Matahari sudah menggelitik Senja pagi ini dari balik tirai jendela.Raganya terasa memberat sehingga dia mencari apa yang menimpa tubuhnya. "Mas Rey?" lirih Senja.Dia tertidur lelap, sampai tidak tahu jam berapa Rey kembali.Dengan berlahan, Senja mencoba bangkit dari tidurnya. Agar tidak mengganggu Rey yang sedang tidur."Jangan bergerak, sebentar saja seperti ini. Mas baru saja tidur, tidak masalah sesekali telat," gumam Rey.Senja kembali membenarkan posisi tidurnya. Rasa tubuhnya seperti memiliki medan magnet yang sama kutub, berusaha ingin menolak pelukan Rey, tapi Rey semakin kuat memeluknya."Mas tahu kamu marah.Tapi pertemuan semalam tidak bisa ditunda, sangat penting. Mas sampai harus menemaninya disana, mengajaknya untuk mengenal kota kita malam hari. Ponsel mas juga lawbat, sampai tidak bisa membaca pesanmu," gumam Rey lagi. Matanya tetap saja terpejam, dia sangat ngantuk berat.Bibir Senja masih terkatup rapat, hanya telinganya yang terbuka lebar untuk mendengarkan.Sudah
Senja tidak bisa bekerja dengan tenang. Beberapa kali dia melakukan kesalahan hingga harus mengulang pekerjaannya kembali. Semua yang ingin dia tahu, datang dengan cepat di depan matanya. Semakin kenyataan itu terlihat, masa lalunya semakin menggerogoti dirinya.Senja menangis dalam diamnya, wajahnya hanya bisa berpangku pada ujung meja. Kenapa dunia sekejam itu padanya, sudah hidupnya di takdir tidak memiliki siapapun, kini orang-orang yang dia percaya dan sayang, mulai membuka segala topeng kebusukannya. "Aku membenci kalian semua," gumam Senja.Tidak ada lagi minat untuk menyentuh pekerjaannya, Senja berdiri dari duduknya. Sebelum melangkah, Senja membenarkan wajah kusutnya terlebih dahulu. "Mas, Aku mau keluar sebentar," izin Senja.Rey yang sedang memeriksa berkas, menelisik pada Senja. Tidak biasa dia keluar disaat masih jam kerja. "Mau kemana?" tanya Rey."Aku hanya ingin berbelanja, sudah lama tidak keluar untuk sekedar membeli sesuatu," ungkap Senja.Apa yang dikatakannya a
Ketakutan Senja semakin mencekiknya dengan erat. Dua lelaki dengan badan berotot berdiri tegap, wajahnya terlihat sangar, dan juga bengis. Seluruh tubuhnya kini bergetar, menyulitkannya untuk bergerak dalam ruang yang sempit, begitu juga napasnya yang mulai menyesak karena rasa paniknya. Rasa takut kini merajai Senja, membawanya untuk kembali mengingat satu kejadian. Dimana dia di perkosa oleh dua lelaki di hotel secara brutal dan tidak berperasaan."Siapa kalian?! Pergi dari sini!" teriak Senja. Dia sudah menangis tergugu, pakaiannya juga sudah basah bermandi keringat.Kedua pria itu memberikan tatapan yang mengerikannya. Mereka tidak memperdulikan apa yang dikatakan Senja. Karena itu membuat Senja semakin marasakan ada bahaya untuk dirinya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Senja tidak mau kejadian lalu terulang kembali. Senja masih mengingat ponsel yang dia genggam, hanya menggunakan instingnya, Senja mengacak-ngacaknya untuk mencari panggilan telpon. Senja tidak peduli akan
"Euhmmm, dimana aku?" Suara lenguhan terdengar dari bibir Senja. Dia baru tersadar dari tidur panjangnya. Tempat yang sangat asing, teraba oleh pandangannya. Senja seketika terduduk dari tidurnya. Satu ruang kamar yang sangat besar dan mewah, tapi hanya ada dia disana. Senja sontak mengecek tubuhnya. Tidak ada helaian benang tertempel di tubuhnya. Senja kembali meratapi nasibnya. Dia menangis histeris. Kenapa sangat sulit untuk menjaga dirinya sendiri. Selalu saja dia bisa terperangkap jebakan yang membuat dirinya kembali kotor. Senja sangat ingin kabur saat itu juga. Tapi setiap penjuru tempat, dia tidak bisa menemukan pakaiannya tergeletak. Hanya menggunakan selimut tebal, Senja menutupi tubuhnya. Dia berjalan sambil terus mengusap air mata yang tidak kunjung berhenti. Langkahnya mencari bagian, dimana letak lemari pakaian yang berada di dalam kamar tersebut, hingga dia bisa mencapai ruang walk in closet disana. Siapa lelaki yang berani menyanderanya? Semua yang ada di dalam ruan
setengah jam yang lalu..."Kenapa Tuan melepas mereke berdua?" tanya Leo. Darahnya sudah mendidih ingin bisa menyiksa kembali dua penjahat tadi. Tapi Langit dengan sangat mudah melepaskan."Kita sudah tahu kan, jika Rey di balik semuanya," jawab Langit enteng.Dia harusnya sudah di ruang tamu menunggu Senja, tapi masih banyak yang mau dia diskusikan dahulu bersama Leo.Leo kembali memberikan protesnya. "Apakah Tuan yakin? Saya tidak," tegas Leo.Langit tersenyum penuh arti, sebelum kepalanya menggeleng, dan setuju dengan pendapat Leo.Leo mengerutkan dahinya, harusnya mereka bawa ke markas mereka. Biar semua terbuka. "Saya punya tugas penting untukmu. Mana tahu dengan ini, kau akan mendapatkan maaf dari Gadismu yang sudah tidak gadis itu lagi," sindir Langit. "Semua sudah saya catat disini. Masalah mereka, Saya memang sengaja melepasnya. Tahukan, binatang peliharaan akan kembali ke majikannya, dan mengadu jika dia disiksa," lanjut Langit lagi.Leo membaca seksama apa yang di tulis L
Tania mengamuk di rumahnya. Serpihan vas bunga yang dia banting di depan dua anak buahnya, bercecer di lantai."Kenapa bisa lolos? Sudah saya bantu kurung dia, hanya tinggal menangkapnya saja kalian tidak becus!"Tania berjalan mendekati mereka, matanya menikam tajam ke keduanya.Semalaman dia mununggu kabar tapi hasilnya sangat memgecewakan. Harusnya dia menyewa orang yang kompeten, tidak sekedar mengambil preman jalanan yang baru dia temukan di sekitar Mall."Kalian, terlalu gegabah! Bukannya, menangkap mereka. Kalian berdua malah bertengkar. Percuma badan besar, jika otak kalian kosong!" hina Tania.Keduanya tetap bungkam tidak berani menjawab. Mereka masih sangat ingat ancaman yang di berikan seseorang saat di Mall tadi. Mereka tidak mau jika sampai kehilangan nyawa. Lebih baik mereka merekayasa kejadian, seperti ingin seseorang yang mereka belum sempat mengenal namanya itu. Siapa yang berani berurusan dengan orang yang bisa membawa senjata api? Sedangkan mereka berdua hanyalah prem
Senja sedang sibuk di meja kerjanya, sampai panggilan telpon dari Rey di nyaris dia abaikan."Ya, kenapa mas?" tanya Senja, saat dia sudah berada di dalam ruangan Rey "Duduklah, ada yang mau mas bicarakan."Senja langsung duduk, sesuai apa yang Rey perintahkan padanya. Dia duduk dengan tenang, menunggu Rey untuk bercerita. Walau dia sudah menebak apa yang akan dibicarakan Rey. Saat pergi ke kantor dengan taksi online. Langit sempat menghubunginya dan memberitahukan rencana selanjutnya. Lalu meminta Senja untuk bersiap disaat Rey memanggilnya.Benar saja, Rey yang memang tidak suka mengulur waktu, sudah memanggilnya sekarang."Sepertinya pertemuan kamu dan Langit berhasil. Dia setuju bekerja sama dengan kita. Tapi dia memberikan syarat pada mas," tutur Rey.Senja memasang wajahnya seolah terkejut, seakan itu berita baru yang dia dengar. "Benarkah? Itu berita baikkan? Emang dia minta syarat apa?" tanya antusias Senja.Rey membenarkan duduknya, wajah serius mulai dia tampakkan. "Dia min
Mama, mama kemana dari semalam? Bumi hampir saja lapor polisi, jika mama tidak kembali hari ini," gerutu Bumi.Dia sengaja menunggu kepulangan Senja. Sejak malam hingga pagi tadi, dia gelisah dengan tidak ada terlihat mamanya. Dia sampai berpikir jika papanya kembali berbuat jahat. Sampai-sampai Bumi melabrak Rey pagi hari kemarin, menanyakan keberadaan Senja dan mengancam akan memasukkan Rey ke penjara."Kok belum tidur? Mama semalam dari tempat teman. Mama menginap di rumahnya. Maaf tidak kabarin kamu sayang,"Bumi memanyunkan bibirnya. Dia sangat khawatir, tapi mamanya begitu enteng menjawab."Iya mama tahu, mama salah. Mama minta maaf. Jadi mama harus gimana, agar kamu maafin mama?" rayu SenjaMata Bumi seketika berbinar. Jari telunjuknya mulai mengetuk-ngetuk dagunya, berpikir apa yang akan dia pinta. "Bumi pengen jumpa kakek," seru Bumi. Senja menjadi kalang kabut, dia berpikir Bumi hanya akan meminta mainan saja. Tapi permintaan Bumi di luar nalarnya. Bagaimana bisa dia memper
Senja menghirup udara segar di daerah perkampungan. Biasa yang terpandang matanya adalah bangunan yang tinggi menjulang. Kini sepanjang mata yang memandang hanya hamparan hijau dari kebun dan juga sawah. Sungguj sangat menyegarkan matanya."Ma, mana permainannya. Kata mama disini ada permainan? Lihat ini," keluh Bumi. Dia menyodorkan gawainya yang sinyalnya sering hilang dan timbul, hingga dia tidak bisa bermain game yang ada di gawainya. "Bumi mau balik ke rumah ma," sungut Bumi. Terbiasa di kota, membuatnya sangat asing dengan daerah yang dia datangi, belum lagi orang-orang disekitarnya terlihat aneh baginya. Bagaimana tidak aneh, mereka semua memandang ke arah Bumi dengan mata yang tidak berkedip."Ma, Laura cantikkan? Kata nenek, dulu gadis cantik disinu, rambutnya di kepang dua," ucap Laura. Sangat berbeda dengan abangnya. Dia sangat semangat berada di kampung. Apalagi banyak tumbuhan bunga cantik disekitar rumah yang sangat jarang terlihat di kota."Sabar. Baru juga semalam. Kem
"Ma, kita mau kemana?" tanya Bumi. Dia membantu mamanya meletakkan pakaiannya ke dalam koper."Kita akan berlibur. Kalian kan sedang liburan sekolah. Jadi kita akan ke kampung neneknya Laura. Sejak kamu lahir, belum pernah mama ajak ke daerah perkampungan," jelas Senja.Pagi ini, setelah suaminya berangkat kerja. Senja mengajak Bumi untuk berkemas. Dia tidak berniat meminta izin pada Langit. Karena sudah lama juga mereka berdua menjadi orang asing, seperti tidak saling mengenal. Bukan itu saja, bahkan suaminya memilih tidur di kamar yang lain, tidak seranjang bersamanya."Apa disana banyak permainan?" tanya Langit. Dia hanya tahu liburan selalu berhubungan dengan permainan."Ya, banyak. Disana banyak permainan yang tidak akan kamu temukan di kota," jelas Senja.Bola mata Bumi berbinar cerah. Dia jadi penasaran permainan seperti apa yang ada disana.Setelah memastikan barang yang akan dibawa sudah terkemas dengan baik. Senja mendatangi kamar Laura Dimana ada Ririn dan juga Laura di dal
"Dari mana kamu Senja?" tanya Ririn. Dia baru saja terbangun dari tidurnya. Tapi tidak menemukan Senja berada di atas ranjangnya. Dia sempat panik, tapi seketika hilang disaat melihat Senja sudah mulai masuk ke dalam kamar kembali."Hanya menghirup angin malam sebentar bu. Bosan rasanya di aras ranjang. Kebanyakan tidur, membuat Senja tidak bisa tidur kembali. Maaf sudah membuat ibu khawatir," jelas Senja. Dia berusaha tersenyum selebar mungkin, untuk menutupi hatinya yang sedang porak poranda.Balasan senyum diberikan Ririn. Walau wajah Senja tersenyum, dia bisa melihat mata Senja yang sendu. Seberapa banyak anaknya itu menutupi kesedihannya sendiri. Ingin Ririn medengar semua beban yang membuat sedih anak dari majikannya dulu itu."Besok sepertinya kita sudah bisa kembali bu. Senja sekalian mau ambil cuti. Rasanya ingin kembali merasakan suasana hijau, pasti tenang ya bu," celetuk Senja lagi. Dia sudah berjalan dan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Merasa Senja mengajaknya
Lenguhan keluar dari bibir Senja. Pandangan Senja langsung bergerak liar untuk meraba area sekitarnya saat ini. Dia masih ingat, jika tadi dia masih berada di tamab rumah sakit, dia juga masih sadar, saat dirinya akan kehilangan kesadarannya."Kamu sudah sadar nak? Kenapa sampai bisa pingsan? Untung saja janinmu baik-baik saja," seru Ririn. Saat melihat Senja mulai membuka mata, dan seperti kencari sesuatu yang berada di dalam kamar inap yang mereka tempati.Tatapan Senja menyiratkan kekecewaannya. Tidak ada lagi rona warna bahagia terpantuk disana, hanya tinggal warna hitam dan putih saja. Di ruangan yang besar, ada satu tempat tidur untuknya. Tapi tidak ada suaminya disana. Dimana Langit? Apakah dia sesibuk itu dengan Aurora sekarang ini? Hingga tidak tahu keberadaan dan keadaan dia sekarang? Hati Senja merasa tusukan-tusukan duri tajam yang terus menusuk tanpa ampun."Kenapa? Cerita sama ibu, jangan pendam masalahmu sendiri. Apa kamu mencari suamimu? Apa perlu ibu memanggilnya, agar
Sudah beberapa hari berjalan, Senja dan Langit melakukan perang dingin. Langit dengan ego besarnya, selalu pergi bekerja terlebih dahulu, membiarkan Senja berangkat bersama supir mereka."Ma, papa kenapa?" tanya Bumi.Ternyata anak-anaknya juga sampai merasakan perbedaan yang terjadi diantara mereka."Papa sedang sangat sibuk. Jadi terburu-buru dan duluan pergi. Kalau mama kan sdang hamil," alasan Senja.Bumi menatap curiga pada mamanya. Tentu tatapan Langit langsung membuat mamanya salah tingkah, dan tidak berani membalas tatapan matanya."Laura, gimana sekolahnya. Teman barumu, masih mau terus dekat-dekat abang?" tanya Senja. Dia sengaja mengalihkan pembicaraan."Masih ma. Katanya dia mau ketemu dan berkenalan dengan calon mertuanya. Siapa sih ma, calon mertua itu? Sampai abang makin marah da mengusir kami," tanya Laura penasaran.Senja tersenyum tipis. Dia jadi penasaran dengan teman Laura. Kenapa bisa berpikir sedewasa itu. "Calon mertua itu, sebutan untuk mama, dan papa untuk pasa
"Kamu dari mana?" tanya Langit. Saat Senja kembali ke kantor. Langit sudah berada di ruangan mereka.Sebelum menjawab. Senja tersenyum pada suaminya. Menyiratkan jika dia baik-baik saja. "Mas pasti tahu, aku dari mana," jawab Senja.Helaan napas panjang keluar dari bibir Langit. Dia tahu, dia sempat menguntit istrinya tadi, dan dia juga terkejut dengan kondisi Aurora. Ada rasa bersalah dan ingin melindungi wanita yang dulu pernah mengisi hatinya."Jangan kesana lagi. Dia hanya masa lalu mas. Mas tidak mau kamu terluka," sahut Langit.Senyum Senja semakin melengkung. Kalimat Langit sudah memberitahukan jika suaminya tahu, jika di rumah sakit itu ada masa lalunya yang sedang terbaring lemah."Jangan marahi Maira. Dia hanya meminta tolong padaku. Aku sudah berjanji akan membantu biaya rumah sakit dan juga operasi temannya," jelas Senja. Lidahnya tidak bisa menyebut nama Aurora di depan suaminya."Terserahmu," jawab singkat Langit. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya, daripada mengajak Se
Pagi ini Senja datang ke kantor dengan menunjukkan kemesraan yang tidak biasanya. Dia menggelayut manja di lengan Langit. Seakan ingin menunjukkan ke semuanya, jika Langit hanyalah miliknya. Tidak ada seorang pun yang bisa berbagi dengannya.Tidak urung tingkah yang di lakukan Senja juga menjadi perhatian Maira. Kedongkolan semakin menghantam dadanya dengan palu godam. Padahal dia sudah mengatakan semuanya. Tapi dia merasa, Senja menjadi wanita yang tidak tahu diri."Kamu masuk duluan ya. Ada yang mas diskusikan sebentar dengan Maira," ucap Langit.Senja memgangguk setuju. Dia tidak perlu cemburu, karena dia tahu jika Maira tidak ada maksud lain, selain menginginkan Langit kembali pada Aurora.Suasana antara Langit dan Maira, sejenak hening. Hingga Senja sepenuhnya masuk ke dalam ruangan, baru lah Langit membuka suaranya. "Apa yang kamu lakukan kemarin dengan istri saya? Jangan pikir saya tidak tahu apapun. Saya ingatkan padamu, untuk pertama dan terakhir kali. Jangan pernah membawa
Senja sangat ingin menutup wajah amarahnya. Tapi tetap saja, emosinya yang tergambar, tidak bisa menutup rasa amarahnya.Dia meminta supir yang bersamanya untuk mengantarkannya menepi ke sebuah taman. Dia harus bisa mendinginkan kepalanya sebelum kembali ke rumah.Matanya masih melihat ke gawai yang menampilkan nama suaminya. "Maafkan aku mas," seru Senja. Dia mematikan gawainya sejenak. Tidak ingin panggilan dari Langit mengganggu kesendiriannya."Kenapa takdir pernikahanku selalu saja harus ada wanita lain disana?" monolog Senja sendiri.Dia masih mengingat jelas semua apa yang dikatakan Maira tadi.[Dia sakit. Dia lebih membutuhkan tuan, daripada anda bu Senja. Sejak awal tuan juga milik Aurora. Bukan milik anda. Harusnya anda mundur, disaat tahu seseorang yang dicintai tuan kembali. Apa anda tega memisahkan keduanya? Disaat salah satu sedang tidak berdaya dengan sakitnya?]Senja menangis terisak. Dia bisa saja membenarkan aoa yang dikatakan Maira. Tapi dia juga bisa menyalahkan Mai
Senja sempat bergidik ngeri melihat aura yang keluar dari Maira. Sejak pulang bersama suaminya beberapa waktu yang lalu, tatapannya menyiratkan kebencian dan ketidaksukaan pada Senja. Senja sendiri tidak mengerti dengan sikap acuh Maira. Apa ini juga ada hubungannya dengan sikap Langit yang lalu juga? Apa yang terjadi pada keduanya?Terbesit pikiran buruk di otak Senja. Tapi segera dia tepis. Tidak mungkin suaminya berani berkhianat dan bermain belakang dengan sekertarisnya itu.Sebagai wanita yang sudah menikah dua kali. Senja tidak mau kejadian yang lalu terulang kembali. Dia harus melakukan sesuatu sebelum terlambat."Maira, nanti bisa temani saya keluar sebentar? Saya mau berbelanja, tapi tidak ada yang menemani," ucap Senja saat dia kembali melewati meja sekertarisnya itu.Wajah Maira di pandangan Senja berubah datar. Tapi Senja yakin dia tidak akan berani menolak keinginan Senja."Baik bu. Saya akan temani ibu nanti," sahut Maira. Dia merasa Senja hanyalah wanita tidak tahu malu