Malam ini, ku lihat tidak ada siapa-siapa dirumah, syukurlah setidaknya satu beban itu hilang.
Belum lama kedatangan ku suamiku juga pulang."Dek ini makanan favorit kamu bakso, tadi mas mampir ke warung dan membeli ini untuk kamu." Aku hanya tersenyum, suamiku mengambil mangkok di dapur dan meminta ku untuk tetap makan dan berisitirahat di kamar saja.
Salah satu kekuatan terbesar seorang wanita yang sudah menikah adalah suaminya tetap memuliakan istrinya dan menjadi rumah ternyaman untuk istrinya. Aku bersyukur punya suami yang selalu peduli pada hal kecil sekali pun tentang aku. Ku coba sedikit menguat kan hati agar bersabar, mungkin harus beradaptasi dengan sikap mertuaku dan terbiasa dengan ucap-ucapannya. Suami ku selalu sibuk bekerja tak ada waktu untuk aku bercerita sedikit tentang perasaan sedih ku. Sementara di ruang tengah, ibu mertua sibuk menelpon. "Vik itu istrinya Rama pelitnya ga ketolongan ada makanan, makan sendiri. Sampe mama masuk kamar nya itu banyak banget kotak makanan. Dasar boros bisanya morotin Rama." ucap ibu yang tak sengaja ku dengar. Kali ini aku memilih menguping pembicaraan ibu dan adik ipar ku melalui ponselnya. "Itu mbak Dea Bu juga boros, makan aja diluar terus ga pernah masak, tiap hari kerjaan nongkrong di cafe padahal udah punya anak." Sedikit lega mendengar ucapan Vika, "Masih mending istri Bagas, dari pada istri Rama, udah miskin, banyak gaya pemalas dan pelit." Rupanya mertuaku masuk ke kamar aku dan mas Rama tanpa seizin ku, padahal kotak makanan itu di belikan oleh mas Rama untuk ku agar aku bisa nyemil dan makan-makanan yang aku suka. "Ditambah lagi kamarnya berantakan banget baju-baju Rama ga dirapikan oleh istrinya, di tambah lagi ada skincare mahal di atas mejanya benar-benar istri tak tahu diri." Aku memilih untuk berhenti menguping, ku kencangkan volume hp untuk mendengarkan murotal quran. Bingung bagaimana cara mengekspresikan diri, apakah semua baik-baik saja jika ku adu kan pada mas Rama?Aku benar-benar merasa kecewa, dengan sikap ibu dan adik ipar ku, apakah semua perlakuan itu berlaku pada setiap ibu yang memiliki menantu atau adik yang memiliki ipar?
Aku tak ingin dicap penjahat hanya dengan menceritakan tentang ibu mertua ku dan ipar ku. Memilih berlalu dan melupakan semua itu tidak mudah, tapi demi mas Rama aku tetap bertahan selagi mas Rama tetap berada di depan ku.***
Esok paginya, ku bereskan semua pekerjaan rumah sebelum ibu mertua bangun, karena hari ini kesehatan ku merasa sudah membaik. Kemudian setelah menyelesaikan semuanya aku memilih masuk ke kamar. Bagi ku yang hanya menumpang di rumah mertua, kamar adalah tempat ternyaman ku setelah menikah. Ku lihat beberapa postingan dari teman yang sudah menikah, begitu nampak akrab dengan mertua nya membuat hati kecil ku merasa iri. Sedangkan diri ku dengan mertua ku jangan kan berfoto peluk-pelukan bercerita saja beliau tak pernah ada waktu untuk berbicara dengan ku. Ntah hal apa yang membuat mertua ku berlaku demikian. Tiba-tiba mas Rama pulang dan mengetuk pintu, "assalamualaikum dek!" ucapnya. "Waalaikumusalam mas, sebentar." tanganku yang sibuk membuka pengait pintu. "Tumben kamar di kunci dek?" Selidik mas Rama."Iseng aja mas, soalnya lagi seksi!" Sahut ku yang hanya memakai daster sepaha dengan tali kecil di bahu.
"Hari ini kita nginap di rumah ibu ya."
Sontak membuat aku bersemangat, "Iya mas aku mau nginap. Tumben ngajak nginap ke rumah ibu?" tanyaku dengan penasaran.
"Tak apa sekali- kali, takut kamu bosan di dalam kamar terus." mencubit hidung Hana dengan manja.
"Hehe iya mas, aku siap- siap dulu." bersemangat mengambil beberapa lembar baju di lemari. "Dek, kalau kamu bosan kamu boleh keluar, uang jajan kamu kan ada mas kasih, beli aja apa yang ingin kamu beli." ucap mas Rama. Aku hening sejenak berpikir betapa beruntungnya aku, memiliki suami sebaik mas Rama. Ada banyak di luar sana wanita yang tak dijadikan ratu oleh suaminya, bahkan dituntut banyak hal oleh suami dan mertuanya. "Kadang aku males mas keluar, takut jadi omongan orang!" aku menjawab alasan sebenarnya, lalu berlalu begitu saja. Setelah bersiap, Mas Rama segera mengeluarkan motor dan membawa kami ke rumah ibuku. Sampai di rumah ibu, suami ku tak banyak bercerita hanya menceritakan tentang keguguran ku yang disebabkan kecerobohan meminum minuman bersoda. Padahal suamiku tak tau siapa yang memberi minuman itu. Suami ku memilih keluar untuk bersilaturahmi dengan orang di desa ibu. Sedangkan aku memilih manja dengan ibu kandung ku. Ketika di rumah ibu aku benar- benar Merasa nyaman, walaupun rumah ibu kecil dan hanya memiliki satu kamar saja, kamar itu digunakan untuk sebagai tempat tidur sedangkan ibu memilih tidur di ruang tengah, dengan alasan memberikan pasilitas terbaik agar suami ku nyaman di rumah ibu. Bahkan ibu tak sungkan-sungkan memasak jamuan yang enak untuk suami ku. Walau jamuan itu hanya berupa ayam gongseng, suami ku dengan lahap memakan masakan ibu, ibu ku mendahulukan mas Rama dan aku untuk makan, namun karena aku ingin makan bersama ibu akhirnya mas Rama yang duluan makan. Ibu memiliki suami yang sekarang sudah beristri lagi, dan ibu juga memiliki dua anak kandung, pertama Dani kakak ku dan kedua Hana yaitu aku sendiri. Kakakku sudah beristri dan memilih tinggal bersama istri di desa istrinya. Sedangkan bapak ku menikah lagi dengan wanita kota, sejak aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Tak banyak yang ku ingat tentang perceraian ibu dan bapak waktu itu, namun saat itu ibu meminta cerai karena bapak ketahuan berselingkuh, dan bapak mentransfer sejumlah uang yang ibu tabung untuk membiayai sekolah kakak ku.Aku baru saja melepas rindu dengan ibuku, ketika mas Rama tiba-tiba berucap.
"Dek kita nginapnya satu malam saja ya, besok mas harus kerja lagi!" ujar mas Rama sambil menyodorkan layar ponsel yang tertera percakapan grup yang mana bos mas Rama meminta mas Rama untuk masuk besok.
"Padahal udah nyiapin baju banyak, kirain mau nginap seminggu." ucapku yang merasa sedikit sedih. "Ya gimana dek besok harus datang, pekerjaan mas penting demi kita." Aku hanya menarik nafas panjang, tak menjawab karena sedikit kesal dengan bos mas Rama, yang selalu meminta mas Rama kerja di luar jam kerjanya atau lembur. "Gapapa nak, lain kali nginap lagi, ibu juga ga jauh dari kamu," ucap ibuku menenangkan. "Tapi Bu, Hana cuma mau nginap sama ibu, Hana rindu sama ibu!" terangku membantah. "Han, ini kan udah ketemu, kalau sudah jadi istri kamu harus patuh sama suami kamu, lain kali nginap lagi." Aku sedikit kecewa dengan perkataan ibu yang meminta ku untuk pulang. Apa ibu mengusir ku atau terusik dengan kedatangan ku? Tapi yang jelas ibu hanya ingin hubungan aku dan suami ku tetap baik-baik. Dengan berat hati terpaksa harus kembali pulang ke rumah mertua ku. "Mas pergi lagi ya dek, nanti kalau pulang mas kabarin, soalnya mas jadi orang penting untuk proyek ini." "Ma
"Masak apa Bu?" tanyaku pada ibu mertua, yang sibuk memotong daging ayam. "Masak ayam, kamu bisa masak gak?" tatapannya meremehkan ku. "Bisa Bu!" aku tersenyum. "Tapi sepertinya orang kayak kamu ga bisa masak sih!" jawabnya memalingkan muka setelah menyunggingkan senyum sombong. Tak ingin berdebat atau merasa hebat, aku berlalu meninggalkan ibu mertua sendiri di dapur. Sebegitu garing nya candaan mertuaku, membuat aku sering merasa tersinggung setiap kali mencoba berbicara dengannya. Aku pergi keluar, ku dapati mas Rama baru pulang. "Dek, maaf ya kalau mas sibuk terus!" ucap mas Rama dengan tulus. "Iya mas ga masalah kok." ku balas dengan senyuman. "Kamu belakangan ini tampak kurus, kamu jarang makan ya?" mas Rama memperhatikan bentuk tubuhku sekilas. "Ga mas, aku makannya banyak kok" "Syukurlah, mas kira kamu diet." mas Rama tertawa lembut. "Mas Dea dulu nikah sama Bagas berapa lama agar punya rumah?" aku mengalihkan topik pembicaraan masih penasaran dengan Dea ipar suamik
Esoknya setelah sekian jam tidur, aku bangun terlebih dahulu mandi dan sholat malam. Lanjut bersih-bersih rumah, semua pekerjaan rumah aku lakukan sebelum mertuaku bangun. "Mas bangun ayo sholat! udah mau subuh." pintaku pada mas Rama. "Iya dek, Masya Allah istriku rajin banget." mas Rama menyunggingkan senyum dengan tangan mencubit hidung ku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman, saat sibuk menyapu ruang dapur ku dapati ibu mertua ku, yang tidak seperti biasanya bangun di waktu seperti ini. "Hana, sini nak keluar dulu!" suara ibu mertua memanggil ku, suaranya begitu lembut tidak seperti biasanya yang selalu berteriak padaku. "Kenapa Bu?" aku keluar kamar dan menghampiri ibu mertuaku yang sudah berada diruang tengah. "Nanti Vika pulang sama Dea! jadi kamu tolong masaknya dibanyakin, dan kepasar beli semua perlengkapan memasak di pasar!" ia menyodorkan kertas padaku. "Baik Bu, nanti Hana akan masak!" jawabku dengan tersenyum tulus berharap ibu juga membalasnya. "Oh i
Waktu berjalan teras cepat, menunjukkan bahwa hari sudah sore."Udah sampai aja, Mama dari tadi nungguin kalian loh!" Ucap ibu mertua."Ini makan dulu, pasti kalian lapar kan?!" ibu mertuaku dengan antusias menghidangkan makanan pada mereka."Ini ibu masakkan spesial buat kalian!" sambung ibu mertua ku.Aku yang dari tadi ingin keluar dari kamar namun sedikit ragu menemui mereka, karena aku takut dihujat dan dipermalukan didepan mereka."Dek, ayo keluar! ketemu sama Vika dan Bagas!" ajak mas Rama yang masuk ke kamar.Aku menurut dan mengiringi mas Rama."Ini kakak iparku ya?" Tanya Vika yang menyalamiku begitupun dengan Bagas, Dea, pun Zian."Ayo makan kak!" Ajak Dea padaku, ia begitu cantik membuat aku merasa minder, bagaimana tidak tampilan nya yang modis dengan rambut pirang dan aksesoris ala Korea model kekinian membuat aku terpukau dengan gayanya.Sedangkan Vika tak kala bergaya dari Dea, memakai bulu mata tanam dan alis yang sudah disulam membuat ia tak kalah begitu modis, berb
Ocehan ibu mertua dan anaknya membuat aku tertunduk lesuh, aku malu pada Dea jika ia percaya dengan semua ungkapan ibu mertua. Akan kah Dea juga ikut mengompori mertuaku agar terus menghinaku? Beberapa suap nasi terasa hambar bagiku, yang ku dapati hanya minyak di mangkok besar bekas wadah masakan ku tadi. Aku hanya menyuap nasi, menahan air mata agar tak berjatuhan karena ucapan mertuaku dan iparku. "Ma, besok jadikan kondangan dirumah Adit?" tanya Dea mengalihkan. "Jadi dong, Mama udah siapin baju couple buat kita! soalnya kamu tau sendiri kan calon Adit itu janda kaya. Jadi, Mama ga mau pakai baju biasa, ga mau ketinggalan jaman!" kemudian ibu mertuaku tertawa riang. "Kak aku pinjam heels mu ya! soalnya aku kelupaan buat bawa!" Vika menyambung obrolan. Sementara aku sedari tadi hanya menyimak, sambil menyuap nasi saja. "Tapi Mama tau kan model kekinian?" tanya Dea "Tau dong, Mama kan pesan sama orang yang mahir dalam menjahit!" ucap ibu mertuaku dengan bangga. "He
Sesi pemotretan pun di mulai semua ahli keluarga berpartisipasi dalam pemotretan tersebut. "Ayo semuanya ngumpul, kita foto bareng!" seru mempelai wanita. "Tolong dong Kak, fotoin kita!" pinta Dea padaku. Segera aku meraih ponsel miliknya, mataku terpukau dengan alat canggih miliknya."Cepat fotoin, jangan halu punya hp kayak gitu!" ibu mertuaku setengah berbisik saat melewati ku dan kemudian dia ikut serta berbaris untuk berfoto-foto.Aku tertegun dengan ucapan mertuaku, mataku memerah menahan bulir tangis, beberapa kali aku mengusap mata ini agar tak satu orang pun tau jika aku sedang tidak baik baik saja."Sini kak gantian kak Han dulu yang foto!" Dea menghampiriku dan mengambil alih ponselnya.Saat sedang merapat dibarisan, ibu mertuaku malah menghentikan acara pengambilan gambar."Cukup ya, keluarga kita udah foto kami pamitan pulang ya!" ucapnya pada kedua mempelai."Dek, ayo foto kamu kan dari tadi sibuk motoin terus!" ajak mas Rama melambaikan tangannya."Mas!" ucapku denga
Sampai dirumah kudapati rumah berantakan dan tumpukan piring kotor yang belum dibersihkan. Aku menelan salipah, ingin mengerjakan segalanya tapi mengingat kondisi tubuhku yang semakin melesuh membuat aku tak sanggup mengerjakan tugas rumah. Kepalaku di landa pusing, dan badanku terasa pegal-pegal. "Dek, sini mas check suhu tubuhmu!" mas Rama memegang termometer digital dan memasukkan alat tersebut ke mulutku. "45 derajat! panas sekali badanmu dek, sini kamu istirahat saja dulu! mas beli obat di apotik!" terang mas Rama sembari menyelimuti tubuhku. Mas Rama berlalu pergi keluar membelikan aku obat seperti biasanya, saat demam aku selalu tak ingin dibawa ke puskesmas atau ketempat praktek bidan, alasan cukup lucu karena aku sangat takut jarum suntik. Belum lama kepergian mas Rama keluarganya menyusul masuk rumah. "Nanti kita pajang di ruang tengah!" ucap Ibu mertuaku. Karena kepalaku merasa pusing yang sangat hebat membuat aku tak mampu berdiri untuk bergabung bersama mere
Hari adalah hari dimana Bagas, istri dan anaknya kembali ke kota. "Ini Ma, uang buat beli kebutuhan dapur!" Dea memberikan uang merah dalam jumlah banyak. "Ga perlu Dey, ini untuk anak kamu beli susu, Mama masih ada uang." ibu mertua menolak dengan kaku. "Ambil aja Ma, nanti kalau aku dapat bonus, bakalan aku kirimin lagi deh." Dea kembali menyodorkan uang tadi. Ibu mertuaku tersenyum semeringai, bak putri yang dilamar pangeran. Saat berpamitan pulang Dea juga memberikan sejumlah uang kepada ku. "Ga usah Dey, makasi." aku menolak tak enak, padahal suamiku adalah anak yang paling tua seharusnya kami lah yang memberi mereka uang, terlebih lagi Dea dan Bagas juga memiliki anak. Berbeda dengan ku yang saat ini belum melahirkan anak. "Ambil aja kak, rezeki jangan di tolak!" Dea tersenyum manis memberikan lembaran uang merah. Aku mengangguk dan mengambil uang yang Dea berikan tak lupa kami berpelukan. "Semangat ya kak, semoga nanti diberi rezeki biar cepat mengasingkan diri."