Lea mengeplak kepalanya sendiri, dia baru dapat satu putaran pagi itu. Tapi langkahnya terhenti saat dia mendadak teringat perlakuan Zio padanya akhir-akhir ini. Dari sikap manis lelaki itu di meja makan, juga beberapa gebrakan yang Zio lakukan di kamar. Gebrakan yang berpotensi membuat Lea kena serangan jantung.Sikap Zio mencerminkan perhatian tapi mulutnya tidak. Tuan mulut cabe dan sikap kulkasnya itu tidak berubah. "Dia itu bikin bingung orang saja. Aduh!"Lea menoleh, mendapati Nancy menyenggol bahunya keras sambil berlari. Jelas jika perempuan itu sedang menantangnya. Namun Lea tak terpancing, pertaruhannya dengan Inez bukan dengan yang lain.Soal selesai cepat atau lambat tidak ada aturannya. "Dia tidak malu apa ya pakai pakaian begitu. Padahal ada Arch, ada Zico. Ah, tapi Zico mah badung."Lea yakin remaja tampan itu sudah tidak asing dengan pakaian seksi. Lihat saja seragam siswi di sekolah Zio. Tepok jidat Lea, tapi mau bagaimana lagi. Imbas kata internasional yang nemp
Suasana makan pagi jadi canggung setelah insiden di kamar Zio. Lea sudah berusaha bersikap biasa saja, tapi tatapan Zico serasa menghakiminya. Padahal Lea masih sempat merapikan tampilannya sebelum keluar dari walk in closet. Tapi pandangan Zico tetap saja curiga padanya.Zio sendiri cuek bebek tidak peduli pada sang adik. Meski rasa hati ingin mengeplak kepala Zico. Berani-beraninya mengganggu aksinya.Ditambah kehadiran Nancy, acara makan pagi mereka memang tidak seperti biasa. Ah, tapi kapan meja makan keluarga Alkanders terasa nyaman dan hangat. Semua anggota keluarga hanya berada di sana sekedar mengisi perut, tak lebih.Masing-masing hanya sibuk dengan makanannya, plus Nancy yang sesekali melirik tidak suka pada Lea. Dia juga menatap penuh harap ke arah Zio, berharap lelaki itu sudah memaafkannya."Zi, kau tidak melakukan apapun padanya?" Zico menahan sang kakak saat ada di basement."Maksudmu apa? Apa yang kulakukan padanya itu urusanku. Kau tidak perlu ikut campur," sergah Zi
"Terima kasih, sila datang lagi."Lea membungkukkan badan, saat sang klien keluar dari tokonya. "Aku ke samping dulu ya," ujar Lea pada Agni yang langsung mengacungkan jempol.Lea meluruskan kaki sambil meminum jus alpukat yang dia ambil dari lemari pendingin di dapur mereka. Area samping toko dibangun jadi semacam tempat bersantai dengan kapasitas tiga orang.Lelah sekali rasanya hari ini, dan mungkin untuk seterusnya. Pagi dia harus keliling The Mirror dua kali, dia musti menyiapkan sarapan Arch atau bocah itu bakal tantrum dan seisi dapur dapat makian.Bukan Zio atau Inez yang melakukannya, tapi justru Nancy. Kerap kali perempuan itu berlagak bak nyonya di rumah itu. Belum lagi mengurusi Zio yang rewelnya melebihi anaknya. Masak iya, pakaian dalam pun dia juga yang pilihkan. Dan syaratnya harus beda sama yang kemarin.Perkara underwear pun bisa jadi sangat memusingkan jika berhubungan dengan Zio. Masalahnya Lea belum pernah menyentuh, memegang atribut pria paling pribadi itu sebel
"Selamat ulang tahun," ucap Agra yang tiba-tiba masuk ke kamar Raisa. Untung si gadis masih berpakaian lengkap, tidak sedang topless. Agra kakak kandungnya, tapi lelaki itu selalu berpesan pada Raisa untuk selalu menjaga diri. Bahkan jika itu dirinya sekalipun.Agra, figur kakak yang hebat untuk Raisa meski dia sendiri juga problematik, begitu menurut sang adik."Wahh, tumben. Ngasih bunga," seloroh sang adik."Gak suka, aku buanglah.""Eh jangan. Cantik banget, aku suka." Raisa menerima buket mawar, campur tulip dan peony, plus lily stargazer yang hampir semuanya berwarna merah muda. Mencerminkan usia Raisa yang sedang mekar-mekarnya dan bersemangat menjalani kehidupannya."Wah, ada ucapannya. Terima kasih."Raisa tersenyum membaca kartu ucapan yang terselip di antara bunga. "Manis sekali.""Coba lihat." Agra merebut kartu dari tangan Raisa."Bukan kakak yang tulis?" Tanya Raisa curiga."Ya, bukanlah." Pria itu lantas membaca apa yang Lea tulis untuk Raisa. Meski tanpa menyebut nama
Langkah Zio terasa riang waktu meninggalkan makam, kemunculan capung dengan sayap berwarna biru dia artikan sebagai Nika yang merestui hubungannya dengan Lea.Capung adalah hewan yang disukai Nika, seleranya memang aneh. Namun ada alasan kenapa Nika menyukai hewan yang jadi asal muasal bentuk kendararaan helikopter di masa kini. Capung tidak bisa hidup di tempat yang sudah terkontaminasi polusi, capung hanya bisa hidup di daerah dengan udara masih bersih, belum tercemar.Karena itulah, kehadiran capung kadang sering dijadikan indikator akan tingkat pencemaran lingkungan. Jika mereka sudah tidak ada maknanya alam sekitar sudah tercemar.Sementara biru adalah warna kesukaan Nika. Jadi capung berwarna biru itu Zio artikan sebagai perwujudan Nika yang ingin memberinya petunjuk.Suasana hati Zico membaik pagi itu, dia masuk kantor dengan wajah sumringah, meski kesan dingin itu masih tetap ada. Lelaki itu bahkan mengangkat tangan saat beberapa karyawan menyapa dirinya."Wah, makin ke sini
"Kenapa diam? Balik jadi bisu lagi?"Lea seketika mengangkat wajahnya, tuan mulut cabe kembali beraksi. Dipandangnya Zio yang sedang menatapnya tajam.Keduanya sudah berada di The Mirror, sudah melewati sesi makan malam yang sangat menyebalkan untuk Lea. Satu kesempatan di mana dia kembali bisa melihat Nancy bertingkah macam nyonya rumah.Perempuan itu dengan antusias menawari semua anggota keluarga untuk menyantap hidangan yang tersaji, kecuali Lea tentunya.Nancy tentu merasa di atas angin setelah kejadian tadi siang. Peristiwa di mana Zio melihat Rian dan Lea bertemu di kantornya. Meski pria itu setelahnya langsung melangkah pergi tanpa kata, Lea dan Nancy tahu kalau Zio kesal.Mood Zio kembali memburuk sampai hari berakhir. Tentu saja orang yang kena dampaknya adalah Han, pria itu bahkan sampai mengirim pesan pada Lea."Bisa tidak kau buat suamimu senyum sedetik saja."Pesan dari Han justru membuat Lea bingung. Memangnya dia bisa berkontribusi apa dalam mengatasi mood buruk Zio.P
Sinar mentari pagi menyinari The Mirror yang seketika menjadikannya bak berlian. Seluruh kaca memantulkan sinar UV yang berbahaya, sebaliknya lapisan kaca di The Mirror mampu menyerap sinar mentari yang baik bagi kesehatan.Hari sudah beranjak siang, tapi aktivitas di kamar Zio belum terlihat. Bahkan lelaki yang biasanya bangun pagi, hari itu tak tampak mengelilingi The Mirror.Suara ketukan di pintu membuat si empunya kamar yang rupanya masih tidur, terganggu. Zio memaksa membuka mata, dia melihat sekeliling ruangan yang mulai berpendar hangat bermandi cahaya matahari.Ketukan mulai tidak sabaran, Zio membawa tubuhnya bangun. Memakai celana training lantas menuju ke pintu."Pagi," sapa Nancy manis. Perempuan itu sejenak terpana pada tubuh kekar Zio yang terpampang di depan mata. Meski cuma sedikit tapi itu berhasil membuat Nancy berfantasi liar."Ada apa?""Aku ingin menyiapkan pakaian untukmu." Nancy pikir setelah kejadian kemarin, Zio akan membuang Lea karena berpikir perempuan itu
Lea langsung beringsut mundur saat Zio berujar ingin melakukannya lagi. Gila saja, tubuhnya rasanya sakit semua. Ditambah miliknya yang perih tiada terkira. Sebesar apa sih benda yang melaluinya. Eh, kok dia jadi kepo soal ukuran monster milik lelaki di depannya."Tuan jangan aneh-aneh ya," ancam Lea. Sadar dia telanjang, perempuan itu menggulung selimut untuk menutupi tubuhnya.Zio terkekeh melihat tingkah Lea. Maklumi saja, perawan baru di-unboxing, harusnya Zio paham kalau Lea pasti masih malu."Gak aneh. Aku kasih tahu, kami akan sangat agresif saat malam, lebih agresif lagi saat pagi. Seperti ini."Zio melirik ke bawah, diikuti Lea yang juga melakukannya. Wanita itu langsung menelan ludah, bagaimana benda sebesar itu masuk ke tubuhnya. Dipikir tidak mungkin, tapi itu terjadi."Gak mau!" Lea sontak menjerit, membayangkan bakal sesakit apa kalau Zio memaksanya lagi.Namun teriakan Lea langsung berhenti saat Zio menciumnya. Lumatan lembut yang mampu membuat Lea terdiam tanpa bisa be
"Aku tidak mau dipenjara!" Teriak Rina seketika. Dia sudah dengar cerita Vika mengenai horornya hidup di penjara. Lihat saja Vika yang biasa tampil cetar membahana, kini tampilannya berubah total, belum ada setengah tahun menghuni tempat itu."Oh, kalian salah sasaran rupanya. Dia sangat takut masuk penjara, dari pada dighibahin seantero negeri," cibir Lawrence pada Abian.Sahabat Zico merengut mendengar ledekan sang pengacara. Rina sendiri sudah kembali berada dalam cekalan Lawrence. Pria itu mengikat tangan Rina dengan dasi. Mencegah putri Dani Mahendra macam-macam.Bersamaan dengan itu pintu ruangan Lea terbuka, Zico dan Kelvin masuk dengan raut wajah penuh emosi."Dia berulah lagi?" Rina melotot melihat Kelvin, berondong yang dia ingat jelas datang bersama Abian. "Kalian menjebakku! Kurang ajar! Brengsek! Argghh!"Dari teriakan suara Rina berubah jadi jerit kesakitan ketika Zico menginjak pergelangan kaki Rina tanpa ampun."Zico! Hentikan!" Lea memperingatkan dengan tangan menek
"Eh pengacara Lawrence, ada perlu apa?""Zico, kamu mau ke mana? Masih pakai baju pasien malah keluyuran."Lawrence bukannya menjawab pertanyaan Zico, tapi malam menegur kelakuan sang remaja setengah matang bersama gengnya."Bosen Om, di kamar. Pengen ngupi sama cari udara segar. Pengap di kamar terus," kilah Zico memberi alasan."Berarti kamu sudah oke ya. Kakakmu bagaimana?" Lawrence beralih bertanya pasal Lea."Mau jenguk kak Lea, ayuk tak anter," sambar Abian. Kini dia punya alasan untuk balik ke kamar Lea. Tak masalah jika Lawrence ikut serta. Toh Abian sudah puas bisa memandangi paras ayu kakak ipar Zio.Abian benar-benar setengah tidak waras. Dia sungguh menyukai Lea. Tak peduli kalau perempuan itu sudah bersuami.Kelvin langsung menyenggol lengan Zico. Dia menggelengkan kepala melihat kegilaan Abian."Iya, mau jenguk Nyonya Alkanders, mumpung ada urusan di sekitar sini. Jadi sekalian." Lawrence mengiyakan pertanyaan Abian."Ayo, aku antar." Abian menggulung senyum sambil mela
Begitu nama Raisa disebut, kepala Zico berdenyut nyeri. Rasanya sakit seakan mau pecah. Pria itu bahkan nyaris menangis menahan serbuan nyut-nyutan yang mendadak menyerangnya.Hal itu membuat Kelvin dan Abian panik. Pun dengan Lea yang keheranan melihat kesakitan yang Zico tanggung."Kelvin panggil dokter, itu tombol merah. Tekan aja."Kelvin lekas melakukan perintah Lea. Tak sampai lima menit, seorang dokter datang. Dengan sigap dia langsung memeriksa Zico yang perlahan tenang setelah pain killer diberikan.Napas pria itu masih tersengal, bahkan setelah sepuluh menit obat bereaksi. Peluh membasahi sekujur tubuh Zico, cukup untuk menggambarkan seberapa besar sakit yang menderanya."Boleh tahu penyebabnya?" Sang dokter mulai bertanya."Kami menyebut nama Raisa, Dok. Dia bilang tidak ingat nama itu. Lalu ya gitu deh. Dia terus kesakitan," jelas Abian singkat. Dari tempatnya, Lea hanya diam menyimak interaksi Zico dan dokter. Zico terus mengatakan kalau dia tidak ingat apapun soal nama
"Pengacara Lawrence."Sebut Rina dalam hati. Di depannya berdiri pria dengan kemeja hitam juga celana senada. Lelaki itu tampaknya sudah berada di luar situasi formal melihat bagaimana Lawrence menggulung kemeja sampai siku, terlihat lebih santai."Malah bengong! Jawab, ngapain kamu di sini? Arah sana kan tempat penjara wanita," berondong Lawrence.Sejak melihat sendiri bagaimana brutalnya Rina waktu menyerang Lea. Pria itu telah menempatkan Rina dalam daftar figur yang harus diwaspadai. Apalagi jika ada Lea di sekitarnya."Bukan urusan situ!" Balas Rina tak kalah lantang.Lawrence memindai ekspresi Rina. Sebagai pengacara, dia tentu pandai membaca mimik wajah lawan bicaranya. Banyak orang bisa bersandiwara di depannya, tanpa tahu Lawrence bisa menebak isi kepala mereka."Tentu saja akan jadi urusan saya, kalau kamu punya niat buruk. Ingat, saya adalah saksi hidup yang melihat langsung kamu menyerang Lea Alkanders. Jangan-jangan kamu juga yang menabrak Lea Alkanders semalam?"Tudingan
"Tapi kenapa saya dipecat? Rekaman itu bisa saja editan. Saya tidak melakukannya. Saya ...."Rina berhenti bicara ketika Zio mengangkat tangan. Sorot mata pria itu makin tak ramah dalam pandangan Rina. Zio memang tak pernah welcome padanya. Namun kali ini binar benci dan tidak suka turut terlihat di sana. "Kamu pikir saya tidak menyelidikinya lebih dulu. Rekaman itu asli. Bukan editan. Keputusan saya final. Kamu diberhentikan, saya tidak mau mempertaruhkan reputasi perusahaan, karena ulahmu. Sekarang pergi, saya tidak mau melihatmu lagi." Zio secara nyata mengusir Rina. Sudah cukup baginya memberi Rina toleransi, bukannya sadar, Rina malah makin menjadi. Cidera Lea dan Zico jadi warning keras untuk Zio kalau dia harus lebih waspada pada orang yang jelas menjadi ancaman bagi keluarganya. Menyingkirkan mereka adalah solusi terbaik."Tapi kinerja saya baik selama ini," Rina coba bertahan."Sayangnya kinerja bagus saja tidak cukup jika tak dibarengi dengan attitude yang baik. Tak akan
Tangis haru lekas terdengar ketika Zico memanggil Inez, untuk pertama kalinya setelah sadar dari pingsannya."Sebentar, Co. Kakakmu sedang panggil dokter," Inez membantu Zico setengah duduk dengan menaikkan tempat tidurnya."Sakit kepalaku," keluh Zico langsung."Iya, sebentar ya. Biar diperiksa dulu. Zico mau minum?"Zico mengangguk, baru menyadari kalau tenggorokannya kering. Tak berapa lama, tim dokter datang. Mereka sigap memeriksa Zico untuk beberapa waktu.Keterangan yang diberikan dokter, sedikit banyak membuat Inez dan Zio merasa lega. Sejauh ini tidak ada hal buruk mengancam Zico. Walau begitu, remaja setengah matang itu akan terus dipantau. Sampai keadaan Zico benar-benar tidak mengkhawatirkan."Kak Lea bagaimana?" Zico akhirnya ingat Lea. Zio menyibak tirai disebelahnya, hingga penampakan Lea yang tengah terlelap tampak oleh Zico. Lelaki itu menghembuskan napas kasar."Patah tulang, gegar otak. Tidak terlalu parah," jelas Zio."Tetap saja pelakunya harus dibalas. Balas dit
Hampir tengah malam ketika tim dokter memberitahu Zio kalau Lea telah siuman. Perempuan itu sesaat blank, tidak ingat apa yang terjadi. Sampai perlahan kepingan tabrakan kembali tersusun dalam memorinya.Zio fokus pada Lea, sementara Inez menunggu Zico yang masih belum bangun. Inez secara mengejutkan mampu meredam emosinya hingga ketika Sari memberitahu pasal kejadian ini, wanita tersebut hanya terkejut. Tidak sampai mempengaruhi tensi dan jantungnya."Mana yang sakit?" Zio bertanya dengan wajah sendu. Lagi-lagi Lea terbaring jadi pasien di rumah sakit. Sekarang dengan kondisi lumayan parah. Wajah Lea memar di beberapa bagian. Pun dengan anggota tubuh lain.Ditambah patah di tulang lengan atas Lea baru saja menjalani prosedur bedah. Bisa dipastikan jika rasa tubuh sang istri tidak karuan."Sakit semua," keluh Lea tak bisa pura-pura kuat di depan Zio."Maafkan aku, aku tidak becus menjagamu." Zio mendekat untuk kemudian mencium puncak kepala sang istri."Bukan salahmu. Aku yang tidak
"Sengaja jadikan Lea target?"Kalimat berapi-api dari Abian terus terngiang di telinga Zio. Bahkan ketika keheningan kembali membalut ruang tunggu selama beberapa waktu.Tak ada yang beranjak pergi. Semua seolah tidak ingin meninggalkan tempat itu sebelum mengetahui keadaan pasti Lea dan Zico.Sang dokter tadi memang menambahkan, hal-hal tak terduga bisa saja terjadi pada pasien dengan cidera karena benturan di kepala.Arch sudah tidur dalam pelukan Sari, tapi perempuan itu tak jua beringsut dari tempat duduknya. Sampai Zio memberi titah berbarengan dengan Han yang datang bersama Revo.Kedatangan dua orang itu jelas memberi petunjuk soal siapa orang sinting yang berani menyentuh Lea."Angel kamu bisa bawa mobil? Pulanglah, antarkan dulu Sari dan Arch ke rumah."Sari dan Angel saling pandang untuk kemudian sang gadis mengangguk patuh. Apalagi yang bisa dia lakukan di sini. Zico dan Lea sudah mendapat perawatan yang dipastikan terbaik.Gadis itu menerima kunci mobil Abian lalu melangkah
Dua brankar didorong masuk dengan cepat ke sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat. Tubuh dua pasien tidak bergerak dengan darah membasahi bed tempat mereka dibaringkan.Di belakang brankar ada Arch, Sari dan Angel yang mengekor dengan wajah panik luar biasa. Serta air mata berlinang di wajah masing-masing.Ketiganya berhenti tepat di depan pintu ketika seorang perawat mencegah mereka ikut masuk."Mbak Sari, Mama ... Om Zico." Tangis Arch kembali tumpah. Kali ini dengan ledakan yang lebih kuat Sari sampai kewalahan membujuknya. Dia tidak bisa tenang waktu membujuk Arch. Bagaimana Sari bisa tenang waktu melihat dua majikannya dalam keadaan mengerikan seperti tadi."Mbak Angel tolong hubungi Tuan Alkanders. Cari saja kontaknya dengan nama itu."Angel ragu waktu menerima ponsel yang Sari ulurkan. Berhadapan dengan Zio membuat Angel gemetar duluan. Namun saat ini, mereka tidak punya pilihan. Zio harus tahu.Maka setengah jam kemudian, suasana yang sudah mencekam tambah parah.