"Hai anak ganteng, kamu sudah sarapan?" sapa Senja pada Bumi.Bumi mengembangkan senyumnya. "Sudah Tante, sebentar lagi mau berangkat sekolah."Rey hanya melihat drama di depannya, ibu dan anak sudah seperti orang asing yang saling mengenal. Bagaimana bisa Senja berpikir jika Bumi adalah anak daei saudara jauh Rey yang menumpang tinggal di rumah mereka.Rey yang mengikuti saran dokter dan juga Tania, hanya saja mengiyakan saja. Begitu juga Bumi yang sudah dia beritahukan bagaimana kondisi Senja sekarang. Ternyata diluar dugaan, anak itu sangat pintar berlakon."Belajar yang rajin, okey. Biar bisa sukses seperti Om mu," seru Senja.Rey sampai tersedak makanannya, ada rasa aneh melihat suasana pagi yang berbeda. Dia sendiri harus kebawa arus untuk ikut berakting."Sayang, jadikan kita ke kantor? Benarkah aku sudah menjadi sekertarismu dulu, mas?" tanya Senja, sambil mengambil duduk di kursi sebelah kanan Rey. Senja hanya ingin sarapan roti berselai coklat hari ini. Sepertinya rasa manis
Tawa menggema menghiasi ruang tamu rumah mewah."Kakek merindukan Bumi, ya? Bumi juga rindu kakek."Bumi memeluk kakek yang menculiknya, bahkan dia duduk dengan manja di pangkuan kakek itu, seperti kakeknya sendiri. Tidak ada rasa takut dan canggung padanya.Awan semakin tergelak, dia sengaja menculik Bumi karena merindukan cucu angkatnya itu. Baru kali ini Awan merasa sangat dekat dengan anak kecil. Apa karena Bumi mirip dengan Langit saat kecil? Atau karena dia sudah merindukan kehadiran seorang cucu?"Hei Leo, kenapa kau menatap kami seperti itu?" tanya Awan. Pengawal yang dia bawa ternyata hasil rampasan asisten milik anaknya. Sudah lama Leo bersamanya, tanpa dia izinkan kembali pada Langit, sebelum bisa melakukan sesuatu hal untuknya, yaitu menculik Bumi."Iri ya? Bilang bos," timpal Bumi, bersamaan tawa jahilnya.Awan semakin melebarkan tawanya. Sungguh ini sangat menghibur hatinya yang sering kesepian.Leo membuang napas panjang. Bagaimana bisa dia siang tadi dipaksa untuk seg
"Apakah aku sudah cantik?" Senja melenggak-lenggokkan tubuhnya. Tidak biasa dia berpakaian sangat seksi berwarna hitam. Malam ini, Senja sengaja memilih gaun malam dengan bagian terbuka yang mempertontonkan dada dan punggungnya, belum lagi belahan rok dari ujung gaun sampai pahanya.Rey menelan ludahnya kasar. Senja tidak pernah berpoles secantik, biasanya dia hanya suka memakai make up natural. Rey kembali meneguk salivanya, mata tidak berkedip karena banyak bagian yang menantang terekspose. Ditambah wangi parfum yang sensual, menggelitik rongga hidung Rey, hingga ingin menyetuh tiap jengkal kulit Senja. "Kenapa jadi terlihat cantik daripada Tania?" batin Rey. Rey mulai membandingkan Tania dengan Senja.Rey sekuat tenaga menepis birahinya yang mulai memuncak, ada keiinginannya kembali membawa Senja ke ranjang mereka, dan melumat bibir yang merekah segar seperti bunga mawar merah. Tapi Rey berusaha menarik akal sehatnya lagi. Dia tidak boleh goyah hanya karena perubahan Senja.Rey
"Kau gila Tania, kenapa kau mengirimkan pesan pada Senja? Jika dia curiga, dan mencari tahu semuanya bagaimana?" gelisah Rey.Tania memdengus kesal, hatinya sejak tadi malam sudah terbakar, dan gosong sampai pagi ini."Kau yang gila Rey. Aku gak habis pikir. Bagaimana kau bisa memberikan saham padanya, dan menggagalkan semua rencana kita tadi malam? Atau kau sudah terpesona dengannya? Kau sudah tidak jijik dengan wanita yang sudah banyak dirasakan laki-laki itu?" geram Tania."Aku tidak rela Rey. Aku mau kau segera kembali mengambil saham itu, dan memberikannya padaku! Aku istrimu juga!" berang Tania.Rey menyugar rambutnya. Dari semalam dia sudah berusaha menjelaskan, tapi Tania tidak mau mengerti. Padahal dia yang menyuruhnya berpura-pura, kalau dia menolak apa yang diinginkan Senja, sudah pasti Senja akan curiga."Terserah kau mau memikirkan apa. Harusnya aku tidak menyetujui kau kembali kesini. Semuanya kacau semenjak kau kembali karena kecemburuanmu. Masalah saham itu, aku tidak b
Kini Senja berdua dengan Bumi, mereka saling menatap tanpa ada yang berkedip."Baiklah, mama kalah," pasrah Senja. Ternyata dia tidak tahan beradu mata dengan anaknya. Apalagi tatapan Bumi yang memelas. "Tapi, lain kali bilang ke mama, jika ada yang menjemputmu. Kalau benar penculik bagaimana? Kamu nyawa mama sayang. Mama bisa mati jika gak ada kamu," tutur Senja.Tidak ada Rey di rumah, membuatnya leluasa melepas sandiwaranya."Baik ma. Bumi janji gak gitu lagi. Bumi juga janji gak bakal bohong lagi," sesal Bumi.Bumi sempat berbohong dengan wali kelasnya. Dia mengatakan jika yang menjemputnya adalah pamannya. Saat Bumi tahu dari sambungan video call, jika kakek yang dia kenal dalam waktu sehari, menanti bertemu dengannya.Senja mengeluarkan jari kelingking kanannya, meminta Bumi menyambut kelingkingnya.Bumi tanpa pikir panjang menautkan kedua kelingking mereka. Ini pertanda dia tidak akan mengingkari janjinya.Senja membawa Bumi kepelukannya, dia sangat tidak mau sampai kehilangan
"Perkenalkan, nama saya Senja."Senja mengulurkan tangannya pada Langit. Langit sampai harus memicingkan sebelah matanya. Dia merasa aneh dengan Senja. Bukankah mereka sudah saling mengenal? Lal, kenapa sekarang seperti orang asing yang tidak pernah bertemu.Langit menyambut hangat uluran tangan Senja. Dia kembali memperkenalkan dirinya, walau terasa aneh untuknya. Dia merasa harus tetap mengikuti alur yang sekarang terpampang di depannya."Bagaimana Langit? Sudah bisa aku tinggalkan?" tanya Rey.Sejak tadi Rey sedang tidak fokus, ponselnya terus saja berdering tanpa jeda."Mau kemana? Kenapa telponnya tidak diangkat?" tanya Senja."Aku harus keluar sebentar. Mas malas mengangkatnya. Nomornya tidak Mas kenal," jawab Rey. Lalu dia menunjukkan ke Senja jika nomor yang tadi memanggilnya sudah dia blokir.Senja mengangguk percaya, walau dalam hatinya kepercayaan itu sudah tidak ada. Senja menebak jika yang menelpon Rey adalah selingkuhannya, makanya Rey sangat sibuk ingin segera berpisah d
Senja sudah tidak berkutik lagi, dia harus pasrah jika kebohongannya harus terbongkar sekarang hanya karena seorang lelaki yang tidam memiliki perasaan.Jujur, Senja tidak berani mengangkat wajahnya, dia hanya bisa menangis. Dirinya sangat takut saat nanti Langit mulai membuka kebohongannya pada Rey. Senja tidak akan bisa membela dirinya sendiri, apalagi lelaki yang congkak di hadapannya itu, seperti memiliki dendam pribadi padanya."Aku ingin mengatakan jika Senja....""Stop!!" teriak Senja.Suara Senja sampai menjadi pusat perhatian orang-orang yang masih menikmati makanan di restoran tersebut."Gadis..." panggil Leo.Senja segera menolehkan wajahnya, ternyata yang datang bukanlah Rey tapi Leo. Bagaimana bisa? Kenapa Leo bisa disini? Ada hubungan apa antara Leo dan juga Langit? Banyak pertanyaan yang mengerubuni otak Senja saat ini.Langit hanya bisa menggelengkan kepalanya, sekarang banyak mata menuju kepada mereka disana."Duduklah Senja. Kamu sudah membuat saya malu," terang Lang
Myhusb : Mas, dimana kamu? Aku sudah di rumah.Senja mengirimkan pesan singkat pada Rey. Rey sekali lagi tidak kembali ke rumah. Entah kemana dia, ponselnya juga tidak aktif.Malam yang kian larut tidak serta merta membuat Senja ingin memejamkan matanya. Bukan karena dia memikirkan Rey, baginha sudah biasa malam tanpa suaminya. Malah lebih menenangkan tanpa ada Rey disana. Tapi Senja memikirkan perkataan Langit tadi saat mereke bertemu. "Mas Rey yang menjualku? Membuatku kehilangan kesucianku? Tapi kenapa?" lirih Senja.Senja ingin tidak percaya, tapi ada desakan logikanya yang meminta Senja untuk membenarkannya. Dia mulai mengulik semuanya dari awal. Senja memaksa untuk membuka buku kelamnya yang sudah dia sembunyikan si bagian ingatannya yang terdalam."Senja maafkan aku, aku ingin mengakui jika aku lah yang salah. Aku yang sudah menjebakmu. Aku butuh uang untuk ibuku, maafkan aku," Leo mendatangi Senja di rumah sakit, dimana Senja sudah seperti mayat hidup. Air mata terus mengalir
Senja menghirup udara segar di daerah perkampungan. Biasa yang terpandang matanya adalah bangunan yang tinggi menjulang. Kini sepanjang mata yang memandang hanya hamparan hijau dari kebun dan juga sawah. Sungguj sangat menyegarkan matanya."Ma, mana permainannya. Kata mama disini ada permainan? Lihat ini," keluh Bumi. Dia menyodorkan gawainya yang sinyalnya sering hilang dan timbul, hingga dia tidak bisa bermain game yang ada di gawainya. "Bumi mau balik ke rumah ma," sungut Bumi. Terbiasa di kota, membuatnya sangat asing dengan daerah yang dia datangi, belum lagi orang-orang disekitarnya terlihat aneh baginya. Bagaimana tidak aneh, mereka semua memandang ke arah Bumi dengan mata yang tidak berkedip."Ma, Laura cantikkan? Kata nenek, dulu gadis cantik disinu, rambutnya di kepang dua," ucap Laura. Sangat berbeda dengan abangnya. Dia sangat semangat berada di kampung. Apalagi banyak tumbuhan bunga cantik disekitar rumah yang sangat jarang terlihat di kota."Sabar. Baru juga semalam. Kem
"Ma, kita mau kemana?" tanya Bumi. Dia membantu mamanya meletakkan pakaiannya ke dalam koper."Kita akan berlibur. Kalian kan sedang liburan sekolah. Jadi kita akan ke kampung neneknya Laura. Sejak kamu lahir, belum pernah mama ajak ke daerah perkampungan," jelas Senja.Pagi ini, setelah suaminya berangkat kerja. Senja mengajak Bumi untuk berkemas. Dia tidak berniat meminta izin pada Langit. Karena sudah lama juga mereka berdua menjadi orang asing, seperti tidak saling mengenal. Bukan itu saja, bahkan suaminya memilih tidur di kamar yang lain, tidak seranjang bersamanya."Apa disana banyak permainan?" tanya Langit. Dia hanya tahu liburan selalu berhubungan dengan permainan."Ya, banyak. Disana banyak permainan yang tidak akan kamu temukan di kota," jelas Senja.Bola mata Bumi berbinar cerah. Dia jadi penasaran permainan seperti apa yang ada disana.Setelah memastikan barang yang akan dibawa sudah terkemas dengan baik. Senja mendatangi kamar Laura Dimana ada Ririn dan juga Laura di dal
"Dari mana kamu Senja?" tanya Ririn. Dia baru saja terbangun dari tidurnya. Tapi tidak menemukan Senja berada di atas ranjangnya. Dia sempat panik, tapi seketika hilang disaat melihat Senja sudah mulai masuk ke dalam kamar kembali."Hanya menghirup angin malam sebentar bu. Bosan rasanya di aras ranjang. Kebanyakan tidur, membuat Senja tidak bisa tidur kembali. Maaf sudah membuat ibu khawatir," jelas Senja. Dia berusaha tersenyum selebar mungkin, untuk menutupi hatinya yang sedang porak poranda.Balasan senyum diberikan Ririn. Walau wajah Senja tersenyum, dia bisa melihat mata Senja yang sendu. Seberapa banyak anaknya itu menutupi kesedihannya sendiri. Ingin Ririn medengar semua beban yang membuat sedih anak dari majikannya dulu itu."Besok sepertinya kita sudah bisa kembali bu. Senja sekalian mau ambil cuti. Rasanya ingin kembali merasakan suasana hijau, pasti tenang ya bu," celetuk Senja lagi. Dia sudah berjalan dan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Merasa Senja mengajaknya
Lenguhan keluar dari bibir Senja. Pandangan Senja langsung bergerak liar untuk meraba area sekitarnya saat ini. Dia masih ingat, jika tadi dia masih berada di tamab rumah sakit, dia juga masih sadar, saat dirinya akan kehilangan kesadarannya."Kamu sudah sadar nak? Kenapa sampai bisa pingsan? Untung saja janinmu baik-baik saja," seru Ririn. Saat melihat Senja mulai membuka mata, dan seperti kencari sesuatu yang berada di dalam kamar inap yang mereka tempati.Tatapan Senja menyiratkan kekecewaannya. Tidak ada lagi rona warna bahagia terpantuk disana, hanya tinggal warna hitam dan putih saja. Di ruangan yang besar, ada satu tempat tidur untuknya. Tapi tidak ada suaminya disana. Dimana Langit? Apakah dia sesibuk itu dengan Aurora sekarang ini? Hingga tidak tahu keberadaan dan keadaan dia sekarang? Hati Senja merasa tusukan-tusukan duri tajam yang terus menusuk tanpa ampun."Kenapa? Cerita sama ibu, jangan pendam masalahmu sendiri. Apa kamu mencari suamimu? Apa perlu ibu memanggilnya, agar
Sudah beberapa hari berjalan, Senja dan Langit melakukan perang dingin. Langit dengan ego besarnya, selalu pergi bekerja terlebih dahulu, membiarkan Senja berangkat bersama supir mereka."Ma, papa kenapa?" tanya Bumi.Ternyata anak-anaknya juga sampai merasakan perbedaan yang terjadi diantara mereka."Papa sedang sangat sibuk. Jadi terburu-buru dan duluan pergi. Kalau mama kan sdang hamil," alasan Senja.Bumi menatap curiga pada mamanya. Tentu tatapan Langit langsung membuat mamanya salah tingkah, dan tidak berani membalas tatapan matanya."Laura, gimana sekolahnya. Teman barumu, masih mau terus dekat-dekat abang?" tanya Senja. Dia sengaja mengalihkan pembicaraan."Masih ma. Katanya dia mau ketemu dan berkenalan dengan calon mertuanya. Siapa sih ma, calon mertua itu? Sampai abang makin marah da mengusir kami," tanya Laura penasaran.Senja tersenyum tipis. Dia jadi penasaran dengan teman Laura. Kenapa bisa berpikir sedewasa itu. "Calon mertua itu, sebutan untuk mama, dan papa untuk pasa
"Kamu dari mana?" tanya Langit. Saat Senja kembali ke kantor. Langit sudah berada di ruangan mereka.Sebelum menjawab. Senja tersenyum pada suaminya. Menyiratkan jika dia baik-baik saja. "Mas pasti tahu, aku dari mana," jawab Senja.Helaan napas panjang keluar dari bibir Langit. Dia tahu, dia sempat menguntit istrinya tadi, dan dia juga terkejut dengan kondisi Aurora. Ada rasa bersalah dan ingin melindungi wanita yang dulu pernah mengisi hatinya."Jangan kesana lagi. Dia hanya masa lalu mas. Mas tidak mau kamu terluka," sahut Langit.Senyum Senja semakin melengkung. Kalimat Langit sudah memberitahukan jika suaminya tahu, jika di rumah sakit itu ada masa lalunya yang sedang terbaring lemah."Jangan marahi Maira. Dia hanya meminta tolong padaku. Aku sudah berjanji akan membantu biaya rumah sakit dan juga operasi temannya," jelas Senja. Lidahnya tidak bisa menyebut nama Aurora di depan suaminya."Terserahmu," jawab singkat Langit. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya, daripada mengajak Se
Pagi ini Senja datang ke kantor dengan menunjukkan kemesraan yang tidak biasanya. Dia menggelayut manja di lengan Langit. Seakan ingin menunjukkan ke semuanya, jika Langit hanyalah miliknya. Tidak ada seorang pun yang bisa berbagi dengannya.Tidak urung tingkah yang di lakukan Senja juga menjadi perhatian Maira. Kedongkolan semakin menghantam dadanya dengan palu godam. Padahal dia sudah mengatakan semuanya. Tapi dia merasa, Senja menjadi wanita yang tidak tahu diri."Kamu masuk duluan ya. Ada yang mas diskusikan sebentar dengan Maira," ucap Langit.Senja memgangguk setuju. Dia tidak perlu cemburu, karena dia tahu jika Maira tidak ada maksud lain, selain menginginkan Langit kembali pada Aurora.Suasana antara Langit dan Maira, sejenak hening. Hingga Senja sepenuhnya masuk ke dalam ruangan, baru lah Langit membuka suaranya. "Apa yang kamu lakukan kemarin dengan istri saya? Jangan pikir saya tidak tahu apapun. Saya ingatkan padamu, untuk pertama dan terakhir kali. Jangan pernah membawa
Senja sangat ingin menutup wajah amarahnya. Tapi tetap saja, emosinya yang tergambar, tidak bisa menutup rasa amarahnya.Dia meminta supir yang bersamanya untuk mengantarkannya menepi ke sebuah taman. Dia harus bisa mendinginkan kepalanya sebelum kembali ke rumah.Matanya masih melihat ke gawai yang menampilkan nama suaminya. "Maafkan aku mas," seru Senja. Dia mematikan gawainya sejenak. Tidak ingin panggilan dari Langit mengganggu kesendiriannya."Kenapa takdir pernikahanku selalu saja harus ada wanita lain disana?" monolog Senja sendiri.Dia masih mengingat jelas semua apa yang dikatakan Maira tadi.[Dia sakit. Dia lebih membutuhkan tuan, daripada anda bu Senja. Sejak awal tuan juga milik Aurora. Bukan milik anda. Harusnya anda mundur, disaat tahu seseorang yang dicintai tuan kembali. Apa anda tega memisahkan keduanya? Disaat salah satu sedang tidak berdaya dengan sakitnya?]Senja menangis terisak. Dia bisa saja membenarkan aoa yang dikatakan Maira. Tapi dia juga bisa menyalahkan Mai
Senja sempat bergidik ngeri melihat aura yang keluar dari Maira. Sejak pulang bersama suaminya beberapa waktu yang lalu, tatapannya menyiratkan kebencian dan ketidaksukaan pada Senja. Senja sendiri tidak mengerti dengan sikap acuh Maira. Apa ini juga ada hubungannya dengan sikap Langit yang lalu juga? Apa yang terjadi pada keduanya?Terbesit pikiran buruk di otak Senja. Tapi segera dia tepis. Tidak mungkin suaminya berani berkhianat dan bermain belakang dengan sekertarisnya itu.Sebagai wanita yang sudah menikah dua kali. Senja tidak mau kejadian yang lalu terulang kembali. Dia harus melakukan sesuatu sebelum terlambat."Maira, nanti bisa temani saya keluar sebentar? Saya mau berbelanja, tapi tidak ada yang menemani," ucap Senja saat dia kembali melewati meja sekertarisnya itu.Wajah Maira di pandangan Senja berubah datar. Tapi Senja yakin dia tidak akan berani menolak keinginan Senja."Baik bu. Saya akan temani ibu nanti," sahut Maira. Dia merasa Senja hanyalah wanita tidak tahu malu