Di tengah keterkejutan Reiner, Han mendekat lantas berbisik ke telinga Zio. Pria itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Tanpa kata Zio berlalu pergi dari ruangan itu, meninggalkan Reiner yang seketika mengumpat. Siapa yang sudah mengganggu acaranya."Tuan mengundang Anda untuk datang ke kantornya lusa. Pesan Tuan, datang sendiri atau dengan asisten Anda."Seorang pria yang Reiner kenal sebagai bawahan Han kembali untuk menyampaikan pesan. Reiner tak jadi mengumpat. Setidaknya dia masih punya kesempatan untuk bekerja sama dengan AK Grup."Papa di mana dia?" Seorang perempuan berpakaian super seksi datang menghampiri Reiner."Dia pergi, Rain" balas Reiner sambil mencium pipi putrinya."Padahal aku sudah lama menunggunya di kamar. Tidak sabar pengen tidur dengannya," kata Rain frontal."Kamu tidak perlu melakukan itu. Lusa, Papa akan menemuinya. Sendiri, dia tidak mau Papa membawamu. Lagi pula, dia sudah menikah jadi jauhi dia.""Apa? Dia sudah menikah? Bukannya dia
"Di mana Kak Agra?" Vika bertanya pada Raisa yang dia jumpai begitu masuk rumah."Di ruang kerjanya kali," balas Raisa ketus. Gadis itu langsung berlalu dari hadapan Vika. Aksinya mendapat dengusan kesal dari sang kakak."Dasar tidak tahu sopan santun," gumam Vika.Raisa sempat mendengarnya meski sudah separuh jalan menaiki tangga menuju lantai dua. "Tidak tahu sopan santun? Harusnya kata itu dibalikin ke muka dia. Dasar tidak tahu malu. Belum nikah saja sudah suka nginap di rumah lelaki. Itu bukan lagi tidak punya sopan santun. Tapi murahan," gerutu Raisa sambil menutup pintu kamar lalu menguncinya.Raisa sudah mampu berpikir dewasa dalam beberapa kesempatan. Dia mengetahui Vika, kakak perempuannya sudah lama tidak pulang ke rumah. Hanya beberapa kali saja. Gadis remaja itu juga tahu kalau sang kakak tinggal di rumah kekasihnya. Dalam pandangan Raisa, hal itu sudah tidak benar. Helaan napas terdengar dari bibir tipis Raisa. Begitu banyak masalah dalam hidupnya. Dua kakaknya yang d
Lea mendengus kesal saat masuk ke kamarnya, dia pikir Zio akan memarahi Nancy setelah melihat apa yang perempuan itu lakukan padanya. Nancy jelas sudah menjambak rambutnya, bahkan beberapa helai sampai tercabut, belum lagi pinggangnya yang lumayan nyeri setelah membentur tepian meja, sebelum jatuh betulan di lantai."Dasar pasangan tidak tahu malu! Aduh!" Lea menyentuh pinggangnya."Dramanya gak valid ih, masak iya aku kudu akting mokat biar si tuan mulut mercon membelaku. Emohlah, kalau harus lebay-lebay. Pasti mereka sekarang lagi indehoy tu."Lea menggerutu dengan badan bersandar ke punggung sofa kesayangannya. Harusnya Lea sadar kalau tempat itu membuat dirinya tidak tahu jika ada yang masuk ke kamar. Ditambah gemericik air dari kolam mini Zio, membuat apapun jadi tersamarkan bunyinya. Suasana kamar Zio memang menenangkan, macam berada di alam terbuka.Dan kejadian itu terulang lagi, saat Lea asyik menggerutu dan memaki, seseorang mendengarnya dengan tangan bersedekap di dada. "
Lea terus dibuat penasaran dengan apa yang Zio lakukan padanya. Perempuan itu sudah seharian ini sering melamun. Jika tidak ada pelanggan, maka Lea akan kembali teringat bagaimana intimnya ciuman mereka tadi malam.Bak anak remaja yang baru mendapatkan first kiss-nya, Lea selalu terbayang bagaimana bibir Zio saat memagutnya. "Malah melamun. Aku atau kamu yang nganterin bunga ke restoran di ujung sana. Mumpung pelanggan sedang tidak banyak. Mukamu suntuk amat. Kenapa? Tidak dapat jatah ya?"Agni ini biarpun masih single tapi mulutnya kalau bicara suka los dol. Apa saja disebut tanpa filter."Jatah apaan?" tanya Lea polos.Agni langsung fokus pada Lea. "Serius kamu gak tahu apa itu jatah. Kalian nyebutnya apa, kawin, nge ...."Lea langsung membekap mulut Agni yang berpotensi membuatnya malu ke ubun-ubun. "Jangan teriak! Bikin malu aja."Agni nyengir lebar setelah Lea melepas bekapan mulutnya. "Sorry, soalnya di wajahmu tulisannya begitu.""Apa itu?""Kurang lama, kurang lama."Digetokl
"Kenapa kamu di sini?""Kamu sudah bisa melihat? Wow, ini keajaiban Lea."Lea mundur ketika tangan Aldo terulur ke arahnya. Aldo, kekasih Rina yang brengseknya amit-amit. Awalnya dia terkejut mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Setelah Lea pastikan ternyata itu suara Aldo.Baru kali ini Lea melihat rupa seorang Aldo. Bolehlah, tampangnya memang cocok untuk jadi playboy cap kadal gurun pasir."Kenapa kamu di sini?" Lea mengulangi pertanyaannya. Heran sekali kenapa dunia begitu sempit. Setelah kemarin Vika dan Rina mendatangi tokonya. Kini dia justru dipertemukan dengan Aldo yang sedang menatapnya penuh minat."Aku di sini? Ini restoranku Lea. Aku pemiliknya, dan aku sungguh tidak percaya ini. Kamu Lea, mantan istrinya Rian. Wah, siapa yang sangka kamu makin cantik sekarang. Vika mah lewat, Rian pasti nyesal habis-habisan sudah lepasin kamu."Sorot mata Aldo makin tidak nyaman Lea rasakan. Apalagi Aldo sesekali menjilat bibirnya sendiri, menjijikkan."Tapi tidak masalah
"Lah malah dia lagi yang muncul."Lea berujar dalam hati melihat sosok Agra turun dari mobil lantas berjalan ke arahnya. Pria itu tampan dengan kemeja hitam yang sudah digulung sampai siku. Apa jam kerja sudah habis. Kenapa pria ini justru berkeliaran jika jam kerja belum selesai.Istri Zio hanya tersenyum karir saat Agra sudah duduk di depannya. Lea harus segera pergi, dia tidak mau dicekik lagi oleh Zio gegara pria berparas rupawan di hadapannya.Agra sendiri entah bagaimana langsung memutuskan untuk menghampiri Lea yang dia lihat sedang melamun sambil menyedot minumannya.Lelaki itu lantas teringat ucapan Vika soal menyuruhnya membuat Lea hancur dan menderita."Lemon tea-nya, Kak." Suara sang penjual membuat fokus Agra pulih. Lelaki itu hanya mengangguk saat menerima pesanannya. Agra lantas kembali memperhatikan Lea yang kali ini tampak acuh padanya. Hebat, perempuan ini memang memiliki paras seperti Nika, tapi sikapnya sama sekali tidak seperti Nika.Nika sudah pasti akan mengaj
"Aku tidak bohong. Aku tidak sengaja bertemu Agra ... aarrghh!Lea terkejut saat Zio benar-benar menghimpit tubuhnya, menekannya ke kaca di belakang mereka. "Apa yang dia katakan?" Zio mencengkeram dagu Lea tapi tidak kuat. Walau begitu efeknya sangat luar biasa bagi Lea. Dia panik, cemas kalau Zio kembali mencekiknya."Dia cuma bilang mau jadi temanku, ta-tapi aku tidak mau. Sumpah Tuan, aku langsung pergi saat itu juga," balas Lea tergagap. Wajah gadis itu memucat saking takutnya.Zio sesaat hanya memandang wajah Lea yang sudut netranya berair saat gadis itu memejamkan mata. Lea pikir nasibkan akan sama seperti malam itu. Namun tebakannya keliru. Tidak ada rasa sakit di leher, tak ada nyeri, yang terasa justru pagutan lembut yang kembali menerpa bibirnya."Open your mouth," pinta Zio.Meski bingung, Lea patuh melakukannya. Hingga netra Lea melebar saat lidah Zio merangsek masuk. Mengabsen tiap sudut rongga mulutnya, menyapu deretan giginya. Juga mengajak lidahnya berbelit.Oh tidak
"Siapa kau berani melarangku?!" Inez menatap nyalang pada Lea yang berdiri agak jauh darinya. Di tangannya ada satu cangkir yang aromanya sangat menggoda hidung Inez."Minum ini, Nyonya. Saya akan membawa wine-nya.""He! Tunggu! Siapa yang memberimu izin. Kau tidak boleh membawanya!"Inez melotot saat Lea langsung menenggak habis wine yang ada di gelas mama Zio."Nyonya, minuman yang buat tenggorokan terbakar ini yang Nyonya suka. Coba ini, saya jamin Nyonya akan lebih menyukainya. Rasanya enak dan efeknya lebih kurang sama."Lea langsung menggelengkan kepalanya yang seketika berputar. Hah! Apa yang baru saja diminumnya. Rasanya pahit dengan rasa panas di tenggorokan. Enak apanya, ini mah racun, racau Lea dalam hati."Memang apa efeknya?" tantang Inez. Dia jelas tidak suka ketika ketenangannya diusik."Teh chamomile akan membuat Anda rilek, lebih mudah untuk tidur," sahut Lea terus mencoba tetap sadar. Oh, kapok dia minum yang namanya wine. Kalau sama-sama punya efek buruk, dia akan