"Maksudnya apa ya?" Lea bertanya pada Rina. Apa maksud mantan mertuanya menyebut Lea masuk ke mobil mewah setelah dia diusir dari rumah. Tidak mungkin kan mama Rian melihatnya ditolong Zio. Dia sendiri saja tidak tahu kalau yang menolongnya adalah Zio, sampai dia Nika cerita mengenai hal itu."Maksudnya kau ini murahan pantas saja jika Mas Rian menceraikanmu," cibir Rina menjawab pertanyaan Lea.Lea baru saja akan membalas ucapan Rina ketika lonceng kembali berbunyi. Kali ini Vika dan Rina yang dibuat syok akan kedatangan Rian. Lelaki itu sendiri langsung gugup mendapati Rina dan Vika ada di sana."Apa yang Mas lakukan di sini?" Rina lebih dulu bertanya."Kalian sendiri apa yang kalian lakukan?" Rian balik bertanya saat sadar kalau Vika dan Rina bisa saja melakukan hal buruk pada Lea."Kita mau silaturahmi sama Lea. Kami dengar dia punya toko baru, jadi kami datanglah melihat-lihat. Boleh juga." Rina menjawab seraya melangkah ke arah display bunga di toko Lea.Beda Rina, beda pula Vi
Lea mematung di atas sepedanya. Ditatapnya pria yang saat ini berdiri dengan sebuket bunga terulur padanya. Bunga tulip putih dan anggrek entah jenis apa yang jelas warnanya juga putih, bunga yang tadi Lea rangkai."Untukmu, aku minta maaf."Datar sekali ucapannya, hingga terdengar macam bot dalam sebuah sistem. Sejatinya sebuah perjuangan bagi seorang Zio untuk mengucapkan maaf. Ingat, lelaki itu punya karakter dingin dan sombong yang dijadikan satu. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kakunya Zio saat mengucapkan maaf.Frasa itu di lisan Zio berubah jadi seperti perintah, bukan permintaan maaf yang mampu meluluhkan hati orang lain. Pun dengan Lea alih-alih tersentuh akan permintaam maaf Zio, wanita itu malah jadi bingung sendiri."Maaf untuk apa?" Lea kali ini berani bertanya. Dia teringat baju yang kini dipakai Zio bukanlah pilihannya. Tapi pilihan nenek lampir, julukan yang Zico sematkan untuk Nancy. Jengkel tumbuh menjulang di hati Lea.Zio seketika kelabakan, dia mana pernah memb
Napas Lea serasa berhenti, saat Zio menunduk untuk mencium leher Lea yang semalam dia cekik. Ya Tuhan, Lea rasanya sampai lupa bernapas. Tubuh perempuan itu menegang kaku dengan jantung berdentam tidak karuan. Zio sendiri merasa aneh, dia biasanya sangat menjaga diri dari sentuhan dengan lawan jenis yang terlalu intim. Bahkan jabat tangan pun seperlunya saja. Namun dengan Lea semua batasan itu dia langgar.Apa karena status mereka yang sudah sah sebagai suami istri atau karena Zio memang menginginkan perempuan yang kini bak patung di bawah tubuhnya."Kau ini aneh sekali. Bukannya kau janda, kenapa reaksi tubuhmu selalu macam perawan kalau kudekati," ujar Zio setelah sempat mencuri cium bibir Lea.Demi mendengar ucapan Zio, Lea dengan segera mendorong tubuh besar Zio hingga dia terbebas dari kungkungan sang suami. "Bukan urusanmu!"Zio menyeringai, ini sangat mencurigakan. Perempuan yang sudah pernah menikah, biasanya akan mudah terbuai suasana meski hanya diberi sentuhan kecil. Tap
Arch mengulas senyum tiada henti saat Zio mau memasak untuknya. Dua maid tadi berujar kalau sang chef sudah pulang. Jam kerja juru masak di rumah Zio hanya sampai makan malam dihidangkan, setelahnya dia akan undur diri."Horee," teriak Arch menyambut sepiring telur dadar bercampur sayur yang diulurkan Zio. Sang lelaki juga menambahkan usapan di kepala Arch sekaligus mengecupnya sesaat.Nancy sejak tadi senyum-senyum sendiri melihat sikap manis Zio pada Arch. Dia dan Inez sempat membahas Lea yang kerap tak turun makan malam. Namun Zio tidak menanggapi, hingga topik kabur begitu saja. Tak berapa lama biang kerok lain datang. "Malam semua," sapa Zico ceria. Lelaki tanggung itu juga melakukan tos dengan Arch."Bagaimana?" Zico bertanya pada sang kakak."Apanya?" Zico mengerutkan dahi mendengar balasan Zio. Remaja tadi lantas menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Kerutan kini berganti pada Zio."Kakak ipar memintaku memberi penilaian pada pakaian yang sudah dia siapkan untukmu. Itu foton
Rian melebarkan mata, tidak percaya dengan apa yang Zio katakan. Pun dengan Vika. "Boleh saya tahu alasannya?" Rian bertanya pelan-pelan.Zio yang sudah berdiri, lantas memanahkan tatapan pada Rian yang kembali dibuat gemetaran. "Saya tidak mau bekerjasama dengan orang yang tidak kompeten."Zio berbalik lalu meninggalkan Rian yang masih membeku di tempatnya berdiri. "Tidak kompeten," kutip Rian menirukan kalimat Zio. Padahal Rian pikir semua sudah sempurna, tidak ada cacat dalam proposal kerja sama yang dia ajukan.Beda Rian, beda pula reaksi Vika atas penolakan kerja sama ini. Adik Agra itu seketika berpikir kalau ini ada hubungannya dengan dirinya yang adik Agra. Maka ketika Zio masih berada di parkiran, Vika segera mendatanginya."Maaf, Tuan jika mengganggu. Saya ingin bicara sebentar," kata Vika dengan wajah penuh permohonan.Zio menarik sudut bibirnya. "Silakan," ucap Zio dingin. Vika menarik napas, aura Zio sungguh membuatnya sesak. Pria ini punya dominasi yang sangat kuat. Kal
Di tengah keterkejutan Reiner, Han mendekat lantas berbisik ke telinga Zio. Pria itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Tanpa kata Zio berlalu pergi dari ruangan itu, meninggalkan Reiner yang seketika mengumpat. Siapa yang sudah mengganggu acaranya."Tuan mengundang Anda untuk datang ke kantornya lusa. Pesan Tuan, datang sendiri atau dengan asisten Anda."Seorang pria yang Reiner kenal sebagai bawahan Han kembali untuk menyampaikan pesan. Reiner tak jadi mengumpat. Setidaknya dia masih punya kesempatan untuk bekerja sama dengan AK Grup."Papa di mana dia?" Seorang perempuan berpakaian super seksi datang menghampiri Reiner."Dia pergi, Rain" balas Reiner sambil mencium pipi putrinya."Padahal aku sudah lama menunggunya di kamar. Tidak sabar pengen tidur dengannya," kata Rain frontal."Kamu tidak perlu melakukan itu. Lusa, Papa akan menemuinya. Sendiri, dia tidak mau Papa membawamu. Lagi pula, dia sudah menikah jadi jauhi dia.""Apa? Dia sudah menikah? Bukannya dia
"Di mana Kak Agra?" Vika bertanya pada Raisa yang dia jumpai begitu masuk rumah."Di ruang kerjanya kali," balas Raisa ketus. Gadis itu langsung berlalu dari hadapan Vika. Aksinya mendapat dengusan kesal dari sang kakak."Dasar tidak tahu sopan santun," gumam Vika.Raisa sempat mendengarnya meski sudah separuh jalan menaiki tangga menuju lantai dua. "Tidak tahu sopan santun? Harusnya kata itu dibalikin ke muka dia. Dasar tidak tahu malu. Belum nikah saja sudah suka nginap di rumah lelaki. Itu bukan lagi tidak punya sopan santun. Tapi murahan," gerutu Raisa sambil menutup pintu kamar lalu menguncinya.Raisa sudah mampu berpikir dewasa dalam beberapa kesempatan. Dia mengetahui Vika, kakak perempuannya sudah lama tidak pulang ke rumah. Hanya beberapa kali saja. Gadis remaja itu juga tahu kalau sang kakak tinggal di rumah kekasihnya. Dalam pandangan Raisa, hal itu sudah tidak benar. Helaan napas terdengar dari bibir tipis Raisa. Begitu banyak masalah dalam hidupnya. Dua kakaknya yang d
Lea mendengus kesal saat masuk ke kamarnya, dia pikir Zio akan memarahi Nancy setelah melihat apa yang perempuan itu lakukan padanya. Nancy jelas sudah menjambak rambutnya, bahkan beberapa helai sampai tercabut, belum lagi pinggangnya yang lumayan nyeri setelah membentur tepian meja, sebelum jatuh betulan di lantai."Dasar pasangan tidak tahu malu! Aduh!" Lea menyentuh pinggangnya."Dramanya gak valid ih, masak iya aku kudu akting mokat biar si tuan mulut mercon membelaku. Emohlah, kalau harus lebay-lebay. Pasti mereka sekarang lagi indehoy tu."Lea menggerutu dengan badan bersandar ke punggung sofa kesayangannya. Harusnya Lea sadar kalau tempat itu membuat dirinya tidak tahu jika ada yang masuk ke kamar. Ditambah gemericik air dari kolam mini Zio, membuat apapun jadi tersamarkan bunyinya. Suasana kamar Zio memang menenangkan, macam berada di alam terbuka.Dan kejadian itu terulang lagi, saat Lea asyik menggerutu dan memaki, seseorang mendengarnya dengan tangan bersedekap di dada. "