Share

Bab 9 Baju seragam

Author: Talia awan
last update Last Updated: 2024-06-29 02:56:55

Ocehan ibu mertua dan anaknya membuat aku tertunduk lesuh, aku malu pada Dea jika ia percaya dengan semua ungkapan ibu mertua. Akan kah Dea juga ikut mengompori mertuaku agar terus menghinaku?

Beberapa suap nasi terasa hambar bagiku, yang ku dapati hanya minyak di mangkok besar bekas wadah masakan ku tadi.

Aku hanya menyuap nasi, menahan air mata agar tak berjatuhan karena ucapan mertuaku dan iparku.

"Ma, besok jadikan kondangan dirumah Adit?" tanya Dea mengalihkan.

"Jadi dong, Mama udah siapin baju couple buat kita! soalnya kamu tau sendiri kan calon Adit itu janda kaya. Jadi, Mama ga mau pakai baju biasa, ga mau ketinggalan jaman!" kemudian ibu mertuaku tertawa riang.

"Kak aku pinjam heels mu ya! soalnya aku kelupaan buat bawa!" Vika menyambung obrolan.

Sementara aku sedari tadi hanya menyimak, sambil menyuap nasi saja.

"Tapi Mama tau kan model kekinian?" tanya Dea

"Tau dong, Mama kan pesan sama orang yang mahir dalam menjahit!" ucap ibu mertuaku dengan bangga.

"Helo, Kak aku mau pinjam heels!" Vika setengah berteriak pada Dea.

Dea hanya diam dan berlalu, setelah mengobrol dengan ibu mertuaku, ia sama sekali tak menggubris permintaan Vika.

Aku juga ikut berlalu, karena tak ingin membuang waktu duduk bersama mertua cerewet dan ipar sombong ini.

"Tuh kan Ma, Vika bilang juga apa, Dea tu pelit banget, giliran barang Vika aja seenaknya di pake. Giliran barang dia susah banget buat dipinjam." gerutu Vika pada ibu mertua.

"Dia emang sering begitu denganmu?" tanya ibu mertua.

"Sering banget Ma, kadang anaknya aja sering pinjam baju anakku tapi ga di kembalikan sama dia, padahal uangnya banyak!" ucap Vika dengan kesalnya.

"Sudah, nanti pakai heels Mama aja!" seru ibu mertua pada Vika.

"Heels ibu-ibu ga mau ah!" Vika menghentakkan kakinya kemudian berlalu pergi.

Obrolan mertua dan iparku tak sengaja aku dengar, karena volume bicara mereka keras dan tinggi.

***

Esoknya semua anggota keluarga sibuk bersiap pergi kondangan di hajatan rumah sepupu suamiku yang bernama Adit.

Aku memoles wajah dengan taburan bedak dan mengoleskan liptint di bibirku. Aku tak pandai dalam hal merias diri karena sebelum menikah aku memang terbilang orang yang jarang berdandan.

Mas Rama masuk dari pintu kamar membuat mataku tertuju padanya.

"Dek kok belum ganti baju?" tanya mas Rama menatapku.

"Aku sudah siap mas, Aku udah pakai baju kok!" jawabku menyengir.

"Baju yang sama kayak punya mas ini!" ia menunjukkan baju yang ia kenakan.

"Ini baju couple loh, semua keluarga juga pake!" terang mas Rama.

"Loh, yang aku ga ada mas." aku mengerenyitkan dahi, betul aku tak mendapat baju seragam dari mertuaku.

"Bentar ya mas tanya dulu!" mas Rama kemudian pergi keluar kamar.

Aku kembali sibuk merias diri, menyemprotkan parfum ke baju dan kembali menata ulang jilbab yang aku kenakan.

"Mama lupa Ram, kemarin tukang jahitnya bilang kehabisan bahan buat bikin satu baju lagi. Jadi kelupaan buat pesan bahan lagi!" suara mertuaku yang nada bicaranya tinggi membuat aku keluar kamar dengan penasaran.

"Mama kan tau Rama udah nikah, kenapa Dea diberi baju couple sedangkan Hana tidak? Hana itu menantu Mama juga jangan anggap ia orang asing di rumah ini!" nada bicara mas Rama tak kalah tinggi dari mertuaku.

Aku kembali masuk dan berpura-pura tak mendengar.

Tak selang berapa menit mas Rama juga ikut menyusulku.

"Dek, tadi Mama bilang ia lupa buat bikin baju satu lagi. Tukang jahitnya kehabisan bahan!" terang mas Rama lembut dengan ekspresi kusutnya.

"Gapapa kok mas, baju ini aja udah cukup kok." aku mendekatkan diri pada mas Rama mencoba menenangkan emosinya.

"Pas lebaran mas janji beliin baju baru buat kamu!" ucap mas Rama tersenyum padaku.

Mas Rama selalu saja berhasil menciptakan senyum di hatiku. Ia tak pernah gagal menjadi suamiku selalu berusaha memberikan kenyamanan padaku dan memikirkan tentang ku.

"Gara-gara kamu ya, anak saya jadi pembangkang dan ga nurut sama saya!" ibu mertuaku mengataiku saat di dapur.

"Rama itu orangnya penurut, apa jangan jangan kamu yang sengaja ngajarin Rama buat melawan orang tuanya?" bentak mertuaku meminta jawaban padaku.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan mertuaku. Tiba-tiba, Dea masuk dan membuat persoalan itu terhenti seketika.

"Ayo berangkat, udah pada siap di depan!" ajak Dea pada kami.

Ibu mertuaku menatap tajam padaku, dan berlalu pergi. Ingin rasanya aku mengurungkan niat untuk datang ke pesta tapi mas Rama kemudian menghampiriku dan meminta aku segera bersiap.

"Dek cepat, udah pada nungguin." ajak mas Rama padaku.

"Nanti semobil sama Vika ya!" terang mas Rama yang mengunci pintu rumah.

Aku hanya menurut, mengikuti arahan dari suamiku. Saat ingin masuk mobil mertuaku menghentikan ku ia meminta aku untuk duduk di kursi paling belakang.

Beberapa kali aku mengalami mabuk saat naik mobil, membuat mertua dan iparku menertawakan ku.

"Makanya nanti beli mobil, biar terbiasa!" ucap Vika.

"Kelihatan banget miskinnya, naik mobil aja pake acara mabuk segala!" sahut mertuaku.

"Kak, kalau masih mabuk sini coba duduk di depan!" pinta Dea yang menghentikan laju mobil.

Dea meminta Vika beralih ke kursi di dekat ibu mertuaku, sementara aku diminta duduk didekat Dea kursi bagian paling depan.

"Ga usah Dey, masih tahan kok!" jawabku yang hampir kehilangan kesadaran.

Semenjak penceraian orang tuaku aku memang sudah jarang mengendarai mobil, sekarang sudah tak terbiasa dengan aroma kendaraan roda empat ini.

***

Kedatangan kami di sambut hangat oleh kedua belah pihak dari pengantin.

Aku menyalami orang tua pengantin dan memberikan amplop yang berisi uang 200 ribu. Uang itu dari mas Rama khusus untuk diberikan kepada orang tua Adit, yang mengadakan pesta pernikahan.

"Ini istrimu ya Ram, cantik ya kamu hebat milih istri!" ucap Adit saat aku dan mas Rama bersalaman dengannya.

"Sesuai sama aku dong!" ucap mas Rama tertawa.

"Lebih cantik dari istri Bagas hehe!" sambung Adit lagi sambil menatapku.

"Kamu kalo bohong bisa aja!" ibu mertuaku menyahut perkataan Adit. sepertinya ia tak rela jika aku di puji dan di beri nilai tinggi melebihi Dea, menantu tersayangnya.

Related chapters

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 10 Foto keluarga

    Sesi pemotretan pun di mulai semua ahli keluarga berpartisipasi dalam pemotretan tersebut. "Ayo semuanya ngumpul, kita foto bareng!" seru mempelai wanita. "Tolong dong Kak, fotoin kita!" pinta Dea padaku. Segera aku meraih ponsel miliknya, mataku terpukau dengan alat canggih miliknya."Cepat fotoin, jangan halu punya hp kayak gitu!" ibu mertuaku setengah berbisik saat melewati ku dan kemudian dia ikut serta berbaris untuk berfoto-foto.Aku tertegun dengan ucapan mertuaku, mataku memerah menahan bulir tangis, beberapa kali aku mengusap mata ini agar tak satu orang pun tau jika aku sedang tidak baik baik saja."Sini kak gantian kak Han dulu yang foto!" Dea menghampiriku dan mengambil alih ponselnya.Saat sedang merapat dibarisan, ibu mertuaku malah menghentikan acara pengambilan gambar."Cukup ya, keluarga kita udah foto kami pamitan pulang ya!" ucapnya pada kedua mempelai."Dek, ayo foto kamu kan dari tadi sibuk motoin terus!" ajak mas Rama melambaikan tangannya."Mas!" ucapku denga

    Last Updated : 2024-06-30
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 11 Aku sakit Bu!

    Sampai dirumah kudapati rumah berantakan dan tumpukan piring kotor yang belum dibersihkan. Aku menelan salipah, ingin mengerjakan segalanya tapi mengingat kondisi tubuhku yang semakin melesuh membuat aku tak sanggup mengerjakan tugas rumah. Kepalaku di landa pusing, dan badanku terasa pegal-pegal. "Dek, sini mas check suhu tubuhmu!" mas Rama memegang termometer digital dan memasukkan alat tersebut ke mulutku. "45 derajat! panas sekali badanmu dek, sini kamu istirahat saja dulu! mas beli obat di apotik!" terang mas Rama sembari menyelimuti tubuhku. Mas Rama berlalu pergi keluar membelikan aku obat seperti biasanya, saat demam aku selalu tak ingin dibawa ke puskesmas atau ketempat praktek bidan, alasan cukup lucu karena aku sangat takut jarum suntik. Belum lama kepergian mas Rama keluarganya menyusul masuk rumah. "Nanti kita pajang di ruang tengah!" ucap Ibu mertuaku. Karena kepalaku merasa pusing yang sangat hebat membuat aku tak mampu berdiri untuk bergabung bersama mere

    Last Updated : 2024-07-02
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 12 Judi online

    Hari adalah hari dimana Bagas, istri dan anaknya kembali ke kota. "Ini Ma, uang buat beli kebutuhan dapur!" Dea memberikan uang merah dalam jumlah banyak. "Ga perlu Dey, ini untuk anak kamu beli susu, Mama masih ada uang." ibu mertua menolak dengan kaku. "Ambil aja Ma, nanti kalau aku dapat bonus, bakalan aku kirimin lagi deh." Dea kembali menyodorkan uang tadi. Ibu mertuaku tersenyum semeringai, bak putri yang dilamar pangeran. Saat berpamitan pulang Dea juga memberikan sejumlah uang kepada ku. "Ga usah Dey, makasi." aku menolak tak enak, padahal suamiku adalah anak yang paling tua seharusnya kami lah yang memberi mereka uang, terlebih lagi Dea dan Bagas juga memiliki anak. Berbeda dengan ku yang saat ini belum melahirkan anak. "Ambil aja kak, rezeki jangan di tolak!" Dea tersenyum manis memberikan lembaran uang merah. Aku mengangguk dan mengambil uang yang Dea berikan tak lupa kami berpelukan. "Semangat ya kak, semoga nanti diberi rezeki biar cepat mengasingkan diri."

    Last Updated : 2024-07-02
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 13 Kado

    Karena khawatir aku mengalihkan, permasalahan Vika dan Zian, aku berdalih keluar dan ingin memberikan uang pada Vika sesuai nominasi yang ia minta tadi."Vika!" aku berteriak memanggil Vika agar Zian dan ia berhenti bertengkar diruang tamu."Kak, Vika ada di kamar lagi istirahat." jawab Zian yang menunduk, seperti menutupi sesuatu, padahal aku sudah tau walau tak menyaksikan dengan mata langsung."Tolong kasi ini ke Vika ya, katanya tadi Vika mau uang 100 ribu." aku menyodorkan uang kertas bernominal 100 ribu itu pada Zian."Makasi kak, nanti aku berikan ke Vika." Zian menyunggingkan senyum ragu padaku.Tak ingin berlama aku pun kembali ke dapur,"Semoga Vika ga kenapa-kenapa kasian juga dengannya."batinku berbisik, Kemudian ku kerja kan semua tugas dapur, karena sudah tentu jika satupun yang kurang atau belum terselesaikan aku pasti bakal di cap menantu pemalas oleh ibu mertuaku."Dek, mas pulang," suami ku mas Rama mengagetkan ku, ia tiba-tiba saja memeluk ku dari belakang, membuat

    Last Updated : 2024-07-02
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 14

    Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat

    Last Updated : 2024-07-03
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 15 Emosi mas Rama

    Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia

    Last Updated : 2024-07-04
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 16

    Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg

    Last Updated : 2024-07-06
  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 17

    Bulan demi bulan aku lalui hingga perutku sedikit membuncit menampakkan bahwa Hana tengah hamil. "Aku sudah muak melihat tingkah lakumu, jangan mentang-mentang kamu hamil kamu selalu bermalas-malasan begini!" ucap ibu mertua yang mengedor pintu kamar Hana. Tanpa memperdulikan ibu mertuanya justru Hana sibuk memainkan ponselnya mencari cara agar secepatnya ia menghasilkan uang agar nanti ia bisa menghidupi anaknya tanpa harus bergantung pada suaminya. "Hana apa kamu tuli? Ibu memanggil mu dari tadi! cepat bangun dan datangi ibu! jangan pemalas seperti ini!" ucap mas Rama yang juga ikut mengguncang tubuh Hana yang sibuk bermain hp membelakanginya. "Kaki ku kram, ototku mengencang aku tak ingin bekerja berat, aku lagi hamil!" "Selalu saja hamil menjadi alasanmu, apa kamu tak tau jika ibuku juga pernah hamil!" mata mas Rama menajam bahkan tangannya bergerak begitu kuat menarik Hana. Semasa kehamilan Hana hingga sekarang ia sama sekali tak berisitirahat menunaikan tugas rumah. Dan ta

    Last Updated : 2024-07-09

Latest chapter

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 18

    "Mas kapan beli perlengkapan bayi? sekarang sudah mau mendekati hari perkiraan lahir!" ucapku pada mas Rama yang sibuk bermain ponsel. "Sabar, jangan terburu-buru! sekarang mas lagi tak punya uang!" Bagai petir di siang bolong ucapan mas Rama membuat badan bergetar hebat, bagaimana mungkin seorang mas Rama pekerja proyek yang digaji jutaan rupiah bahkan puluhan juta itu berkata tak punya uang. "Pakai uang tabungan dulu mas! kasian anak kita ntar lahir ga pakai baju!" "Mas bilang sabar ya sabar. Lagian bayi pun belum lahir nunggu saja kau tak bisa!" Betapa geram hati ini, mendengar perkataan mas Rama ia begitu berubah tak semestinya karena kehamilan ini juga atas permintaannya padaku. Jika tau begini mana mungkin aku mau mengandung benih darinya. "Mas punya kebutuhan yang lain dek, jadi sabar nanti mas sediakan keperluan anak kita!" "Sabar aja dulu lagian anak itu kan belum lahir!" ucap mas Rama lagi. Aku hanya mengusap dada, menahan sabar, selain menjaga mentalku aku j

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 17

    Bulan demi bulan aku lalui hingga perutku sedikit membuncit menampakkan bahwa Hana tengah hamil. "Aku sudah muak melihat tingkah lakumu, jangan mentang-mentang kamu hamil kamu selalu bermalas-malasan begini!" ucap ibu mertua yang mengedor pintu kamar Hana. Tanpa memperdulikan ibu mertuanya justru Hana sibuk memainkan ponselnya mencari cara agar secepatnya ia menghasilkan uang agar nanti ia bisa menghidupi anaknya tanpa harus bergantung pada suaminya. "Hana apa kamu tuli? Ibu memanggil mu dari tadi! cepat bangun dan datangi ibu! jangan pemalas seperti ini!" ucap mas Rama yang juga ikut mengguncang tubuh Hana yang sibuk bermain hp membelakanginya. "Kaki ku kram, ototku mengencang aku tak ingin bekerja berat, aku lagi hamil!" "Selalu saja hamil menjadi alasanmu, apa kamu tak tau jika ibuku juga pernah hamil!" mata mas Rama menajam bahkan tangannya bergerak begitu kuat menarik Hana. Semasa kehamilan Hana hingga sekarang ia sama sekali tak berisitirahat menunaikan tugas rumah. Dan ta

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 16

    Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 15 Emosi mas Rama

    Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 14

    Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 13 Kado

    Karena khawatir aku mengalihkan, permasalahan Vika dan Zian, aku berdalih keluar dan ingin memberikan uang pada Vika sesuai nominasi yang ia minta tadi."Vika!" aku berteriak memanggil Vika agar Zian dan ia berhenti bertengkar diruang tamu."Kak, Vika ada di kamar lagi istirahat." jawab Zian yang menunduk, seperti menutupi sesuatu, padahal aku sudah tau walau tak menyaksikan dengan mata langsung."Tolong kasi ini ke Vika ya, katanya tadi Vika mau uang 100 ribu." aku menyodorkan uang kertas bernominal 100 ribu itu pada Zian."Makasi kak, nanti aku berikan ke Vika." Zian menyunggingkan senyum ragu padaku.Tak ingin berlama aku pun kembali ke dapur,"Semoga Vika ga kenapa-kenapa kasian juga dengannya."batinku berbisik, Kemudian ku kerja kan semua tugas dapur, karena sudah tentu jika satupun yang kurang atau belum terselesaikan aku pasti bakal di cap menantu pemalas oleh ibu mertuaku."Dek, mas pulang," suami ku mas Rama mengagetkan ku, ia tiba-tiba saja memeluk ku dari belakang, membuat

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 12 Judi online

    Hari adalah hari dimana Bagas, istri dan anaknya kembali ke kota. "Ini Ma, uang buat beli kebutuhan dapur!" Dea memberikan uang merah dalam jumlah banyak. "Ga perlu Dey, ini untuk anak kamu beli susu, Mama masih ada uang." ibu mertua menolak dengan kaku. "Ambil aja Ma, nanti kalau aku dapat bonus, bakalan aku kirimin lagi deh." Dea kembali menyodorkan uang tadi. Ibu mertuaku tersenyum semeringai, bak putri yang dilamar pangeran. Saat berpamitan pulang Dea juga memberikan sejumlah uang kepada ku. "Ga usah Dey, makasi." aku menolak tak enak, padahal suamiku adalah anak yang paling tua seharusnya kami lah yang memberi mereka uang, terlebih lagi Dea dan Bagas juga memiliki anak. Berbeda dengan ku yang saat ini belum melahirkan anak. "Ambil aja kak, rezeki jangan di tolak!" Dea tersenyum manis memberikan lembaran uang merah. Aku mengangguk dan mengambil uang yang Dea berikan tak lupa kami berpelukan. "Semangat ya kak, semoga nanti diberi rezeki biar cepat mengasingkan diri."

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 11 Aku sakit Bu!

    Sampai dirumah kudapati rumah berantakan dan tumpukan piring kotor yang belum dibersihkan. Aku menelan salipah, ingin mengerjakan segalanya tapi mengingat kondisi tubuhku yang semakin melesuh membuat aku tak sanggup mengerjakan tugas rumah. Kepalaku di landa pusing, dan badanku terasa pegal-pegal. "Dek, sini mas check suhu tubuhmu!" mas Rama memegang termometer digital dan memasukkan alat tersebut ke mulutku. "45 derajat! panas sekali badanmu dek, sini kamu istirahat saja dulu! mas beli obat di apotik!" terang mas Rama sembari menyelimuti tubuhku. Mas Rama berlalu pergi keluar membelikan aku obat seperti biasanya, saat demam aku selalu tak ingin dibawa ke puskesmas atau ketempat praktek bidan, alasan cukup lucu karena aku sangat takut jarum suntik. Belum lama kepergian mas Rama keluarganya menyusul masuk rumah. "Nanti kita pajang di ruang tengah!" ucap Ibu mertuaku. Karena kepalaku merasa pusing yang sangat hebat membuat aku tak mampu berdiri untuk bergabung bersama mere

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 10 Foto keluarga

    Sesi pemotretan pun di mulai semua ahli keluarga berpartisipasi dalam pemotretan tersebut. "Ayo semuanya ngumpul, kita foto bareng!" seru mempelai wanita. "Tolong dong Kak, fotoin kita!" pinta Dea padaku. Segera aku meraih ponsel miliknya, mataku terpukau dengan alat canggih miliknya."Cepat fotoin, jangan halu punya hp kayak gitu!" ibu mertuaku setengah berbisik saat melewati ku dan kemudian dia ikut serta berbaris untuk berfoto-foto.Aku tertegun dengan ucapan mertuaku, mataku memerah menahan bulir tangis, beberapa kali aku mengusap mata ini agar tak satu orang pun tau jika aku sedang tidak baik baik saja."Sini kak gantian kak Han dulu yang foto!" Dea menghampiriku dan mengambil alih ponselnya.Saat sedang merapat dibarisan, ibu mertuaku malah menghentikan acara pengambilan gambar."Cukup ya, keluarga kita udah foto kami pamitan pulang ya!" ucapnya pada kedua mempelai."Dek, ayo foto kamu kan dari tadi sibuk motoin terus!" ajak mas Rama melambaikan tangannya."Mas!" ucapku denga

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status