Lea mematung di atas sepedanya. Ditatapnya pria yang saat ini berdiri dengan sebuket bunga terulur padanya. Bunga tulip putih dan anggrek entah jenis apa yang jelas warnanya juga putih, bunga yang tadi Lea rangkai."Untukmu, aku minta maaf."Datar sekali ucapannya, hingga terdengar macam bot dalam sebuah sistem. Sejatinya sebuah perjuangan bagi seorang Zio untuk mengucapkan maaf. Ingat, lelaki itu punya karakter dingin dan sombong yang dijadikan satu. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kakunya Zio saat mengucapkan maaf.Frasa itu di lisan Zio berubah jadi seperti perintah, bukan permintaan maaf yang mampu meluluhkan hati orang lain. Pun dengan Lea alih-alih tersentuh akan permintaam maaf Zio, wanita itu malah jadi bingung sendiri."Maaf untuk apa?" Lea kali ini berani bertanya. Dia teringat baju yang kini dipakai Zio bukanlah pilihannya. Tapi pilihan nenek lampir, julukan yang Zico sematkan untuk Nancy. Jengkel tumbuh menjulang di hati Lea.Zio seketika kelabakan, dia mana pernah memb
Napas Lea serasa berhenti, saat Zio menunduk untuk mencium leher Lea yang semalam dia cekik. Ya Tuhan, Lea rasanya sampai lupa bernapas. Tubuh perempuan itu menegang kaku dengan jantung berdentam tidak karuan. Zio sendiri merasa aneh, dia biasanya sangat menjaga diri dari sentuhan dengan lawan jenis yang terlalu intim. Bahkan jabat tangan pun seperlunya saja. Namun dengan Lea semua batasan itu dia langgar.Apa karena status mereka yang sudah sah sebagai suami istri atau karena Zio memang menginginkan perempuan yang kini bak patung di bawah tubuhnya."Kau ini aneh sekali. Bukannya kau janda, kenapa reaksi tubuhmu selalu macam perawan kalau kudekati," ujar Zio setelah sempat mencuri cium bibir Lea.Demi mendengar ucapan Zio, Lea dengan segera mendorong tubuh besar Zio hingga dia terbebas dari kungkungan sang suami. "Bukan urusanmu!"Zio menyeringai, ini sangat mencurigakan. Perempuan yang sudah pernah menikah, biasanya akan mudah terbuai suasana meski hanya diberi sentuhan kecil. Tap
Arch mengulas senyum tiada henti saat Zio mau memasak untuknya. Dua maid tadi berujar kalau sang chef sudah pulang. Jam kerja juru masak di rumah Zio hanya sampai makan malam dihidangkan, setelahnya dia akan undur diri."Horee," teriak Arch menyambut sepiring telur dadar bercampur sayur yang diulurkan Zio. Sang lelaki juga menambahkan usapan di kepala Arch sekaligus mengecupnya sesaat.Nancy sejak tadi senyum-senyum sendiri melihat sikap manis Zio pada Arch. Dia dan Inez sempat membahas Lea yang kerap tak turun makan malam. Namun Zio tidak menanggapi, hingga topik kabur begitu saja. Tak berapa lama biang kerok lain datang. "Malam semua," sapa Zico ceria. Lelaki tanggung itu juga melakukan tos dengan Arch."Bagaimana?" Zico bertanya pada sang kakak."Apanya?" Zico mengerutkan dahi mendengar balasan Zio. Remaja tadi lantas menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Kerutan kini berganti pada Zio."Kakak ipar memintaku memberi penilaian pada pakaian yang sudah dia siapkan untukmu. Itu foton
Rian melebarkan mata, tidak percaya dengan apa yang Zio katakan. Pun dengan Vika. "Boleh saya tahu alasannya?" Rian bertanya pelan-pelan.Zio yang sudah berdiri, lantas memanahkan tatapan pada Rian yang kembali dibuat gemetaran. "Saya tidak mau bekerjasama dengan orang yang tidak kompeten."Zio berbalik lalu meninggalkan Rian yang masih membeku di tempatnya berdiri. "Tidak kompeten," kutip Rian menirukan kalimat Zio. Padahal Rian pikir semua sudah sempurna, tidak ada cacat dalam proposal kerja sama yang dia ajukan.Beda Rian, beda pula reaksi Vika atas penolakan kerja sama ini. Adik Agra itu seketika berpikir kalau ini ada hubungannya dengan dirinya yang adik Agra. Maka ketika Zio masih berada di parkiran, Vika segera mendatanginya."Maaf, Tuan jika mengganggu. Saya ingin bicara sebentar," kata Vika dengan wajah penuh permohonan.Zio menarik sudut bibirnya. "Silakan," ucap Zio dingin. Vika menarik napas, aura Zio sungguh membuatnya sesak. Pria ini punya dominasi yang sangat kuat. Kal
Di tengah keterkejutan Reiner, Han mendekat lantas berbisik ke telinga Zio. Pria itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Tanpa kata Zio berlalu pergi dari ruangan itu, meninggalkan Reiner yang seketika mengumpat. Siapa yang sudah mengganggu acaranya."Tuan mengundang Anda untuk datang ke kantornya lusa. Pesan Tuan, datang sendiri atau dengan asisten Anda."Seorang pria yang Reiner kenal sebagai bawahan Han kembali untuk menyampaikan pesan. Reiner tak jadi mengumpat. Setidaknya dia masih punya kesempatan untuk bekerja sama dengan AK Grup."Papa di mana dia?" Seorang perempuan berpakaian super seksi datang menghampiri Reiner."Dia pergi, Rain" balas Reiner sambil mencium pipi putrinya."Padahal aku sudah lama menunggunya di kamar. Tidak sabar pengen tidur dengannya," kata Rain frontal."Kamu tidak perlu melakukan itu. Lusa, Papa akan menemuinya. Sendiri, dia tidak mau Papa membawamu. Lagi pula, dia sudah menikah jadi jauhi dia.""Apa? Dia sudah menikah? Bukannya dia
"Di mana Kak Agra?" Vika bertanya pada Raisa yang dia jumpai begitu masuk rumah."Di ruang kerjanya kali," balas Raisa ketus. Gadis itu langsung berlalu dari hadapan Vika. Aksinya mendapat dengusan kesal dari sang kakak."Dasar tidak tahu sopan santun," gumam Vika.Raisa sempat mendengarnya meski sudah separuh jalan menaiki tangga menuju lantai dua. "Tidak tahu sopan santun? Harusnya kata itu dibalikin ke muka dia. Dasar tidak tahu malu. Belum nikah saja sudah suka nginap di rumah lelaki. Itu bukan lagi tidak punya sopan santun. Tapi murahan," gerutu Raisa sambil menutup pintu kamar lalu menguncinya.Raisa sudah mampu berpikir dewasa dalam beberapa kesempatan. Dia mengetahui Vika, kakak perempuannya sudah lama tidak pulang ke rumah. Hanya beberapa kali saja. Gadis remaja itu juga tahu kalau sang kakak tinggal di rumah kekasihnya. Dalam pandangan Raisa, hal itu sudah tidak benar. Helaan napas terdengar dari bibir tipis Raisa. Begitu banyak masalah dalam hidupnya. Dua kakaknya yang d
Lea mendengus kesal saat masuk ke kamarnya, dia pikir Zio akan memarahi Nancy setelah melihat apa yang perempuan itu lakukan padanya. Nancy jelas sudah menjambak rambutnya, bahkan beberapa helai sampai tercabut, belum lagi pinggangnya yang lumayan nyeri setelah membentur tepian meja, sebelum jatuh betulan di lantai."Dasar pasangan tidak tahu malu! Aduh!" Lea menyentuh pinggangnya."Dramanya gak valid ih, masak iya aku kudu akting mokat biar si tuan mulut mercon membelaku. Emohlah, kalau harus lebay-lebay. Pasti mereka sekarang lagi indehoy tu."Lea menggerutu dengan badan bersandar ke punggung sofa kesayangannya. Harusnya Lea sadar kalau tempat itu membuat dirinya tidak tahu jika ada yang masuk ke kamar. Ditambah gemericik air dari kolam mini Zio, membuat apapun jadi tersamarkan bunyinya. Suasana kamar Zio memang menenangkan, macam berada di alam terbuka.Dan kejadian itu terulang lagi, saat Lea asyik menggerutu dan memaki, seseorang mendengarnya dengan tangan bersedekap di dada. "
Lea terus dibuat penasaran dengan apa yang Zio lakukan padanya. Perempuan itu sudah seharian ini sering melamun. Jika tidak ada pelanggan, maka Lea akan kembali teringat bagaimana intimnya ciuman mereka tadi malam.Bak anak remaja yang baru mendapatkan first kiss-nya, Lea selalu terbayang bagaimana bibir Zio saat memagutnya. "Malah melamun. Aku atau kamu yang nganterin bunga ke restoran di ujung sana. Mumpung pelanggan sedang tidak banyak. Mukamu suntuk amat. Kenapa? Tidak dapat jatah ya?"Agni ini biarpun masih single tapi mulutnya kalau bicara suka los dol. Apa saja disebut tanpa filter."Jatah apaan?" tanya Lea polos.Agni langsung fokus pada Lea. "Serius kamu gak tahu apa itu jatah. Kalian nyebutnya apa, kawin, nge ...."Lea langsung membekap mulut Agni yang berpotensi membuatnya malu ke ubun-ubun. "Jangan teriak! Bikin malu aja."Agni nyengir lebar setelah Lea melepas bekapan mulutnya. "Sorry, soalnya di wajahmu tulisannya begitu.""Apa itu?""Kurang lama, kurang lama."Digetokl
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa