Bab 21POV Rina "Dasar menantu kurang ajar! Dibilangin mertua malah melawan!""Kalau kamu nggak punya tabungan ya wajar wong kamu nggak bisa ngelola uang pemberian suami dengan baik! Giliran sekarang Ibu susah, kamu juga susah!""Sudah! Kalau gitu kamu cari tempat utangan! Ibu nggak mau tahu! Pokoknya kamu harus tetap masak! Ibu mau makan!" sahut Ibu beruntun dengan mata melotot lebar.Aku menghembuskan napas mendengar perkataan Ibu mertua.Harus tetap masak? Pakai uangku sendiri? No! Aku tak sudi menggunakan uangku untuk mertua yang sama sekali tak pernah menghargaiku ini!"Bu .... Rina ... ada apa ribut-ribut?"Belum sempat aku menjawab perkataan ibu mertua, di depan pintu tampak sosok Mas Rama datang dengan wajah terlihat murung dan lelah.Namun, melihat putranya datang dengan wajah gelisah, ibu mertua justru tampak makin garang menatapku. Mungkin dianggapnya aku akan takut diadukan pada putranya itu."Ini si Rina, Ram! Disuruh belanja malah bilangnya nggak punya uang! Padahal sel
Bab 22POV Rina "Apa? Kamu nggak mau bantu Mas? Tapi kenapa, Rin? Nina itu sahabat kamu. Kalau kamu yang ngomong, pasti dikasih. Tapi kalau Mas? Apa mungkin dia mau ngasih?" Mas Rama mendesak. Laki-laki itu tampak kalut mendengar jawaban penolakan dariku.Namun, aku hanya bergeming. Kembali tersenyum samar mendengar perkataan bernada mengeluh dari laki-laki itu.Rasakan, Mas! Ini baru awal! Selanjutnya akan ada yang lebih mengejutkan dan menyakitkan lagi yang pasti akan kamu dan keluargamu terima! Buah dari apa yang kalian tanam padaku selama ini! Batinku.Ya, setiap orang pasti akan memetik apa yang dia tanam. Jika kebaikan yang ditanam maka kebaikan pula yang akan dipanen. Akan tetapi jika keburukan lah yang ditebar, pastinya keburukan juga yang akan dipetik nantinya. Seperti yang mereka lakukan padaku selama ini."Maaf, Mas. Tapi aku benar-benar nggak bisa bantu kamu. Aku sudah banyak pinjam ke Nina. Jadi nggak mungkin aku tambahi lagi." Aku beralasan."Lagian kamu punya istri seo
Bab 23POV Rama"Ram, gimana ini? Gimana ceritanya kok kamu bisa dipecat dari pekerjaan? Memangnya kamu salah apa, Ram?" Ibu berteriak panik sesaat setelah istriku Rina, pergi tanpa mampu kami cegah lagi kepergiannya.Aku menghembuskan napas berat lalu duduk di tepian ranjang dengan wajah ditekuk. Lelah."Pak Wahyu marah karena aku telat masuk kantor, Bu, sementara pagi ini ada meeting dengan klien. Gara-gara aku telat, klien itu membatalkan rencana kontrak kerjasama dengan perusahaan kami. Jadi ya, akhirnya Pak Wahyu suruh aku mengundurkan diri kalau nggak mau ganti rugi ke perusahaan, Bu.""Masalahnya aku uang dari mana mau bayar ganti rugi ke perusahaan, Bu? Jadi ya terpaksa akhirnya aku mengundurkan diri," sahutku dengan perasaan putus asa.Masalah bertubi-tubi yang menimpaku saat ini membuat batinku lelah dan tersiksa. Entah sampai kapan semua ini berakhir, sementara Rina yang kuharapkan dukungannya justru pergi menjauh seperti tadi. Arrgh ...!"Terus kita mau makan apa kalau kam
Bab 24POV Rina "Tunggu, Rin! Kamu mau ke mana?" tanya Mas Rama sembari mencekal lenganku yang hendak berlalu pergi dari hadapannya.Aku menyentak cekalan tangan itu lalu menatapnya dengan tatapan mata tajam."Aku mau ke pasar, Mas! Kamu kan udah nggak ngurus lagi aku mau makan apa! Aldi mau makan apa! Jadi biarkan aku tanggung jawab dengan diriku sendiri dan anak kita! Oke! Kamu silahkan urus istri mudamu dan keluargamu saja!" jawabku dengan nada ketus.Mas Rama terdiam. Namun, tak melepaskan cekalan tangan itu hingga tiba-tiba dari arah depan rumah terdengar suara yang cukup familiar di telinga ini. Suara Mbak Yuni, istri muda suamiku."Jadi begini kelakuan kamu ya, Mas! Ditunggu-tunggu nggak pulang pulang ternyata kamu enak-enakan di rumah istri tua kamu! Kamu udah nggak ingat aku lagi, Mas? Iya?" sambar Mbak Yuni yang tiba-tiba muncul dengan tatapan tajam terarah ke wajah Mas Rama yang sedang mencekal lenganku.Melihat kedatangan istri mudanya itu, seketika wajah Mas Rama tampak
"Ini buat belanja bulan ini! Dihemat hemat! Nyari uang susah!" ujarku pada Rina, istriku.Kuberikan tujuh lembar uang bermata merah yang diterimanya dengan wajah terlihat gundah.Tapi aku tak peduli. Meski gajiku lumayan banyak, delapan juta rupiah setiap bulan, tapi aku masih punya Ibu dan adik-adik yang harus aku biayai kebutuhan hidupnya setiap bulan. Sementara Rina baru punya anak satu. Itu pun Aldi baru usia dua tahun. Belum punya banyak kebutuhan. Tak seperti Vita dan Dewi, kedua adikku yang sudah kuliah semester satu dan semester tiga di sebuah perguruan tinggi swasta.SPP dan biaya kuliah mereka sangat besar. Tak mungkin aku abaikan. Pun Ibu yang seorang janda yang hanya mengandalkan gajiku semata untuk kebutuhan bulanan mereka, jadilah istriku hanya kebagian tujuh ratus ribu untuk biaya hidup kami satu bulan, sementara Ibu dan adikku kuberi lima juta, sisanya buat BBM aku ke kantor, makan siang dan ngopi di luar sesekali.Selama ini istriku itu sudah sering protes, katanya ke
"Rin, kamu masak apa? Mas lapar! Mau makan!" perintahku pada Rina saat aku pulang dari kantor.Nasib sial, entah karena dosa pada Rina atau kebetulan lagi apes saja, dompetku hilang dicopet orang di warung Ampera tempat aku makan siang tadi.Jadilah aku tak jadi makan siang dan terpaksa menahan lapar hingga pulang dari kantor sore ini.Padahal uang itu masih cukup banyak jumlahnya, masih dua juta lebih. Uang yang sedianya akan aku pakai untuk beli BBM ke kantor dan untuk makan siang. Tapi sekarang uang itu sudah hilang berikut dompet dan kartu identitas lainnya yang ada di dalamnya.Aku sudah melaporkan kehilangan itu ke kantor polisi tak lama setelah aku menyadari dompetku itu dicopet orang, akan tetapi polisi tak bisa langsung bergerak cepat mencari tahu siapa pelaku yang telah mencuri dompetku itu sebab pengunjung warung saat itu memang ramai, sementara CCTV tak ada. Tak cukup bukti untuk menangkap siapa pelakunya yang telah mencuri dompetku itu. Benar benar sial memang!"Aku masak
POV RinaAku memandang tubuh Mas Rama yang menghilang bersama motornya dengan perasaan sakit yang tak bisa aku lukiskan lagi.Rasanya kesabaranku sudah habis melihat sikap buruk yang setiap hari selalu dia berikan padaku. Sudah nerimo dengan nafkah sekedarnya yang diberikan olehnya, sekarang masih harus menerima kezaliman yang dia lakukan barusan.Hanya gara gara uangnya dicopet orang, nafkah yang dia berikan sebesar tujuh ratus ribu rupiah setiap bulan itu dia ambil kembali. Sungguh tak punya perasaan Mas Rama. Untung air dan listrik sudah aku bayar, kalau tidak aku tak tahu mau dibayar pakai apa.Padahal dia punya ibu yang pasti punya tabungan lebih di banding aku karena dia memberikan hampir delapan puluh persen gajinya untuk mertuaku itu. Tapi dia malah tega mengambil uangku padahal ada Aldi yang masih butuh makan. Kalau aku mungkin masih bisa makan dengan meminta sayuran di tetangga, tapi Aldi? Sungguh tega Mas Rama ...Gajinya delapan juta, tapi buatku hanya tujuh ratus ribu. It
Pov Rina"Ibu, ada apa Ibu ke sini?" tanyaku pada ibu mertua yang langsung pasang tampang galak saat aku sampai di depan teras bersama Aldi."Ada apa ke sini? Pake nanya lagi! Kamu ke mana ditunggu tunggu kok nggak datang datang?! Ditelpon nggak diangkat! Mau jadi menantu durhaka kamu?!""Sudah jam berapa ini kok belum ke rumah seperti biasanya! Piring sampai berserakan belum dicuci sama baju juga belum dicuci, tapi kamu malah keluyuran nggak jelas seperti sekarang!""Nyesel Ibu punya mantu seperti kamu! Cuma disuruh bantu bantu di rumah mertua saja malasnya minta ampun!" sembur ibu mertua beruntun saat aku tiba di hadapannya.Mendengar perkataan ibu mertua itu, aku mengelus dada yang terasa nyeri. Selain hanya diberi nafkah pas pasan, selama ini aku juga dijadikan ba-bu gratisan oleh mertuaku sendiri.Mulai dari mencuci baju, memasak, menyetrika, cuci piring, nyapu dan ngepel semuanya harus aku kerjakan sendirian. Pagi hari setelah Mas Rama berangkat kerja dan sore hari sebelum suami
Bab 24POV Rina "Tunggu, Rin! Kamu mau ke mana?" tanya Mas Rama sembari mencekal lenganku yang hendak berlalu pergi dari hadapannya.Aku menyentak cekalan tangan itu lalu menatapnya dengan tatapan mata tajam."Aku mau ke pasar, Mas! Kamu kan udah nggak ngurus lagi aku mau makan apa! Aldi mau makan apa! Jadi biarkan aku tanggung jawab dengan diriku sendiri dan anak kita! Oke! Kamu silahkan urus istri mudamu dan keluargamu saja!" jawabku dengan nada ketus.Mas Rama terdiam. Namun, tak melepaskan cekalan tangan itu hingga tiba-tiba dari arah depan rumah terdengar suara yang cukup familiar di telinga ini. Suara Mbak Yuni, istri muda suamiku."Jadi begini kelakuan kamu ya, Mas! Ditunggu-tunggu nggak pulang pulang ternyata kamu enak-enakan di rumah istri tua kamu! Kamu udah nggak ingat aku lagi, Mas? Iya?" sambar Mbak Yuni yang tiba-tiba muncul dengan tatapan tajam terarah ke wajah Mas Rama yang sedang mencekal lenganku.Melihat kedatangan istri mudanya itu, seketika wajah Mas Rama tampak
Bab 23POV Rama"Ram, gimana ini? Gimana ceritanya kok kamu bisa dipecat dari pekerjaan? Memangnya kamu salah apa, Ram?" Ibu berteriak panik sesaat setelah istriku Rina, pergi tanpa mampu kami cegah lagi kepergiannya.Aku menghembuskan napas berat lalu duduk di tepian ranjang dengan wajah ditekuk. Lelah."Pak Wahyu marah karena aku telat masuk kantor, Bu, sementara pagi ini ada meeting dengan klien. Gara-gara aku telat, klien itu membatalkan rencana kontrak kerjasama dengan perusahaan kami. Jadi ya, akhirnya Pak Wahyu suruh aku mengundurkan diri kalau nggak mau ganti rugi ke perusahaan, Bu.""Masalahnya aku uang dari mana mau bayar ganti rugi ke perusahaan, Bu? Jadi ya terpaksa akhirnya aku mengundurkan diri," sahutku dengan perasaan putus asa.Masalah bertubi-tubi yang menimpaku saat ini membuat batinku lelah dan tersiksa. Entah sampai kapan semua ini berakhir, sementara Rina yang kuharapkan dukungannya justru pergi menjauh seperti tadi. Arrgh ...!"Terus kita mau makan apa kalau kam
Bab 22POV Rina "Apa? Kamu nggak mau bantu Mas? Tapi kenapa, Rin? Nina itu sahabat kamu. Kalau kamu yang ngomong, pasti dikasih. Tapi kalau Mas? Apa mungkin dia mau ngasih?" Mas Rama mendesak. Laki-laki itu tampak kalut mendengar jawaban penolakan dariku.Namun, aku hanya bergeming. Kembali tersenyum samar mendengar perkataan bernada mengeluh dari laki-laki itu.Rasakan, Mas! Ini baru awal! Selanjutnya akan ada yang lebih mengejutkan dan menyakitkan lagi yang pasti akan kamu dan keluargamu terima! Buah dari apa yang kalian tanam padaku selama ini! Batinku.Ya, setiap orang pasti akan memetik apa yang dia tanam. Jika kebaikan yang ditanam maka kebaikan pula yang akan dipanen. Akan tetapi jika keburukan lah yang ditebar, pastinya keburukan juga yang akan dipetik nantinya. Seperti yang mereka lakukan padaku selama ini."Maaf, Mas. Tapi aku benar-benar nggak bisa bantu kamu. Aku sudah banyak pinjam ke Nina. Jadi nggak mungkin aku tambahi lagi." Aku beralasan."Lagian kamu punya istri seo
Bab 21POV Rina "Dasar menantu kurang ajar! Dibilangin mertua malah melawan!""Kalau kamu nggak punya tabungan ya wajar wong kamu nggak bisa ngelola uang pemberian suami dengan baik! Giliran sekarang Ibu susah, kamu juga susah!""Sudah! Kalau gitu kamu cari tempat utangan! Ibu nggak mau tahu! Pokoknya kamu harus tetap masak! Ibu mau makan!" sahut Ibu beruntun dengan mata melotot lebar.Aku menghembuskan napas mendengar perkataan Ibu mertua.Harus tetap masak? Pakai uangku sendiri? No! Aku tak sudi menggunakan uangku untuk mertua yang sama sekali tak pernah menghargaiku ini!"Bu .... Rina ... ada apa ribut-ribut?"Belum sempat aku menjawab perkataan ibu mertua, di depan pintu tampak sosok Mas Rama datang dengan wajah terlihat murung dan lelah.Namun, melihat putranya datang dengan wajah gelisah, ibu mertua justru tampak makin garang menatapku. Mungkin dianggapnya aku akan takut diadukan pada putranya itu."Ini si Rina, Ram! Disuruh belanja malah bilangnya nggak punya uang! Padahal sel
Bab 20POV Rina "Apa? Uang untuk beli sarapan pagi ini bukan dari Mas Rama? Terus dari siapa, Mbak? Jangan ngeles kamu! Kalau bukan dari Mas Rama terus dari siapa heh?" Memangnya Mbak bisa cari uang sendiri!" hardik Dewi dengan nada sinis dan meremehkan.Ingin rasanya aku menamparnya dengan bukti transfer dari pihak aplikasi ke rekening bank milik bapak yang kupegang, tapi aku tahan. Belum saatnya keluarga mertua mengetahui siapa aku sebenarnya saat ini.Aku pun diam saja. Masih ingin melihat kehancuran mereka lebih dulu sebelum aku jujur mengatakan semuanya dan mengambil tindakan serta keputusan kelak. Aku akan mengakhiri semua ini dengan elegan."Ditanya malah bengong! Dasar kakak ipar nggak ada gunanya! Suami sedang susah! Ibu mertua sedang sakit! Eh malah enak enakan sarapan pagi di rumah sendiri!""Cepat ke rumah Ibu sekarang juga, Mbak! Cucian piring dan baju udah numpuk! Makanan juga belum ada satu pun yang dimasak! Padahal Ibu butuh makan karena mau minum obat! Tapi Mbak ditu
Bab 19POV Rina "I-iya, Mas memang udah telat masuk kerja, tapi ... boleh ya sebentar saja Mas ikut sarapan pagi bersama kalian dulu? Nggak habis kan makanan sebanyak ini dimakan kalian berdua?" tanya Mas Rama dengan nada penuh harap saat melihatku dan Aldi tengah sarapan pagi di meja makan yang letaknya tepat berada di depan pintu kamar tidur.Aku menoleh lalu gegas menutup kembali tudung saji yang barusan kubuka.Sarapan pagi sama-sama? No! Setelah apa yang Mas Rama lakukan padaku dan anaknya sendiri lalu dia ingin ikut sarapan pagi bersama? Tidak! Aku nggak sudi! Masih jelas dalam ingatan saat laki-laki itu dengan begitu teganya merampas jatah bulanan yang tak seberapa yang dia berikan itu saat kemarin dia kecopetan di rumah makan.Tanpa memikirkan aku dan Aldi mau makan apa, dia dengan teganya berlalu begitu saja dari rumah ini. Lantas kenapa sekarang aku harus berbaik hati mengajaknya sarapan bersama meski Mas Rama terlihat begitu lemas dan kelaparan? Jujur ... aku tak sebaik it
Bab 18Pov RamaHari sudah hampir pukul delapan pagi saat aku terjaga dari tidur. Kepala terasa sakit akibat semalaman tak bisa tidur nyenyak. Sikap Rina yang tiba tiba berubah dan tak lagi patuh seperti dulu padaku membuatku resah dan gelisah hingga semalaman hanya bisa bolak balik kebingungan di atas ranjang. Mana sudah hampir dua minggu ini aku tak mendapat jatah malam baik dari Yuni maupun Rina, membuat pikiranku kacau balau.Ya, Yuni ternyata hanya mau uangku saja. Dan Rina? Entah kenapa sejak aku menikah lagi, istriku itu jadi berubah dingin dan acuh tak acuh seperti malam tadi.Ah iya, semalam dia juga mengatakan jika dia bertahan hanya karena ingin melihat bagaimana hidup dan nasibku setelah menikah lagi dengan Yuni.Dan ... jujur harus aku akui aku memang menderita sejak menikah lagi dengan wanita itu, wanita yang ternyata hanya menginginkan uang dan tenagaku saja. Tak mencintaiku sama sekali.Ya. Pantas saja, desas desus soal mantan suami Yuni yang meninggal dunia akibat kec
Bab 17Pov Rama"Akhirnya kamu pulang juga, Mas? Sudah satu minggu kamu nggak pulang! Kamu tahu nggak kalau aku butuh makan?" ucap Yuni dengan nada ketus saat akhirnya aku pulang ke rumahnya.Aku mencengkeram tangan kuat kuat mendengar perkataan Yuni itu lalu menatap istri keduaku itu dengan amarah yang saat ini hanya bisa kupendam di dalam hati saja. Tak mungkin berani mengeluarkannya meski rasanya ingin sekali.Ingatan kalau hal itu aku lakukan, bisa bisa nyawaku pindah ke alam lain karena Mas Anton tak akan rela adiknya dicela kai, membuatku terpaksa menjawab ucapan Yuni itu dengan amarah tertahan."Bukannya rumah makan buka terus, Yun? Terus apa salahnya kamu makan di rumah makan sendiri? Masa iya harus nunggu nafkah dari aku dulu baru bisa makan? Kamu kan tau mas capek habis pulang kerja, mana ibu juga sakit," jawabku dengan benak yang sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Yuni.Bisa bisanya punya rumah makan sendiri tapi masih mengeluh soal perutnya yang lapar. Benar b
Bab 16Pov Rama[Mas, kamu lupa jalan pulang? Kenapa kamu nggak pulang-pulang ke rumahku lagi? Sudah satu minggu ini, Mas! Kamu mau coba coba berbuat nggak adil?]Sedang aku mengganti perban yang membalut luka di lutut ibu akibat terjatuh ke aspal saat di serempet orang kemarin yang hingga kini masih jadi misteri bagi keluarga kami, sebab untuk lapor polisi aku juga tidak berani, pesan what-sapp dari Yuni masuk ke ponselku.Aku menghembuskan nafas pelan lalu mengetik balasan dengan hati gundah.[Kamu kan tau Ibu kecelakaan. Walau pun nggak parah, tapi kan butuh perawatan juga. Siapa lagi yang akan merawat ibu kalau bukan mas, karena Dewi dan Vita kuliah.] jawabku.Ya, untunglah luka ibu tidak parah. Hanya lecet dan gores di beberapa bagian tubuh saja dan sedikit terkilir di kaki, sehingga dokter tak sampai menyuruh untuk dirawat di rumah sakit melainkan boleh berobat jalan. Tapi kan tetap repot juga karena namanya juga merawat orang sakit, pasti ada saja perlunya.Masih untung boleh b