Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat
Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia
Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg
Hari ini tepat 2 bulan usia pernikahanku dengan Mas Rama. Sebuah kabar pun membawa kebahagiaan untuk kami, yaitu berita kehamilanku. Segera Mas Rama memberitahukan kepada ibunya yang sedang berkunjung di rumah anak perempuannya yang tinggal di kota. Esok harinya, aku dan Mas Rama memang sudah dari tadi pagi membersihkan rumah sekaligus merapikan barang-barang, menyambut ibu yang pulang hari ini. Ibu mertuaku mengunjungi anak perempuannya yang merupakan adik dari suamiku mas Rama, bernama Vika dan Bagas. Dua bulan ini terasa cepat dan membuat aku sedikit merasa bahagia, walaupun dari awal aku sudah takut bahwa keluarga mas Rama menolak kehadiran ku. Tapi karena mereka tak bisa membantah mau nya mas Rama jadinya ya seperti ini. Esoknya, hampir menjelang sore hari, ibu mertuaku datang dengan menggunakan mobil sewaan. "Aduh!! Pulang dari kota capek-capek, berjam-jam di mobil, lihat rumah berantakan gini, bikin pusing!" ibu mertuaku langsung mengoceh begitu masuk ke ruang tamu. "Beda
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan yang menyudutkan itu, lalu masuk ke dalam rumah. Kulihat Mas Rama baru selesai mandi dan keluar kamar. Langsung saja kuajak dia berbicara di ruang makan. "Emang Dea tu orang nya seperti apa mas?" tanyaku yang penasaran dengan sosok Dea yang ibu puji barusan. "Orangnya biasa aja, ga cantik tapi dia modis dan fashionable." Ucap mas Rama. "Emang kaya banget ya, dia ya mas?". "Ibu bapak nya yang kaya, kalau Dea sih nggak kalau dulu. Emang kenapa sih dek nanyain Dea?" Mas Rama berbalik bertanya pada ku. "Ga mas, soal nya aku ga pernah ketemu dia, jadi nya penasaran aja gitu." timbalku. "Nanti juga ketemu dek, kan bentar lagi sepupu mas mau ngadain pesta pernikahan." Aku hanya mengangguk, karena tak ingin mas Rama tau alasan sebenarnya kenapa aku bertanya tentang Dea. Tak ada niat sedikit pun ingin tau tentang orang lain, tapi kadang ada beberapa hal yang membuat diri ini juga terpancing dalam dan ingin tau tentang seseorang. "Sesukses apa sih De
"Dek, kamu ga kenapa-kenapa kan?" Mas Rama sudah datang dan menghampiri tubuhku dengan khawatir."Sakit mas!" rintihku dengan tangan melingkar diperutku."Mas bersiap dulu ya dek!" mas Rama kini mulai sibuk berganti baju."Kenapa Ram? Pulang cepat ya?" suara ibu mertua menyapa mas Rama di dapur."Hana sakit perut Ma, dari semalam!" tutur mas Rama."Biasa itu, mama juga sering sakit perut" ucap ibu mertuaku."Tapi Hana lagi hamil Ma, emang biasa sakit perut gitu kalau hamil""Iya biasa itu, nanti juga sembuh sendiri" jawab ibu mertuaku yang kemudian berlalu pergi. Mas Rama menghampiri ku lagi yang sekarang masih duduk di kasur.Beberapa posisi aku coba agar mengurangi rasa sakit di perut seperti yang aku lakukan saat datang bulan."Dek, mas udah siap ayo kita periksa dulu kalau masih sakit!" Ajak mas Rama padaku.Beberapa kali aku menolak, karena mungkin benar kata ibu mertuaku tadi, sakit perut saat hamil mungkin hal biasa di alami oleh orang yang sedang hamil."Mas khawatir dek, mend
Malam ini, ku lihat tidak ada siapa-siapa dirumah, syukurlah setidaknya satu beban itu hilang. Belum lama kedatangan ku suamiku juga pulang."Dek ini makanan favorit kamu bakso, tadi mas mampir ke warung dan membeli ini untuk kamu." Aku hanya tersenyum, suamiku mengambil mangkok di dapur dan meminta ku untuk tetap makan dan berisitirahat di kamar saja. Salah satu kekuatan terbesar seorang wanita yang sudah menikah adalah suaminya tetap memuliakan istrinya dan menjadi rumah ternyaman untuk istrinya. Aku bersyukur punya suami yang selalu peduli pada hal kecil sekali pun tentang aku. Ku coba sedikit menguat kan hati agar bersabar, mungkin harus beradaptasi dengan sikap mertuaku dan terbiasa dengan ucap-ucapannya. Suami ku selalu sibuk bekerja tak ada waktu untuk aku bercerita sedikit tentang perasaan sedih ku. Sementara di ruang tengah, ibu mertua sibuk menelpon. "Vik itu istrinya Rama pelitnya ga ketolongan ada makanan, makan sendiri. Sampe mama masuk kamar nya itu banyak ba
"Padahal udah nyiapin baju banyak, kirain mau nginap seminggu." ucapku yang merasa sedikit sedih. "Ya gimana dek besok harus datang, pekerjaan mas penting demi kita." Aku hanya menarik nafas panjang, tak menjawab karena sedikit kesal dengan bos mas Rama, yang selalu meminta mas Rama kerja di luar jam kerjanya atau lembur. "Gapapa nak, lain kali nginap lagi, ibu juga ga jauh dari kamu," ucap ibuku menenangkan. "Tapi Bu, Hana cuma mau nginap sama ibu, Hana rindu sama ibu!" terangku membantah. "Han, ini kan udah ketemu, kalau sudah jadi istri kamu harus patuh sama suami kamu, lain kali nginap lagi." Aku sedikit kecewa dengan perkataan ibu yang meminta ku untuk pulang. Apa ibu mengusir ku atau terusik dengan kedatangan ku? Tapi yang jelas ibu hanya ingin hubungan aku dan suami ku tetap baik-baik. Dengan berat hati terpaksa harus kembali pulang ke rumah mertua ku. "Mas pergi lagi ya dek, nanti kalau pulang mas kabarin, soalnya mas jadi orang penting untuk proyek ini." "Ma