"Lah malah dia lagi yang muncul."Lea berujar dalam hati melihat sosok Agra turun dari mobil lantas berjalan ke arahnya. Pria itu tampan dengan kemeja hitam yang sudah digulung sampai siku. Apa jam kerja sudah habis. Kenapa pria ini justru berkeliaran jika jam kerja belum selesai.Istri Zio hanya tersenyum karir saat Agra sudah duduk di depannya. Lea harus segera pergi, dia tidak mau dicekik lagi oleh Zio gegara pria berparas rupawan di hadapannya.Agra sendiri entah bagaimana langsung memutuskan untuk menghampiri Lea yang dia lihat sedang melamun sambil menyedot minumannya.Lelaki itu lantas teringat ucapan Vika soal menyuruhnya membuat Lea hancur dan menderita."Lemon tea-nya, Kak." Suara sang penjual membuat fokus Agra pulih. Lelaki itu hanya mengangguk saat menerima pesanannya. Agra lantas kembali memperhatikan Lea yang kali ini tampak acuh padanya. Hebat, perempuan ini memang memiliki paras seperti Nika, tapi sikapnya sama sekali tidak seperti Nika.Nika sudah pasti akan mengaj
"Aku tidak bohong. Aku tidak sengaja bertemu Agra ... aarrghh!Lea terkejut saat Zio benar-benar menghimpit tubuhnya, menekannya ke kaca di belakang mereka. "Apa yang dia katakan?" Zio mencengkeram dagu Lea tapi tidak kuat. Walau begitu efeknya sangat luar biasa bagi Lea. Dia panik, cemas kalau Zio kembali mencekiknya."Dia cuma bilang mau jadi temanku, ta-tapi aku tidak mau. Sumpah Tuan, aku langsung pergi saat itu juga," balas Lea tergagap. Wajah gadis itu memucat saking takutnya.Zio sesaat hanya memandang wajah Lea yang sudut netranya berair saat gadis itu memejamkan mata. Lea pikir nasibkan akan sama seperti malam itu. Namun tebakannya keliru. Tidak ada rasa sakit di leher, tak ada nyeri, yang terasa justru pagutan lembut yang kembali menerpa bibirnya."Open your mouth," pinta Zio.Meski bingung, Lea patuh melakukannya. Hingga netra Lea melebar saat lidah Zio merangsek masuk. Mengabsen tiap sudut rongga mulutnya, menyapu deretan giginya. Juga mengajak lidahnya berbelit.Oh tidak
"Siapa kau berani melarangku?!" Inez menatap nyalang pada Lea yang berdiri agak jauh darinya. Di tangannya ada satu cangkir yang aromanya sangat menggoda hidung Inez."Minum ini, Nyonya. Saya akan membawa wine-nya.""He! Tunggu! Siapa yang memberimu izin. Kau tidak boleh membawanya!"Inez melotot saat Lea langsung menenggak habis wine yang ada di gelas mama Zio."Nyonya, minuman yang buat tenggorokan terbakar ini yang Nyonya suka. Coba ini, saya jamin Nyonya akan lebih menyukainya. Rasanya enak dan efeknya lebih kurang sama."Lea langsung menggelengkan kepalanya yang seketika berputar. Hah! Apa yang baru saja diminumnya. Rasanya pahit dengan rasa panas di tenggorokan. Enak apanya, ini mah racun, racau Lea dalam hati."Memang apa efeknya?" tantang Inez. Dia jelas tidak suka ketika ketenangannya diusik."Teh chamomile akan membuat Anda rilek, lebih mudah untuk tidur," sahut Lea terus mencoba tetap sadar. Oh, kapok dia minum yang namanya wine. Kalau sama-sama punya efek buruk, dia akan
Pagi menjelang dengan sinar mentari baru memunculkan semburat orange di ufuk timur. Zio menggeliat pelan setelah tirai jendela kamarnya otomatis terbuka begitu sensornya menerima aliran cahaya sang surya.Pria itu bangun, sejenak mengumpulkan nyawa yang semalam entah terbang sampai mana, lanjut berdiri. Tubuh kekar itu hanya tertutup celana pendek longgar. Punggung lebar, bahu kokoh, perut sixpack, pemandangan indah di pagi hari.Pria itu sesaat heran, tidak mendapati Lea berada di kamarnya. Biasanya dia selalu jadi yang pertama bangun di kamar itu. "Ke mana biang rusuh itu?" Zio bergumam sambil masuk ke kamar mandi.Dia menyebut Lea rusuh, sebab mabuk karena setengah gelas wine yang Lea minum, juga karena perempuan itu diam-diam memanggilnya dengan sebutan aneh di belakangnya.Lea teler, dalam keadaan setengah sadar saat Zio menginterogasinya soal wine yang dia minum. Lea mengatakan kalau dia nemu di dapur. Ajaibnya Lea sama sekali tidak menyebut Inez. Zio mengulas senyum bagaimana
"Oh ini teh chamomile. Teman sosialita mama rekomen. Katanya enak, ya sudah mama coba. Ternyata benar lo."Nancy menggulung senyum palsunya. Lantas ikut duduk di samping Inez. Di atas meja sudah ada rangkaian bunga cantik dari mawar, peony dan anggrek. Nancy menggeram marah. Sepertinya dia harus mencari cara agar Lea pergi, atau setidaknya semua orang membencinya.Tapi cara apa? Bagaimana? Lihat sekarang! Perempuan itu berjalan ke arah gerbang dengan Arch menggandeng tangannya. Tak berapa lama Zico menyusul menggunakan motor."Ma, mereka pasti mau jajan. Perempuan itu jelas meracuni Arch," adu Nancy berharap Inez akan marah lagi seperti kemarin."Biarkanlah. Mama sudah menerima pemberitahuan dari pengurus komplek kalau makanan yang dijual di area komplek ini sudah terjamin kebersihan dan kehalalannya. Juga bahan-bahannya berkualitas tinggi, tidak pakai pewarna dan pemanis buatan. Lagi pula mending Arch makan jajanan ndeso dari pada junk food."Nancy kehabisan kata untuk menyanggah kal
Perkataan Zico yang tak cuma sekali dua itu terus terngiang di telinga Lea. Kini, perempuan itu sudah selesai memandikan Arch, juga menyiapkan sarapan sang bocah secara rahasia. Zico sendiri sudah kembali ke kamar, setelah menyantap berbagai jajanan yang ditata Lea di atas piring.Dia letakkan makanan itu di atas meja pantry. Dia juga mempersilakan siapapun yang mau untuk memakannya. Sungguh satu sikap yang langsung memikat para maid dan ART yang bekerja di sana. Agaknya semua hal perlu timing yang tepat. Seperti kalimat Zico yang meminta Lea menjaga kamarnya yang katanya satu tempat yang sangat privasi. Sepertinya kali ini waktunya tepat, sebab orang model Lea perlu sedikit pemicu untuk sebuah aksi. Saat Lea masuk ke kamarnya dia melihat Nancy yang sedang membongkar isi tasnya. Entah apa yang dia cari.Namun yang jelas ada selembar kertas yang sedang Nancy pegang. Lea langsung emosi dibuatnya, pasalnya dia tahu benar kalau itu adalah foto terakhir dia bersama orang tuanya.Sepele b
"Ma ...."Nancy merengek ketika Inez hanya menenangkannya saja tanpa memberi solusi untuk kemarahan Zio. Perempuan itu hanya mengatakan Nancy harus menunggu. Zio sedang marah, dan pria itu sangat susah dibujuk saat emosi.Dulu hanya Nika yang mampu mengendalikan Zio, sekarang tidak tahu apakah ada yang bisa mengatasi mood Zio yang memburuk."Makanya jadi orang tu tahu diri."Zico menyeletuk sambil lalu. Nancy menggeram marah, sementara Inez hanya menatap putra bungsunya yang makin lama makin kurang ajar saja padanya."Zico!"Yang dipanggil namanya berbalik malas, mengayunkan tungkai panjangnya ke arah Inez, lalu dengan enggan mencium punggung tangan sang mama."Bye Ma, bye ... nenek lampir."Nancy melotot ketika Zico memanggilnya nenek lampir tanpa suara. Bocah badung itu melenggang pergi tanpa rasa bersalah."Sudah, sudah. Sabar, bagaimanapun dia orang baru. Kamu tahu sendiri, Zio itu susah sekali terima orang asing di hidupnya."Kalau Zio nyuekin aku bagaimana? Aku gak bisa digituin
"Apa yang terjadi denganmu?" Teman Nancy bertanya, hanya dia yang berani melakukannya. Rekan lain lebih suka menghindari Nancy yang sok bossy. Tahu kalau Nancy cuma mantan adik ipar Zio yang entah karena alasan apa, masih diizinkan bekerja bahkan tinggal di kediaman Alkanders.Gosip yang beredar memang menyebutkan kalau Nancy kemungkinan adalah pengganti sang kakak. Terlebih sikap perempuan itu seolah menegaskan kalau dialah istri Zio."Kau gelut sama siapa? Tidak elit banget, cakar-cakaran gitu.""Lawanku memang kampungan, jadi harus dihadapi dengan bar-bar juga.""Terus-terus, kalah apa menang?""Menurutmu dengan effort seperti ini aku kalah atau menang."Nancy langsung berhenti bicara saat melihat Zio keluar dari ruangannya, dia buru-buru mengejar. Di kantor adalah kesempatan Nancy untuk mendekati Zio."Tuan, ada meeting kedua dengan tuan Reiner," info Nancy berusaha terlihat intim dengan Zio."Aku pergi dengan Han."Nancy langsung berhenti saat itu juga. Ditatapnya punggung Zio