Suasana makan pagi jadi canggung setelah insiden di kamar Zio. Lea sudah berusaha bersikap biasa saja, tapi tatapan Zico serasa menghakiminya. Padahal Lea masih sempat merapikan tampilannya sebelum keluar dari walk in closet. Tapi pandangan Zico tetap saja curiga padanya.Zio sendiri cuek bebek tidak peduli pada sang adik. Meski rasa hati ingin mengeplak kepala Zico. Berani-beraninya mengganggu aksinya.Ditambah kehadiran Nancy, acara makan pagi mereka memang tidak seperti biasa. Ah, tapi kapan meja makan keluarga Alkanders terasa nyaman dan hangat. Semua anggota keluarga hanya berada di sana sekedar mengisi perut, tak lebih.Masing-masing hanya sibuk dengan makanannya, plus Nancy yang sesekali melirik tidak suka pada Lea. Dia juga menatap penuh harap ke arah Zio, berharap lelaki itu sudah memaafkannya."Zi, kau tidak melakukan apapun padanya?" Zico menahan sang kakak saat ada di basement."Maksudmu apa? Apa yang kulakukan padanya itu urusanku. Kau tidak perlu ikut campur," sergah Zi
"Terima kasih, sila datang lagi."Lea membungkukkan badan, saat sang klien keluar dari tokonya. "Aku ke samping dulu ya," ujar Lea pada Agni yang langsung mengacungkan jempol.Lea meluruskan kaki sambil meminum jus alpukat yang dia ambil dari lemari pendingin di dapur mereka. Area samping toko dibangun jadi semacam tempat bersantai dengan kapasitas tiga orang.Lelah sekali rasanya hari ini, dan mungkin untuk seterusnya. Pagi dia harus keliling The Mirror dua kali, dia musti menyiapkan sarapan Arch atau bocah itu bakal tantrum dan seisi dapur dapat makian.Bukan Zio atau Inez yang melakukannya, tapi justru Nancy. Kerap kali perempuan itu berlagak bak nyonya di rumah itu. Belum lagi mengurusi Zio yang rewelnya melebihi anaknya. Masak iya, pakaian dalam pun dia juga yang pilihkan. Dan syaratnya harus beda sama yang kemarin.Perkara underwear pun bisa jadi sangat memusingkan jika berhubungan dengan Zio. Masalahnya Lea belum pernah menyentuh, memegang atribut pria paling pribadi itu sebel
"Selamat ulang tahun," ucap Agra yang tiba-tiba masuk ke kamar Raisa. Untung si gadis masih berpakaian lengkap, tidak sedang topless. Agra kakak kandungnya, tapi lelaki itu selalu berpesan pada Raisa untuk selalu menjaga diri. Bahkan jika itu dirinya sekalipun.Agra, figur kakak yang hebat untuk Raisa meski dia sendiri juga problematik, begitu menurut sang adik."Wahh, tumben. Ngasih bunga," seloroh sang adik."Gak suka, aku buanglah.""Eh jangan. Cantik banget, aku suka." Raisa menerima buket mawar, campur tulip dan peony, plus lily stargazer yang hampir semuanya berwarna merah muda. Mencerminkan usia Raisa yang sedang mekar-mekarnya dan bersemangat menjalani kehidupannya."Wah, ada ucapannya. Terima kasih."Raisa tersenyum membaca kartu ucapan yang terselip di antara bunga. "Manis sekali.""Coba lihat." Agra merebut kartu dari tangan Raisa."Bukan kakak yang tulis?" Tanya Raisa curiga."Ya, bukanlah." Pria itu lantas membaca apa yang Lea tulis untuk Raisa. Meski tanpa menyebut nama
Langkah Zio terasa riang waktu meninggalkan makam, kemunculan capung dengan sayap berwarna biru dia artikan sebagai Nika yang merestui hubungannya dengan Lea.Capung adalah hewan yang disukai Nika, seleranya memang aneh. Namun ada alasan kenapa Nika menyukai hewan yang jadi asal muasal bentuk kendararaan helikopter di masa kini. Capung tidak bisa hidup di tempat yang sudah terkontaminasi polusi, capung hanya bisa hidup di daerah dengan udara masih bersih, belum tercemar.Karena itulah, kehadiran capung kadang sering dijadikan indikator akan tingkat pencemaran lingkungan. Jika mereka sudah tidak ada maknanya alam sekitar sudah tercemar.Sementara biru adalah warna kesukaan Nika. Jadi capung berwarna biru itu Zio artikan sebagai perwujudan Nika yang ingin memberinya petunjuk.Suasana hati Zico membaik pagi itu, dia masuk kantor dengan wajah sumringah, meski kesan dingin itu masih tetap ada. Lelaki itu bahkan mengangkat tangan saat beberapa karyawan menyapa dirinya."Wah, makin ke sini
"Kenapa diam? Balik jadi bisu lagi?"Lea seketika mengangkat wajahnya, tuan mulut cabe kembali beraksi. Dipandangnya Zio yang sedang menatapnya tajam.Keduanya sudah berada di The Mirror, sudah melewati sesi makan malam yang sangat menyebalkan untuk Lea. Satu kesempatan di mana dia kembali bisa melihat Nancy bertingkah macam nyonya rumah.Perempuan itu dengan antusias menawari semua anggota keluarga untuk menyantap hidangan yang tersaji, kecuali Lea tentunya.Nancy tentu merasa di atas angin setelah kejadian tadi siang. Peristiwa di mana Zio melihat Rian dan Lea bertemu di kantornya. Meski pria itu setelahnya langsung melangkah pergi tanpa kata, Lea dan Nancy tahu kalau Zio kesal.Mood Zio kembali memburuk sampai hari berakhir. Tentu saja orang yang kena dampaknya adalah Han, pria itu bahkan sampai mengirim pesan pada Lea."Bisa tidak kau buat suamimu senyum sedetik saja."Pesan dari Han justru membuat Lea bingung. Memangnya dia bisa berkontribusi apa dalam mengatasi mood buruk Zio.P
Sinar mentari pagi menyinari The Mirror yang seketika menjadikannya bak berlian. Seluruh kaca memantulkan sinar UV yang berbahaya, sebaliknya lapisan kaca di The Mirror mampu menyerap sinar mentari yang baik bagi kesehatan.Hari sudah beranjak siang, tapi aktivitas di kamar Zio belum terlihat. Bahkan lelaki yang biasanya bangun pagi, hari itu tak tampak mengelilingi The Mirror.Suara ketukan di pintu membuat si empunya kamar yang rupanya masih tidur, terganggu. Zio memaksa membuka mata, dia melihat sekeliling ruangan yang mulai berpendar hangat bermandi cahaya matahari.Ketukan mulai tidak sabaran, Zio membawa tubuhnya bangun. Memakai celana training lantas menuju ke pintu."Pagi," sapa Nancy manis. Perempuan itu sejenak terpana pada tubuh kekar Zio yang terpampang di depan mata. Meski cuma sedikit tapi itu berhasil membuat Nancy berfantasi liar."Ada apa?""Aku ingin menyiapkan pakaian untukmu." Nancy pikir setelah kejadian kemarin, Zio akan membuang Lea karena berpikir perempuan itu
Lea langsung beringsut mundur saat Zio berujar ingin melakukannya lagi. Gila saja, tubuhnya rasanya sakit semua. Ditambah miliknya yang perih tiada terkira. Sebesar apa sih benda yang melaluinya. Eh, kok dia jadi kepo soal ukuran monster milik lelaki di depannya."Tuan jangan aneh-aneh ya," ancam Lea. Sadar dia telanjang, perempuan itu menggulung selimut untuk menutupi tubuhnya.Zio terkekeh melihat tingkah Lea. Maklumi saja, perawan baru di-unboxing, harusnya Zio paham kalau Lea pasti masih malu."Gak aneh. Aku kasih tahu, kami akan sangat agresif saat malam, lebih agresif lagi saat pagi. Seperti ini."Zio melirik ke bawah, diikuti Lea yang juga melakukannya. Wanita itu langsung menelan ludah, bagaimana benda sebesar itu masuk ke tubuhnya. Dipikir tidak mungkin, tapi itu terjadi."Gak mau!" Lea sontak menjerit, membayangkan bakal sesakit apa kalau Zio memaksanya lagi.Namun teriakan Lea langsung berhenti saat Zio menciumnya. Lumatan lembut yang mampu membuat Lea terdiam tanpa bisa be
Zio akui semalam dia egois dengan setengah memaksa Lea untuk melayaninya, hingga perempuan itu tidur sampai lewat tengah hari. Zio tak mempermasalahkan hal itu. Pun dengan keputusan lelaki itu mengenai anak. Dia sadar dengan perlakuannya semalam, kehamilan bisa saja terjadi. Walau dia sangat menginginkan putra dari benihnya sendiri, sekali lagi dia tidak mau hanya memikirkan diri sendiri.Dia tidak mau memaksa Lea untuk mengandung anaknya, andai perempuan itu belum siap. Karenanya dia meminta sang istri untuk meminum pil pencegah kehamilan. Zio paham betul kondisi hubungannya dengan Lea masih berantakan. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan jika ingin memiliki anak. Terutama dari pihak perempuan, sebab mereka yang akan menanggung kehamilan dan melalui proses melahirkan. Zio sangat tahu semua itu tidak mudah. Karenanya Zio akan menunggu sampai Lea bersedia menanggungnya.Sementara Lea masih tidur, Zio berada di ruang kerja. Pria itu tampak mengerutkan dahi, saat menelaah kembal
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi
"Sebentar saja, Le. Bantuin aku kalau gak mau dimasukin."Lea melotot melihat Zio berada di atas tubuhnya. Semalam Lea memilih tidur di sofa bed, sebab si empunya kamar tidak Lea jumpai sehabis dia mandi. Lea tidur sudah mengenakan piyama panjang, menghindari Zio yang sekarang Lea sadari seringkali memandangnya penuh nafsu. Lea pikir bakal tidur sendiri. Siapa sangka jika Zio justru menyusulnya tidur.Rupanya itu tujuan Zio mengganti sofanya dengan sofa bed. Supaya pria itu bisa tidur berdua. Kali ini, mentari baru menampakkan sinar oranye di ufuk timur ketika Lea sudah dibuat spot jantung karena aksi Zio sedang menindihnya. Lelaki itu memang tidur topless, tanpa pakai baju. Sekedar ditindih masih mending, ini Lea juga dihadapkan pada aksi Zio yang sedang menggesekkan monsternya pada area pribadinya yang masih tertutup celana piyama.Badan Lea panas dingin dengan rasa merinding. Napas Zio terdengar berat dengan geraman sesekali terdengar."Zio, engap!""Sebentar, Sayang. Dikit lagi
"Nancy!" Teriakan Zio lantang terdengar. Pria itu marah sekaligus kaget dengan tindakan Nancy yang menyiram Lea dengan seember air.Lea sempat terbatuk, sebelum memberikan tatapan nyalang pada Nancy. Detik setelahnya perempuan itu mendorong Nancy sampai jatuh tersungkur di lantai basement.Nancy tentu terkejut dengan tindakan Lea. Wanita itu tak pernah bertindak kasar sebelumnya, tapi hari ini, dia melihat Lea yang berubah bar-bar setelah pergi delapan bulan lalu."Perempuan kampung! Beraninya kau mendorongku. Zio kau lihat ini, dia menyerangku!" "Kau yang mulai, bukan Lea!" Balas Zio telak.Nancy melotot, dia pikir Zio akan membelanya, nyatanya tidak. Lea masih ingin memberi pelajaran pada Nancy tapi Zio lekas menariknya pergi. "Lepaskan aku! Aku ingin menghajarnya!"Lea tidak sudi lagi ditindas oleh perempuan yang dia pikir adalah kekasih suaminya."Tidak sekarang! Ganti bajumu! Basah semua." Nancy memandang geram Zio dan Lea yang melangkah pergi darinya. Mereka tidak masuk melal
Lea yang hampir membalikkan badan, urung melakukannya. Ketika bisik-bisik penuh kekaguman muncul. Perempuan itu hanya bisa menutup mulut sebagai respon atas apa yang tengah Zio lakukan.Lelaki tersebut mewujudkan ucapannya soal berlutut. Sejatinya bukan itu yang membuat kaget, tapi aksi Zio yang dilakukan di hadapan banyak orang.Zio pandai sekali memanfaatkan keadaan. Memanipulasi perasaan Lea melalui situasi yang membuat perempuan itu tersudut. Zio memang bertekad akan melakukan apa saja untuk membawa Lea pulang. Termasuk hal yang satu ini.Lea terkesiap melihat Zio menekuk satu kaki sambil mengulurkan sebuket bunga mawar merah kali ini."Kamu ....""Maafkan aku, Le. Sungguh, aku menyesal untuk kejadian hari itu. Aku tidak akan membela diri. Kamu bisa menyalahkan aku, tapi aku minta satu hal. Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku."Lea dan semua orang terpaku mendengar ucapan Zio yang terasa tulus dari dalam hati. Semua orang bisa merasakan kesungguhan Zio s
"Dia mengizinkanmu bekerja, syaratnya tidak lebih dari jam enam. Setelah itu kau dilarang berada di kantor. Le, dia pengertian. Terlepas dari apa yang membuatmu memilih pergi darinya delapan bulan lalu.""Tak banyak lelaki yang mau memahami apa yang pasangannya mau. Tapi suamimu mau melakukannya. Pertimbangkan lagi. Aku bisa lihat dia pria baik, juga mencintaimu."Lea mendengkus kesal, "Cinta? Kalau dia cinta gak mungkin dia ngusir aku."Masalahnya cintanya baru numbuh sekarang, oneng!Lea lantas mendorong kasar napasnya. Gara-gara Zio membuka statusnya, kini semua orang tahu siapa dirinya. Untung saja tidak ada paparazzi yang mengejarnya sampai ke kantor seperti yang Irene yang katakan.Dia tidak tahu saja, di luar gedung banyak kamera tersembunyi siap membidik dirinya. Zio sendiri sudah memberikan ancaman, barang siapa berani mengganggu kenyamanan Lea di luar sana. Zio tak segan untuk membuatnya jadi pengangguran selamanya. Hal itu cukup membuat para pemburu berita menciut nyalinya
Dan itu terjadi, Zio mengepalkan tangan waktu kembali ke apart Lea. Dengan amarah mencapai ubun-ubun. Lea sedang happy sebab sedang mengobrol via video call dengan Agni sontak menoleh kaget melihat Zio kembali bisa masuk ke unitnya."Aku hubungi lagi nanti." Lea pamit secepat kilat pada Agni. "Kamu bobol password aku lagi, aakhh. Apaan lepas!"Lea meronta saat Zio langsung mendorongnya hingga jatuh telentang ke sofa di belakangnya. Pria itu juga menjerat tangan Lea, dia kumpulkan di atas kepala sang istri."Apa lagi sekarang?" Lea meronta tapi tak bisa bergerak sama sekali. Zio totally mengunci pergerakannya."Katakan! Apa kamu bilang pada Arch kalau suamimu Agra?"Lea terdiam, coba mencerna pertanyaan Zio. Apa tadi Zio bilang? Arch? Kapan lelaki itu bertemu Arch."Enggak!""Bohong! Kamu tahu aku tidak suka pembohong!" Lea kembali tak berkata apa-apa. Dipandangnya lelaki yang kini merah padam menatapnya."Lihat, Anda lagi-lagi lebih percaya orang lain dibanding saya ....""Jangan pa