“Sebelumnya Mama sama Papa minta maaf, Bel. Kami berdua terpaksa melakukan hal ini padamu.”
Mama tiba-tiba terlihat serius. Padahal sebelumnya kami sedang menonton film sambil bercanda santai. Namun tiba-tiba Mama merubah suasana menjadi menegangkan.“Kamu harus segera menikah dengan cucu keluarga Wardhana, Bel," seketika mataku terbelalak, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Semoga aku salah dengar. Aku belum ingin menikah!“Maafkan Mama dan Papa, ya. Kami terpaksa menerima perjodohan ini, semua demi masa depanmu, Sayang.”Apa? Masa depan? Yang ada masa depanku akan hancur karena perjodohan ini.Umurku baru 19 tahun, dan baru saja satu lulus SMA satu bulan yang lalu. Dan sekarang mereka akan menikahkanku dengan orang yang tidak kutahu sama sekali.Aku ini Bella, gadis yang belum pernah merasakan romansa. Gadis biasa yang tidak berani pacaran karena dilarang orang tua. Kukira setelah lulus SMA aku bisa bebas dalam menjalin hubungan dengan siapapun, tapi kenyataannya malah harus terjebak dalam perjodohan yang tidak pernah kuharapkna ini.Selama hidup bahkan aku belum pernah merasakan yang namanya pacaran dengan seorang pria. Berarti kalau aku menikah sekarang, masa mudaku, masa kuliahku, semua akan berakhir dengan hambar, seperti masa SMA kemarin. Kenapa nasibku malang sekali.“Sayang, kamu mau kan?” Mama menggoyang bahuku karena tak segera mendapat sahutan dari tadi. Kalaupun aku bilang tidak mau, pernikahan itu juga tetap akan berlangsung. Jadi percuma aku mengutarakan jawabanku.“Bella! Kamu denger kan?”“Iya denger.”“Terus kamu mau kan?”“Memangnya aku masih punya kesempatan untuk menolak?” mereka terdiam, hanya tersenyum kaku sembari menunjukkan deretan gigi putihnya.“Maaf Sayang, kamu nggak bisa nolak,” jawab Mama dengan berat hati. “Seminggu lagi pernikahan kalian akan berlangsung.”“Kamu tenang saja, pernikahannya berlangsung dengan sederhana, hanya dihadiri keluarga terdekat. Nanti kalau kamu dan dia sudah sama-sama lulus kuliah, baru kita adakan resepsi.“Dia?” ucapku tanpa sadar.“Iya calon suamimu. Mama punya fotonya loh, kamu mau lihat?”“Ganteng tau Bel, katanya dia artis apa gitu. Banyak banget fansnya. Kamu beruntung bisa dapatin dia, udah ganteng, kaya, terkenal pula,” tanpa henti Mama terus memujinya. Aku yang anaknya saja tidak pernah dipuji seperti itu.“Kalau benar dia ganteng, tajir sama terkenal terus kenapa mau dijodohin? Kan aneh, mencurigakan banget. Paling juga fotonya palsu. Mana ada artis yang mau dijodohin sama orang biasa kayak aku,” dengan sewot kutimpali pujian Mama pada pria yang katanya ganteng itu.“Heleh kamu ini, awas saja kalau langsung jatuh hanti nanti pas lihat fotonya.”“Nih, lihat sendiri! Ganteng atau ganteng banget kira-kira?” disodorkannya ponsel miliknya dengan wajah bangga. Jujur ada rasa penasaran yang amat besar dalam diri, walaupun ini perjodohan paksa, aku juga ingin mendapatkan orang yang terbaik. Tidak ada salahnya kan kalau berharap.“Ini beneran Ma?” teriakku kencang saking terkejutnya melihat gambar diponsel Mama.“Gavin! Ini kan Gavin mah!” kupukul-pukul bahu Mama, saking tidak percayanya aku dengan apa yang baru saja kulihat. Masak iya aku dijodohkan dengan Gavin Wardhana?Ah, sebentar. Tadi Mama kalau tidak salah menyebut cucu keluarga Wardhana. Berarti benar, ini tidak bohong, aku dijodohkan dengan Gavin Wardhana. Uwah, beruntung sekali kamu Bella.“Girang banget Neng?” Mama mencibirku.“Katanya tadi nggak percaya. Kok sekarang malah semangat banget? Jadi artinya kamu tidak terpaksa dong menjalani perjodohan ini?” goda Mama, senang melihat wajahku yang memerah seperti kepiting rebus karena terlalu malu.“Mama!” protesku manja.“Sekarang tugasmu hanya mempersiapkan diri saja, untuk urusan lain-lain biar Mama dan keluarga Wardhana yang turun tangan.”“Selamat Sayang, sebentar lagi anak kesayangan Mama ini akan bersuami,” dengan wajah sendu Mama memelukku. Tak mau ketinggalan Papa ikut menyusul. Kami bertiga berpelukan dalam diam.Kenapa aku bisa menerima perjodohan ini? Jawabannya jelas karena Gavin Wardhana, gadis mana yang akan menolak seorang Gavin Wardhana. Selain statusnya sebagai calon penerus bisnis Wardhana Company, ketampanan Gavin juga tidak bisa dengan mudah ditolak. Selain itu, dia juga sangat terkenal di dunia maya, salah satu selebgram yang paling digandrungi kaum hawa. Jujur aku telah jatuh hati sejak mamah memberikan selembar fotonya padaku. Yah, aku salah satu dari ratusan ribu gadis yang menjadi penggemarnya.Kalau ada yang tanya, bagaimana perasaanku saat ini. Dengan lantang akan kujawab kalau aku sangat bahagia. Membayangkan nantinya aku akan jadi wanita satu-satunya yang akan bersanding dengan Gavin dipelaminan, membuat bibir ini tak berhenti tersenyum. Sekarang aku sedang berada dikamar, memandangi foto Gavin di instagramnya. Rasanya seperti mimpi dijodohkan dengan selebgram yang sekarang berkecimpung di dunia modeling dan menjadi bintang iklan beberapa produk terkenal. Dan pastinya aku termasuk salah satu penggemar berat pria itu. Bukan hanya karena ketampanan saja, tapi juga karena kepribadiannya yang baik. Dalam video yang sering ia bagikan di kanal youtubenya aku bisa tahu bagaimana ramahnya dan bagaimana baiknya seorang Gavin Wardhana ini. Dia terlihat ramah saat bertemu fans, dia juga rajin membantu orang-orang kesusahan, pokoknya idaman banget. “Ah, menikah dengan Gavin!” seperti orang gila, aku berteriak di dalam kamar dengan sangat keras. “Kenapa hari Sabtu lama banget, aku pengen cepet-cepet ketemu sama dia.”Ya, pernikahanku akan diadakan hari sabtu besok, tepat 2 hari sebelum aku masuk kuliah. Jadi nanti pas masuk kuliah aku sudah menyandang status sebagai Nyonya Gavin Wardhana.“Saya terima nikah dan kawinnya Putri Isabella binti Bapak Tito Sunardi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”Gavin yang duduk disampingku menjawab dengan lancar ijab yang diucapkan Papa. Aku ikut berdebar dalam diam mendengar momen sakral tersebut. Walau ini pernikahan dadakan tapi tak mengurangi seuasana khidmat saat akad barang sedikit. Aku tetap merasakan bagaimana tegangnya menunggu calon suami menghalalkanku.“Bagaimana saksi? Sah?”“Sah,” jawab para saksi serentak.“Alhamdulillah,” gumamku.Aku langsung mengulurkan tangan pada orang yang sudah menyandang status sebagai suamiku. Tak lupa kukecup punggung tangannya. Wangi, tangan Gavin sangat wangi. “Sadar Bella!” makiku pada sisi abnormalku.“Selamat ya, Sayang,” dengan senyum mengembang, wanita paruh baya yang sangat mirip denganku itu menarik tubuh mungil ini ke dalam pelukannya. “Mama nggak nyangka, gadis kecil kesayangan Mama ini sekarang sudah menikah”“Makasih ya, Ma.”“Iya Sayang, Mama senang kamu menerima perjodohan ini dengan bahagia seperti ini. Mama takut kamu akan terpaksa menerimanya dan bersedih saat pernikahan berlangsung. Ternyata kekhawatiran itu tidak terjadi, Mama jadi lega sekarang,” ucap Mama terlihat jelas kelegaan serta kebahagiaan di wajahnya.“Sana kamu dampingi Gavin, biar dikenalkan sama keluarganya. Nanti kalau sudah selesai, bawa dia kesini. Mama akan memperkenalkannya pada keluarga kita.”“Oke, Mah.” Pernikahan ini memang berlangsung dengan sederhana, sesuai kesepakatan keluarga Gavin dan orangtuaku. Kami hanya mengundang keluarga terdekat saja, tidak banyak.Aku mendekati pria yang sudah berstatus sebagai suamiku, jujur jantung ini mulai melonjak-lonjak sekarang. Dalam mimpipun tak pernah terbayangkan bisa sedekat ini dengan seorang Gavin. Apalagi mimpi jadi istri Gavin.Aku adalah definisi fansgirl yang paling beruntung di dunia ini.“Nak Bella, sini-sini,” ajak seorang wanita paruh baya yang terlihat lebih tua dari Mama. Dia adalah ibu Gavin, ibu Mertuaku. Tadi Mama memperkenalkanku dengan belau sebelum pernikahan berlangsung.“Gavin, gandeng Bella dan ajak berkenalan dengan keluarga kita,” Nyonya Farah Wardhana menyuruh anak bungsunya itu untuk membawaku berkeliling menemui satu persatu sanak saudaranya.“Bella ikut sama Gavin, ya.” Aku mengangguk, mengikuti Gavin yang sudah berjalan mendahuluiku.Semenjak pertemuan kita tadi, sampai acara pernikahan ini hampir selesai, belum ada percakapan diantara kami. Sama sekali belum ada. Bahkan kalau diingat lagi, kami belum berkenalan. Dia hanya diam, sorot matanya pun terlihat dingin. Tapi tak bisa dipungkiri, hal itu malah membuat aura tampannya semakin meningkat. Dasar Bella aneh.Gavin mengajakku, ah bukan. Lebih tepatnya aku mengikuti Gavin, menyapa semua keluarganya. Bahkan disaat kami menyapa keluarganya pu
“Hah, akhirnya kita sampai di rumah barumu, Sayang.”Aku yang sedari tadi bersandar di bahu Mama akhirnya bangkit, ikut melihat rumah yang bisa dibilang lumayan mewah untuk orang biasa sepertiku. Ya, rumah ini yang akan menjadi tempat tinggal baruku dengan manusia menyebalkan itu.“Gimana Bel, bagus kan?” dengan mata berbinar Mama bertanya kepadaku.“Iya, bagus kok Ma."“Kamu tahu, rumah ini yang milihin kakeknya Gavin. Kakeknya Gavin bahkan menanyakan dekorasi yang kamu sukai, mulai dari warna dan barang-barang favoritmu. Pak Wira berharap dengan begitu kamu akan betah tinggal disini. Baik banget memang beliau itu,” Mama sepertinya sangat menghormati Pak Wira, kakek Gavin yang belum pernah kutemui. Beliau saat ini sedang dinas diluar negeri, jadi beliau tidak bisa menghadiri pernikahan kami tadi.Setelah turun dari mobil, aku langsung masuk kedalam rumah dengan menarik koper merah yang berisi sebagian kecil pa
Kupikir hal seperti ini hanya terjadi dalam drama atau novel-novel romance saja. Dimana pasangan tersebut membuat kontrak kalau dia bisa bebas berhubungan dengan wanita mana saja sesuka hatinya. Tapi ternyata kisah itu sekarang berlaku padaku juga. kalau soal berhubungan dengan wanita manapun diluar rumah ini mungkin aku masih bisa sedikit memakluminya. Tapi kalau dia mau bebas melakukan apapun disini, lalu bagaimana denganku. Ini bukan tentang kecemburuan, hanya saja aku yang masih nol pengalaman soal percintaan membayangkan hal-hal yang terjadi saat pria dan wanita berkencan di rumah pasangan membuatku merasa risih sendiri. Ini nyata soalnya, kalau cuma film atau drama aku tidak akan punya masalah.Isi perjanjian yang ditulis Gavin sebenarnya hanya ada empat poin. Pertama, dia ingin pernikahan ini disembunyikan dari publik, baik kampus, sosial media maupun teman terdekat sekalipun. Kedua, dilarang mencampuri urusan pribadi satu sama lain. Ketiga, selama kita menik
Astaga, mulutnya harus ikut disekolahkan. Masak iya, dia akan memperkenalkanku sebagai pembantu. Biar bagaimanapun aku ini istrinya, masak nanti dia tega memperkenalkanku pada wanitanya sebagai seorang pembantu. Lagian mana ada sih pembantu yang secantik aku. Tapi sebenarnya banyak sih pembantu yang lebih cantik dari aku.“Apa tidak ada opsi lain? Gila kamu ya? Masak iya kamu kenalin aku sebagai pembantumu?” protesku tak terima dengan usulannya.“Tenang saja, soal alasan itu banyak. Kamu tidak usah khawatirkan itu. Yang terpenting kamu jalani saja tugasmu, untuk yang lain biar aku yang urus.”“Bella, ayok buruan! Nanti kalau telat kita bisa kena hukum,” Yura berteriak sembari melambai-lambaikan tangan.“Iya, sebentar,” dengan tergopoh-gopoh aku berlari menghampirinya yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus.“Ayok buruan masuk, tuh lihat sudah sepi. Kita pasti telat!” tanganku
“Gavin!”“Gavin!” suasana kembali riuh, bahkan masih ada banyak gadis yang berdatangan menambah sesak kerumunan. Diantara banyaknya gadis disana, ada satu orang yang sangat menarik perhatianku.“Tunggu, itu kan Yura.” kutemukan sosok Yura diantara puluhan gadis yang tengah berkerumun disekitar Gavin.“Yura!” dia tak bergeming. Mungkin dia tak mendengar, suaraku kalah dengan teriakan penggemar Gavin.“Yura!” karena Yura tak kunjung mendengar, kuputuskan untuk menghampirinya.“Dasar si Yura, dihampiri malah kedepan,” rutukku kesal pada sahabatku itu. Dia malah meju kedepan mendekati Gavin.Yura memang belum tau kalau aku sudah menikah dengan pria itu, mengingat isi perjanjian kita yang tidak memperbolehkan status pernikahan ini bocor walaupun di tangan sahabat sendiri. Maaf Yura, aku berbohong padamu.“Wah, gila! Dia boleh juga Vin,” sa
“Sampai,” Yura memarkirkan mobil Brio warna merah miliknya tepat di depan tempat karaoke yang sering dijadikan tempat berkumpul anak kampus sini.“Kok tempat karaoke sih, katanya mau makan?”Aku jadi bingung dengan tingkah Yura yang menurutku mencurigakan. Dia tidak menjawab pertanyaanku tapi malah mengalihkan pembicaraan, seperti ada yang sedang ia sembunyikan.“Ayok buruan kita turun.”“Yura! Aku tanya kok kita bukan ke rumah makan atau cafe tapi malah ke tempat karaoke? Katanya tadi kamu ngajak aku makan?” kuulang lagi pertanyaanku dengan nada sedikit kesal.“Di dalam kan ada menu makanan juga, Bel. Tenang saja, pokoknya aku berani jamin perutmu akan kenyang sepulang dari sini.”“Tapi untuk apa kita kesini? Memangnya kamu pengen karaokean? Tumben banget,” setauku Yura tidak terlalu suka karaokean, dia bilang tidak percaya diri dengan suaranya yang cempreng. Suaraku pun tak jauh beda dengan suara Yura sebenarnya, dan memang kami berdua bukan tipe oran
“Jangan mimpi lepas dariku,” bibirnya kini sudah hampir meraih bibir ranumku. Ciuman pertamaku! Aku tidak rela orang sepertinya merebut ciuman pertamaku. Tanpa pikir panjang kutendang harta berharga miliknya dengan sekuat tenaga.“Auh! Sialan!”Plak!Dia menampar wajahku dengan sangat keras, bahkan sampai tubuh mungilku terjerembab ke lantai.Bugh! Bugh!Perlahan kuangkat kepalaku setelah mendengar pukulan keras yang dilayangkan bertubi-tubi pada pria itu. Gavin, dia memukuli sahabatnya sendiri.“Rendy, ingat ini baik-baik! Jangan pernah sekali lagi merendahkan wanita ini baik dihadapan maupun dibelakangku. Kalau sampai aku tahu kamu merendahkannya lagi, jangan salahkan aku akan terjadi hal buruk pada dirimu. Pastinya lebih buruk dari ini,” ujar Gavin pada sahabatnya yang sudah terkulai lengkap dengan cairan berwarna merah yang mengalir dari hidung dan pojok bibirnya.“Memangnya kenapa kalau aku meren
“Sebentar, jadi yang ingin menyembunyikan hubungan ini intinya hanya Gavin saja?” mata Yura langsung melotot menatap Gavin dengan tajam sampai yang ditatap bergidik ngeri dibuatnya.“Bukan, bukan seperti itu. Ini semua atas kesepakatan kami berdua. Bukan hanya keinginan Gavin,” sanggahku cepat. Jangan sampai Yura tahu tentang perjanjian itu.“Kamu yakin Bel?” tanyanya masih berusaha mencari kebohongan di wajahku.“Yakin, aku juga ingin menikmati statusku sebagai mahasiswa tanpa embel-embel status pernikahan,” jawabku penuh dengan keyakinan.Aku memang masih ingin menikmati masa emas ini, ingin punya pacar, ingin jatuh cinta dan bebas melakukan apa saja yang kuinginkan. Andai Gavin tidak membenciku, mungkin keinginan itu akan terwujud dengannya. Tapi sudahlah, aku harus fokus pada duniaku sendiri ada atau tanpa adanya Gavin di dalamnya.“Kamu yakin?” tanya Yura lagi dengan senyuman mi
“Sebentar, jadi yang ingin menyembunyikan hubungan ini intinya hanya Gavin saja?” mata Yura langsung melotot menatap Gavin dengan tajam sampai yang ditatap bergidik ngeri dibuatnya.“Bukan, bukan seperti itu. Ini semua atas kesepakatan kami berdua. Bukan hanya keinginan Gavin,” sanggahku cepat. Jangan sampai Yura tahu tentang perjanjian itu.“Kamu yakin Bel?” tanyanya masih berusaha mencari kebohongan di wajahku.“Yakin, aku juga ingin menikmati statusku sebagai mahasiswa tanpa embel-embel status pernikahan,” jawabku penuh dengan keyakinan.Aku memang masih ingin menikmati masa emas ini, ingin punya pacar, ingin jatuh cinta dan bebas melakukan apa saja yang kuinginkan. Andai Gavin tidak membenciku, mungkin keinginan itu akan terwujud dengannya. Tapi sudahlah, aku harus fokus pada duniaku sendiri ada atau tanpa adanya Gavin di dalamnya.“Kamu yakin?” tanya Yura lagi dengan senyuman mi
“Jangan mimpi lepas dariku,” bibirnya kini sudah hampir meraih bibir ranumku. Ciuman pertamaku! Aku tidak rela orang sepertinya merebut ciuman pertamaku. Tanpa pikir panjang kutendang harta berharga miliknya dengan sekuat tenaga.“Auh! Sialan!”Plak!Dia menampar wajahku dengan sangat keras, bahkan sampai tubuh mungilku terjerembab ke lantai.Bugh! Bugh!Perlahan kuangkat kepalaku setelah mendengar pukulan keras yang dilayangkan bertubi-tubi pada pria itu. Gavin, dia memukuli sahabatnya sendiri.“Rendy, ingat ini baik-baik! Jangan pernah sekali lagi merendahkan wanita ini baik dihadapan maupun dibelakangku. Kalau sampai aku tahu kamu merendahkannya lagi, jangan salahkan aku akan terjadi hal buruk pada dirimu. Pastinya lebih buruk dari ini,” ujar Gavin pada sahabatnya yang sudah terkulai lengkap dengan cairan berwarna merah yang mengalir dari hidung dan pojok bibirnya.“Memangnya kenapa kalau aku meren
“Sampai,” Yura memarkirkan mobil Brio warna merah miliknya tepat di depan tempat karaoke yang sering dijadikan tempat berkumpul anak kampus sini.“Kok tempat karaoke sih, katanya mau makan?”Aku jadi bingung dengan tingkah Yura yang menurutku mencurigakan. Dia tidak menjawab pertanyaanku tapi malah mengalihkan pembicaraan, seperti ada yang sedang ia sembunyikan.“Ayok buruan kita turun.”“Yura! Aku tanya kok kita bukan ke rumah makan atau cafe tapi malah ke tempat karaoke? Katanya tadi kamu ngajak aku makan?” kuulang lagi pertanyaanku dengan nada sedikit kesal.“Di dalam kan ada menu makanan juga, Bel. Tenang saja, pokoknya aku berani jamin perutmu akan kenyang sepulang dari sini.”“Tapi untuk apa kita kesini? Memangnya kamu pengen karaokean? Tumben banget,” setauku Yura tidak terlalu suka karaokean, dia bilang tidak percaya diri dengan suaranya yang cempreng. Suaraku pun tak jauh beda dengan suara Yura sebenarnya, dan memang kami berdua bukan tipe oran
“Gavin!”“Gavin!” suasana kembali riuh, bahkan masih ada banyak gadis yang berdatangan menambah sesak kerumunan. Diantara banyaknya gadis disana, ada satu orang yang sangat menarik perhatianku.“Tunggu, itu kan Yura.” kutemukan sosok Yura diantara puluhan gadis yang tengah berkerumun disekitar Gavin.“Yura!” dia tak bergeming. Mungkin dia tak mendengar, suaraku kalah dengan teriakan penggemar Gavin.“Yura!” karena Yura tak kunjung mendengar, kuputuskan untuk menghampirinya.“Dasar si Yura, dihampiri malah kedepan,” rutukku kesal pada sahabatku itu. Dia malah meju kedepan mendekati Gavin.Yura memang belum tau kalau aku sudah menikah dengan pria itu, mengingat isi perjanjian kita yang tidak memperbolehkan status pernikahan ini bocor walaupun di tangan sahabat sendiri. Maaf Yura, aku berbohong padamu.“Wah, gila! Dia boleh juga Vin,” sa
Astaga, mulutnya harus ikut disekolahkan. Masak iya, dia akan memperkenalkanku sebagai pembantu. Biar bagaimanapun aku ini istrinya, masak nanti dia tega memperkenalkanku pada wanitanya sebagai seorang pembantu. Lagian mana ada sih pembantu yang secantik aku. Tapi sebenarnya banyak sih pembantu yang lebih cantik dari aku.“Apa tidak ada opsi lain? Gila kamu ya? Masak iya kamu kenalin aku sebagai pembantumu?” protesku tak terima dengan usulannya.“Tenang saja, soal alasan itu banyak. Kamu tidak usah khawatirkan itu. Yang terpenting kamu jalani saja tugasmu, untuk yang lain biar aku yang urus.”“Bella, ayok buruan! Nanti kalau telat kita bisa kena hukum,” Yura berteriak sembari melambai-lambaikan tangan.“Iya, sebentar,” dengan tergopoh-gopoh aku berlari menghampirinya yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus.“Ayok buruan masuk, tuh lihat sudah sepi. Kita pasti telat!” tanganku
Kupikir hal seperti ini hanya terjadi dalam drama atau novel-novel romance saja. Dimana pasangan tersebut membuat kontrak kalau dia bisa bebas berhubungan dengan wanita mana saja sesuka hatinya. Tapi ternyata kisah itu sekarang berlaku padaku juga. kalau soal berhubungan dengan wanita manapun diluar rumah ini mungkin aku masih bisa sedikit memakluminya. Tapi kalau dia mau bebas melakukan apapun disini, lalu bagaimana denganku. Ini bukan tentang kecemburuan, hanya saja aku yang masih nol pengalaman soal percintaan membayangkan hal-hal yang terjadi saat pria dan wanita berkencan di rumah pasangan membuatku merasa risih sendiri. Ini nyata soalnya, kalau cuma film atau drama aku tidak akan punya masalah.Isi perjanjian yang ditulis Gavin sebenarnya hanya ada empat poin. Pertama, dia ingin pernikahan ini disembunyikan dari publik, baik kampus, sosial media maupun teman terdekat sekalipun. Kedua, dilarang mencampuri urusan pribadi satu sama lain. Ketiga, selama kita menik
“Hah, akhirnya kita sampai di rumah barumu, Sayang.”Aku yang sedari tadi bersandar di bahu Mama akhirnya bangkit, ikut melihat rumah yang bisa dibilang lumayan mewah untuk orang biasa sepertiku. Ya, rumah ini yang akan menjadi tempat tinggal baruku dengan manusia menyebalkan itu.“Gimana Bel, bagus kan?” dengan mata berbinar Mama bertanya kepadaku.“Iya, bagus kok Ma."“Kamu tahu, rumah ini yang milihin kakeknya Gavin. Kakeknya Gavin bahkan menanyakan dekorasi yang kamu sukai, mulai dari warna dan barang-barang favoritmu. Pak Wira berharap dengan begitu kamu akan betah tinggal disini. Baik banget memang beliau itu,” Mama sepertinya sangat menghormati Pak Wira, kakek Gavin yang belum pernah kutemui. Beliau saat ini sedang dinas diluar negeri, jadi beliau tidak bisa menghadiri pernikahan kami tadi.Setelah turun dari mobil, aku langsung masuk kedalam rumah dengan menarik koper merah yang berisi sebagian kecil pa
“Nak Bella, sini-sini,” ajak seorang wanita paruh baya yang terlihat lebih tua dari Mama. Dia adalah ibu Gavin, ibu Mertuaku. Tadi Mama memperkenalkanku dengan belau sebelum pernikahan berlangsung.“Gavin, gandeng Bella dan ajak berkenalan dengan keluarga kita,” Nyonya Farah Wardhana menyuruh anak bungsunya itu untuk membawaku berkeliling menemui satu persatu sanak saudaranya.“Bella ikut sama Gavin, ya.” Aku mengangguk, mengikuti Gavin yang sudah berjalan mendahuluiku.Semenjak pertemuan kita tadi, sampai acara pernikahan ini hampir selesai, belum ada percakapan diantara kami. Sama sekali belum ada. Bahkan kalau diingat lagi, kami belum berkenalan. Dia hanya diam, sorot matanya pun terlihat dingin. Tapi tak bisa dipungkiri, hal itu malah membuat aura tampannya semakin meningkat. Dasar Bella aneh.Gavin mengajakku, ah bukan. Lebih tepatnya aku mengikuti Gavin, menyapa semua keluarganya. Bahkan disaat kami menyapa keluarganya pu
“Sebelumnya Mama sama Papa minta maaf, Bel. Kami berdua terpaksa melakukan hal ini padamu.”Mama tiba-tiba terlihat serius. Padahal sebelumnya kami sedang menonton film sambil bercanda santai. Namun tiba-tiba Mama merubah suasana menjadi menegangkan.“Kamu harus segera menikah dengan cucu keluarga Wardhana, Bel," seketika mataku terbelalak, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Semoga aku salah dengar. Aku belum ingin menikah!“Maafkan Mama dan Papa, ya. Kami terpaksa menerima perjodohan ini, semua demi masa depanmu, Sayang.”Apa? Masa depan? Yang ada masa depanku akan hancur karena perjodohan ini.Umurku baru 19 tahun, dan baru saja satu lulus SMA satu bulan yang lalu. Dan sekarang mereka akan menikahkanku dengan orang yang tidak kutahu sama sekali.Aku ini Bella, gadis yang belum pernah merasakan romansa. Gadis biasa yang tidak berani pacaran karena dilarang orang tua. Kukira setel