Perkataan Zico yang tak cuma sekali dua itu terus terngiang di telinga Lea. Kini, perempuan itu sudah selesai memandikan Arch, juga menyiapkan sarapan sang bocah secara rahasia. Zico sendiri sudah kembali ke kamar, setelah menyantap berbagai jajanan yang ditata Lea di atas piring.Dia letakkan makanan itu di atas meja pantry. Dia juga mempersilakan siapapun yang mau untuk memakannya. Sungguh satu sikap yang langsung memikat para maid dan ART yang bekerja di sana. Agaknya semua hal perlu timing yang tepat. Seperti kalimat Zico yang meminta Lea menjaga kamarnya yang katanya satu tempat yang sangat privasi. Sepertinya kali ini waktunya tepat, sebab orang model Lea perlu sedikit pemicu untuk sebuah aksi. Saat Lea masuk ke kamarnya dia melihat Nancy yang sedang membongkar isi tasnya. Entah apa yang dia cari.Namun yang jelas ada selembar kertas yang sedang Nancy pegang. Lea langsung emosi dibuatnya, pasalnya dia tahu benar kalau itu adalah foto terakhir dia bersama orang tuanya.Sepele b
"Ma ...."Nancy merengek ketika Inez hanya menenangkannya saja tanpa memberi solusi untuk kemarahan Zio. Perempuan itu hanya mengatakan Nancy harus menunggu. Zio sedang marah, dan pria itu sangat susah dibujuk saat emosi.Dulu hanya Nika yang mampu mengendalikan Zio, sekarang tidak tahu apakah ada yang bisa mengatasi mood Zio yang memburuk."Makanya jadi orang tu tahu diri."Zico menyeletuk sambil lalu. Nancy menggeram marah, sementara Inez hanya menatap putra bungsunya yang makin lama makin kurang ajar saja padanya."Zico!"Yang dipanggil namanya berbalik malas, mengayunkan tungkai panjangnya ke arah Inez, lalu dengan enggan mencium punggung tangan sang mama."Bye Ma, bye ... nenek lampir."Nancy melotot ketika Zico memanggilnya nenek lampir tanpa suara. Bocah badung itu melenggang pergi tanpa rasa bersalah."Sudah, sudah. Sabar, bagaimanapun dia orang baru. Kamu tahu sendiri, Zio itu susah sekali terima orang asing di hidupnya."Kalau Zio nyuekin aku bagaimana? Aku gak bisa digituin
"Apa yang terjadi denganmu?" Teman Nancy bertanya, hanya dia yang berani melakukannya. Rekan lain lebih suka menghindari Nancy yang sok bossy. Tahu kalau Nancy cuma mantan adik ipar Zio yang entah karena alasan apa, masih diizinkan bekerja bahkan tinggal di kediaman Alkanders.Gosip yang beredar memang menyebutkan kalau Nancy kemungkinan adalah pengganti sang kakak. Terlebih sikap perempuan itu seolah menegaskan kalau dialah istri Zio."Kau gelut sama siapa? Tidak elit banget, cakar-cakaran gitu.""Lawanku memang kampungan, jadi harus dihadapi dengan bar-bar juga.""Terus-terus, kalah apa menang?""Menurutmu dengan effort seperti ini aku kalah atau menang."Nancy langsung berhenti bicara saat melihat Zio keluar dari ruangannya, dia buru-buru mengejar. Di kantor adalah kesempatan Nancy untuk mendekati Zio."Tuan, ada meeting kedua dengan tuan Reiner," info Nancy berusaha terlihat intim dengan Zio."Aku pergi dengan Han."Nancy langsung berhenti saat itu juga. Ditatapnya punggung Zio
Sementara itu di kantor, Zio baru kembali dari meeting bertemu tuan Reiner. Ponsel disakunya bergetar, sebuah pesan masuk. Zio sesaat terdiam, lantas ekspresi wajahnya berubah kesal."Apa-apaan ini?!" gumam Zio jengkel.Mood lelaki tersebut kembali memburuk, Han pastikan itu. Jika sudah begitu, dia pilih menyingkir. Dari pada kena amuk. Namun Nancy yang tidak tahu situasi hati Zio, justru menerobos masuk ke ruangan sang atasan.Han memberi kode tapi Nancy tidak paham. Terserahlah, Han berjalan keluar dari pada ikut mendengar amukan Zio."Kenapa kau?" tanya Zio judes."Aku bawakan baju ganti untukmu. Kamu kan tidak suka hitam kenapa malah pakai hitam?" Nancy bahkan sudah bersiap melepas jas Zio sebelum lelaki itu mencegahnya."Apa yang kamu lakukan?""Mengganti bajumu," balas Nancy.Detik setelahnya Zio berdiri. Dia merapatkan kembali jasnya, hal itu membuat Nancy bingung."Zio, bukannya kamu tidak suka warna hitam. Aku belikan yang navi.""Siapa bilang aku tidak suka hitam. Aku menyuk
"Mbak Erna mana ya?" Lea bertanya tentang orang yang selalu menemaninya sejak dia keluar dari rumah Rian. Sudah beberapa lama Erna tidak kelihatan. Perempuan itu cuma pamit tugasnya sudah selesai. Zico baru melepas helm-nya, mereka sampai di The Mirror saat hari sudah gelap, tapi masih lama menuju jam makan malam. Zio memperhatikan Lea yang memarkirkan sepeda di samping moge miliknya."Yang tadi itu siapa? Jangan bilang si Agra itu juga masih temui kakak."Ditanya apa, jawabnya apa. Lea menghela napas, beginilah kalau yang diajak bicara remaja tanggung, mana badung plus tengil lagi. Bisa-bisanya Zico ngaku pacar di depan Aldo.Bukan, bukan masalah tampang Zico yang tidak memadai untuk dijadikan pacar. Tapi tolonglah, gap umur mereka lumayan. Walau tren punya pasangan lebih tua sedang marak, Lea tidak mau ikutan tren. Dia tetap lebih suka punya pasangan yang lebih tua umurnya macam ... Zio.Lah kok jadi mikir ke sana. Tapi bener kan currently suaminya memang Zio. Cuma, umur pria itu
Lea mengeplak kepalanya sendiri, dia baru dapat satu putaran pagi itu. Tapi langkahnya terhenti saat dia mendadak teringat perlakuan Zio padanya akhir-akhir ini. Dari sikap manis lelaki itu di meja makan, juga beberapa gebrakan yang Zio lakukan di kamar. Gebrakan yang berpotensi membuat Lea kena serangan jantung.Sikap Zio mencerminkan perhatian tapi mulutnya tidak. Tuan mulut cabe dan sikap kulkasnya itu tidak berubah. "Dia itu bikin bingung orang saja. Aduh!"Lea menoleh, mendapati Nancy menyenggol bahunya keras sambil berlari. Jelas jika perempuan itu sedang menantangnya. Namun Lea tak terpancing, pertaruhannya dengan Inez bukan dengan yang lain.Soal selesai cepat atau lambat tidak ada aturannya. "Dia tidak malu apa ya pakai pakaian begitu. Padahal ada Arch, ada Zico. Ah, tapi Zico mah badung."Lea yakin remaja tampan itu sudah tidak asing dengan pakaian seksi. Lihat saja seragam siswi di sekolah Zio. Tepok jidat Lea, tapi mau bagaimana lagi. Imbas kata internasional yang nemp
Suasana makan pagi jadi canggung setelah insiden di kamar Zio. Lea sudah berusaha bersikap biasa saja, tapi tatapan Zico serasa menghakiminya. Padahal Lea masih sempat merapikan tampilannya sebelum keluar dari walk in closet. Tapi pandangan Zico tetap saja curiga padanya.Zio sendiri cuek bebek tidak peduli pada sang adik. Meski rasa hati ingin mengeplak kepala Zico. Berani-beraninya mengganggu aksinya.Ditambah kehadiran Nancy, acara makan pagi mereka memang tidak seperti biasa. Ah, tapi kapan meja makan keluarga Alkanders terasa nyaman dan hangat. Semua anggota keluarga hanya berada di sana sekedar mengisi perut, tak lebih.Masing-masing hanya sibuk dengan makanannya, plus Nancy yang sesekali melirik tidak suka pada Lea. Dia juga menatap penuh harap ke arah Zio, berharap lelaki itu sudah memaafkannya."Zi, kau tidak melakukan apapun padanya?" Zico menahan sang kakak saat ada di basement."Maksudmu apa? Apa yang kulakukan padanya itu urusanku. Kau tidak perlu ikut campur," sergah Zi
"Terima kasih, sila datang lagi."Lea membungkukkan badan, saat sang klien keluar dari tokonya. "Aku ke samping dulu ya," ujar Lea pada Agni yang langsung mengacungkan jempol.Lea meluruskan kaki sambil meminum jus alpukat yang dia ambil dari lemari pendingin di dapur mereka. Area samping toko dibangun jadi semacam tempat bersantai dengan kapasitas tiga orang.Lelah sekali rasanya hari ini, dan mungkin untuk seterusnya. Pagi dia harus keliling The Mirror dua kali, dia musti menyiapkan sarapan Arch atau bocah itu bakal tantrum dan seisi dapur dapat makian.Bukan Zio atau Inez yang melakukannya, tapi justru Nancy. Kerap kali perempuan itu berlagak bak nyonya di rumah itu. Belum lagi mengurusi Zio yang rewelnya melebihi anaknya. Masak iya, pakaian dalam pun dia juga yang pilihkan. Dan syaratnya harus beda sama yang kemarin.Perkara underwear pun bisa jadi sangat memusingkan jika berhubungan dengan Zio. Masalahnya Lea belum pernah menyentuh, memegang atribut pria paling pribadi itu sebel
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa