Pov Rina
Pagi ini pagi pagi sekali Mas Rama sudah berangkat kerja. Meski ada sedikit rasa heran di hati, tumben tumbennya dia berangkat cepat pagi ini, tapi aku malas untuk bertanya. Rasanya aku tak ingin lagi berhubungan dengannya dan tak peduli lagi dia mau apa. Tapi mungkin karena tak ada sarapan pagi yang biasa aku sediakan di meja makan seperti biasanya karena uangku sudah dia ambil semua, maka laki-laki itu berangkat kerja pagi pagi sekali, mungkin mau cari sarapan dulu sebelum berangkat ke kantor. Tak ingin lama lama memikirkan laki laki z4lim itu, usai Mas Rama pergi dengan menggunakan motornya, aku pun menutup pintu rumah dengan rapat. Pagi ini aku juga ingin cari sarapan yang enak. Sudah lama tak makan di luar karena uang belanja pas pasan, kali ini aku ingin memuaskan selera. Kasihan Aldi, dari tadi malam tak makan. Pasti sudah lapar sekali. Terbukti badannya begitu lemah saat aku gendong. Ya, kalau tak ada aral melintang, tak lama lagi aku akan mendapatkan gaji pertama sebagai seorang konten kreator F* Pro. Jadi sekarang aku bisa happy happy dulu sejenak dengan uang yang aku pinjam dari Nina. Buat apa juga aku masak kalau yang makan laki laki z4lim seperti Mas Aldi. Tak ada gunanya, karena jika dia tahu aku masih bisa masak padahal uangku sudah habis dia ambil semua, itu justru akan membuat laki laki itu semakin sewenang wenang dan merajalela memperlakukan aku. Aku menggendong Aldi dan mencari warung sarapan pagi yang rasanya enak meski harganya lebih mahal, sebab aku takut sial datang, sedang enak enak sarapan pagi, tiba tiba ibu mertua dan adik-adik iparku yang juga hobi sarapan pagi di luar tiba tiba datang dan tahu kalau aku punya uang untuk sarapan di luar. Bisa gawat dan uangku diambil paksa jika ketahuan. Karena itu aku pun gegas menuju warung Bu Aminah, yang terkenal enak masakannya tapi harganya sedikit lebih mahal ketimbang di warung Mbak Yuni karena takut ketahuan. "Bu Aminah lontong dua ya, Bu. Satu pedas, satu nggak pedas, buat Aldi. Jangan lupa pake telor ya, Bu," ucapku saat sampai di warung Bu Aminah yang seperti biasanya relatif lebih sepi dari pada warung milik Mbak Yuni. Tapi mungkin karena warung Mbak Yuni lebih murah harganya, walaupun tempatnya cenderung kotor dan kurang rapi, maka warung itu pun jadi primadona warga sini. "Iya Mbak Rina, silahkan duduk. Sebentar ya saya buatkan dulu," jawab Bu Aminah sembari tersenyum sumringah. Karena warungnya lebih sepi dari warung yang lain, maka pesananku pun cepat datang. Dua mangkok lontong sayur yang satu pedas, untukku dan satu lagi tidak pedas untuk Aldi. Aku pun cepat cepat makan karena jujur takut juga hal yang tak aku duga duga terjadi. Ya, takut ketahuan mertua makan di luar. Sebelum makan aku menyuapi Aldi lebih dulu supaya bocah itu kenyang dan tak rewel lagi, barulah setelah itu aku makan dengan tenang. Selesai makan, aku pun gegas meninggalkan warung Bu Aminah, rencana hendak ke minimarket depan gang untuk membeli beberapa makanan kemasan untuk Aldi sebagai persediaan kalau anakku lapar, akan tetapi langkahku terhenti tiba-tiba saat tak sengaja melihat penampakan Mas Rama yang sedang duduk santai di depan warung Mbak Yuni dengan ditemani wanita itu sedang bergurau dan bercengkrama dengan akrabnya. Tampak Mbak Yuni tertawa tawa lebar. Begitu pun Mas Rama yang juga tertawa gembira, seolah olah sedang membicarakan sesuatu hal yang sangat lucu. Tak peduli warung ramai, dua manusia itu terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Melihat hal itu aku pun bertanya-tanya sendiri dalam hati, tumben Mas Rama sarapan pagi di warung Mbak Yuni dan ngobrol dengan akrabnya dengan janda itu? Apalagi sore tadi dia juga tumben-tumben nya beli nasi bungkus di sana. Apa jangan-jangan .... ? Ah, segera aku tepis pikiran buruk yang sesaat tadi melintas. Teringat perkataan ibu mertua yang mengatakan kalau tak lama lagi Mas Rama akan segera menikah lagi. Apa jangan jangan yang dimaksud ibu mertua itu adalah Mbak Yuni? Wanita itulah yang akan menjadi istri muda suamiku? Kalau iya, apakah Mas Rama tak salah pilih mengingat di kampung ini santer kabar jika almarhum suami Mbak Yuni meninggal dunia karena kecapekan terlalu di forsir tenaganya untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidup istrinya? Apa Mas Rama benar-benar sudah siap bekerja lebih keras membanting tulang jika menjadi suami dari janda muda itu? Ah, tapi masa bodo! Kalau memang begitu, baguslah. Senj4ta makan tuan tak lama lagi akan menimpa hidup suamiku itu. Aku pun tertawa lebar sendiri dalam hati. Apa jangan jangan Mas Rama punya niat untuk memanfaatkan kekayaan Mbak Yuni dengan menjadikan wanita itu sebagai istri mudanya mengingat Mbak Yuni memang janda kaya sehingga ingin menjadikannya istri kedua ya? Kalau iya, apa Mas Rama tak salah duga? Mbak Yuni memang punya rumah besar, usaha besar, motor dan mobil mewah serta beberapa aset lain hasil kerja mantan suaminya yang sudah meninggal dunia itu. Tapi apa semua itu lantas akan diberikan pada suamiku jika dia menikahi janda itu? Sungguh mengherankan pemikiran Mas Rama. Dia ingin hidup enak dengan menikahi Mbak Yuni. Dikira semua wanita bo doh semua. Benar benar tak tahu diri suamiku itu! Ya, aku rasa Mbak Yuni bukan tipikal perempuan yang manut dan menurut saja pada suami jika diperlakukan dengan tak adil sepertiku. Wanita itu sangat penuntut, tak sama seperti aku. Dia tak akan mengalah hanya demi menghindari pertengkaran. Jadi jika Mas Rama menjadikannya istri kedua, dia harus bekerja dengan sangat keras untuk bisa menaklukkan wanita itu Dan tanpa perlu capek capek lagi melakukan pemb4lasan setimpal untuknya dan mertua, Mas Rama dan ibu mertua akan gigit jari sendiri jika nekad menikahkan Mas Rama dengan Mbak Yuni. Aku yakin itu. "Mbak Rina? Kok bengong? Cari Bapaknya Aldi ya? Itu saya lihat ada di warungnya Mbak Yuni dari tadi. Hmm ... ada apa ya, Mbak, kok tumben tumben Pak Rama nongkrong di warungnya janda muda itu? Nggak pergi pergi lagi! Apa ada urusan bisnis? Atau jangan jangan .. ?" Sedang aku diam diam mengawasi Mas Rama yang sedang duduk di warung Mbak Yuni dari kejauhan, tiba tiba Bu Ningsih, perempuan yang terkenal tukang gosip di kampung ini tiba tiba muncul di belakangku dan langsung menyampaikan pertanyaan yang membuatku keki. Mau dijawab aku sendiri tak tahu apa jawaban yang tepat. Mau nggak dijawab rasanya kok gimana gitu. Nanti dikira aku galau melihat Mas Rama sepertinya sedang pedekate dengan Mbak Yuni. Padahal sedikit pun aku tak galau. Aku justru nggak sabar lagi menunggu saatnya Mas Rama benar benar menikah dengan Mbak Yuni. Aku ingin tahu akan seperti apa rumah tangga mereka dan akan seperti apa hidup Mas Rama jika punya istri seperti janda muda itu. "Nggak tahu, Bu. Ibu tanya aja langsung sama suami saya. Saya mah masa bodo, Bu. Mau nongkrong di warungnya Mbak Yuni, mau nongkrong di warungnya Bu Aminah, semua mah terserah. Asal jangan Mas Rama yang makan, saya yang disuruh bayar!" sahutku asal. Mendengar jawabanku, Bu Ningsih tampak kesal dan mengerucutkan bibirnya. "Yee, Mbak Rina! Dibilangin kok ngeyel! Nanti suaminya terpikat janda muda baru deh nyesel. Sekarang dikasih tau pura-pura nggak peduli. Nanti ditinggalin baru tau rasa!" sungut Bu Ningsih lagi membuatku makin tak suka. Tak mau menanggapi ucapan Bu Ningsih, aku pun segera melipir pergi dari tempat itu. Tak ada gunanya melayani tukang gosip itu. Bisa bisa Mas Rama tahu aku sedang mengawasinya saat ini dan GR karena dikira aku takut kehilangan dirinya. Padahal tidak sama sekali! Ya, aku sama sekali tak takut kehilangan dia karena aku juga tak mau selamnya hidup menderita menjadi istrinya, apalagi jika benar nanti dia nikah lagi. Kalau sekarang aku masih bertahan di sisinya, itu karena aku menunggu waktu yang tepat untuk pergi dari hidup Mas Rama dan meraih bahagiaku sendiri tanpanya. Aku yakin suatu saat aku bisa sukses tanpa Mas Rama, dan itulah pemb4lasan terbaik dariku untuk laki laki toksik itu!Bab 6Pov Rina"Rina, Mas mau ngomong sesuatu sama kamu! Sini duduk!" ujar Mas Rama tiba-tiba saat aku sedang mencuci piring di rumah mertua.Sejak dompetnya kecolongan, laki-laki itu memang lebih sering datang ke rumah mertua ini. Apalagi kalau bukan nyari makan.Meski ibu mertua kulihat kerap kali memasang tampang tak enak karena hampir dua minggu ini Mas Rama selalu makan di rumah ini sehingga ibu mertua selalu mengeluh stok beras dan makanan cepat habis, tapi suamiku itu tidak peduli. Tetap saja makan hingga kadang ibunya diam-diam marah-marah di belakang nya.Ya, ibu mertua memang aneh. Duit bulanan dapat dari anak laki-lakinya, tapi giliran Mas Rama mau makan, muka ibu kusut seperti baju belum disetrika.Tapi masa bodo-lah. Suami zalim memang cocoknya dibegitukan. Biar tau rasa!Kalau aku sendiri dari dulu memang tak pernah ingin makan di rumah ini. Selain malas kena caci, aku juga tak nyaman dan ingin buru buru pulang tiap kali selesai beres-beres. Lebih baik menahan lapar dari
Bab 7Pov Rina"Heh, diajak ngomong sama mertua, bengong aja! Dasar nggak sopan! Ya udah sana, balik lagi ke belakang! Bereskan semuanya sampai selesai!" bentak ibu mertua memutus lamunanku."Iya Mbak, jangan lupa cucikan bajuku yang bersih! Pake tangan! Kalau pake mesin cuci suka nggak bersih soalnya!" imbuh Dewi pula, adik iparku, seakan-akan aku adalah pembantu yang dibayar mahal untuk melayani kebutuhannya."Bajuku juga jangan lupa disetrika, Mbak! Besok pagi mau aku pakai soalnya!" Vita ikut memerintah, seperti putri keraton pada hamba sahayanya.Tapi nggak papa! Aku yakin tak begitu lama lagi kalian pasti akan menangis untuk semua yang sudah kalian lakukan ini! Aku akan pergi dari hidup kalian, sehingga kalian akan merasakan sulitnya tak punya menantu dan kakak ipar sepertiku ...Aku pun segera pergi menuju dapur kembali untuk melakukan pekerjaan yang mereka perintahkan itu."Ram, beruntung banget hidup kamu kalau kamu jadi menikah dengan Yuni. Kamu bisa punya dua istri yang sal
Bab 8Pov Rina "Rina! Uang kamu 'kan sudah mas ambil semua kemarin! Kok sampai hari ini kamu masih bisa hidup dan makan, malah mas lihat berat badan Aldi sekarang naik, dan lebih sehat dari biasanya. Memangnya kamu ada uang untuk belanja?" tanya Mas Rama beberapa hari kemudian setelah aku mendapatkan gaji pertamaku sebagai seorang konten kreator FB Pro.Sedikit kaget dengan pertanyaan itu, aku menghela nafas sejenak sembari menghentikan gerakanku menyapu ruangan. Benak secepat kilat berusaha mencari jawaban yang paling tepat supaya Mas Rama tak curiga kalau saat aku ini aku punya uang lumayan banyak."Aku ... aku ditawari Nina makanan, Mas. Dia 'kan kerja di rumah makan, jadi sering ada makanan sisa dan diberikan padaku. Itu sebabnya aku dan Aldi masih bisa makan, Mas," jawabku berbohong. Tapi demi kebaikanku dan Aldi, tentu harus aku lakukan. Aku tak mau dia tau kalau aku punya uang hasil menjadi konten kreator FB."Kamu bilang kalau Mas nggak ngasih uang belanja gitu?" Mas Rama tib
Bab 9Pov RinaMalam ini adalah malam p3rtama Mas Rama dengan istri barunya setelah dia menikah lagi.Malam ini juga merupakan malam p3rtamaku tidur tanpa Mas Rama di sisiku. Sakit hatikah aku membayangkan Mas Rama tengah asyik mereguk madu malam p3rtama dengan Mbak Yuni? Tidak!Sekali lagi aku katakan aku telah mematikan segala rasa hingga saat ini yang tertinggal hanyalah benci dan d3ndam yang membumbung tinggi pada Mas Rama dan keluarganya.Tapi sekali lagi aku harus bersabar hingga k4rma itu datang menghampiri hidup Mas Rama sebagai buah dari apa yang telah dia tanam.[Rin, gimana? Bulan ini dapat berapa gaji dari apli-kasi?] tanya Nina di WhatsApp.[Alhamdulillah aku dapat seribu dollar, Nin. Gimana kalau besok aku traktir kamu makan di restoran? Mumpung aku ada duit ini.] balasku gembira.[Masya Allah ... makin sukses kamu, Rin. Boleh ... boleh kalau gitu. Sekalian aku mau shopping sama mau ke salon juga.. Udah lama nggak nyalon aku, Rin. Kamu mau ikutan nggak? Mumpung ada duit,
Bab 10POV Rama "Kenapa, Mas? Makanya makannya pelan pelan, jangan buru buru!" ucap Yuni sambil menyodorkan air minum yang segera aku tenggak sampai habis tak bersisa untuk melegakan tenggorokan yang serasa tercekik akibat pertanyaan Yuni barusan.Aku memaksakan senyum lalu menghembuskan nafas pelan."Makanya kamu juga jangan bahas masalah gaji di saat kita sedang malam pertama dong, Yun. Mending kamu siap siap karena sebentar lagi pesawat tem pur mau mendarat timbang ribut masalah gaji," ucapku pula setengah bercanda untuk mencairkan suasana.Akan tetapi wajah Yuni terlihat tak puas. Wanita itu mencebikkan bibirnya dengan ekspresi penasaran."Ya, tapi masalah ini juga penting, Mas. Pokoknya aku nggak mau gaji mas dikuasai sama Rina sendirian! Aku 'kan juga istri mas! Jadi aku juga berhak dong atas gaji mas!" ucap Yuni lagi membuatku tak mampu berkata apa apa. Dikiranya gajiku habis kuberikan pada Yuni, padahal tidak sama sekali.Perempuan itu hanya kuberi sepersembilan persen dari g
Bab 11Pov Rama"Ada apa ini ribut ribut?" tanya Mas Anton, kakak Yuni sembari menatap tajam ke arahku.Aku menelan ludah dengan perasaan keki. Melihat wajah yang tanpa senyum di depanku, mendadak nyaliku ciut."Eng ... enggak Mas ... nggak ada ....""Ini Mas, Mas Rama. Aku minta uang belanja nggak dikasih!"Belum sempat aku menjawab pertanyaan kakak iparku itu, Yuni keburu buka mulut, mengadu, membuatku membatin kesal di dalam hati.Si4lan memang Yuni, bukannya menutupi kekurangan suaminya, malah membongkar aib suaminya di depan kakak kandungnya sendiri seperti ini.Mas Anton kembali melirikku lalu membuka suaranya."Bener begitu, Ram? Boleh mas tau apa alasannya kamu nggak mau kasih uang belanja ke Yuni? Dia 'kan istri kamu! Kamu udah berjanji akan mempergaulinya dengan baik, memberi nafkah dengan baik. Lalu kenapa sekarang kamu ingkar? Padahal kalian baru tiga hari menikah? Bagaimana kalau sudah bertahun tahun?" Suara Mas Anton seolah mengintimidasiku.Aku menelan ludah mendengar p
Bab 12Pov Rama"Rin, kamu habis beli baju baru?" tanyaku sembari meneliti penampilan istriku itu.Rina tersenyum datar lalu menggelengkan kepalanya."Enggak Mas, ini dikasih Nina," jawab Rina dengan suara tenang.Entah bohong atau tidak dia, tapi aku tak punya alasan untuk mencecarnya. Masuk akal juga kalau baju itu pemberian Nina sebab mereka memang berteman dekat. Bisa aja Nina memberikan baju bekas miliknya yang masih terlihat baru itu pada istriku.Aku pun diam mendengar jawaban istriku itu.Selanjutnya aku kembali menoleh ke arah ibu tepat di saat beliau membuka kembali suaranya."Gimana, Ram? Kamu ditanya kok diam aja? Gimana rasanya punya istri orang kaya? Punya rumah makan sendiri? Nggak seperti istri kamu satunya lagi yang bisanya cuma minta uang sama suami. Kalau nggak dikasih nggak bisa makan. Huh! Perempuan seperti itu mah nggak ada istimewanya! Dibuang di pinggir jalan pun nggak bakalan ada yang mau mungut!" ucap ibu sembari melirik sinis ke arah Rina, menyindirnya.Kuli
Bab 13Pov Rama"Ayo, kita ke rumah Yuni sekarang! Ibu mau kasih pelajaran sama dia! Enak aja baru nikah udah mau jadi raja! Huh!" Ibu tampak sangat kesal pada Yuni dan gegas bangkit dari tempat duduk beliau lalu berjalan cepat menuju pintu mendahuluiku. Tangannya menyingsing lengan baju dengan kasar."Iya, bener, Bu! Vita ikut, Bu! Pengen kasih pelajaran juga ke Mbak Yuni!" timpal Vita pula sembari mengantongi ponselnya lalu mengambil sendal dan menyusul ibu.Begitu pula Dewi yang cepat cepat ikut bangkit menyusul ibu dan Vita.Melihat ketiga orang anggota keluargaku itu begitu semangat menemui Yuni demi memberi pelajaran pada istri keduaku itu, aku pun ikut bersemangat pula menyusul mereka hendak ikut memberi pelajaran juga pada Yuni.Ya, siapa tahu kalau didatangi dan dikero yok rame rame begini, Mas Anton dan Yuni akan mengalah. Jadi selesai sudah masalahnya. Tak perlu diperpanjang lagi, tak akan ada lagi drama berkelanjutan soal uang nafkah ini. Yuni setuju untuk tak minta nafkah
Bab 22POV Rina "Apa? Kamu nggak mau bantu Mas? Tapi kenapa, Rin? Nina itu sahabat kamu. Kalau kamu yang ngomong, pasti dikasih. Tapi kalau Mas? Apa mungkin dia mau ngasih?" Mas Rama mendesak. Laki-laki itu tampak kalut mendengar jawaban penolakan dariku.Namun, aku hanya bergeming. Kembali tersenyum samar mendengar perkataan bernada mengeluh dari laki-laki itu.Rasakan, Mas! Ini baru awal! Selanjutnya akan ada yang lebih mengejutkan dan menyakitkan lagi yang pasti akan kamu dan keluargamu terima! Buah dari apa yang kalian tanam padaku selama ini! Batinku.Ya, setiap orang pasti akan memetik apa yang dia tanam. Jika kebaikan yang ditanam maka kebaikan pula yang akan dipanen. Akan tetapi jika keburukan lah yang ditebar, pastinya keburukan juga yang akan dipetik nantinya. Seperti yang mereka lakukan padaku selama ini."Maaf, Mas. Tapi aku benar-benar nggak bisa bantu kamu. Aku sudah banyak pinjam ke Nina. Jadi nggak mungkin aku tambahi lagi." Aku beralasan."Lagian kamu punya istri seo
Bab 21POV Rina "Dasar menantu kurang ajar! Dibilangin mertua malah melawan!""Kalau kamu nggak punya tabungan ya wajar wong kamu nggak bisa ngelola uang pemberian suami dengan baik! Giliran sekarang Ibu susah, kamu juga susah!""Sudah! Kalau gitu kamu cari tempat utangan! Ibu nggak mau tahu! Pokoknya kamu harus tetap masak! Ibu mau makan!" sahut Ibu beruntun dengan mata melotot lebar.Aku menghembuskan napas mendengar perkataan Ibu mertua.Harus tetap masak? Pakai uangku sendiri? No! Aku tak sudi menggunakan uangku untuk mertua yang sama sekali tak pernah menghargaiku ini!"Bu .... Rina ... ada apa ribut-ribut?"Belum sempat aku menjawab perkataan ibu mertua, di depan pintu tampak sosok Mas Rama datang dengan wajah terlihat murung dan lelah.Namun, melihat putranya datang dengan wajah gelisah, ibu mertua justru tampak makin garang menatapku. Mungkin dianggapnya aku akan takut diadukan pada putranya itu."Ini si Rina, Ram! Disuruh belanja malah bilangnya nggak punya uang! Padahal sel
Bab 20POV Rina "Apa? Uang untuk beli sarapan pagi ini bukan dari Mas Rama? Terus dari siapa, Mbak? Jangan ngeles kamu! Kalau bukan dari Mas Rama terus dari siapa heh?" Memangnya Mbak bisa cari uang sendiri!" hardik Dewi dengan nada sinis dan meremehkan.Ingin rasanya aku menamparnya dengan bukti transfer dari pihak aplikasi ke rekening bank milik bapak yang kupegang, tapi aku tahan. Belum saatnya keluarga mertua mengetahui siapa aku sebenarnya saat ini.Aku pun diam saja. Masih ingin melihat kehancuran mereka lebih dulu sebelum aku jujur mengatakan semuanya dan mengambil tindakan serta keputusan kelak. Aku akan mengakhiri semua ini dengan elegan."Ditanya malah bengong! Dasar kakak ipar nggak ada gunanya! Suami sedang susah! Ibu mertua sedang sakit! Eh malah enak enakan sarapan pagi di rumah sendiri!""Cepat ke rumah Ibu sekarang juga, Mbak! Cucian piring dan baju udah numpuk! Makanan juga belum ada satu pun yang dimasak! Padahal Ibu butuh makan karena mau minum obat! Tapi Mbak ditu
Bab 19POV Rina "I-iya, Mas memang udah telat masuk kerja, tapi ... boleh ya sebentar saja Mas ikut sarapan pagi bersama kalian dulu? Nggak habis kan makanan sebanyak ini dimakan kalian berdua?" tanya Mas Rama dengan nada penuh harap saat melihatku dan Aldi tengah sarapan pagi di meja makan yang letaknya tepat berada di depan pintu kamar tidur.Aku menoleh lalu gegas menutup kembali tudung saji yang barusan kubuka.Sarapan pagi sama-sama? No! Setelah apa yang Mas Rama lakukan padaku dan anaknya sendiri lalu dia ingin ikut sarapan pagi bersama? Tidak! Aku nggak sudi! Masih jelas dalam ingatan saat laki-laki itu dengan begitu teganya merampas jatah bulanan yang tak seberapa yang dia berikan itu saat kemarin dia kecopetan di rumah makan.Tanpa memikirkan aku dan Aldi mau makan apa, dia dengan teganya berlalu begitu saja dari rumah ini. Lantas kenapa sekarang aku harus berbaik hati mengajaknya sarapan bersama meski Mas Rama terlihat begitu lemas dan kelaparan? Jujur ... aku tak sebaik it
Bab 18Pov RamaHari sudah hampir pukul delapan pagi saat aku terjaga dari tidur. Kepala terasa sakit akibat semalaman tak bisa tidur nyenyak. Sikap Rina yang tiba tiba berubah dan tak lagi patuh seperti dulu padaku membuatku resah dan gelisah hingga semalaman hanya bisa bolak balik kebingungan di atas ranjang. Mana sudah hampir dua minggu ini aku tak mendapat jatah malam baik dari Yuni maupun Rina, membuat pikiranku kacau balau.Ya, Yuni ternyata hanya mau uangku saja. Dan Rina? Entah kenapa sejak aku menikah lagi, istriku itu jadi berubah dingin dan acuh tak acuh seperti malam tadi.Ah iya, semalam dia juga mengatakan jika dia bertahan hanya karena ingin melihat bagaimana hidup dan nasibku setelah menikah lagi dengan Yuni.Dan ... jujur harus aku akui aku memang menderita sejak menikah lagi dengan wanita itu, wanita yang ternyata hanya menginginkan uang dan tenagaku saja. Tak mencintaiku sama sekali.Ya. Pantas saja, desas desus soal mantan suami Yuni yang meninggal dunia akibat kec
Bab 17Pov Rama"Akhirnya kamu pulang juga, Mas? Sudah satu minggu kamu nggak pulang! Kamu tahu nggak kalau aku butuh makan?" ucap Yuni dengan nada ketus saat akhirnya aku pulang ke rumahnya.Aku mencengkeram tangan kuat kuat mendengar perkataan Yuni itu lalu menatap istri keduaku itu dengan amarah yang saat ini hanya bisa kupendam di dalam hati saja. Tak mungkin berani mengeluarkannya meski rasanya ingin sekali.Ingatan kalau hal itu aku lakukan, bisa bisa nyawaku pindah ke alam lain karena Mas Anton tak akan rela adiknya dicela kai, membuatku terpaksa menjawab ucapan Yuni itu dengan amarah tertahan."Bukannya rumah makan buka terus, Yun? Terus apa salahnya kamu makan di rumah makan sendiri? Masa iya harus nunggu nafkah dari aku dulu baru bisa makan? Kamu kan tau mas capek habis pulang kerja, mana ibu juga sakit," jawabku dengan benak yang sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Yuni.Bisa bisanya punya rumah makan sendiri tapi masih mengeluh soal perutnya yang lapar. Benar b
Bab 16Pov Rama[Mas, kamu lupa jalan pulang? Kenapa kamu nggak pulang-pulang ke rumahku lagi? Sudah satu minggu ini, Mas! Kamu mau coba coba berbuat nggak adil?]Sedang aku mengganti perban yang membalut luka di lutut ibu akibat terjatuh ke aspal saat di serempet orang kemarin yang hingga kini masih jadi misteri bagi keluarga kami, sebab untuk lapor polisi aku juga tidak berani, pesan what-sapp dari Yuni masuk ke ponselku.Aku menghembuskan nafas pelan lalu mengetik balasan dengan hati gundah.[Kamu kan tau Ibu kecelakaan. Walau pun nggak parah, tapi kan butuh perawatan juga. Siapa lagi yang akan merawat ibu kalau bukan mas, karena Dewi dan Vita kuliah.] jawabku.Ya, untunglah luka ibu tidak parah. Hanya lecet dan gores di beberapa bagian tubuh saja dan sedikit terkilir di kaki, sehingga dokter tak sampai menyuruh untuk dirawat di rumah sakit melainkan boleh berobat jalan. Tapi kan tetap repot juga karena namanya juga merawat orang sakit, pasti ada saja perlunya.Masih untung boleh b
Bab 15Pov Rama"Rinl, kamu masak apa?" tanyaku saat akhirnya pulang ke rumah. Sudah tiga malam aku tidur di rumah Yuni, jujur rasanya berbeda dengan tidur di rumah sendiri.Sungguh cepat Yuni berubah memang. Tadinya fine fine aja, enjoy enjoy saja diajak ngobrol, tapi setelah jadi istri, bawaannya kok jadi berubah bawel!Tadinya tak pernah sekali pun dia menyinggung masalah gaji, eh setelah malam pertama mulai lah ribut masalah gaji. Menyebalkan memang Yuni. Ibarat musang berbulu domba. Tadinya kelihatannya jinak ternyata lama lama rewel juga."Masak apa? Aku nggak masak, Mas. Sejak mas ambil uangku kemarin, aku numpang makan di rumah Nina," jawab Rina sambil terus melipat pakaian yang kelihatannya habis dicuci.Aku mendengkus pelan mendengar jawaban istriku itu. Numpang makan tapi penampilan sekarang berubah glowing! Apa numpang skincare an di rumah Nina juga sehingga sekarang penampilan istriku itu berubah menjadi lebih cantik juga?"Aldi mana?" tanyaku tanpa berusaha membantah jaw
Bab 14Pov Rama"Kenapa diam aja? Ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi sehingga kalian ribut ribut di rumah adik saya?" tanya Mas Anton sekali lagi sembari mengedarkan pandangannya ke arah kami bertiga."Ini, Mas ... Ibunya Mas Rama minta supaya aku nggak minta nafkah lagi dari Mas Rama, Mas. Jadi aku bilang kalau nafkah itu adalah kewajiban Mas Rama sebagai seorang suami. Tapi Mas Rama dan ibunya nggak terima, tetap memaksa aku supaya nggak minta nafkah lagi, atau kalau enggak, aku harus rela dijatuhi talak dan terpaksa jadi janda lagi, Mas," ucap Yuni menjawab pertanyaan kakaknya itu.Mendengar jawaban adiknya itu, Mas Anton terlihat marah. Laki laki itu menyapu wajahku dan ibu bergantian dengan tatapan tajam."Benar itu, Bu? Rama? Kamu minta adik saya untuk nggak minta nafkah lagi dari kamu? Apa alasannya sehingga kamu berani meminta hal seperti itu pada Yuni, hah? Bukankah seorang suami memang sudah kewajibannya memberi nafkah pada istrinya? Apa kamu mau membuat aturan baru?