Bab 6
Pov Rina "Rina, Mas mau ngomong sesuatu sama kamu! Sini duduk!" ujar Mas Rama tiba-tiba saat aku sedang mencuci piring di rumah mertua. Sejak dompetnya kecolongan, laki-laki itu memang lebih sering datang ke rumah mertua ini. Apalagi kalau bukan nyari makan. Meski ibu mertua kulihat kerap kali memasang tampang tak enak karena hampir dua minggu ini Mas Rama selalu makan di rumah ini sehingga ibu mertua selalu mengeluh stok beras dan makanan cepat habis, tapi suamiku itu tidak peduli. Tetap saja makan hingga kadang ibunya diam-diam marah-marah di belakang nya. Ya, ibu mertua memang aneh. Duit bulanan dapat dari anak laki-lakinya, tapi giliran Mas Rama mau makan, muka ibu kusut seperti baju belum disetrika. Tapi masa bodo-lah. Suami zalim memang cocoknya dibegitukan. Biar tau rasa! Kalau aku sendiri dari dulu memang tak pernah ingin makan di rumah ini. Selain malas kena caci, aku juga tak nyaman dan ingin buru buru pulang tiap kali selesai beres-beres. Lebih baik menahan lapar dari pada dihina karena numpang makan meski aku lah yang sudah memasaknya. "Tunggu sebentar ya, Mas. Aku selesaikan dulu cuci piringnya," jawabku santai. Sejak aku tahu niat Mas Rama untuk menikah lagi, aku memang sudah mematikan segala rasa untuknya. Apalagi mengingat sikapnya yang sangat kelewatan, jujur rasa sayang itu sudah hilang digantikan rasa benci yang membumbung tinggi. Tapi aku memang belum ingin keluar dari hidup Mas Rama sekarang ini. Aku masih ingin melihat bagaimana ending hidup Mas Rama dan keluarga ini ke depannya setelah segala sikap zalim yang mereka lakukan padaku ini. Biarlah sampai sekarang aku hidup di bawah tekanan mereka, asal aku masih punya kesempatan untuk menyaksikan saat saat kehancuran mereka kelak, tekadku dalam hati. "Ya udah! Jangan lama-lama! Penting soalnya!" ujar Mas Rama pula dengan nada ketus, khas nada bicaranya terhadapku selama ini. Aku tak menyahut, hanya menganggukkan kepala, hingga beberapa saat kemudian, pekerjaanku pun beres dan aku gegas duduk di hadapan Mas Rama dan ibu mertua yang raut wajahnya terlihat serius. Di samping mereka, duduk pula di sofa, tampak Dewi dan Vita, dua adik iparku yang tengah santai sembari memainkan gadget. Melihat ekspresi mereka, sepertinya memang ada hal serius yang hendak mereka ibicarakan. Tapi apa ya? "Rina, Mas langsung saja! Mas ada rencana ingin menikah lagi! Izin atau tidak izin kamu, Mas nggak peduli. Tapi yang jelas, kalau nanti mas jadi nikah lagi, kamu nggak boleh mengganggu istri muda mas! Apa kamu bisa memahami itu?" ucap Mas Rama tanpa tedeng aling-aling dan rasa takut sedikit pun jika kata katanya akan melukai hati dan perasaan seorang istri. Namun, aku yang sudah mati rasa dari kemarin dan sudah mempersiapkan mental jauh-jauh hari untuk mendengar hal ini secara langsung dari mulut Mas Rama memang tak lagi kaget mendengarnya. Toh ibu mertua juga sudah menyampaikan niat putranya itu dari kemarin. Hanya saja yang membuatku penasaran, siapakah calon istri muda Mas Rama itu? Apa benar dia Mbak Yuni, janda muda yang akhir akhir ini dekat dengan suamiku itu? "Ya, Rina! Kamu jangan menghalangi niat Rama untuk memperbaiki kehidupannya! Rama berhak bahagia! Selama ini sudah capek punya istri seperti kamu yang bisanya cuma minta nafkah tiap bulan! Jadi sekarang biarkan Iwan bahagia dengan pilihannya! Toh kamu bukannya diceraikan, hanya dimadu saja! Tapi kalau kamu banyak tingkah, ya terpaksa Rama akan men-talak kamu!" imbuh ibu mertua pula, sama seperti anaknya, seolah tak punya hati saat berbicara. Aku pun diam sejenak lalu menganggukkan kepalaku. "Iya, nggak apa apa, Bu ... Mas ... saya terima dimadu. Tapi ada syaratnya, saya nggak mau tinggal satu rumah ya, Bu. Saya nggak mau dikumpulkan jadi satu dengan madu saya," jawabku memberi syarat. Bukan hanya dalam islam setahuku adab poligami adalah tidak menjadikan istri istrinya berada dalam satu rumah, tapi aku juga tak akan nyaman membuat konten apabila ada istri muda Mas Rama. Itulah yang membuatku mengajukan syarat itu karena khawatir Mas Rama akan membawa Mbak Yuni tinggal bersama kami meski kemungkinan itu sangat kecil. "Ya tentu saja Yuni nggak akan tinggal sama kamu! Rama yang kemungkinan besar akan tinggal di rumah Yuni yang besar dan mewah! Itulah gunanya punya istri kaya! Bisa diandalkan harta bendanya! Bukan kayak kamu yang cuma bawa badan sebatang masuk dalam hidup anak ibu!" "Coba kalau kamu kaya kayak Yuni, hidup Rama pasti bahagia! Nggak akan pusing kalau sewaktu waktu kena musibah! Kayak kemarin kecopetan! Coba kalau kamu kaya dan punya uang, suami kecopetan kamu bisa bantu! Bukan malah bikin suami tambah pusing!" jawab ibu mertua dengan suara tinggi. Mendengar perkataan mertua itu, aku menelan ludah. Hmm ... jadi benar Mbak Yuni adalah calon istri muda Mas Rama? Tak salah tebakanku. Mas Rama dan ibu mertua ingin hidup enak dengan menjadikan Mbak Yuni istri kedua. Tapi apa kenyataannya nanti akan seperti itu? Hmm ... aku juga ingin tahu .... ! "Oh, jadi Mas Rama akan menikah lagi dengan Mbak Yuni ya, Bu? Ya, nggak apa apa, Bu. Semuanya terserah Mas Rama saja. Alya manut saja," jawabku lirih. Bukan hanya Mas Rama, aku juga menunggu nunggu pernikahan ini terjadi. Penasaran ingin tahu soalnya, apakah pernikahan ini akan membawa kebahagiaan untuk Mas Rama dan keluarga mertua ini? Atau sebaliknya akan menjadi bumerang dan senjata makan tuan untuk keluarga ini? "Ya tentu saja kamu harus manut. Nikah lagi itu nggak perlu izin istri! Hak suami mutlak! Apalagi Rama tergolong mampu melakukan hal itu! Jadi nggak ada hak kamu untuk melarang!" "Kalau jadi, bulan depan selesai iddah nya Yuni, mereka akan segera menikah. Kamu nggak usah bikin ulah! Tetap jalani rumah tangga kalian seperti biasanya! Walaupun Rama nikah lagi, kewajiban kamu terhadap ibu masih sama! Kamu wajib bantu ibu beres beres rumah ini karena Yuni nggak mungkin bisa melakukannya!" "Dia itu orang kaya! Pengusaha rumah makan sukses! Apalagi katanya sebentar lagi mau buka cabang baru! Pasti sibuk! Nggak kayak kamu yang pengangguran dan nggak bisa apa apa! Bisanya cuma nungguin suami pulang kerja aja dan minta uang! Jadi kamu tetap harus ke rumah ini seperti biasanya untuk bantu ibu beres beres rumah! Paham!" ucap ibu mertua lagi dengan suara keras. Mendengar itu, lagi lagi aku menganggukkan kepala. Tentu saja aku masih akan ke sini, Bu. Aku ingin tahu apa yang terjadi setelah Mas Rama menikah lagi. Tak apa apa untuk sementara aku dianggap hina dan bo doh menjadi ba bu gratis yang tidak dibayar, juga mendapatkan jatah nafkah yang sangat tidak adil dari suami. Tapi nanti kalau kar ma itu sudah datang menimpa hidup kalian, barulah aku akan pergi dari hidup kalian dan menunjukkan siapa aku sebenarnya, bahwa aku tidaklah sebodoh dan selemah yang kalian kira. Aku bukan Rina yang bisa kalian pandang remeh dan enteng seperti yang kalian kira selama ini! Tekadku dalam hati.Bab 7Pov Rina"Heh, diajak ngomong sama mertua, bengong aja! Dasar nggak sopan! Ya udah sana, balik lagi ke belakang! Bereskan semuanya sampai selesai!" bentak ibu mertua memutus lamunanku."Iya Mbak, jangan lupa cucikan bajuku yang bersih! Pake tangan! Kalau pake mesin cuci suka nggak bersih soalnya!" imbuh Dewi pula, adik iparku, seakan-akan aku adalah pembantu yang dibayar mahal untuk melayani kebutuhannya."Bajuku juga jangan lupa disetrika, Mbak! Besok pagi mau aku pakai soalnya!" Vita ikut memerintah, seperti putri keraton pada hamba sahayanya.Tapi nggak papa! Aku yakin tak begitu lama lagi kalian pasti akan menangis untuk semua yang sudah kalian lakukan ini! Aku akan pergi dari hidup kalian, sehingga kalian akan merasakan sulitnya tak punya menantu dan kakak ipar sepertiku ...Aku pun segera pergi menuju dapur kembali untuk melakukan pekerjaan yang mereka perintahkan itu."Ram, beruntung banget hidup kamu kalau kamu jadi menikah dengan Yuni. Kamu bisa punya dua istri yang sal
Bab 8Pov Rina "Rina! Uang kamu 'kan sudah mas ambil semua kemarin! Kok sampai hari ini kamu masih bisa hidup dan makan, malah mas lihat berat badan Aldi sekarang naik, dan lebih sehat dari biasanya. Memangnya kamu ada uang untuk belanja?" tanya Mas Rama beberapa hari kemudian setelah aku mendapatkan gaji pertamaku sebagai seorang konten kreator FB Pro.Sedikit kaget dengan pertanyaan itu, aku menghela nafas sejenak sembari menghentikan gerakanku menyapu ruangan. Benak secepat kilat berusaha mencari jawaban yang paling tepat supaya Mas Rama tak curiga kalau saat aku ini aku punya uang lumayan banyak."Aku ... aku ditawari Nina makanan, Mas. Dia 'kan kerja di rumah makan, jadi sering ada makanan sisa dan diberikan padaku. Itu sebabnya aku dan Aldi masih bisa makan, Mas," jawabku berbohong. Tapi demi kebaikanku dan Aldi, tentu harus aku lakukan. Aku tak mau dia tau kalau aku punya uang hasil menjadi konten kreator FB."Kamu bilang kalau Mas nggak ngasih uang belanja gitu?" Mas Rama tib
Bab 9Pov RinaMalam ini adalah malam p3rtama Mas Rama dengan istri barunya setelah dia menikah lagi.Malam ini juga merupakan malam p3rtamaku tidur tanpa Mas Rama di sisiku. Sakit hatikah aku membayangkan Mas Rama tengah asyik mereguk madu malam p3rtama dengan Mbak Yuni? Tidak!Sekali lagi aku katakan aku telah mematikan segala rasa hingga saat ini yang tertinggal hanyalah benci dan d3ndam yang membumbung tinggi pada Mas Rama dan keluarganya.Tapi sekali lagi aku harus bersabar hingga k4rma itu datang menghampiri hidup Mas Rama sebagai buah dari apa yang telah dia tanam.[Rin, gimana? Bulan ini dapat berapa gaji dari apli-kasi?] tanya Nina di WhatsApp.[Alhamdulillah aku dapat seribu dollar, Nin. Gimana kalau besok aku traktir kamu makan di restoran? Mumpung aku ada duit ini.] balasku gembira.[Masya Allah ... makin sukses kamu, Rin. Boleh ... boleh kalau gitu. Sekalian aku mau shopping sama mau ke salon juga.. Udah lama nggak nyalon aku, Rin. Kamu mau ikutan nggak? Mumpung ada duit,
Bab 10POV Rama "Kenapa, Mas? Makanya makannya pelan pelan, jangan buru buru!" ucap Yuni sambil menyodorkan air minum yang segera aku tenggak sampai habis tak bersisa untuk melegakan tenggorokan yang serasa tercekik akibat pertanyaan Yuni barusan.Aku memaksakan senyum lalu menghembuskan nafas pelan."Makanya kamu juga jangan bahas masalah gaji di saat kita sedang malam pertama dong, Yun. Mending kamu siap siap karena sebentar lagi pesawat tem pur mau mendarat timbang ribut masalah gaji," ucapku pula setengah bercanda untuk mencairkan suasana.Akan tetapi wajah Yuni terlihat tak puas. Wanita itu mencebikkan bibirnya dengan ekspresi penasaran."Ya, tapi masalah ini juga penting, Mas. Pokoknya aku nggak mau gaji mas dikuasai sama Rina sendirian! Aku 'kan juga istri mas! Jadi aku juga berhak dong atas gaji mas!" ucap Yuni lagi membuatku tak mampu berkata apa apa. Dikiranya gajiku habis kuberikan pada Yuni, padahal tidak sama sekali.Perempuan itu hanya kuberi sepersembilan persen dari g
Bab 11Pov Rama"Ada apa ini ribut ribut?" tanya Mas Anton, kakak Yuni sembari menatap tajam ke arahku.Aku menelan ludah dengan perasaan keki. Melihat wajah yang tanpa senyum di depanku, mendadak nyaliku ciut."Eng ... enggak Mas ... nggak ada ....""Ini Mas, Mas Rama. Aku minta uang belanja nggak dikasih!"Belum sempat aku menjawab pertanyaan kakak iparku itu, Yuni keburu buka mulut, mengadu, membuatku membatin kesal di dalam hati.Si4lan memang Yuni, bukannya menutupi kekurangan suaminya, malah membongkar aib suaminya di depan kakak kandungnya sendiri seperti ini.Mas Anton kembali melirikku lalu membuka suaranya."Bener begitu, Ram? Boleh mas tau apa alasannya kamu nggak mau kasih uang belanja ke Yuni? Dia 'kan istri kamu! Kamu udah berjanji akan mempergaulinya dengan baik, memberi nafkah dengan baik. Lalu kenapa sekarang kamu ingkar? Padahal kalian baru tiga hari menikah? Bagaimana kalau sudah bertahun tahun?" Suara Mas Anton seolah mengintimidasiku.Aku menelan ludah mendengar p
Bab 12Pov Rama"Rin, kamu habis beli baju baru?" tanyaku sembari meneliti penampilan istriku itu.Rina tersenyum datar lalu menggelengkan kepalanya."Enggak Mas, ini dikasih Nina," jawab Rina dengan suara tenang.Entah bohong atau tidak dia, tapi aku tak punya alasan untuk mencecarnya. Masuk akal juga kalau baju itu pemberian Nina sebab mereka memang berteman dekat. Bisa aja Nina memberikan baju bekas miliknya yang masih terlihat baru itu pada istriku.Aku pun diam mendengar jawaban istriku itu.Selanjutnya aku kembali menoleh ke arah ibu tepat di saat beliau membuka kembali suaranya."Gimana, Ram? Kamu ditanya kok diam aja? Gimana rasanya punya istri orang kaya? Punya rumah makan sendiri? Nggak seperti istri kamu satunya lagi yang bisanya cuma minta uang sama suami. Kalau nggak dikasih nggak bisa makan. Huh! Perempuan seperti itu mah nggak ada istimewanya! Dibuang di pinggir jalan pun nggak bakalan ada yang mau mungut!" ucap ibu sembari melirik sinis ke arah Rina, menyindirnya.Kuli
Bab 13Pov Rama"Ayo, kita ke rumah Yuni sekarang! Ibu mau kasih pelajaran sama dia! Enak aja baru nikah udah mau jadi raja! Huh!" Ibu tampak sangat kesal pada Yuni dan gegas bangkit dari tempat duduk beliau lalu berjalan cepat menuju pintu mendahuluiku. Tangannya menyingsing lengan baju dengan kasar."Iya, bener, Bu! Vita ikut, Bu! Pengen kasih pelajaran juga ke Mbak Yuni!" timpal Vita pula sembari mengantongi ponselnya lalu mengambil sendal dan menyusul ibu.Begitu pula Dewi yang cepat cepat ikut bangkit menyusul ibu dan Vita.Melihat ketiga orang anggota keluargaku itu begitu semangat menemui Yuni demi memberi pelajaran pada istri keduaku itu, aku pun ikut bersemangat pula menyusul mereka hendak ikut memberi pelajaran juga pada Yuni.Ya, siapa tahu kalau didatangi dan dikero yok rame rame begini, Mas Anton dan Yuni akan mengalah. Jadi selesai sudah masalahnya. Tak perlu diperpanjang lagi, tak akan ada lagi drama berkelanjutan soal uang nafkah ini. Yuni setuju untuk tak minta nafkah
Bab 14Pov Rama"Kenapa diam aja? Ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi sehingga kalian ribut ribut di rumah adik saya?" tanya Mas Anton sekali lagi sembari mengedarkan pandangannya ke arah kami bertiga."Ini, Mas ... Ibunya Mas Rama minta supaya aku nggak minta nafkah lagi dari Mas Rama, Mas. Jadi aku bilang kalau nafkah itu adalah kewajiban Mas Rama sebagai seorang suami. Tapi Mas Rama dan ibunya nggak terima, tetap memaksa aku supaya nggak minta nafkah lagi, atau kalau enggak, aku harus rela dijatuhi talak dan terpaksa jadi janda lagi, Mas," ucap Yuni menjawab pertanyaan kakaknya itu.Mendengar jawaban adiknya itu, Mas Anton terlihat marah. Laki laki itu menyapu wajahku dan ibu bergantian dengan tatapan tajam."Benar itu, Bu? Rama? Kamu minta adik saya untuk nggak minta nafkah lagi dari kamu? Apa alasannya sehingga kamu berani meminta hal seperti itu pada Yuni, hah? Bukankah seorang suami memang sudah kewajibannya memberi nafkah pada istrinya? Apa kamu mau membuat aturan baru?
Bab 22POV Rina "Apa? Kamu nggak mau bantu Mas? Tapi kenapa, Rin? Nina itu sahabat kamu. Kalau kamu yang ngomong, pasti dikasih. Tapi kalau Mas? Apa mungkin dia mau ngasih?" Mas Rama mendesak. Laki-laki itu tampak kalut mendengar jawaban penolakan dariku.Namun, aku hanya bergeming. Kembali tersenyum samar mendengar perkataan bernada mengeluh dari laki-laki itu.Rasakan, Mas! Ini baru awal! Selanjutnya akan ada yang lebih mengejutkan dan menyakitkan lagi yang pasti akan kamu dan keluargamu terima! Buah dari apa yang kalian tanam padaku selama ini! Batinku.Ya, setiap orang pasti akan memetik apa yang dia tanam. Jika kebaikan yang ditanam maka kebaikan pula yang akan dipanen. Akan tetapi jika keburukan lah yang ditebar, pastinya keburukan juga yang akan dipetik nantinya. Seperti yang mereka lakukan padaku selama ini."Maaf, Mas. Tapi aku benar-benar nggak bisa bantu kamu. Aku sudah banyak pinjam ke Nina. Jadi nggak mungkin aku tambahi lagi." Aku beralasan."Lagian kamu punya istri seo
Bab 21POV Rina "Dasar menantu kurang ajar! Dibilangin mertua malah melawan!""Kalau kamu nggak punya tabungan ya wajar wong kamu nggak bisa ngelola uang pemberian suami dengan baik! Giliran sekarang Ibu susah, kamu juga susah!""Sudah! Kalau gitu kamu cari tempat utangan! Ibu nggak mau tahu! Pokoknya kamu harus tetap masak! Ibu mau makan!" sahut Ibu beruntun dengan mata melotot lebar.Aku menghembuskan napas mendengar perkataan Ibu mertua.Harus tetap masak? Pakai uangku sendiri? No! Aku tak sudi menggunakan uangku untuk mertua yang sama sekali tak pernah menghargaiku ini!"Bu .... Rina ... ada apa ribut-ribut?"Belum sempat aku menjawab perkataan ibu mertua, di depan pintu tampak sosok Mas Rama datang dengan wajah terlihat murung dan lelah.Namun, melihat putranya datang dengan wajah gelisah, ibu mertua justru tampak makin garang menatapku. Mungkin dianggapnya aku akan takut diadukan pada putranya itu."Ini si Rina, Ram! Disuruh belanja malah bilangnya nggak punya uang! Padahal sel
Bab 20POV Rina "Apa? Uang untuk beli sarapan pagi ini bukan dari Mas Rama? Terus dari siapa, Mbak? Jangan ngeles kamu! Kalau bukan dari Mas Rama terus dari siapa heh?" Memangnya Mbak bisa cari uang sendiri!" hardik Dewi dengan nada sinis dan meremehkan.Ingin rasanya aku menamparnya dengan bukti transfer dari pihak aplikasi ke rekening bank milik bapak yang kupegang, tapi aku tahan. Belum saatnya keluarga mertua mengetahui siapa aku sebenarnya saat ini.Aku pun diam saja. Masih ingin melihat kehancuran mereka lebih dulu sebelum aku jujur mengatakan semuanya dan mengambil tindakan serta keputusan kelak. Aku akan mengakhiri semua ini dengan elegan."Ditanya malah bengong! Dasar kakak ipar nggak ada gunanya! Suami sedang susah! Ibu mertua sedang sakit! Eh malah enak enakan sarapan pagi di rumah sendiri!""Cepat ke rumah Ibu sekarang juga, Mbak! Cucian piring dan baju udah numpuk! Makanan juga belum ada satu pun yang dimasak! Padahal Ibu butuh makan karena mau minum obat! Tapi Mbak ditu
Bab 19POV Rina "I-iya, Mas memang udah telat masuk kerja, tapi ... boleh ya sebentar saja Mas ikut sarapan pagi bersama kalian dulu? Nggak habis kan makanan sebanyak ini dimakan kalian berdua?" tanya Mas Rama dengan nada penuh harap saat melihatku dan Aldi tengah sarapan pagi di meja makan yang letaknya tepat berada di depan pintu kamar tidur.Aku menoleh lalu gegas menutup kembali tudung saji yang barusan kubuka.Sarapan pagi sama-sama? No! Setelah apa yang Mas Rama lakukan padaku dan anaknya sendiri lalu dia ingin ikut sarapan pagi bersama? Tidak! Aku nggak sudi! Masih jelas dalam ingatan saat laki-laki itu dengan begitu teganya merampas jatah bulanan yang tak seberapa yang dia berikan itu saat kemarin dia kecopetan di rumah makan.Tanpa memikirkan aku dan Aldi mau makan apa, dia dengan teganya berlalu begitu saja dari rumah ini. Lantas kenapa sekarang aku harus berbaik hati mengajaknya sarapan bersama meski Mas Rama terlihat begitu lemas dan kelaparan? Jujur ... aku tak sebaik it
Bab 18Pov RamaHari sudah hampir pukul delapan pagi saat aku terjaga dari tidur. Kepala terasa sakit akibat semalaman tak bisa tidur nyenyak. Sikap Rina yang tiba tiba berubah dan tak lagi patuh seperti dulu padaku membuatku resah dan gelisah hingga semalaman hanya bisa bolak balik kebingungan di atas ranjang. Mana sudah hampir dua minggu ini aku tak mendapat jatah malam baik dari Yuni maupun Rina, membuat pikiranku kacau balau.Ya, Yuni ternyata hanya mau uangku saja. Dan Rina? Entah kenapa sejak aku menikah lagi, istriku itu jadi berubah dingin dan acuh tak acuh seperti malam tadi.Ah iya, semalam dia juga mengatakan jika dia bertahan hanya karena ingin melihat bagaimana hidup dan nasibku setelah menikah lagi dengan Yuni.Dan ... jujur harus aku akui aku memang menderita sejak menikah lagi dengan wanita itu, wanita yang ternyata hanya menginginkan uang dan tenagaku saja. Tak mencintaiku sama sekali.Ya. Pantas saja, desas desus soal mantan suami Yuni yang meninggal dunia akibat kec
Bab 17Pov Rama"Akhirnya kamu pulang juga, Mas? Sudah satu minggu kamu nggak pulang! Kamu tahu nggak kalau aku butuh makan?" ucap Yuni dengan nada ketus saat akhirnya aku pulang ke rumahnya.Aku mencengkeram tangan kuat kuat mendengar perkataan Yuni itu lalu menatap istri keduaku itu dengan amarah yang saat ini hanya bisa kupendam di dalam hati saja. Tak mungkin berani mengeluarkannya meski rasanya ingin sekali.Ingatan kalau hal itu aku lakukan, bisa bisa nyawaku pindah ke alam lain karena Mas Anton tak akan rela adiknya dicela kai, membuatku terpaksa menjawab ucapan Yuni itu dengan amarah tertahan."Bukannya rumah makan buka terus, Yun? Terus apa salahnya kamu makan di rumah makan sendiri? Masa iya harus nunggu nafkah dari aku dulu baru bisa makan? Kamu kan tau mas capek habis pulang kerja, mana ibu juga sakit," jawabku dengan benak yang sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Yuni.Bisa bisanya punya rumah makan sendiri tapi masih mengeluh soal perutnya yang lapar. Benar b
Bab 16Pov Rama[Mas, kamu lupa jalan pulang? Kenapa kamu nggak pulang-pulang ke rumahku lagi? Sudah satu minggu ini, Mas! Kamu mau coba coba berbuat nggak adil?]Sedang aku mengganti perban yang membalut luka di lutut ibu akibat terjatuh ke aspal saat di serempet orang kemarin yang hingga kini masih jadi misteri bagi keluarga kami, sebab untuk lapor polisi aku juga tidak berani, pesan what-sapp dari Yuni masuk ke ponselku.Aku menghembuskan nafas pelan lalu mengetik balasan dengan hati gundah.[Kamu kan tau Ibu kecelakaan. Walau pun nggak parah, tapi kan butuh perawatan juga. Siapa lagi yang akan merawat ibu kalau bukan mas, karena Dewi dan Vita kuliah.] jawabku.Ya, untunglah luka ibu tidak parah. Hanya lecet dan gores di beberapa bagian tubuh saja dan sedikit terkilir di kaki, sehingga dokter tak sampai menyuruh untuk dirawat di rumah sakit melainkan boleh berobat jalan. Tapi kan tetap repot juga karena namanya juga merawat orang sakit, pasti ada saja perlunya.Masih untung boleh b
Bab 15Pov Rama"Rinl, kamu masak apa?" tanyaku saat akhirnya pulang ke rumah. Sudah tiga malam aku tidur di rumah Yuni, jujur rasanya berbeda dengan tidur di rumah sendiri.Sungguh cepat Yuni berubah memang. Tadinya fine fine aja, enjoy enjoy saja diajak ngobrol, tapi setelah jadi istri, bawaannya kok jadi berubah bawel!Tadinya tak pernah sekali pun dia menyinggung masalah gaji, eh setelah malam pertama mulai lah ribut masalah gaji. Menyebalkan memang Yuni. Ibarat musang berbulu domba. Tadinya kelihatannya jinak ternyata lama lama rewel juga."Masak apa? Aku nggak masak, Mas. Sejak mas ambil uangku kemarin, aku numpang makan di rumah Nina," jawab Rina sambil terus melipat pakaian yang kelihatannya habis dicuci.Aku mendengkus pelan mendengar jawaban istriku itu. Numpang makan tapi penampilan sekarang berubah glowing! Apa numpang skincare an di rumah Nina juga sehingga sekarang penampilan istriku itu berubah menjadi lebih cantik juga?"Aldi mana?" tanyaku tanpa berusaha membantah jaw
Bab 14Pov Rama"Kenapa diam aja? Ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi sehingga kalian ribut ribut di rumah adik saya?" tanya Mas Anton sekali lagi sembari mengedarkan pandangannya ke arah kami bertiga."Ini, Mas ... Ibunya Mas Rama minta supaya aku nggak minta nafkah lagi dari Mas Rama, Mas. Jadi aku bilang kalau nafkah itu adalah kewajiban Mas Rama sebagai seorang suami. Tapi Mas Rama dan ibunya nggak terima, tetap memaksa aku supaya nggak minta nafkah lagi, atau kalau enggak, aku harus rela dijatuhi talak dan terpaksa jadi janda lagi, Mas," ucap Yuni menjawab pertanyaan kakaknya itu.Mendengar jawaban adiknya itu, Mas Anton terlihat marah. Laki laki itu menyapu wajahku dan ibu bergantian dengan tatapan tajam."Benar itu, Bu? Rama? Kamu minta adik saya untuk nggak minta nafkah lagi dari kamu? Apa alasannya sehingga kamu berani meminta hal seperti itu pada Yuni, hah? Bukankah seorang suami memang sudah kewajibannya memberi nafkah pada istrinya? Apa kamu mau membuat aturan baru?