangku membantah. "Han, ini kan udah ketemu, kalau sudah jadi istri kamu harus patuh sama suami kamu, lain kali nginap lagi." Aku sedikit kecewa dengan perkataan ibu yang meminta ku untuk pulang. Apa ibu mengusir ku atau terusik dengan kedatangan ku? Tapi yang jelas ibu hanya ingin hubungan aku dan suami ku tetap baik-baik. Dengan berat hati terpaksa harus kembali pulang ke rumah mertua ku. "Mas pergi lagi ya dek, nanti kalau pulang mas kabarin, soalnya mas jadi orang penting untuk proyek ini." "Ma
"Masak apa Bu?" tanyaku pada ibu mertua, yang sibuk memotong daging ayam. "Masak ayam, kamu bisa masak gak?" tatapannya meremehkan ku. "Bisa Bu!" aku tersenyum. "Tapi sepertinya orang kayak kamu ga bisa masak sih!" jawabnya memalingkan muka setelah menyunggingkan senyum sombong. Tak ingin berdebat atau merasa hebat, aku berlalu meninggalkan ibu mertua sendiri di dapur. Sebegitu garing nya candaan mertuaku, membuat aku sering merasa tersinggung setiap kali mencoba berbicara dengannya. Aku pergi keluar, ku dapati mas Rama baru pulang. "Dek, maaf ya kalau mas sibuk terus!" ucap mas Rama dengan tulus. "Iya mas ga masalah kok." ku balas dengan senyuman. "Kamu belakangan ini tampak kurus, kamu jarang makan ya?" mas Rama memperhatikan bentuk tubuhku sekilas. "Ga mas, aku makannya banyak kok" "Syukurlah, mas kira kamu diet." mas Rama tertawa lembut. "Mas Dea dulu nikah sama Bagas berapa lama agar punya rumah?" aku mengalihkan topik pembicaraan masih penasaran dengan Dea ipar suamik
Esoknya setelah sekian jam tidur, aku bangun terlebih dahulu mandi dan sholat malam. Lanjut bersih-bersih rumah, semua pekerjaan rumah aku lakukan sebelum mertuaku bangun. "Mas bangun ayo sholat! udah mau subuh." pintaku pada mas Rama. "Iya dek, Masya Allah istriku rajin banget." mas Rama menyunggingkan senyum dengan tangan mencubit hidung ku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman, saat sibuk menyapu ruang dapur ku dapati ibu mertua ku, yang tidak seperti biasanya bangun di waktu seperti ini. "Hana, sini nak keluar dulu!" suara ibu mertua memanggil ku, suaranya begitu lembut tidak seperti biasanya yang selalu berteriak padaku. "Kenapa Bu?" aku keluar kamar dan menghampiri ibu mertuaku yang sudah berada diruang tengah. "Nanti Vika pulang sama Dea! jadi kamu tolong masaknya dibanyakin, dan kepasar beli semua perlengkapan memasak di pasar!" ia menyodorkan kertas padaku. "Baik Bu, nanti Hana akan masak!" jawabku dengan tersenyum tulus berharap ibu juga membalasnya. "Oh i
Waktu berjalan teras cepat, menunjukkan bahwa hari sudah sore."Udah sampai aja, Mama dari tadi nungguin kalian loh!" Ucap ibu mertua."Ini makan dulu, pasti kalian lapar kan?!" ibu mertuaku dengan antusias menghidangkan makanan pada mereka."Ini ibu masakkan spesial buat kalian!" sambung ibu mertua ku.Aku yang dari tadi ingin keluar dari kamar namun sedikit ragu menemui mereka, karena aku takut dihujat dan dipermalukan didepan mereka."Dek, ayo keluar! ketemu sama Vika dan Bagas!" ajak mas Rama yang masuk ke kamar.Aku menurut dan mengiringi mas Rama."Ini kakak iparku ya?" Tanya Vika yang menyalamiku begitupun dengan Bagas, Dea, pun Zian."Ayo makan kak!" Ajak Dea padaku, ia begitu cantik membuat aku merasa minder, bagaimana tidak tampilan nya yang modis dengan rambut pirang dan aksesoris ala Korea model kekinian membuat aku terpukau dengan gayanya.Sedangkan Vika tak kala bergaya dari Dea, memakai bulu mata tanam dan alis yang sudah disulam membuat ia tak kalah begitu modis, berb
Ocehan ibu mertua dan anaknya membuat aku tertunduk lesuh, aku malu pada Dea jika ia percaya dengan semua ungkapan ibu mertua. Akan kah Dea juga ikut mengompori mertuaku agar terus menghinaku? Beberapa suap nasi terasa hambar bagiku, yang ku dapati hanya minyak di mangkok besar bekas wadah masakan ku tadi. Aku hanya menyuap nasi, menahan air mata agar tak berjatuhan karena ucapan mertuaku dan iparku. "Ma, besok jadikan kondangan dirumah Adit?" tanya Dea mengalihkan. "Jadi dong, Mama udah siapin baju couple buat kita! soalnya kamu tau sendiri kan calon Adit itu janda kaya. Jadi, Mama ga mau pakai baju biasa, ga mau ketinggalan jaman!" kemudian ibu mertuaku tertawa riang. "Kak aku pinjam heels mu ya! soalnya aku kelupaan buat bawa!" Vika menyambung obrolan. Sementara aku sedari tadi hanya menyimak, sambil menyuap nasi saja. "Tapi Mama tau kan model kekinian?" tanya Dea "Tau dong, Mama kan pesan sama orang yang mahir dalam menjahit!" ucap ibu mertuaku dengan bangga. "He